Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KASUS-KASUS OBSTETRI

Disusun Oleh Kelompok 6 :


Ayu Sukma Tri Putri
Ayu Fachriani
Sinar A
Nurhaliza Amaliah
Mayanti
Ayu Lestari Has

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI


BIDAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kami sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah tentang “Kasus-kasus Obstetri”

Makalah ini kami susun bersama-sama dan mendapatkan bantuan dari

beberapa pihak sehingga memperlancar penyusunan makalah ini.Tak lupa pula kami

ucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan konstribusinya baik materi maupun

pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengalaman dan

pengetahuan bagi pembaca.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman

kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh

karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang

membangun dan menambah pengetahuan kami dalam membuat makalah yang baik

dan benar.

Makassar, 14 April 2022

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

A. Latar Belakang ............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Abortus.........................................................................................................3

B. Molahidatidosa.............................................................................................7

C. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)........................................................10

D. Pre eklamsi...................................................................................................13

E. Eklamsi........................................................................................................15

F. Retensio Plasenta.........................................................................................17

G. Solusio Plasenta...........................................................................................17

H. Ruptur Uteri.................................................................................................19

I. Distosia Bahu...............................................................................................20

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedaruratan Obstetrik adalah suatu keadaan klinik yang apabila tidak segera

ditangani akan berakibat kesakitan yang berat bahkan kematian ibu dan janinnya.

Secara umum terdapat 4 penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir,yaitu

(1)perdarahan (2)infeksi, sepsis (3)hipertensi, preeklampsia, eklampsia (4) persalinan

macet (distosia)

Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan

yang sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang. Berdasarkan riset

World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 Angka Kematian Ibu (AKI) di

dunia masih tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa. Beberapa Negara berkembang AKI

yang cukup tinggi seperti di Afrika Sub-Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan

sebanyak 69.000 jiwa, dan di Asia Tenggara sebanyak 16.000 jiwa. AKI di Negara –

Negara Asia Tenggara salah satunya di Indonesia sebanyak 190 per 100.000

kelahiran hidup, Vietnam sebanyak 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand

sebanyak 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei sebanyak 27 per 100.000 kelahiran

hidup, dan Malaysia sebanyak 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).

Menurut Data Program Kasga Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 menjelaskan

bahwa, AKI menggambarkan resiko yang dialami ibu dari kehamilan sampai pasca

bersalin yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, status gizi ibu saat

1
kehamilan, kondisi sosial ekonomi juga dapat menunjang tidaknya kesehatan ibu

dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, keadaan kesehatan, adanya komplikasi

selama kehamilan dan persalinan (perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi,

gangguan sistem peredaran darah, gangguan metabolisme, dan lainnya) serta

ketersediaan fasilitas kesehatan. Biasanya angka kematian ibu yang tinggi

dikarenakan kurangnya fasilitas pelayanan yang memadai termasuk pelayanan

prenatal dan postnatal serta keadaan sosial ekonomi ibu yang rendah. Tingginya

kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 602 kasus atau setara dengan

109,65 per 100.000 kelahiran hidup dengan prosentase 63,12 % diakibatkan oleh

kematian maternal waktu nifas, 22,92% pada waktu hamil dan 13,95 pada waktu

bersalin (Dinkes Jateng, 2017)

B. Rumusan Masalah

1. Apa penyebab Abortus?

2. Apa penyebab Molahidatidosa?

3. Apa penyebab KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)?

4. Apa penyebab Pre eklamsia?

5. Apa penyebab Eklamsia?

6. Apa penyebab Retensio plasenta?

7. Apa penyebab Solusio Plasenta?

8. Apa penyebab Ruptur Uteri?

9. Apa penyebab Distosia Bahu?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Abortus

Abortus didefinisikan sebagai hilangnya kehamilan sebelum tercapai

kenormalan janin (22 minggu gestasi). Adapun jenis-jenis abortus antara

lain :

1. Abortus iminens

Abortus iminens didiagnosis bila seorang wanita yang sedang hamil <

20 minggu mengeluarkan darah pervaginam. Petrdarahan dapat berlanjut

selama beberap hari atau berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut

bawah atau nyeri punggung bawah. seperti saat menstruasi. Sekitar 50%

abortus iminens akan menjadi abortus komplit atau inkomplit, 50% kasus

akan melanjutkan kehamilannya. Resiko abortus berkurang bila janin

sudah memperlihatkan aktivitas jantung pada pemeriksaan ultrasonografi

(USG), tetapi beberapa kepustakaan menyebutkan adanya resiko

persalinan preterm atau gangguan pertumbuha dalam rahim (IUGR) pada

kasus seperti ini.

a. Dasar diagnosis klinis

1) Perdarahan dari jalan lahir (biasanya sedikit) dan nyeri perut tidak

ada atau ringan.

3
2) Pemeriksaan dalam – Terdapat fluksus, ostium uteri tertutup, dan

ukuran uterus sesuai usia kehamilan.

3) Pemeriksaan penunjang

a) USG dapat menunjukkan bahwa hasil konsepsi :

b) Masih utuh dan terdapat tanda kahidupan janin/ embrio.

c) Meragukan

d) Tidak baik dan janin/ embrio sudah mati atau tidak ada.

2. Abortus Insipiens

Abortus insipiens berarti abortus sedang berlangsung. Abortus ini

didiagnosis bila seorang wanita yang sedang hamil < 20 minggu

mengalami perdarahan banyak, terkadang diserta gumpalan darah dan

nyeri karena kontraksi kuat uterus serta terdapat dilatasi serviks, sehingga

jari pemeriksa dapat masuk dan meraba ketuban. Kadang – kadang

perdarahan dapat menyebabkan infeksi, sehingga evakuasi harus segera

dilakukan. Janin biasanya sudah mati, sehingga upaya memperta

1. Dasar diagnosis klinis

1) Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/ kontraksi

rahim.

2) Pemeriksaan dalam – Ostium uteri terbuka, hasil konsepsi masih

terdapat di dalam rahim, dan ketuban teraba utuh serta mungkin

menonjol.

4
2. Pengelolaan

1) Evakuasi hasil konsepsi

2) Pemberian uterotonika pascaevakuas

3. Abortus Inkomplit

Abortus inkomplit didiagnoso bila sebagian hasil konsepsi telah lahir

atau teraba di vagina tetapi sebagian masih tertinggal, biasanya jaringan

plasenta. Perdarahan biasanya terus berlangsung, dapat banyak atau

membahayakan ibu. Ostium uteri seringkali tetap terbuka karena masih

ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing sehingga

uterus akan mengeluarkannya dengan berkontraksi. Ibu merasa nyeri

tetapi. tidak sehebat pada abortus insipiens. Pada beberapa kasus,

perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan menutup

kembali.

a. Dasar diagnosis klinis

1) Anamnesis – Perdarahn dari jalan lahir, biasanya banyak, disertai

nyeri/ kontraksi otot rahim. Bila perdarahan banyak, ibu dapat

mengalami syok.

2) Pemeriksaan dalam – Ostium uteri terbuka dan sisa jaringan hasil

konsepsi dapat teraba

b. Pengelolaan

5
1) Perbaikan keadaan umum; syok harus diatasi bila muncul, bila Hb

< 8 gr% tranfusi darah segera diberikan.

2) Evakuasi hasil konsepsi, baik dengan metode digital atau kuretase.

3) Pemberian uterotonika

4) Pemberrian antibiotika selama 3 hari.

4. Abortus Komplit

Bila hasil konsepsi lahir lengkap abortus disebut komplit, dan kuretase

tidak perlu dilakukan. Pada setiap abortus, jaringan yang terlahir harus

diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan kelainan trofoblas

(mola hiidatidosa). Pada abortus komplit, perdarahan segera berkurang

setelah isi rahim dikeluarkan dan berhenti total selambat – lambatnya

setelah 10 hari, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan

epitelisasi telah selesai. Serviksjuga segera menutup kembali. Bila

perdarahan masih berlangsung 10 hari setelah abortus, harus dipikirkan

kemungkinan abortus inkomplit atau endometritis pasca abortus

5. Abortus Habitualis

Abortus habitualis terjadi bila abortus spontan berulang sebanyak 3

kali berturut – turut atau lebih. Angka kejadiannya jauh lebih sedikit

daripada abortus spontan (kurang dari 1%) dan lebih sering terjadi pada

primi tua.

a. Dasar diagnosis

6
1) Kelainan genetik (kromosomal)

2) Kelainan hormonal atau imunologik

3) Kelainan anatomis

b. Pengelolaan Pengelolaan abortus habitualis bergantung kepada

etiologi. Pada kelainan anatomi, misalnya inkomoetensi serviks, dapat

dilakukan operasi shirodkar atau McDonald.

6. Abortus provokatus

a. Pengelolaan Abortus provokatus medisinalis dapat dilakukan dengan

cara: Kimiawi Pmberian obat abortus intra uterin atau ekstrauterin,

seperti prostaglandin, antiprogesteron (RU 486), atau oksitosin.

b. Mekanisme

1) Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka

serviks secara perlahan dan tidak traumatik, kemudian dilanjutkan

dengan evakuasi menggunakan kuret tajam atau vakum.

2) Dilatasi serviks menggunakan dilator hegar dilanjutkan dengan

evakuasi dengan kuretase.

3) Histerotomi/ histerektomi

B. Molahidatidosa

Molahidatidosa merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio, seluruh

villi korialis mengalami degenerasi hidropik, yang secara mikroskopis

menyerupai buah anggur. MHK sering disebut sebagai kehamilan anggur.

7
a. Etiologi

2. Usia – Resiko meningkat pada ibu hamil berusia < 20 tahun dan > 35

tahun.

3. Etnik – Resiko meningkat pada ras mongoloid daripada ras kaukasus.

4. Genetik – Resiko meningkat pada kaum perempuan yang mengalami

translokasi seimbang.

5. Gizi – Resiko meningkat pada wanita yang kekurangan protein, asam

folat, histidin, β-karoten, b. Patogenesis Banyak teori yang dilontarkan

tentang kejadian Molahidatidosa antara lain teori Hertig, teori Park,

dan teori sitogenetika. Hertig et al menganggap Molahidatidosa

disebabkan oleh insufisiensi peredaran darah akibat kematian embrio

pada minggu ke-3 hingga ke-5 (missed abortion), sehingga cairan

tertimbun di dalam jaringan villi dan membentuk kista – kista kecil

yang kian membesar, hingga akhirnya terbentuk gelembung mola.

Proliferasi trofoblas terjadi akibat tekanan vili yang membengkak.

Park mengatakan bahwa penyebab primer Molahidatidosa adalah

abnormalitas jaringan trofoblas beserta fungsinya, sehingga terjadi

absorpsi cairan berlebih ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh

darah dan akhirnya mematikan embrio.

2. Diagnose

a. Perdarahan pervaginam

8
b. Uterus lebih besar dari lamanya amenorea

c. Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti balotemen atau denyut

jantung anak.

d. Kadar hcg lebih tinggi dari normal.

e. Pada pemeriksaan USG, tampak gambaran badai salju. Diagnosis pasti

ditentukan melalui pemeriksaan patologi anatomi, yang secara

mikroskopis memeperlihatakan:

f. Stroma vili korialis yang membengkak.

g. Ketiadaan vaskularisasi.

h. Hiperplasia sel sito – dan sinsitiotrofoblas

3. Pengelolaan

Oleh karena Molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologis dan

tidak jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, Molahidatidosa

pada prinsipnya harus segera dikeluarkan. Terapinya terdiri dari tiga

tahap:

a. Perbaikan keadaan umum

b. Tranfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemia

c. Penanganan penyulit seperti preeklampis berat atau tirotoksikosis.

4. Evakuasi jaringan dengan kuretase vakum

Kuretase vakum dapat segera dilakukan bila gelembung mola sudah

keluar dan keadaan umum penderita stabil, atau dapat dilakukan dengan

9
persiapan bila gelembung mola belum keluar dan serviks masih tertutup.

Perlu diingat bahwa setelah kuretase vakum, dinding uterus dibersihkan

dengan kuret tajam. Sediaan patologi anatomi diambil dari jaringan yang

melekat ke dinding uterus. Laporan pasca kuretase vakum harus lengkap,

meliputi jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, dan ada tidaknya

bagian janin. Kuretase hanya dikerjakan sebanyak satu kali, kuretase

selanjutnya harus dikerjakan atas indikasi.

5. Profilaksis

a. Histerektomi totalis Histerektomi totalis (HT) hanya dikerjakan pada

penderita resiko tinggi (GRT), yakni berusia > 35 tahun dengan jumlah

anak hidup cukup, sebagai tindakan profilaksis kemungkinan

keganasan uterus. HT dapat dilakukan dengan jaringan mola in toto

atau bebrapa hari kuretase. Kista lutein tidak perlu diangkat, bila

memang mengganggu kista cukup didekompresi.

b. Kemoterapi Kemoterapi diberikan kepada penderita GRT bila mereka

menolak atau tidak dapat menjalani HT, atau bila penderita masih

berusia muda dan menunjukkan hasil patologi anatomi yang

mencurugakan. Kemoterapi yang diberikan berupa:

1) Methrotexate (MTX) 20 mg/ hari selama 5 hari berturut – turut.

2) Asam folat sebagai antidotum.

3) Actinomycin D 1 flakon/ hari selama 5 hari berturut – turut

C. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

10
Terkadang nidasi terjadi terjadi di fimbria. Dari bentuk – bentuk

tersebut, secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba – abdominal, tuba –

ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering

terjadi di ampula tuba. Implantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi

di puncak lipatan seleput tuba, dan telur terletak di dalam lipatan selaput

lendir. Bila kehamilan pecah, pecahan masuk ke dalam lumen tuba (abortus

tuber). Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar,

artinya terjadi di dalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk ke dalam

lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunayi desidua. Bila kehamilan pecah,

hasil konsepsi akan memasuki rongga peritonium (ruptur tuba).

a. Tanda dan Gejala

a. Nyeri perut – gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada

hampir semua penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau

bolateral di bagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai di bagian

atas perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut

akan menegang dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan

terkadang timbul nyeri menjalar ka bahu dan leher akibat rangsang

darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh palpasi

abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika porsio

digerakkan).

11
b. Amenorea – walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis,

kehamilan ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini

tidak ditemukan, terutama pada wanita Indonesia yang kurang

memeperhatikan haid. Peradarahan patologis akibat kehamilan ektopik

tidak jarang dianggap haid biasa.

c. Perdarahan pervaginam – kematian telur menyebabkan desidua

mengalami degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan

dalam bentuk perdarahan. Umumnya volume perdarahan sedikit, bila

perdarahan pervaginam banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa

Solusio plasenta

d. Syok hipovolemik – tanda – tanda syok lebih nyata bila pasien duduk.

Selain itu, oliguria dapat pula meneyrtai.

e. Pembesaran uterus – pada kehamilan ektopik uterus turut membesar

akibat pengaruh hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih

kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang

berusia sama.

f. Tumor di dalam rongga panggul – Dapat teraba tumor lunak kenyal

yang merupakan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. ● Perubahan

darah – Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan

ektopik terganggu akibat perdarahan yang banyak ke dalam rongga

perut. Namun kita harus sadar bahwa penurunan Hb disebabkan oleh

pengenceran darah oleh air daru jaringan untuk mempertahankan

12
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1 – 2 hari sehingga kadar

Hb pada pemeriksaan pertama – tama mungkin saja belum seberapa

menurun. Kesimpulan adanya perubahan harus didasarkan atas

penurunan kadar Hb pada pemeriksaan beturut – turut. Perdarah juga

meningkatkan angka leukosit, terutama perdarahan hebat. Angka

leukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi

sedikit demi sedikit.

D. Pre eklamsi

Preeklampsia diidentifikasi melalui adanya hipertensi dan proteinuria

pada perempuan hamil yang tadinya normotensif. Penyakit ini timbul setelah

minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida berusia muda.

Disebut sebagai sindrom preeklampsia karena merupakan kelainan yang

ditandai oleh beberapa gejala spesifik dalam kehamilan akibat terlibatnya

banyak sistem organ. Diagnosis

1. Diagnosis

preeklampsia ditegakkan bila ditemukan gejala hipertensi dan

proteinuria, yang disebut juga sebagai kriteria minimum.

a. Hipertensi merupakan gejala yang paling awal dan tiba – tiba

sesudah kehamilan 20 minggu. Batas tekanan darah adalah 140

mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik). Tekanan darah diukur

ketika penderita beristirahat rebah dan miring kiri.

13
b. Proteinuria ditegakkan bila kadar protein ≥ 300 mg dalam 24 jam

atau 30 mg/dl (+1 dipstick) urine sewaktu, atau rasio protein/

kreatinin ≥ 0,3.

2. Preeklamsi disebut berat apabila

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/ atau diastolik ≥ 110

mmHg.

b. Proteinuria ≥ 2 gram dalam 24 jam atau ≥ 2+ dipstick urine sewaktu.

c. Kreatinin serum > 1,2 mg/dl

d. Trombosit < 100.000/ µl

e. Hemolisis dan peningkatan kadar LDH

f. Peningkatan kadar serum transaminase (SGOT dan SGPT)

g. Gangguan serebral (sakit kepala menetap) atau gangguan

penglihatan.

h. Nyeri ulu hati yang menetap. Semakin tinggi tekanan darah dan

semakin berat proteinuria serta hasil laboratorium yang lain,

diagnosis preeklampsia dan komplikasinya semakin pasti.

3. Etiologi

Penyebab pre eklampsia belum diketahui pasti. Namun demikian, penyakit

ini lebih sering ditemukan pada wanita hamil yang:

a. Terpajan vili korialis pertama kali (primigravida atau primipaternitas).

14
b. Terpajan vili korialis berlebihan (hiperplasentosis), misalnya pada

kehamilan kembar atau mola hidatidosa.

c. Mempunyai dasar penyakit ginjal atau kardiovaskuler.

d. Mempunyai riwayat pre eklampsia/ eklampsia dalam keluarga.

E. Eklamsia

Eklampsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam persalinan

atau masa nifas yang disertai gejala – gejala preeklampsia (hipertensi, edema

dan/ atau proteinuria). Menurut saat terjadinya,

1. eklampsia dapat dibedakan atas:

a. Eklampsia antepartum – Terjadi sebelum persalinan

b. Eklampsia intrapartum – Terjadi sewaktu persalinan

c. Eklampsia pascasalin – Terjadi setelah persalinan. Eklampsia

pascasalin dapat terjadi segera (early postpartum, setelah 24 jam – 7

hari pascasalin) atau lambat (late postpartum, setelah 7 hari

pascasalin selama masa nifas). Eklampisa pascasalin lambat jarang

terjadi.

2. Serangan kejang eklampsia dapat dibagi menjadi 4 tingkatan:

a. Tingkat invasi (tingkat permulaan) – Mata terpaku, kepala

dipalingkan ke satu sisi, muka memperlihatkan kejang – kejang halus.

Tingkat ini berlangsung beberapa detik.

15
b. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis) – Seluruh badan kaku,

kadang – kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.

c. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis) – Kejang hilang – timbul,

rahang membuka dan menutup begitu pula mata, otot muka dan otot

badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang sangat kuat

sampai penderita dapat terlempar dari tempat tidur atau menggigit

lidah sendiri.

d. Tingkat koma – Setelah kejag klonis, penderita mengalami koma,

lamanya bervariasi mulai dari beberapa menit sampai berjam – jam.

Bila sadar kembali, penderita tidak ingat sama sekali apa yang telah

terjadi (amnesia retrograd).

3. Penyebab

Penyebab eklampsia belum diketahui benar. Oleh karena eklampsia

merupakan kelanjutan atau stadium akhir preeklampsia, faktor – faktor

yang mempengaruhi kejadiannya sama dengan preeclampsia

4. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis eklampsia, keadaan – keadaan lain yang

menyebabkan kejang dan koma, seperti uremia, keracunan, tetanus,

epilepsi, histeria, ensefalitis, meningitis, tumor otak, pecah aneurisma otak,

dan atrof kuning akut dari hati harus disingkirkan. Diagnosis eklampsia

yang terjadi lebih dari 24 jam pascasalin harus dicurigai. Namun demikian,

16
semua ibu dalam masa kehamilan dan masa yang mengalami kejang dan

hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklampsia sampai terbukti

bukan.

F. Retensio Plasenta

Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam kurun

waktu 1 jam setelah bayi lahir.

1. Faktor penyebab

a. Kelainan dari uterus atau kontraksi

b. Kelainan plasenta, dengan sifat perlekatan plasenta pada uterus

1) Plasenta adesiv, melekat pada endometrium

2) Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan

menembus desidua sampai ke endometrium

3) Plasenta akreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan

menembus desidua sampai ke myometrium

4) Plasenta perkreta, mmenembus sampai serosa atau peritoneum

dinding rahim

c. Kesalahan kala tiga persalinan

G. Solusio Plasenta

17
Plasenta normalnya terlepas setelah anak lahir. Solusio plasenta berarti

lepasnya plasenta sebelum waktunya, artinya sebelum anak lahir. Pelapasan

plasenta sebelum minggu ke – 22 disebut abortus. Pelepasan plasenta yang

terimplantasi rendah, tidak disebut solusio plasenta melainkan plasenta previa.

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang

terimplantasi normal diatas 22 minggu sebelum lahirnya anak.

a. Etiologi

Penyebab utama solusio plasenta masih belum jelas. Namun bebrapa

hal dibawah ini diduga merupakan faktor yang mempengaruhi

kejadiannya

a. Hipertensi esensial atau prreklampsia

b. Tali pusat yang pendek

c. Trauma

d. Tekanan pada vena cava inferior oleh rahim yang membesar

e. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah,

kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir

b. Patologi

Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan di desidua basalis yang

menyebabkan hematoma desidua yang mengangkat lapisan – lapisan

diatasanya. Hematoma semakin lama semakin membesar sehingga bagian

plasenta lambat laun terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma

18
mencapai tepi plasenta dan mengalir keluar diantara selaput janindan

dinding rahim.

c. Gejala

a. Perdarahan – Disertai nyeri yang juga timbul di luar his.

b. Anemia dan syok – Beratnya sering tidak sesuai dengan banyaknya

darah yang keluar.

c. Rahim keras – Seperti papan dan nyeri ketika dipegang karena isi

rahim bertambah dengan darah berkumpul di belaknag plasenta,

sehingga rahim teregang (uterus en bois).

d. Palpasi sukar – Karena rahim keras.

e. Fundus uteri – Semakin lama semakin naik.

f. Bunyi jantung – Biasanya tidak ada.

g. Pemeriksaan dalam – Senantiasa teraba ketuban yang senantiasa

tegang (karena isi rahim bertambah).

h. Proteinuria – Kerap kali terjadi disertai preeklampsia. Diagnosis

solusio plasenta didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang

terasa nyeri serta uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plassenta lahir,

terdapat impresi (cekungan) di permukaan meternal plasenta akibat

tekanan hematoma retroplasenta.

H. Ruptur Uteri

19
Ruptura uteri terjadi jika terdapat robekan dinding uterus saat

kehamilan atau persalinan. Kasus ini merupakan keadaan emergensi obstetri

yang mengancam nyawa ibu dan janin. Ruptura uteri dapat bersifat komplit

atau inkomplit. Disebut ruptura uteri komplit apabila robekan yang

menghubungkan rongga amnion dan rongga peritoneum sehingga semua

lapisan dinding uterus terpisah. Sedangkan ruptur uteri inkomplit terjadi jika

rongga abdomen dan rongga uterus masih dibatasi oleh peritoneum viserale.

Bila terjadi ruptur uteri total maka biasanya akan berakibat fatal bagi ibu dan

janin.

Faktor risiko terjadinya ruptura uteri adalah adanya riwayat ruptura

uteri sebelumnya, riwayat seksio sesarea atau histertektomi, riwayat reseksi

kornu pada kehamilan ektopik, riwayat perforasi uterus, kuretase, overdistensi

uterus, kehmailan multifetus, polihidramnion, persalinan dengan forceps atau

vakum, plasenta akreta, dan partus macet. Tanda dari ruptur uteri berupa

kematian janin, syok hipovolemik, atau perdarahan pervaginam. Secara umum

diagnosis ruptur uteri ditegakkan dengan ditemukannya Van Bandl Ring yang

semakin tinggi, segmen bawah uterus menipis, nyeri abdomen, his kuat terus

menerus, dan tanda gawat janin. Manajemen yang dilakukan setelah terjadi

ruptura uteri adalah mengatasi syok dengan resusitasi cairan/transfusi darah,

tindakan operatif (histerorafi atau histerektomi), dan pemberian antibiotic

I. Distosia Bahu

20
Distosia bahu adalah suatu keadaan gawat darurat yang tidak dapat

diprediksi dimana kepala janin sudah lahir tetapi bahu terjepit dan tidak dapat

dilahirkan. Diagnosa :

1. Kepala janin lahir tetapi bahu tetap terjepit kuat didalam vulva

2. Dagu mengalami retraksi dan menekan perineum

3. Traksi pada kepala gagal untuk melahirkan bahu yang terjepit

dibelakang symphisis pubis.

4. Penatalaksanaan : 1. Ask for Help 2. Episiotomi 3. Posisikan ibu : a.

Lakukan Manuver McRobert b. Perasat Masanti c. Manuver Wood

corkscrew d. Manuver Rubine1,2 e. Perasat dan tindakan lanjutan lain

seperti pengeluaran lengan posterior, kleidotomi bahkan simfisiolisis

Pengawasan harus dilakukan akibat trauma yang ditimbulkannya

terhadap ibu & bayi

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perdarahan,sepsis,eclampsia,partus macet,adalah beberapa penyebab kematian

ibu hamil,melahirkan,dan nifas.Angka kematian ibu di Indonesia masih

menempati urutan teratas diantara negara-negara Asia Tenggara.Dengan

adanya makalah ini diharapkan penyebab kematian ini dapat kita minimalisir

untuk menurunkan AKI.

DAFTAR PUSTAKA

Didien dan Suprapti. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal

Neonatal. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan. Jakarta. 2016

John. Wantania. Kedaruratan Obstetrik. Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi / RSUP Prof.Dr. R.D. Kandou, Manado. 2017

22
Siwi, Elisabeth Walyani. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal &

Neonatal. PT Pustaka Baru. Yogyakarta. 2015

Rosyidah, Rafhani dan Nurul Azizah. Obstetri Paotolohi (Patologi dalam

kehamilan). IMSIDA Pers. Jawa Timur. 2019

Supriyatiningsih. Pengetahuan obstetric dan Ginekologi untuk Pendidikan

Profesi Dokter. Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta Agustus 2017

23

Anda mungkin juga menyukai