Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PATOLOGI KEBIDANAN

KOMPLIKASI PERSALINAN

Dosen Pengampu :
Dr.Ika Fitria E, S.Si. T., M.Keb

Disusun Oleh :
Vidia Astuti (2115301022)

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bissmillahirrahmanirrahim

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Komplikasi Persalinan.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patologi Kebidanan. Selain itu
makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ika Fitria E, S.Si. T., M.Keb. Selaku dosen
Mata Kuliah Patologi Kebidanan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

Bandar Lampung, 16 Juli 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Tinjauan tentang persalinan ................................................................................................
B. Tinjauan tentang resiko persalinan …………………………………………………..
C. Yang menyebabkan komplikasi persalinan………………………………………….
BAB III .................................................................................................................................... 25
PENUTUP................................................................................................................................ 25
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data Word Health Organisation (WHO) menunjukan, 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran. Angka kematian yang tinggi umumnya disebabkan
masih kurangnya pengetahuan tentang sebab dan penanggulangan komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas. Data WHO tahun 2008-2013, penyebab kematian ibu
berturut-turut adalah perdarahan (35%), preeklamsi dan eklamsi (18%), penyebab
tidak langsung (18%), karakteristik ibu dan perilaku kesehatan ibu hamil (11%),
aborsi dan keguguran (9%), keracunan darah atau sebsis (8%), emboli (1%) (WHO,
2013). Kematian ibu di Indonesia, seperti halnya dengan negara lain disebabkan
karena perdarahan, infeksi dan eklamsi (Kemenkes RI, 2013). Tahun 1999-2009
preeklamsi menjadi penyebab utama kematian ibu yaitu 52,9%, diikuti perdarahan
26,5% dan infeksi 14,7% (Indrianto, 2009). Selain itu penyebab kematian ibu secara
tidak langsung antara lain ganguan kehamilan seperti kurang energi protein (KEP),
Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia (Depkes RI, 2013). Survey Demogravi
Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan pada tahun 2011, angka kematian ibu
mencapai 228/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012). Sedangkan pada tahun
2012, hasil SDKI menunjukan bahwa rata-rata angka kematian ibu tercatat mencapai
359/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2013). Data ini menunjukan bahwa terjadi
peningkatan angka kematian ibu pada tahun 2012 dibanding tahun 2007. Fakta
tersebut jauh dari target MDGS (Millenium Development Gools) yang diharapkan
pemerintah mampu menurunkan AKI hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015 (Depkes RI, 2012). Mengingat sekitar 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar
persalinan dan 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tak
dapat diperkirakan sebelumnya, maka pemerintah menetapkan upaya akselerasi
penurunan angka kematian ibu. Upaya tersebut yaitu dengan meningkatkan jangkauan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan melalui langkah strategis agar setiap
persalinan di tolong atau di dampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat
mungkin kepada semua ibu hamil (Wiknjosastro, 2009). Faktor-faktor penyebab

1
kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup kompleks yang dapat
digolongkan pada faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan
sosial ekonomi. Adapun faktor-faktor lain terjadinya komplikasi kehamilan yaitu
faktor kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia melahirkan terlalu muda, dan
usia lanjut pada ibu hamil (Wiknjosastro, 2008). Hal ini sesuai dengan pengumpulan
data awal bahwa dari 948 persalinan pada tahun 2016 di RSU Dewi Sartika persalinan
normal sebanyak 800 ibu (84,3%), dan persalinan dengan komplikasi berjumlah 184
ibu (19,4%).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimakaud dengan komplikasi persalinan?


2. Apa saja yang termasuk kedalam komplikasi persalinan?
3. Apa saja faktor dari komplikasi persalinan?
4. Bagaimana penanganan yang dapat dilakukan pada persalinan dengan komplikasi?
5. Apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah secara dini kompliasi persalinan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa komplikasi persalinan


2. Untuk mengetahui macam-macam komplikasi dalam persalinan
3. Untuk mengetahui faktor penyebab komplikasi persalinan
4. Untuk mengetahui penanganan tepat yang dapat dilakukan pada persalinan dengan
komplikasi
5. Untuk mengetahui adakah cara pencegahan secara dini dari komplikasi persalinan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjuan Tentang Persalinan


1. Pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses
dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan persentasi belakang kepala
berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Wiknjosastro, 2008). Pada tiap persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan
yaitu kekuatan his, jalan lahir, dan kekuatan ibu.
a. Kekuatan His His yaitu kontraksi otot rahim pada persalinan, his
persalinan mempunyai tanda dominan didaerah fundus rahim, terasa sakit
intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin meningkat, juga
menimbulkan perubahan dengan mendorong janin menuju jalan lahir
menimbulkan pembukaan mulut rahim, memberikan tanda persalinan
(pengeluaran lendir, lender campur darah, pengeluaran air selaput janin
pecah (Manuaba, 2007).
b. Jalan Lahir Otot rahim tersusun oleh 3 lapis sumbernya dari kedua tanduk
rahim yaitu longitudinal (memanjang), melingkar dan miring. Susunan
demikian menguntungkan karena segera setelah persalinan akan dapat
menutup pembuluh darah dan menghindari terjadinya perdarahan dari
tempat implantasi plasenta. Di samping kontraksi dominan di bagian
fundus pada skala 1 persalinan menyebabkan terjadi pembukaan secara
pasif mulut rahim, mendorong bagian janin terendah menuju jalan lahir,
sehingga ikut aktif dalam membuka mulut rahim (Manuaba, 2007).
c. Kekuatan Ibu Kekuatan his menimbulkan putaran paksi dalam. Penurunan
kepala atau bagian terendah, menekan serviks dimana terdapat fleksus,
frankenhauser, sehingga terjadi refleks mengejan makin mendorong bagian
terendah sehingga terjadilah pembukaan pintu dengan crowning dan
penipisan perimeum. Selanjutnya kekuatan his dan refleks mengejan

3
menyebabkan ekspulsi kepala, sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, muka dan kepala selanjutnya (Manuaba, 2007).

B. Tinjauan Tentang Risiko Persalinan


Risiko adalah ukuran statistik dari peluang untuk terjadinya suatu keadaan yang tidak
diinginkan dimasa mendatang. Faktor risiko merupakan suatu keadaan atau ciri
tertentu pada seseorang atas suatu kelompok yang mempunyai hubungan dengan
peluang akan terjadinya suatu penyakit, cacat atau kematian. Faktor risiko mempunyai
ciri-ciri yang merupakan suatu mata rantai oleh proses terjadinya risiko tertentu, dapat
diamati serta dikenal sebelum peristiwa yang diramalkan akan terjadinya dan
beberapa faktor risiko pada individu yang sama dan menyebabkan peluang lebih besar
akan hasil yang lebih jelek (Rustam, 2009). Untuk menurunkan angka kematian ibu di
Indonesia, Departemen Kesehatan melakukan strategi agar semua asuhan antenatal
dan sekitar 60% dari keseluruhan persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan terlatih.
Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan menanggulangi gangguan
kehamilan dan persalinan sedini mungkin, penyiapan sarana pertolongan gawat
darurat merupakan langkah antisipatif terhadap komplikasi yang mengancam
keselamatan ibu (Wiknjosastro, 2008). Perawatan antenatal yang memadai dapat
mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam pelaksanaan persalinan dan segera
mengetahui risiko persalinan dengan melakukan pemeriksaan dan riwayat penyakit
serta gambaran kehamilan sebelumnya dapat sangat membantu dalam menentukan
risiko (Stenehever, 2009).
Faktor risiko pada ibu hamil dan bersalin adalah sebagai berikut:
1. Umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Primigravida dan grandemultigravida.
3. Jarak kehamilan yang rapat
4. Tinggi badan kurang dari 145 cm
5. Berat badan kurang dari 40 kg
6. Pendidikan dan status sosial ekonomi rendah
Pendekatan faktor risiko pada ibu hamil sangat penting karena suatu saat dapat
mengancam kehidupan seorang ibu hamil dan bersalin berupa terjadinya perdarahan,
preeklamsia/eklamsia. Untuk itu diperlukan pemeriksaan antenatal yang baik dan
tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi (Stenehever, 2009).

4
C. Tinjauan Tentang Persalinan Yang Menyebabkan Terjadinya Komplikasi
Persalinan
1. Inersia Uteri

a. Definisi Inersia Uteri


Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin ke bawah. Inersia uteri
adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala
pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang
belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini.
Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau
kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif
meninggikan kematian perinatal (Manuaba, 2007).

b. Penyebab Inersia Uteri Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan


panggul, letak defleksi, kelainan posisi, regangan dinding rahim (hidramnion,
kehamilan ganda) dan perasaan takut dari ibu. Sebab-sebab inersia uteri
adalah:
1) Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2) Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3) Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4) Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah rahim, ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin
dan disproporsi sevalopelvik
5) Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6) Kehamilan postmatur (postdatism)
7) Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8) Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia.

c. Pembagian inersia uteri Inersia uteri dibagi dalam:

5
1. Inersia uteri primer: jika His lemah dari awal persalinan
2. Inersia uteri sekunder: jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi
lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinanberlangsung lama
(inersia karena kelelahan).

d. Komplikasi yang mungkin terjadi


Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan
akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi,
dll)
1) Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan.
2) Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian
perinatal.
3) Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi: tanda-tandanya denyut nadi naik,
suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor
berkurang
e. Diagnosis
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan
pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai
rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah
mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa
sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih
sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama,
maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

f. Penanganan

Penanganan inersia uteri dengan:

1) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus


diperhatikan.

2) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang


kemungkinan-kemungkinan yang ada.

6
3) Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistrahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih
dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan
persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu
diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah
ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.

4) Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan:

a) Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri


klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio
cesarean.

b) Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infuse.

2. Ketuban Pecah Dini (KPD)

a. Pengertian

Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan


berlangsung (Manuaba, 2010). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD
sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

b. Tanda dan gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina

7
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.

c. Penyebab

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:

1) Inkompetensi serviks (leher rahim) Inkompetensia serviks adalah istilah untuk


menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah- tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu
kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri
atau merupakan suatu kelainan congenital pada

serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi

(Manuaba, 2010).

2. Peninggian tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:

a) Trauma

b) Gemeli

c) Makrosomia

d) hidramnion

3) Kelainan letak janin dan rahim: letak sungsang, letak lintang.

4) Kemungkinan kesempitan panggul: bagian terendah belum

masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi)

8
5) Korioamnionitis

Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran


organism vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.

6) Penyakit Infeksi

Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang


menyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan terjadinya
proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga
memudahkan ketuban pecah.

7) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah

3. Preeklamsia Berat

a. Pengertian Pre-eklamsia Berat

Pre-ekalamsia berat adalah ibu hamil yang menderita hipertensi (> 160/110 mmhg)
disertai protein uria (+++) sampai ++++), oedema atau kedua-keduanya, umumnya
muncul saat kehamilan minggu ke-20 hingga 24 jam post partum (Wiknjosastro,
2010).

b. Penyebab

Faktor penyebab terjadinya komplikasi kehamilan termasuk pre-eklamsia yaitu faktor


kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia melahirkan terlalu muda dan usia
lanjut pada ibu hamil. Lebih lanjut Wiknjosastro (2008) mengatakan insidensi pre-
eklamsia umumnya terjadi pada wanita multipara, molahidatidosa, diabetes mellitus,
kehamilan ganda, usia lebih dari 35 tahun, obesitas dan hipertensi. Adanya
pertambahan berat badan yang berlebihan merupakan faktor utama timbulnya pre-
eklamsia. Umumnya penderita pre-eklamsia dialami oleh remaja belasan tahun atau
wanita yang berumur di atas 35 tahun. Disamping itu frekuensi pre-eklamsia lebih
tinggi pada kehamilan pertama daripada kehamilan multigravida. Walaupun belum
diketahui secara pasti penyebab pre-eklamsia disebabkan kelebihan sekresi plasenta,
hormon adrenal, meskipun bukti dasar hormonal masih tidak mencukupi. Selanjutnya

9
teori lain yang masuk akal adalah bahwa pre-eklamsia merupakan akibat adanya
beberapa autoimun atau alergi yang timbul akibat adanya janin.

Teori dewasa ini menyatakan bahwa penyebab pre-eklamsia adalah iskemia plasenta
(Wiknjosastro, 2008). Menurut beberapa ahli, selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak, namun pada kehamilan kembar, akhir kehamilan dan saat
persalinan, peredaran darah pada dinding rahim berkurang. Maka keluarlah zat-zat
dari plasenta yang menyebabkan terjadinya hipertensi dan pembengkakan. Adanya
tekanan darah tinggi menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga aliran darah ke
organ lain menurun, diantaranya pada ginjal. Penurunan aliran darah ke ginjal yang
muncul sebagai akibat bocornya protein darah ke dalam urine.

c. Tanda dan gejala

1) Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat – desakan

sistolik ≥ 160 mm/Hg dan desakan diastolik ≥ 90 mm/Hg.

2) Proteinuria: > 5 gr jumlah urine selama 24 jam.

3) Oliguria: produksi urine < 400 – 500 cc/24 jam

4) Kenaikan kreatinin serum

5) Edema paru dan cyanosis

6) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:

disebabkan teregangnya kapsula glisone. Nyeri dapat sebagai

gejala awal rupture hepar.

7) Gangguan otak dan visus perubahan kesadaran, nyeri kepala.

Dasar pengelolaan pre-eklamsia berat pada kehamilan dengan penyulit apapun pada
ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:

1) Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: terapi medikamentosa dengan


memberikan obat-obatan untuk penyulitnya.

2) Baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada


umur kehamilan.

10
Sikap terhadap kehamilannya terbagi 2 yaitu:

1) Ekspektatif: konservatif: Bila umur kehamilan < 37 minggu,

artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil

memberikan terapi medikamentosa

2) Aktif agresif: bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya

kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa

untuk stabilisasi ibu.

d. Komplikasi

1) Komplikasi ibu :

a) Dapat menimbulkan sianosis

b) Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

c) Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak

dan kegagalan jantung mendadak

d) Gangguan fungsi ginjal

e) Perdarahan

f) Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

2) Komplikasi janin dalam rahim:

a) Asfiksia mendadak

b) Solusio plasenta

c) Persalinan prematuritas

e. Penanganan

Penanganan penderita pre-eklamsia berat, yang masuk rumah sakit segera harus diberi
sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12– 24
jam bahaya akut dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan

11
kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya eklamsia. Penanganan
penderita diusahakan:

1) Terisolasi supaya tidak mendapat rangsangan suara atau sinar

2) Dipasang infus glukosa 5% 3) Dilakukan pemeriksaan umum (tekanan darah,


denyut nadi, suhu dan pernapasan), pemeriksaan kebidanan (Pemeriksaan Leopold,
denyut jantung janin, pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi pembukaan serviks dan
keadaan janin dalam rahim) dan evaluasi keseimbangan cairan.

f. Pencegahan

Pemeriksaan kehamilan yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-
klamsia. Pemeriksaan hendaknya dilakukan sekali 2 minggu setelah bulan ke 6 dan
sekali seminggu pada bulan terakhir. Walaupun demikian timbulnya pre-eklamsia
tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan
pemberian penerangan secukupnya dan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat yang dimaksud tidak selalu berarti berbaring di
tempat tidur, namun pekerjaan sehari- hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring (Wiknjosastro, 2008).

4. Plasenta Previa

a. Diagnosis

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi (Wiknjosastro, 2008).

b. Penyebab

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain

12
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritis tinggi,
usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Hipoksemia akibat karbonmonoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar kesegmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (Sakala, 2007).

c. Pembagian

Pembagian pada plasenta previa yaitu:

1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang

menutupi seluruh ostium uteri internum.

2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi

sebagian ostium uteri internum.

3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada

pada pinggir ostium uteri internum.

4) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada

segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya

berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari
2 cm dianggap plasenta letak normal.

d. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada plasenta pervia yaitu:

1) Kematian janin karena hipoksia

2) Perdarahan dan syok

3) Infeksi

13
4) Laserasi serviks

5) Plasenta akreta

6) Prematuritas

7) Prolaps tali pusar

8) Prolaps plasenta

e. Diagnosis

Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis plasenta previa
dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekulum di kamar operasi
(Gibbs, 2008).

1) Anamnesis

Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit (Wiknjosastro, 2008).

2) Pemeriksaan luar

Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila persentasi
kepala, biasanya kepalanya masih melayang di atas pintu atas panggul atau mengolak
ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat
kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang (Gibbs, 2008).

3) Pemeriksaan in spekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis
uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan trauma.
Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai (Gibbs, 2008). Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan
jenis plasenta previa ialah langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan
tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan
apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh.

14
5. Partus Lama

a. Definisi

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
lebih dari 18 jam pada multi (Wiknjosastro, 2009). Menurut Wiknjosastro (2008),
persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis
waspada pada partograf.

b. Penyebab

Sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah multikomplek dan tentu saja
bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan
penatalaksanaannya.

Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

1) Kelainan letak janin

2) Kelainan-kelainan panggul

3) Kelainan kekuatan his dan mengejan

4) Pimpinan persalinan yang salah

5) Janin besar atau ada kelainan kongenital

6) Primi tua primer dan sekunder

c. Gejala Klinik

1) Pada ibu

Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks,
cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.

2) Pada janin:

a) Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur

bahkan negarif, air ketuban terdapat mekonium, kental

kehijau-hijauan, berbau.

15
b) Kaput succedaneum yang besar

c) Moulage kepala yang hebat

d) Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)

e) Kematian Janin Intra Parental (KJIP)

d. Bahaya Partus Lama

1) Bahaya bagi ibu

Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik
dengan cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan
tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.

2) Bahaya bagi janin

Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan berikut ini:

a) Asfiksia akibat partus lama itu sendiri.

b) Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada

kepala janin.

c) Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi denganforceps

yang sulit.

d) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan


terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta
infeksi sistemik pada janin.

e. Penatalaksanaan

Menurut Wiknjosastro (2008), penatalaksanaan berdasarkan diagnosisnya, yaitu:

16
1) Fase Laten Memanjang

Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks:

a) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan

serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum

inpartu

b) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan

serviks, lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan

oksitosin atau prostaglandin

(1) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam

(2) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan

pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC

c) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau):

(1) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.

(2) Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan

(a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.

(b) Ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam.

2) Fase Aktif Memanjang

(a) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi dan ketuban
masih utuh, pecahkan ketuban

(b) Nilai his

a. Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteri.

17
b. Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.

c. Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his

dan mempercepat kemajuan persalinan.

6. Retensio Plasenta

a. Pengertian

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam


setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual
retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma.

7. Gawat Janin

a. Definisi

Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar oksigen
yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum
maupun intrapartum (Wiknjosastro, 2008)

b. Penyebab

Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal.

Beberapa penyebab yang umum dan sering terjadi:

1) Kontraksi

Pengencangan otot uterus secara involunter untuk

melahirkan bayi. Kontraksi secara langsung mengurangi aliran

darah ke plasenta dan dapat mengkompresi tali pusat sehingga

penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada

18
keadaan:

a) persalinan yang lama (kala II lama)

b) penggunaan oksitosin

c) uterus yang hipertonik (otot-otot menjadi terlalu tegang dan

tidak dapat berkontraksi ritmis dengan benar)

2) Infeksi

a) Perdarahan

b) Abrupsi plasenta

8. Prolaps Tali Pusat

a. Definisi

Prolaps tali pusat adalah kejadian dimana di samping atau melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Terhentinya aliran darah yang
melewati tali pusat dapat berakibat fatal karena terkait dengan oksigenasi janin. Tali
pusat mungkin terdapat di dalam tonjolan cairan amnion, atau dikatakan presentasi
tali pusat (tali pusat terkemuka), atau mungkin mengalami prolaps dan berada di
depan bagian

presentasi janin setelah membran ruptur (dikatakan penumbungan tali pusat). Yang
menjadi masalah pada prolaps tali pusat adalah tali pusat terletak di jalan lahir di
bawah bagian presentasi janin, dan tali pusat terlihat pada vagina setelah ketuban
pecah.

b. Penyebab

Faktor predisposisi prolaps tali pusat terjadi akibat gangguan adaptasi bagian bawah
janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah
janin tersebut. Sering ditemukan pada kasus-kasus:

1) Presentasi bokong kaki

2) Posisi melintang

19
3) Letak sungsang

4) Kehamilan premature

5) Hidramnion

6) Janin kembar

7) Janin terlalu kecil

c. Penatalaksanaan

1) Tali pusat berdenyut

a) Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.

b) Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul

c) Posisi ibu Trendelenberg

9. Distosia Bahu

a. Definisi

Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver obstetric


setelah kegagalan―gentle downwardtraction pada kepala bayi untuk melahirkan bahu
(Manuaba, 2010). Distosia bahu terjadi ketika setalah kepala lahir, bahu depan bayi
terperangkap ditulang pubis ibu. Jika ini terjadi, maka bagian tubuh bayi yang lain
tidak dapat mengikuti kepala keluar dari vagina dengan mudah.

b. Penyebab

1) Preconceptual

a) Riwayat Distosia Bahu

b) Obesitas

c) Usia Ibu

d) Multiparitas

20
2) AntePartum

a) Makrosomia

b) Diabetes

c) Berat Badan Ibu

d) Jenis Kelamin Bayi

e) Bayi Serotinus

3) Intra Partum

a) Instrumen Persalinan

b) Pengalaman Penolong Persalinan

c. Gejala Klinik

Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:

1) Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan

traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi

lahir.

2) Turtle sign adalah ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali

ke perineum ibu setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol

keluar, seperti seekor kura-kura yang menarik kepala kembali

ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu

depan bayi terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga

mencega lahirnya tubuh bayi.

d. Penatalaksanaan

Distosia bahu tidak dapat diramalkan, sehingga penolong persalinan harus mengetahui
benar prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat
melumpuhkan ini. Pengurangan interval waktu antara pelahiran kepala sampai

21
pelahiran badan amat penting untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi
ringan pada awal pelahiran,yang dibantu dengan gaya dorong ibu, amat dianjurkan.
Traksi yang terlalu keras pada kepala atau leher, atau rotasi tubuh berlebihan, dapat
menyebabkan cedera serius pada bayi. Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan
episioto meluas dan idealnya diberikan analgesi yang adekuat. Tahap selanjutnya
adalah membersihkan mulut dan hidung bayi. Setelah menyelesaikan tahap-tahap ini,
dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan bahu depan dari posisinya yang
terjepit di bawah simfisis pubis ibu.

10. Ruptur Uterus

a. Definisi

Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah
keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga
amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya
ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh
kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.

b. Penyebab

Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus
percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya. Pasien yang
berisiko tinggi antara lain:

1) persalinan yang mengalami distosia, grande multipara,

penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat

persalina.

22
2) pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea
atau operasi lain pada rahimnya.

3) pernah histerorafi.

4) pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio
sesarea klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada
keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan) untuk
mencegah ruptur uteri dengan syarat janin sudah matang.

11. Perdarahan Post Partum

a. Definisi

Perdarahan post partum adalah kehilangan darah 500 cc atau lebih dari jalan lahir
setelah bayi lahir. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 2007). Perdarahan post partum primer
adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. Perdarahan
post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu
setelah bayi lahir (Manuaba, 2008).

b. Penyebab

Penyebab perdarahan pasca persalinan primer adalah:

1) Atonia uteri;

2) Retensio plasenta (dapat menyebabkan Atonia Uteri);

3) Trauma jalan lahir;

4) Kelainan pembekuan darah (jarang terjadi). Penyebab perdarahan pasca persalinan


sekunder adalah:

1) Ada bagian dari selaput plasenta yang tertinggal;

2) Ada bagia jaringan yang mati akibat partus tidak maju;

3) Ada luka atau robekan (ruptur) pada uterus (setelah bedah selesai).

23
Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Sebagian besar kematian ibu di Indonesia disebabkan
oleh perdarahan post partum yang timbul dari atonia uteri dan petensio plasenta.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini diketahui
bahwa pengelolaan aktif persalinan kala III dapat mengurangi perdarahan pasca salin
sebesar 40%. Hal ini sangat membantu bagi bidan-bidan di desa yang jauh dari tempat
rujukan dan pelayanan tranfusi darah (Manuaba 2008).

c. Penanganan

1) Penanganan umum

a) Perbaikan keadaan umum segera, pemasangan infus,

transfusi darah, pemberian antibiotika, pemberian

uterotonika.

b) Pada robekan serviks vagina dan perineum, perdarahan

diatasi dengan jalan menjahit kembali.

(1) Penatalaksanaan umum

(a) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak

awal.

(b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada

persalinan bersih dan aman.

(c) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses
dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan persentasi belakang kepala berlangsung
dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Wiknjosastro,
2008).

3.2 Saran

Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan baik itu dari segi
penulisan maupun dari isi. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah yang akan datang, agar lebih
relevan serta dapat membantu kita dalam referensi pembelajaran.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Anasari, 2012. Identifikasi Kejadian Inersia Uteri pada Ibu Bersalin di RS

Sarjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, Poltekkes, Yogyakarta.

Faktor Resiko Kematian Maternal dan Peran Bidan dalam Penanganan Pertama Kegawa
daruratan Maternal berdasarkan Otopsi Verbal Program Audit Maternal Perinatal (AMP)
Tahun2016-2021 di Kota Bandar Lampung,

Ika Fitria Elmeida1, Nurlaila, Yulida Fithri. 2022

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. 2010. William Obstetrics 23nd ed

Vol.2. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Asuhan Persalinan Normal (Buku Acuan).

Jakarta: Departemen Kesehatan.

Gibbs, Ronal S. ;Karlan, Beth Y.; Haney, Arthur F.; Nygaard, Inggrid E. 2008.

Danforth’s Obstetric and Gynecology, 10th edition. Lippincott Williams & wilkins.

Peran Bidan Dalam Penanganan Pertama Kegawatdaruratan Ibu Berdasarkan Otopsi Verbal
Program Audit Maternal Perinatal 2016-2021. Ika Fitria Elmeida, Yulida Fithri

Jurnal Analisis Kesehatan Asia 1 (2), 93-102, 2022Analisis Determinan Perdarahan Post
Partum di Rumah Sakit. Ika Fitria Elmeida, I Gusti Ayu Mirah W.2017

26

Anda mungkin juga menyukai