KOMPLIKASI PERSALINAN
Dosen Pengampu :
Dr.Ika Fitria E, S.Si. T., M.Keb
Disusun Oleh :
Vidia Astuti (2115301022)
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Bissmillahirrahmanirrahim
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Komplikasi Persalinan.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patologi Kebidanan. Selain itu
makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ika Fitria E, S.Si. T., M.Keb. Selaku dosen
Mata Kuliah Patologi Kebidanan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum wr.wb.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Data Word Health Organisation (WHO) menunjukan, 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran. Angka kematian yang tinggi umumnya disebabkan
masih kurangnya pengetahuan tentang sebab dan penanggulangan komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas. Data WHO tahun 2008-2013, penyebab kematian ibu
berturut-turut adalah perdarahan (35%), preeklamsi dan eklamsi (18%), penyebab
tidak langsung (18%), karakteristik ibu dan perilaku kesehatan ibu hamil (11%),
aborsi dan keguguran (9%), keracunan darah atau sebsis (8%), emboli (1%) (WHO,
2013). Kematian ibu di Indonesia, seperti halnya dengan negara lain disebabkan
karena perdarahan, infeksi dan eklamsi (Kemenkes RI, 2013). Tahun 1999-2009
preeklamsi menjadi penyebab utama kematian ibu yaitu 52,9%, diikuti perdarahan
26,5% dan infeksi 14,7% (Indrianto, 2009). Selain itu penyebab kematian ibu secara
tidak langsung antara lain ganguan kehamilan seperti kurang energi protein (KEP),
Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia (Depkes RI, 2013). Survey Demogravi
Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan pada tahun 2011, angka kematian ibu
mencapai 228/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012). Sedangkan pada tahun
2012, hasil SDKI menunjukan bahwa rata-rata angka kematian ibu tercatat mencapai
359/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2013). Data ini menunjukan bahwa terjadi
peningkatan angka kematian ibu pada tahun 2012 dibanding tahun 2007. Fakta
tersebut jauh dari target MDGS (Millenium Development Gools) yang diharapkan
pemerintah mampu menurunkan AKI hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015 (Depkes RI, 2012). Mengingat sekitar 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar
persalinan dan 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tak
dapat diperkirakan sebelumnya, maka pemerintah menetapkan upaya akselerasi
penurunan angka kematian ibu. Upaya tersebut yaitu dengan meningkatkan jangkauan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan melalui langkah strategis agar setiap
persalinan di tolong atau di dampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat
mungkin kepada semua ibu hamil (Wiknjosastro, 2009). Faktor-faktor penyebab
1
kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup kompleks yang dapat
digolongkan pada faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan
sosial ekonomi. Adapun faktor-faktor lain terjadinya komplikasi kehamilan yaitu
faktor kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia melahirkan terlalu muda, dan
usia lanjut pada ibu hamil (Wiknjosastro, 2008). Hal ini sesuai dengan pengumpulan
data awal bahwa dari 948 persalinan pada tahun 2016 di RSU Dewi Sartika persalinan
normal sebanyak 800 ibu (84,3%), dan persalinan dengan komplikasi berjumlah 184
ibu (19,4%).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menyebabkan ekspulsi kepala, sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, muka dan kepala selanjutnya (Manuaba, 2007).
4
C. Tinjauan Tentang Persalinan Yang Menyebabkan Terjadinya Komplikasi
Persalinan
1. Inersia Uteri
5
1. Inersia uteri primer: jika His lemah dari awal persalinan
2. Inersia uteri sekunder: jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi
lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinanberlangsung lama
(inersia karena kelelahan).
f. Penanganan
6
3) Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistrahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih
dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan
persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu
diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah
ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.
4) Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan:
b) Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infuse.
a. Pengertian
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina
7
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.
c. Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2010).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
a) Trauma
b) Gemeli
c) Makrosomia
d) hidramnion
8
5) Korioamnionitis
6) Penyakit Infeksi
3. Preeklamsia Berat
Pre-ekalamsia berat adalah ibu hamil yang menderita hipertensi (> 160/110 mmhg)
disertai protein uria (+++) sampai ++++), oedema atau kedua-keduanya, umumnya
muncul saat kehamilan minggu ke-20 hingga 24 jam post partum (Wiknjosastro,
2010).
b. Penyebab
9
teori lain yang masuk akal adalah bahwa pre-eklamsia merupakan akibat adanya
beberapa autoimun atau alergi yang timbul akibat adanya janin.
Teori dewasa ini menyatakan bahwa penyebab pre-eklamsia adalah iskemia plasenta
(Wiknjosastro, 2008). Menurut beberapa ahli, selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak, namun pada kehamilan kembar, akhir kehamilan dan saat
persalinan, peredaran darah pada dinding rahim berkurang. Maka keluarlah zat-zat
dari plasenta yang menyebabkan terjadinya hipertensi dan pembengkakan. Adanya
tekanan darah tinggi menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga aliran darah ke
organ lain menurun, diantaranya pada ginjal. Penurunan aliran darah ke ginjal yang
muncul sebagai akibat bocornya protein darah ke dalam urine.
Dasar pengelolaan pre-eklamsia berat pada kehamilan dengan penyulit apapun pada
ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:
10
Sikap terhadap kehamilannya terbagi 2 yaitu:
d. Komplikasi
1) Komplikasi ibu :
e) Perdarahan
a) Asfiksia mendadak
b) Solusio plasenta
c) Persalinan prematuritas
e. Penanganan
Penanganan penderita pre-eklamsia berat, yang masuk rumah sakit segera harus diberi
sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12– 24
jam bahaya akut dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan
11
kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya eklamsia. Penanganan
penderita diusahakan:
f. Pencegahan
Pemeriksaan kehamilan yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-
klamsia. Pemeriksaan hendaknya dilakukan sekali 2 minggu setelah bulan ke 6 dan
sekali seminggu pada bulan terakhir. Walaupun demikian timbulnya pre-eklamsia
tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan
pemberian penerangan secukupnya dan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat yang dimaksud tidak selalu berarti berbaring di
tempat tidur, namun pekerjaan sehari- hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring (Wiknjosastro, 2008).
4. Plasenta Previa
a. Diagnosis
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi (Wiknjosastro, 2008).
b. Penyebab
12
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritis tinggi,
usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Hipoksemia akibat karbonmonoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar kesegmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (Sakala, 2007).
c. Pembagian
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari
2 cm dianggap plasenta letak normal.
d. Komplikasi
3) Infeksi
13
4) Laserasi serviks
5) Plasenta akreta
6) Prematuritas
8) Prolaps plasenta
e. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis plasenta previa
dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekulum di kamar operasi
(Gibbs, 2008).
1) Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit (Wiknjosastro, 2008).
2) Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila persentasi
kepala, biasanya kepalanya masih melayang di atas pintu atas panggul atau mengolak
ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat
kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang (Gibbs, 2008).
3) Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis
uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan trauma.
Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai (Gibbs, 2008). Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan
jenis plasenta previa ialah langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan
tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan
apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh.
14
5. Partus Lama
a. Definisi
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
lebih dari 18 jam pada multi (Wiknjosastro, 2009). Menurut Wiknjosastro (2008),
persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis
waspada pada partograf.
b. Penyebab
Sebab-sebab terjadinya persalinan lama ini adalah multikomplek dan tentu saja
bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan
penatalaksanaannya.
2) Kelainan-kelainan panggul
c. Gejala Klinik
1) Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks,
cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2) Pada janin:
kehijau-hijauan, berbau.
15
b) Kaput succedaneum yang besar
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik
dengan cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan
tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan berikut ini:
kepala janin.
yang sulit.
e. Penatalaksanaan
16
1) Fase Laten Memanjang
Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks:
inpartu
(a) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi dan ketuban
masih utuh, pecahkan ketuban
a. Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteri.
17
b. Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.
6. Retensio Plasenta
a. Pengertian
7. Gawat Janin
a. Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar oksigen
yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum
maupun intrapartum (Wiknjosastro, 2008)
b. Penyebab
1) Kontraksi
18
keadaan:
b) penggunaan oksitosin
2) Infeksi
a) Perdarahan
b) Abrupsi plasenta
a. Definisi
Prolaps tali pusat adalah kejadian dimana di samping atau melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Terhentinya aliran darah yang
melewati tali pusat dapat berakibat fatal karena terkait dengan oksigenasi janin. Tali
pusat mungkin terdapat di dalam tonjolan cairan amnion, atau dikatakan presentasi
tali pusat (tali pusat terkemuka), atau mungkin mengalami prolaps dan berada di
depan bagian
presentasi janin setelah membran ruptur (dikatakan penumbungan tali pusat). Yang
menjadi masalah pada prolaps tali pusat adalah tali pusat terletak di jalan lahir di
bawah bagian presentasi janin, dan tali pusat terlihat pada vagina setelah ketuban
pecah.
b. Penyebab
Faktor predisposisi prolaps tali pusat terjadi akibat gangguan adaptasi bagian bawah
janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah
janin tersebut. Sering ditemukan pada kasus-kasus:
2) Posisi melintang
19
3) Letak sungsang
4) Kehamilan premature
5) Hidramnion
6) Janin kembar
c. Penatalaksanaan
b) Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
9. Distosia Bahu
a. Definisi
b. Penyebab
1) Preconceptual
b) Obesitas
c) Usia Ibu
d) Multiparitas
20
2) AntePartum
a) Makrosomia
b) Diabetes
e) Bayi Serotinus
3) Intra Partum
a) Instrumen Persalinan
c. Gejala Klinik
1) Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan
lahir.
d. Penatalaksanaan
Distosia bahu tidak dapat diramalkan, sehingga penolong persalinan harus mengetahui
benar prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat
melumpuhkan ini. Pengurangan interval waktu antara pelahiran kepala sampai
21
pelahiran badan amat penting untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi
ringan pada awal pelahiran,yang dibantu dengan gaya dorong ibu, amat dianjurkan.
Traksi yang terlalu keras pada kepala atau leher, atau rotasi tubuh berlebihan, dapat
menyebabkan cedera serius pada bayi. Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan
episioto meluas dan idealnya diberikan analgesi yang adekuat. Tahap selanjutnya
adalah membersihkan mulut dan hidung bayi. Setelah menyelesaikan tahap-tahap ini,
dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan bahu depan dari posisinya yang
terjepit di bawah simfisis pubis ibu.
a. Definisi
Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah
keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga
amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya
ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh
kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.
b. Penyebab
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus
percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya. Pasien yang
berisiko tinggi antara lain:
persalina.
22
2) pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea
atau operasi lain pada rahimnya.
3) pernah histerorafi.
4) pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio
sesarea klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada
keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan) untuk
mencegah ruptur uteri dengan syarat janin sudah matang.
a. Definisi
Perdarahan post partum adalah kehilangan darah 500 cc atau lebih dari jalan lahir
setelah bayi lahir. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 2007). Perdarahan post partum primer
adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. Perdarahan
post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu
setelah bayi lahir (Manuaba, 2008).
b. Penyebab
1) Atonia uteri;
3) Ada luka atau robekan (ruptur) pada uterus (setelah bedah selesai).
23
Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Sebagian besar kematian ibu di Indonesia disebabkan
oleh perdarahan post partum yang timbul dari atonia uteri dan petensio plasenta.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini diketahui
bahwa pengelolaan aktif persalinan kala III dapat mengurangi perdarahan pasca salin
sebesar 40%. Hal ini sangat membantu bagi bidan-bidan di desa yang jauh dari tempat
rujukan dan pelayanan tranfusi darah (Manuaba 2008).
c. Penanganan
1) Penanganan umum
uterotonika.
awal.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses
dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan persentasi belakang kepala berlangsung
dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Wiknjosastro,
2008).
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan baik itu dari segi
penulisan maupun dari isi. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah yang akan datang, agar lebih
relevan serta dapat membantu kita dalam referensi pembelajaran.
25
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono Prawirohardjo
Faktor Resiko Kematian Maternal dan Peran Bidan dalam Penanganan Pertama Kegawa
daruratan Maternal berdasarkan Otopsi Verbal Program Audit Maternal Perinatal (AMP)
Tahun2016-2021 di Kota Bandar Lampung,
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. 2010. William Obstetrics 23nd ed
Gibbs, Ronal S. ;Karlan, Beth Y.; Haney, Arthur F.; Nygaard, Inggrid E. 2008.
Danforth’s Obstetric and Gynecology, 10th edition. Lippincott Williams & wilkins.
Peran Bidan Dalam Penanganan Pertama Kegawatdaruratan Ibu Berdasarkan Otopsi Verbal
Program Audit Maternal Perinatal 2016-2021. Ika Fitria Elmeida, Yulida Fithri
Jurnal Analisis Kesehatan Asia 1 (2), 93-102, 2022Analisis Determinan Perdarahan Post
Partum di Rumah Sakit. Ika Fitria Elmeida, I Gusti Ayu Mirah W.2017
26