RUPTUR UTERI
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
DIPLOMA III
AKADEMI KEPERAWATAN
MAPPA OUDANG MAKASSAR
2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah, anugrah dan karunia yang melimpah, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Rupture Uteri” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai syarat tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas.
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan pengumpulan data dari buku-
buku yang ada sebelumnya dan hasil pencarian dari beberapa artikel dan jurnal
yang ada pada internet untuk dijadikan referensi dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk pembelajaran kedepannya. Selanjutnya semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Rupture Uteri.......................................................................3
2.2 Penyebab (Etiologi) Rupture Uteri .......................................................4
2.3 Kasus Rupture Uteri di Indonesia .........................................................6
2.4 Klasifikasi Rupture Uteri.......................................................................8
2.5 Tanda dan Gejala Rupture Uteri .........................................................12
2.6 Penanganan Rupture Uteri ..................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................................................17
3.2 Saran....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rupture uteri merupakan salah satu kasus kegawatan obstetric.
Rupture uteri secara epidemiologi diperkirakan terjadi pada 0,05% kelahiran
secara global. Angka kejadian rupture uteri di Indonesia masih tinggi yaitu
berkisar antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka kematian ibu akibat
rupture uteri juga masih tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6%,
sedangkan angka kematian anak pada rupture uteri berkisar antara 89,1&
sampai100%.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian rupture uteri.
2. Untuk mengetahui penyebab rupture uteri.
3. Untuk mengetahui bagaimana kasus rupture uteri di Indonesia.
4. Untuk mengetahui klasifikasi rupture uteri.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala rupture uteri.
6. Untuk mengetahui penanganan rupture uteri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Penyebab Ruptur Uteri
Umumnya, penyebab rupture uteri adalah pergerakan bayi yang
memberikan tekanan kuat pada rahim selama menjalani persalinan normal.
Tekanan tersebut dapat mempengaruhi area luka bekas caesar dan
menimbulkan robekan. Rupture uteri pun biasanya terjadi di sepanjang bekas
luka operasi sebelumnya. Kemungkinan terjadinya rupture uteri pada ibu
dengan riwayat rahim yang sehat dan cukup kecil. Namun, risiko rupture uteri
akan meningkat apabila ibu pernah menjalani operasi rahim sebelumnya.
4
Penyebab utama rupture uteri di Negara berkembang adalah factor obstetri
dan non-obstetri yang terdiri dari factor – factor seperti : multigraviditas,
kehamilan usia remaja, primi tua, status social ekonomi yang buruk, bekas
luka sesar sebelumnya, persalinan tanpa pengawasan dan penggunaan agen
uterotonic yang tidak bijaksana. Secara tradisional keberadaan bekas luka
sesar dianggap sebagai factor risiko utama untuk rupture uterus, yang menjadi
penyebab utama sebagian besar kasus (50-90%) selama decade terakhir.
Secara etiologi penyebabnya dibagi menjadi 2 :
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta
secara manual.
b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin
penderita DM, hidrops fetalis, post maturnitas dan grande multipara.
c. Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain
seperti :
1. Ekstraksi forsep
2. Versi dan ekstraksi
3. Embriotomi
4. Versi brakston hicks
5. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
6. Manual plasenta
7. Curctase
8. Ekspresi kisteler/cred
9. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
10. Trauma tumpul dan tajam dari luar
Kriteria pasien dengan resiko tinggi rupture uteri adalah :
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2. Riwayat SC classic (midline uterin incision)
3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision)
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan congenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vagina
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotom.
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus
percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya.
6
Gambar 1. Klasik dan low transverse insisi pada bedah sesar
(sumber : www.healthyrecipesdiary.org)
7
Pada tahun 2018, AKI sebanyak 228/ 100.000 kelahiran hidup. Tahun
2019, AKI sebanyak 352/ 100.000 kelahiran hidup. Banyak faktor penyebab
kematian ibu diantaranya adalah perdarahan nifas sekitar 26,9%, preeklampsia
saat bersalin 23%, infeksi 11%, komplikasi puerpurium 8%, trauma obstetrik
5%, emboli obstetrik 8%, aborsi 8 % dan lain-lain 10,9% (Depkes RI, 2019)
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan ratio kematian ibu pada masa
kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI merupakan salah satu indikator
keberhasilan upaya menangani kesehatan ibu. Organisasi kesehatan dunia atau
WHO 2017, sekitar 295.000 meninggal selama dan setelah melahirkan
(WHO,2017). Data menunjukan bahwa Angka Kematian Ibu di ASEAN yaitu
sebesar 235 per 100.000 kelahiran. Menurut data Kementrian Kesehatan RI
(2018), terjadi penurunan AKI dari rentang tahun 1991-2015 dari 390 menjadi
305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun adanya penurunan tersebut, namun
belum mencapai target MDGs (Millennium Development Goals) yaitu sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015.
8
(Kemenkes RI, 2021). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2021 total angka kematian ibu di Sulawesi Selatan sebesar
195 kasus, sedangkan angka kematian bayi mencapai 844 kasus (Dinkes
Sulsel, 2022). Mengingat sekitar 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar
persalinan dan 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang
sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka pemerintah menetapkan
upaya akselerasi penurunan angka kematian ibu (Rida & Yulita, 2017).
9
Factor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan.
Kecelakaan sebagai factor trauma pada uterus berarti tidak
berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya trauma
pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan proses kehamilan
dan persalinan misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat
embriotomi, manual plasenta, dan ekspresi/dorongan.
c) Rupture uteri jaringan parut
Rupture uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding
uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus
sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,
histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Seksio sesarea klasik empat kali
lebih sering menimbulkan rupture uteri daripada parut bekas seksio
sesaria profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen
bawah uterus yang merupakan daerah uterus yang lebih tenang dalam
masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,
seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi
dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
5. Menurut waktu terjadinya, etiologi ruptur uteri dapat dibagi menjadi 2, yaitu
akibat cedera atau anomali yang terjadi sebelum kehamilan sekarang, dan akibat
cedera atau anomali yang terjadi selama kehamilan sekarang. Penyebab-penyebab
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
10
Klasifikasi Kausa Ruptur Uteri
Cedera atau Anomali Uterus yang Cedera atau Kelainan Uterus Selama
Terjadi Sebelum Kehamilan Sekarang Kehamilan Sekarang
1. Pembedahan yang melibatkan 1. Sebelum persalinan
miometrium Kontraksi persisten, intens,
Seksio sesarea atau spontan
histerektomi Stimulasi persalinan
Riwayat reparasi ruptur uteri (oksitosin atau prostaglandin)
sebelumnya Instilasi intra-amnion (saline
Insisi miomektomi melalui atau prostaglandin)
atau sampai endometrium Perforasi oleh kateter
Reseksi kornu dalam tuba pengukur tekanan uterus
falopii interstisial internal
Metroplasti Trauma eksternal (tajam atau
2. Trauma uterus yang terjadi tanpa tumpul)
disengaja Versi luar
Abortus dengan instrumentasi Overdistensi uterus
(kuret, sondase) (hidramnion, gemelli)
Trauma tajam atau tumpul 2. Selama persalinan
(kecelakaan, pisau, peluru) Versi interna
Ruptur asimtomatik (silent Pelahiran dengan bokong
ruptur) pada kehamilan yang sulit
sebelumnya Ekstraksi bokong
3. Anomali kongenital Anomali janin yang
Kehamilan di kornu uterus meregangkan bagian bawah
yang tidak berkembang Penekan yang berlebihan pada
uterus selama persalinan
Pengeluaran plasenta secara
manual yang sulit
3. Didapat
Plasenta akreta atau perkreta
Neoplasia trofoblastik
gestasional
Sakulasi uterus retroversi
yang terperangkap
11
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium),
sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga
uterus dengan bahaya peritonitis.
12
ini dimakksudkan agar petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura
uteri yang sebenarnya.
Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala
ruptur uteri yang sebenarnya yaitu:
13
Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak,
lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan
menyumbat jalan lahir.
Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah
dan dibahu.
Kontraksi uterus biasanya hilang.
Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi
kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2. Gejala yang teraba saat palpasi:
Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema
subkutan.
Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas
panggul.
Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut,
maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan
disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras
sebesar kelapa.
Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa
menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk
ke rongga perut.
4. Pemeriksaan dalam
Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah
dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam
yang agak banyak
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding
rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka
14
dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari
tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa
seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga
dapat diraba fundus uteri.
5. Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin
setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi,
ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan
perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat
dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan
15
bisa diterima. Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok
meliputi pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik
untuk pencegahan infeksi.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara
lain:
a. Keadaan umum
b. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
c. Jenis luka robekan
d. Tempat luka
e. Perdarahan dari luka
f. Umur dan jumlah anak hidup
g. Kemampuan dan keterampilan penolong.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rupture uteri adalah kondisi darurat obstetric yang serius berpotensi
mengancam jiwa bagi ibu dan anak. Rupture uteri membutuhkan intervensi
bedah segera untuk penyelamatan janin dan perbaikan uterus atau histerektomi.
Ruptur uteri dapat disebabkan oleh dinding rahim yang lemah dan cacat,
misalnya pada bekas SC, kuratase, pelepasan plasenta secara manual dan
tindakan persalinan lainnya, serta kerena peregangan luar biasa pada rahim.
17
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yaitu seorang bidan atau tenaga
kesehtan lainnya harus lebih cepat mendiagnosa dan menegakkan diagnosa, agar
kematian ibu karena ruptur uteri bisa berkurang di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Eden, RD, Parker RT, Gall SA. Rupture of the pregnant uterus: A 53-years
review. AMJ Obstet Gynecol, 2007; 68:671.
18
Suhartatik, Wa Mina, Susi, Ernawati. (2023) Identifikasi Jenis Kegagalan
Persalinan Normal Pada Ibu Remaja. Journal of Telenursing, Vol. 5 (No.
2). 1727. https://doi.org/10.31539/joting.v5i2.6466
Sari, Ratna. (2017). Ruptur Uteri. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung. 2-4
Exsa, Risal, Efryian, Jeffrey. (2021). Ruptur Buli Total, Ruptur Uterus dan Ruptur
Vagina Pasca Persalinan Spontan. Jurnal Kedokteran Unila. Vol. 5 (No.
2). 1-2
19
Puskesmas Watampone Kabupaten Bone. Jurnal Midwifery. Vol. 5 (No.
2). 149-150
https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/ruptur-uteri/
epidemiologi
20