Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ABORTUS

Guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Maternitas

Dosen pembimbing : Dr.Ni Wayan Sridani

Disusun Oleh:

Kelas A
Kelompok 2

1. Erensina Itjen Imbiri_N21021001


2. Auliana_N21021023
3. Elya Winarti_N21021008
4. Reni Trida Yanti _N21021020
5. Shinta febiani_N21021021

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS TADULAKO
T.A 2023/2024
DAFTAR ISI

Contents
MAKALAH............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1.1. Pengertian Abortus............................................................................................6
2.1.2. Etiologi Abortus..................................................................................................6
2.1.3. Patologi Abortus.................................................................................................9
2.1.4. Jenis-Jenis Abortus..........................................................................................10
2.1.5. Komplikasi Abortus.........................................................................................10
2.1.6. Penatalaksanaan Abortus................................................................................11
2.1.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus.........11
BAB III.................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................14
KESIMPULAN.................................................................................................................14
SARAN..............................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abortus menjadi masalah yang penting dalam kesehatan masyarakat karena
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Abortus termasuk dalam
masalah kesehatan reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan
penyebab penderitaan wanita di seluruh dunia. Abortus bisa terjadi karena kondisi ibu
yang lemah, kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan di luar nikah. Abortus
yang sering terjadi adalah abortus spontan, janin yang dikandungnya sudah keluar
sebagian dan sebagian lagi tertinggal di dalam rahim. Bila abortus (keguguran) ini
terjadi harus segera ditangani untuk mengatasi terjadinya perdarahan yang dapat
menyebabkan kematian pada ibu.

Menurut Akbar, A. (2019). abortus merupakan masalah kesehatan reproduksi


yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab penderitaan wanita di
seluruh dunia. Abortus terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia <20 minggu atau janin
dengan berat <500 gram. Frekuensi abortus spontan di Indonesia 10%- 15% dari 6
juta kehamilan setiap tahunnya dan 2500 orang diantaranya berakhir dengan
kematian. Ini menyebabkan masalah abortus mendapat perhatian, sebab dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas maternal. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kejadian abortus salah satunya adalah faktor ibu yaitu umur ibu,
paritas, usia kehamilan, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status
ekonomi, berbagai penyakit medis, status gizi ibu dan riwayat abortus

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan permasalahan kesehatan di dunia


(2018), hal ini terjadi karena setiap hari sekitar 830 wanita meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Angka Kematian Ibu ini 99% terjadi di negara-
negara berkembang, dan sampai saat ini kematian ibu masih merupakan masalah
utama di bidang kesehatan ibu dan anak, sebab angka kematian ibu dan bayi
merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa.

Ibu yang mengalami kejadian itu umumnya tidak mendapat kesulitan untuk
hamil, tetapi kehamilannya tidak dapat berlanjut dan akan berhenti sebelum
waktunya. Terkadang muncul pada trimester pertama atau pada kehamilan lebih
lanjut. Dari seluruh kehamilan terdapat 0,4% kejadian abortus habitualis2. Faktor
penyebab abortus habitualis sangat banyak, diantaranya adalah faktor janin, maternal,
infeksi, kelainan endometrium, namun sebesar 40% lebih tidak diketahui faktor
penyebabnya. Faktor usia ibu berpengaruh terhadap kejadian abortus. Semakin tua
usia ibu saat hamil, maka risiko mengalami abortus akan semakin
meningkat.Kejadian abortus meningkat pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun. Semakin muda usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus,
begitu pula semakin tua usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus.

Angka kematian ibu saat melahirkan yang telah di targetkan dalam MDGs
pada tahun 2015 adala 110, dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan sebab
pencapaian target tesebut masih cukup jauh. Indonesia dianggap belum mampu
mengatasi tingginya angka kematian ibu yang 307 per 1.000 kelahiran hidup. Berarti
setiap tahunnya ada 13.778 kematian ibu data setiap dua jam ada dua ibu hamil,
bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab. Kecenderungan
perbandingan pada tahun 1990 yang masih 450 per 1.000 kelahiran hidup, namun
target MDGs yang 125 per 1.000 kelahiran hidup terasa sangat berat untuk dicapai
tanpa upaya percepatan. Salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian pada
ibu adalah kasus abortus. Abortus sering dikaitkan dengan tingginya angka persalinan
prematur, abortus rekuren, dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Selain itu, abortus
diduga memiliki pengaruh terhadap kehamilan berikutnya, baik menyebabkan
penyulit kehamilan atau pada produk kehamilan). Abortus seringkali mengakibatkan
komplikasi seperti perdarahan, infeksi, perforasi, dan syok). Perdarahan dan infeksi
merupakan penyebab tersering kematian ibu.
Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu dan dapat
memberikan dampak negatif pada berbagai aspek tersebut harus dapat dicegah.
Pencegahan terhadap abortus dapat diawali dengan melihat faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya abortus. Beberapa faktor yang merupakan penyebab
terjadinya abortus adalah umur ibu, usia kehamilan, jumlah paritas, jarak kehamilan,
tingkat pendidikan, status ekonomi, dan riwayat abortus sebelumnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. apa yang dimaksud dengan abortus ?
2. Etiologi Abortus
3. Patologi Abortus
4. Jenis-Jenis Abortus
5.Komplikasi Abortus
6. Penatalaksanaan Abortus
7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan maternitas dan membahas materi yang berkaitan dengan rumusan
masalah,sebagai sumber pembelajaran bagi kami untuk meningkatkan pemahaman
dan pembelajaran dalam mata kuliah keperawatan maternitas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1. Pengertian Abortus


Menurut Arif, K. (2015).Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin
dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di
dunia luar bila berat badannya telah mencapai > 500 gram atau umur kehamilan > 20 minggu.
Abortus dapat pula diartikan sebagai berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum
janin mampu bertahan hidup. Selain itu abortus dapat diartikan sebagai pengeluaran hasil
pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20
minggu.

2.1.2. Etiologi Abortus


Menurut Aspiani. R.Y. (2017). Lebih dari 80% abortus terjadi pada minggu
pertama, dan setelah itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab,
pada paling sedikit seperuh dari kasus abortus dini ini, dan setelah itu insidennya juga
menurun. Faktor penyebab terjadinya abortus dibagi menjadi beberapa faktor yaitu :

A. Faktor janin

1. Perkembangan zigot abnormal Temuan morfologis tersering pada abortus


spontan dini adalah kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk
awal, atau kadang-kadang plasenta. Disorganisasi morfologis pertumbuhan
ditemukan pada 40% abortus spontan sebelum minggu ke-20. Diantara
mudigah yang panjang ubun-ubun ke bokongnya (CRL = Crown Rump
Length) kurang dari 30 mm, frekuensi kelainan. Perkembangan morfologis
adalah 70%. Mudigah-mudigah yang menjalani pemeriksaan biakan jaringan
dan analisis kromosom, 60% memperlihatkan kelainan kromosom. Janin
dengan panjang ubun-ubun ke bokong (CRL) 30 sampai 180 mm, frekuensi
kelainan kromosom adalah 25%.
2. Abortus aneuploidi Sekitar seperempat dari kelainan kromosom disebabkan
oleh kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah. Dalam suatu
studi terhadap janin dan neonatus dengan trisomi 13, pada 21 dari 23 kasus,
kromosom tambahan berasal dari ibu.
A. Trisomi autosom Merupakan kelainan kromosom yang tersering
dijumpai pada abortus trimester pertama. Trisomi dapat diebabkan oleh
nondisjunction tersendiri, translokasi seimbang materal atau paternal,
atau inversi kromosom seimbang. Trisomi untuk semua autosom kecuali
kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus, tetapi yang tersering
adalah autosom 13, 16, 18,21 dan 22.
B. Monosomi X Merupakan kelainan kromosom tersering berikutnya dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
Triploidi sering dikaitkan dengan degenerasi hidropik pada plasenta.
Janin yang memperlihatkan kelainan ini sering mengalami abortus dini,
dan beberapa mampu bertahan hidup lebih lama mengalami malformasi
berat.
C. Kelainan struktural kromosom Sebagian bayi lahir hidup dengan dengan
translokasi seimbang dan mungkin normal.
3. Abortus euploid Abortus euploid memuncak pada usia gestasi sekitar 13
minggu. Insiden abortus euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu 35
tahun.2,5,10

B. Faktor maternal
1. Usia ibu Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-
30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun.
2. Paritas Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu,
hal ini mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus
akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan tidak
adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula berpengaruh
pada janin.
3. Infeksi Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan
janin dan ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila kehamilan
dapat berlanjut maka dapat menyebabkan kelahiran prematur, BBLR,
dan eklamsia pada ibu.
4. Anemia Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu
dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang
pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak
langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya
kerentanan ibu. pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi.
5. Faktor aloimun Kematian janin berulang pada sejumlah wanita
didiagnosis sebagai akibat faktor-faktor aloimun. Diagnosis faktor
aloimun berpusat pada beberapa pemeriksaan yaitu perbandingan HLA
ibu dan ayah, pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan
antibodi sitotoksik terhadap leukosit ayah dan pemeriksaan serum ibu
untuk mendeteksi faktor-faktor penyekat pada reaksi pencampuran
limfosit ibu-ayah.
6. Faktor hormonal Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat
menyebabkan abortus adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes
mellitus pada saat hamil dikenal dengan diabetes meliitus gestasional
(DMG). DMG didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau
pertama kali ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa
plasma puasa ≥ 126 mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥
200 mg/dl atau toleransi glukosa terganggu. Pada DMG akan terjadi
suatu keadaan dimana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak normal,
yang mengakibatkan sumber energi dalam plasma ibu bertambah.
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal yang
menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi yang salah
satunya adalah abortus spontan.
7. Gamet yang menua Didapatkan peningkatan insidensi abortus yang
relatif terhadap kehamilan normal apabila inseminasi terjadi 4 hari
sebelum atau 3 hari sesudah saat pergeseran suhu tubuh basal. Dengan
demikian, mereka menyimpulkan bahwa penuaan. Gamet di dalam
saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan
kemungkinan abortus.
8. Kelainan anatomi uterus Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan
multipel, biasanya tidak menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan
abortus, lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Sinekie uterus disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat
kuretase. Hal ini akhirnya menyebabkan amenore dan abortus rekuren
yang dipercaya disebabkan oleh kurang memadainya endometrium untuk
menunjang implantasi. Defek perkembangan uterus, cacat ini terjadi
karena kelainan pembentukan atau fusi duktus Mülleri atau terjadi secara
spontan atau diinduksi oleh pajanan dietilstilbestrol in utero. Serviks
inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada trimester
kedua disertai prolaps dan menggembungnya selaput ketuban pada
vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin imatur.
9. Trauma fisik Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan
sering kali dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi
beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin.

C. Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam terjadinya
abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat
menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks ditemukan
pada hampir 40% sampel semen yang diperoleh dari pria steril. Virus
terdeteksi dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama dijumpai
pada abortus.

2.1.3. Patologi Abortus


Menurut Mansjoer,Arif,dkk.(2015)Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke
dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi
terlepas, dan hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Sebelum minggu
ke-10, ovum biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan karena sebelum
minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua, hingga
ovum mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat
dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat, hingga mulai saat tersebut sering sisa-
sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus. Apabila kantung dibuka, biasanya
dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak
tampak janin didalam kantung dan disebut “blighted ovum”. Mola karneosa atau darah adalah
suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi,
dengan vili korionik yang telah berdegenarsi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam
yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang
tebal. Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin yang
tertahan dapat mengalami maserasi. Cairan amnion mungkin terserap saat janin tertekan dan
mengering untuk membentuk fetus kompresus. Kadang-kadang, janin akhirnya menjadi
sedemikian kering dan tertekan sehingga mirip dengan perkamen, yang sering disebut juga
sebagai fetus papiraseus.

2.1.4. Jenis-Jenis Abortus


Menurut Ahmad. (2016).Secara klinis, abortus dibagi menjadi :

a. Abortus imminens
Abortus imminens adalah ancaman keguguran pada usia kehamilan sebelum 20
minggu. Kondisi ini ditandai dengan perdarahan vagina tetapi tidak disertai pembukaan leher
rahim. Kehamilan pada abortus imminens bisa diselamatkan, tetapi jika tidak cepat ditangani,
penderitanya bisa mengalami keguguran.
Abortus imminens, atau disebut juga threatened abortion (ancaman keguguran),
terjadi pada 20–30% dari semua kehamilan. Sebagian kehamilan pada abortus imminens
mengalami keguguran, sedangkan sebagian lainnya dapat diselamatkan.

b. Abortus insipiens
Abortus insipiens disebut juga keguguran yang tidak bisa dihindari. Pada keguguran
jenis ini, janin masih utuh di dalam rahim, tetapi ibu hamil sudah mengalami perdarahan dan
pembukaan jalan lahir sehingga keguguran terjadi.
Pada abortus insipiens, biasanya terjadi perdarahan yang sangat banyak, tetapi belum
ada gumpalan darah atau jaringan janin. Selain itu, ibu hamil yang mengalami abortus
insipiens mungkin juga merasakan kram perut yang hebat.
c. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit merupakan keguguran yang tidak lengkap, dimana jaringan dari
kehamilan masih tertinggal di rahim. Gejala utama abortus inkomplit mirip dengan jenis
keguguran pada umumnya. Keguguran dinamakan ‘abortus inkomplit’ jika perdarahan terjadi
dan serviks melebar, tapi jaringan dari kehamilan masih tertinggal di dalam rahim. Biasanya
abortus inkomplit pada saat didiagnosis terjadi dengan sendirinya tanpa tindakan atau
intervensi medis lebih lanjut.

d. Abortus komplit
Pada jenis keguguran ini, mulut rahim terbuka lebar dan seluruh jaringan janin keluar
dari rahim. Ketika abortus komplet terjadi, Ibu hamil akan mengalami perdarahan vagina
serta nyeri perut seperti sedang melahirkan. Biasanya, abortus komplet terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 12 minggu.

e. Abortus habitualis

Abortus habitualis atau keguguran berulang rentan dialami oleh wanita saat
kehamilan menginjak usia sekitar 22 minggu. Keguguran dapat terjadi sebanyak tiga kali
berturut – turut atau lebih. Abortus umumnya disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor
genetik (kromosom), faktor lingkungan, usia, kelainan pada rahim hingga masalah medis
yang diderita oleh ibu hamil.
Kondisi abortus habitualis membutuhkan penanganan cepat. Beberapa pemeriksaan
perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti apa penyebab abortus yang terjadi. Hal ini
dapat mencegah abortus terjadi pada kehamilan berikutnya.
Tes darah, biopsi dinding rahim, dan laparoskopi adalah beberapa langkah
pencegahan abortus habitualis yang dapat dilakukan.

f. Missed abortion
Missed abortion adalah kondisi yang menyebabkan wanita mengalami
keguguran tanpa adanya gejala apa pun. Sehingga, wanita kerap tidak sadar jika janin
di dalam kandungannya sudah tiada, terlebih jika tidak mendapatkan pemeriksaan
rutin.
2.1.5. Komplikasi Abortus
a. Abortus imminens Setengah dari kasus abortus imminens akan menjadi abortus
komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan terus berlangsung.

b. Abortus insipiens Terkadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu


dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus
segera dilakukan.

c. Abortus inkompletus

Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Bila jaringan
yang tertinggal dalam rahim tidak segera dibersihkan maka dapat menyebabkan
abortus sepsis dan dapat menyebabkan kemaitian ibu.

d. Abortus kompletus
Apabila perdarahan yang terjadi sangat lama (> 10 hari) dan banyak maka perlu
dipikrkan mencari penyebab lain. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada ibu.
2.1.6. Penatalaksanaan Abortus
Menurut Aprilia, B. N. (2016) penatalaksanaan abortus yaitu:

1. Abortus imminens
bila kehamilan dirasa masih bisa dipertahankan maka cukup dilakukan
istirahat rebah (bed rest) dan diberikan obat-obatan untuk menurangi
kerentanan otot-otot rahim.
2. Abortus insipien
a. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
b. Mengonsumsi suplemen kehamilan, salah satunya asam folat
c. Menjaga berat badan tetap ideal
d. Berolahraga secara rutin sesuai arahan dokter kandungan
e. Tidak merokok dan menjauhi paparan asap rokok
f. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang
g. Melakukan vaksinasi untuk menghindari berbagai penyakit infeksi
3. Abortus inkomplit

a. Menunggu sisa jaringan luruh secara alami


Pilihan pertama dalam perawatan setelah keguguran adalah menunggu
sisa jaringan yang tertinggal luruh secara alami.Pada kasus abortus
inkomplit, biasanya proses peluruhan terjadi beberapa hari setelah
perdarahan pertama.
Selama proses menunggu sisa jaringan luruh, Anda akan mengalami
flek darah keluar dari vagina seperti sedang menstruasi hari
terakhir.Ketika jaringan sudah mulai keluar, darah akan lebih pekat
disertai gumpalan. Anda akan merasakan nyeri perut seperti kram saat
menstruasi.
b. Menggunakan obat-obatan
Jenis obat yang digunakan untuk meluruhkan jaringan adalah
misoprostol.Obat ini akan mendorong jaringan luruh dalam beberapa jam.
Paling lama peluruhan terjadi dalam satu atau dua hari.Namun,
penggunaan obat tersebut tidak cocok untuk perdarahan yang sangat berat
atau atau terjadi tanda-tanda infeksi.Biasanya obat tidak dianjurkan untuk
kehamilan yang usianya lebih dari 9 minggu.

c. Melakukan prosedur kuretase


Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan ketika jaringan
di dalam rahim tidak luruh meski sudah menggunakan cara alami dan
obat-obatan.Dilatasi dan kuretase dilakukan di ruang operasi dengan
memakai bius total. Proses pembedahan dilakukan melalui vagina,
sehingga tidak ada sobekan di perut.Nantinya, leher rahim dibuka dengan
hati-hati lalu dokter mengangkat jaringan kehamilan di dalam rahim
sampai kondisinya kosong.Prosedur kuretase hanya berjalan 5-10 menit,
tetapi pemulihan pascakuret membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam.

4. abortus komplit
Pada pasien dengan abortus komplit tidak diperlukan tata laksana lanjutan,
terlebih bila tidak ditemukan sisa jaringan pada uterus. Abortus inkomplit
memiliki beberapa pilihan tata laksana tergantung kondisi ibu:
Ekspektatif (observasi) menjadi pilihan utama mengingat sebagian besar
keguguran inkomplit akan menjadi komplit tanpa penggunaan obat-obatan
ataupun prosedur operasi. Pemberian analgesik dan rehidrasi dapat diberikan
jika ada indikasi.
Administrasi misoprostol dapat menstimulasi kontraksi uterus sehingga
perdarahan dapat dihentikan dan terjadi ekspulsi POC. Misoprostol dapat
dikombinasikan dengan mifepriston (antiprogestin) dan memberikan efek
yang sama baiknya. Sebagian besar keguguran selesai (komplit) setelah 8 hari
pemberian misoprostol.
Pada kondisi perdarahan berat dan instabilitas hemodinamik, diperlukan
evakuasi POC menggunakan dilatasi dan kuret (D&C).
Pemberian RhoGAM pada ibu dengan rhesus negatif digunakan untuk
mencegah terjadinya inkompatibilitas rhesus pada kehamilan selanjutnya.

5. Abortus Habitualis

a. Menerapkan pola makan sehat dengan gizi seimbang


b. Mengonsumsi 400 mg asam folat setiap hari, setidaknya 2 bulan
sebelum merencanakan kehamilan
c. Menjaga berat badan ideal
d. Mengelola stres dengan baik
e. Tidak merokok ataupun menghirup asap rokok
f. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol atau NAPZA
g. Menjalani vaksinasi sesuai anjuran dokter untuk mencegah penyakit
infeksi
h. Menghindari paparan radiasi dan racun berbahaya yang mungkin ada
pada makanan atau produk sehari-hari, seperti benzena, arsenik, dan
formaldehid
i. Menghindari paparan polusi lingkungan dan penyakit menular
Expectant management dianjurkan pada abortus inkomplit yang usia
kehamilannya kurang dari 16 minggu dengan tanda vital baik dan tidak ada
tanda infeksi. Tingkat kesuksesan dari pendekatan tatalaksana ini mencapai
90%.
Expectant management dilakukan dengan membiarkan sisa jaringan
meluruh secara alami. Umumnya peluruhan jaringan komplit akan terjadi
selama 2 minggu namun pada beberapa kasus bisa lebih lama (3-4 minggu).
USG ulang yang mendapati jaringan sudah meluruh semua atau
penurunan kadar HCG sebanyak 80% dalam 1 minggu setelah keluarnya hasil
konsepsi adalah penanda abortus sudah komplit
-Medikamentosa
Obat mungkin diperlukan untuk membantu mengeluarkan sisa
jaringan yang masih ada. Golongan obat yang mungkin diberikan pada
abortus adalah penginduksi rahim dan Rh immunoglobulin.
-Penginduksi Rahim
Pilihan obat penginduksi rahim adalah oksitosin dan misoprostol.
Oksitosin diberikan pada abortus yang terjadi dengan usia kehamilan lebih
dari 16 minggu melalui infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tetes per menit
Pilihan lainnya adalah pemberian misoprostol. Dengan pemberian
misoprostol, 71-84% ekspulsi komplit akan terjadi. Pemberian per vaginam
lebih disukai karena obat oral dan sublingual akan memberikan lebih banyak
efek samping seperti diare, mual, dan muntah. Penggunaan misoprostol pada
abortus dilaporkan mengurangi kebutuhan dilakukan tindakan kuretase hingga
60%. Dosis yang disarankan adalah 400-800 mcg per vaginam.
-Rh Immunoglobulin
Jika ibu memiliki golongan darah rhesus negatif, ibu dianjurkan untuk
menerima Rh immunoglobulin setelah terjadi abortus agar tidak terjadi
inkompatibilitas rhesus jika pada kehamilan berikutnya janin memiliki
golongan darah rhesus positif.
Dosis yang diberikan adalah 50 mikrogram (250 IU) akan efektif pada
12 minggu gestasi, diberikan setelah tindakan kuretase atau pada expectant
management.
-Pembedahan
Tindakan bedah dilakukan jika :
Risiko perdarahan meningkat misalnya jika terjadi pada trimester pertama
akhir.Memiliki pengalaman traumatik sebelumnya misalnya karena riwayat
abortus sebelumnya, stillbirth atau perdarahan antepartum.Meningkatnya efek
samping perdarahan misalnya karena koagulopati atau tidak bisa mendapat
transfusi darah.Pasien tidak ingin menunggu spontan atau menolak pemberian
obat induksi rahim.
-Adanya infeksi
Tindakan dilakukan dengan teknik aspirasi vakum atau kuretase tajam. Jika
perdarahan masih berlanjut, disarankan untuk mempertimbangkan perlunya
tindakan laparoskopi atau laparotomi. Tidak ada perbedaan yang bermakna
antara penggunaan teknik aspirasi vakum dengan teknik kuretase tajam.

2.1.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Ibu Hamil Dengan


Abortus
1. Usia

Menurut Elisa.(2017).Usia yang tergolong risiko tinggi untuk terjadinya abortus


adalah usia dibawah 20 tahun dan usia diatas 35 tahun. Pada usia remaja, wanita masih dalam
masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil. Selain itu secara psikologispun
para remaja masih belum siap untuk menghadapi kehamilan, angka kematian bayi juga
meningkat. Kehamilan pada usia remaja mempunyai risiko : Sering mengalami anemia
Gangguan tumbuh kembang janin Keguguran, prematuritas atau BBLR Gangguan persalinan
Preeklampsia Perdarahan antepartum.Risiko kejadian abortus spontan juga meningkat pada
usia diatas 35 tahun. Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada,
indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia
wanita, maka risiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur
atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom. Selain itu semakin lanjut
usia masalah kesehatan yang diderita seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemia dan
penyakit-penyakit kronis yang lain ikut meningkat. (16)

2. Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan keturunan yang mampu hidup
(viable) tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir. Macam-macam paritas
yaitu : - Nullipara : seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable. -
Primipara : seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. -
Multipara : seorang wanita yang pernah melahirkan 2 bayi yang viable atau lebih. -
Grandemultipara : seorang wanita yang pernah melahirkan 5 bayi yang viable atau lebih

Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini mungkin karena
adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini
mengakibatkan tidak adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula berpengaruh
pada janin. (17)

3. Anemia

Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk, baik pada ibu
atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada
metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula
kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin
antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan
risiko terjadinya prematuritas pada bayi. Anemia ringan dapat menyebabkan terjadinya
prematuritas dan BBLR (berat bayi lahir rendah). Namun, pada anemia berat dapat
mengakibatkan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.

Menurut WHO anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah
merah. Anemia didefinisikan sebagai Hb (haemoglobin) kurang 13 gr/dl untuk laki-laki dan
12 gr/ dl untuk perempuan. Definisi anemia sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin. (

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada
trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada
trimester 2.

Beberapa penyebab anemia yaitu :

1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.

2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa tumbuh kembang
pada remaja, penyakit kronis seperti tuberculosis dan infeksi lainnya.

3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan
dan melahirkan.

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester
I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II. Anemia pada kehamilan adalah
anemia karena kekurangan zat besi, menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20
% sampai dengan 89 % dengan menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr %
disebut anemia ringan. Hb 7 – 8 gr % disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia
berat. (19)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Adapun berbagai macam penenyebab
abortus yaitu, kelainan hasil konsepsi,kelainan plasenta, faktor maternal, kelainan
traktus genitalia, trauma, faktor-faktorhormonal, sebab-sebab psikosomatik, sebab
dari janin, dan lain-lainAborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi
provokatus(buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat
golongkanmenjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi
provokatus kriminalis (buatan ilegal). Dalam perundang-undangan Indonesia,
pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP &
UUKesehatan. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman
melakukanaborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya),
sedangkanaborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU
Kesehatan.Jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan
saatmelahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan lebih, lalu wanita
tersebutmelakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan seperti ini hukumnya
boleh,karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran secara tidak alami.
Tujuannyauntuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinnya sekaligus. Hanya saja,
minimalusia kandungannya enam bulan. Aktivitas medis seperti ini tidak masuk
dalamkategori aborsi; lebih tepat disebut proses pengeluaran janin (melahirkan)
yangtidak alami.

B. SARAN
Berhati-hatilah dalam menjaga kandungan dan harus waspada terhadapsetiap
komplikasi yang terjadi Mudah-mudahan dengan makalah ini kita dapat lebih
memahami danmengetahui tentang aborsi. Sehingga kita tidak sampai melakukan
tindakan aborsikarena tindakan tersebut selain malanggar hukum, baik hukum agama
maupunhukum perdata, juga mempunyai banyak resiko atau akibat dari perbuatan
aborsi.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer,Arif,dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga, jilid I, FKUI.


Jakarta:Media Aesculapius.Morgan, geri & Carole hamilton. 2009.

Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.Prawirohardjo, sarwono. 2009.

Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.Prawirohardjo, sarwono. 2010.

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT. Bina
Pustaka.Dorland. 2002.

Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah,
Laily. Bernadette, Nur. 2002.

AborsidiIndonesia.(http://id.wikipedia.org/wiki/
Gugur_kandungan#Pengaturan_oleh_pemerintah_Indonesia

Akbar, A. (2019). Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019 : Studi


Meta Analisis, 182–191

Arif, K. (2015). Analisis Faktor Ibu Sebagai Prediktor Kejadian Abortus Inkomplit,
500
Aspiani. R.Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi Nanda,
NIC, dan NOC. Jakarta : TIM

Ahmad. (2016). Analisis Faktor Risiko Usia Kehamilan Dan Paritas Terhadap
Kejadian Abortus. Jurnal Al-Maiyyah.Volume 9 No. 1

Aprilia, B. N. (2016). kehamilan & persalinan panduan praktik pemeriksaan


yogyakarta: graha ilmu.

Elisa.(2017). Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan. Higeia Journal Of Public


Health Research And Development. 1 (3) (2017)

Anda mungkin juga menyukai