Anda di halaman 1dari 34

1

MAKALAH MATA KULIAH KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL
"Aborsi Inkomplit"

DOSEN PEMBIMBING :
Rully Hevrialni, SST, M.Keb

DISUSUN OLEH : (Kelompok III)


1. Angelina Kristiani
2. Elfayana Lesfita Sari
3. Marselina Syah Putri
4. Mulia Rahma
5. Rida Nurul Hasanah
6. Romalumitha Simatupang
7. Tiara Anastasya Simatupang
8. Yolanda Juliarsyah Putri

POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN RIAU


JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis

dapat menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi

tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Selain itu tujuan dari

penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan terhadap

Aborsi Inkomplit.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari

bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah

selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih

dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Pekanbaru, Februari 2021

Penyusun
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan ibu hingga saat ini masih banyak bermasalah terutama dalam bidang

kesehatan. Minimnya informasi tentang kesehatan reproduksi terutama pada masa

kehamilan menyebabkan terjadinya masalah-masalah yang tidakdiinginkan atau terjadi

resiko tinggi pada masa kehamilan. Pemeriksan Antenatal Care diadakan dalam upaya

pencegahan resiko tinggi ataupun untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak.

Kehamilan merupakan sebagai fertilisasi atau pernyataan dari spermatozoa dan ovum dan

dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, bila dihitung dari saat fertilisasi hingga

lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan

atau 9 bulan, menurut kalender internasional kehamilan terbagi menjadi 3 trimester,

dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (dari

minggu ke 13 hingga minggu ke 27), dan trimester ketiga minggu 13 (dari minggu ke 28

hingga minggu ke 40).(1) Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan

yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh

seorang bidan untuk menapis adanya resiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya

komplikasi/ penyakit yang mungkin terjadi pada masa kehamilan muda meliputi

perdarahan pervaginam, abortus, hipertensi gravidarum maupun nyeri perut pada bagian

bawah.(2)Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran konsepsi sebelum janin dapat

hidup di luar kandungan, dan abortus usia kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau

berat janin yang kurang dari 500 gram. Abortus inkomplet berarti walaupun janin

dikeluarkan sebagian atau seluruh bagian plasenta tertahan. Terjadi perdarahan hebat,

walaupun nyeri dapat hilang. Serviks tertutup sebagian kondisi ini lebih cenderung terjadi

pada trimester 2 pada kehamilan.Abortus merupakan kegagalan kehamilan sebelum umur

28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram.Gejala utama abortus adalah sakit
4

perut, perdarahan yang diikuti dengan pengeluaran jaringan hasil konsepsi. Bentuk

abortus dibagi menurut terjadinya abortus spontan , abortus provokatus (kriminalis,

medisinalis) dan menurut bentuk klinis (abortus imminens, abortus insipiens, abortus

inkomplitus, abortus habitualis, dan abortus infeksiosis.

(3) Menurut WHO (World Health Organization) Angka Kematian Ibu (AKI)

dilaporkan terdapat 830 wanita meninggal setiap saat karena komplikasi selama masa

kehamilan atau persalinan pada tahun 2017, mengurangi resiko kematian ibu global dari

216 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 menjadi sedikit dari 70 per 100.000

kelahiran hidup, dan target SDG pada tahun 2030 nantinya akan membutuhkan tingkat

pengurangan tahunan global pada sekitarnya.(4) Berdasarkan hasil survei demografi

kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar 116,01 per 100.000 kelahiran hidup.

Sebesar 57,93 kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar

24,4% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33% di Indonesia perdarahan mencapai

30%. Eklamsi sebanyak 25%, infeksi 12%, emboli obat 3%, dan di Indonesia angka

kematian ibu masih tinggi dimana provinsi jawa tengah tahun 2012 berdasarkan laporan

dari kabupaten/kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup.(4)Berdasarkan laporan dari

profil kab/kota AKI maternal yang dilaporkan di sumatra utara tahun 2012 hanya

106/100.000 kelahiran hidup, namun belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya

di populasi. Dan berdasarkan hasil sensus penduduk AKI di sumatra utara sebanyak

328/100.000 kelahiran hidup, dana angka ini masih cukup bila di bandingkan dengan

angka nasional sebesar 259/100.000 kelahiran hidup.

(5). Berdasarkan dinas kesehatan kabupaten padang lawas utara tahun 2014 bahwa

angka kematian ibu sebanyak 92 kasus. Salah satu penyebab angka kematian ibu

termasuk pre-eklamsi, abortus, TB, dan Eklamsi. Dimana preeklamsi sebanyak 20 kasus,

eklamsi sebanyak 19 kasus, dan abortus di padang lawas sebanyak 53 kasus.(6) Abortus

disebabkan oleh 3 faktor, faktor janin, dimana penyebab keguguran adalah kelainan
5

genetik, dan faktor yang paling sering dijumpai pada abortus adalah ganguan

pertumbuhan zigot, embrio, janin ataupun plasenta.Faktor genetik, dimana penyebab

yang paling sering menimbulkan abortus adalah abnormalitas kromosom pada janin.

Faktor imunologi, dimana terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan

darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran

darah ke ari-ari tersebut. Dan abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, dan adapun

faktorfaktor resiko meliputi usia dan adanya paritas, dan faktor diatas penyebab lainnya

dari abortus yaitu faktor genetic, faktor anatomi, faktor endokrin, faktor infeksi, faktor

imunologi, dan faktor psikologi.

(7). Kejadian abortus tahun 2014 secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari

seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.

Kelainan kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari kasus abortus dini

ini, selain itu banyak fakor yang memengaruhi terjadinya abortus antara lain : umur,

paritas, dan kehamilan tidak diinginkan, kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat

keguguran sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12

% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita berumur 40 tahun

sehingga kejadian perdarahan spontan lebih beresiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan

diatas 35 tahun di Indonesia.(8)Umur ibu yang terlalu muda kurang dari 20 tahun dan

terlalu tua lebih dari 35 tahun dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan

fungsi endometrium belum optimal. Anak yang lebih dari 4 atau multipara dapat

menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan pada saat persalinan, karena

rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari

sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Pekerja merupakan segala usaha yang dilakukan atau

dapat dikerjakan untuk mendapat hasil atau upah, sebagian besar wanita melakukan

pekerjaan,termasuk ibu yang sedang hamil, kejadian ini meningkatkan tingginya angka

kejadian abortus.(9)Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desi Darma dengan
6

judul faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum

dr. Zainoel abidin banda aceh bahwasannya dari 58 responden beresiko yang terjadi

abortus inkomplit sebanyak 44 responden (75,9%) nilai p.value 0,001(p< 0,05, paritas

dari 54 responden paritas multipara yang terjadi abortus inkomplit sebanyak 42

responden (75,9%) nilai p. Value 0,006 (p < 0,05), umur dari 54 responden umur yang

beresiko terjadinya abortus inkomplit sebanyak 43 responden (75,9%) nilai p. Value

0,007 (p< 0,05).(10)


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram dan

masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al., 2014). Pada

abortus inkomplit ini didapatkan kanalis servikalis yang membuka (Cunningham,

et al.,2014).

2.2 Epidemiologi

Kejadian Abortus berdasarkan data yang dikumpulkan di rumah sakit pada

umumnya berkisar antara 15-20%. Namun angka kejadian abortus sebenarnya

diperkirakan dapat lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak

adanya kewajiban untuk melaporkan kejadian abortus pada pihak yang berwenang

(Halim, et al., 2011). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004

diperkirakan 4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara, dengan

perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5

juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000

sampai 900.000 di Thailand (Gaufber, 2015). Estimasi nasional menyatakan setiap

tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasus aborsi

per 100 kelahiran hidup (Adhi, 2014).

Laporan epidemiologis menyatakan bahwa di Amerika Serikat angka kejadian

abortus spontan berkisar antara 10-20% dari kehamilan (Cunningham, et al.,

2014). Angka kejadian abortus inkomplit bervariasi antara 16-21% (Halim, et al.,

2011). Laporan dari rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan kejadian


8

abortus bervariasi antara 2,5-15% (Halim, et al., 2011). Data pada dinas kesehatan

Sumatera Utara didapatkan angka kejadian abortus inkomplit pada tahun 2011

adalah 9,75% (Samjianto, 2012). Di RSUP Sanglah diperoleh data angka kejadian

abortus inkomplit pada tahun 2015 adalah 8% (Anonim, 2015).

2.3 Etiologi

Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya abortus inkomplit adalah

sebagai berikut:

1. Faktorfetal

Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh

abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan

sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan

kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya

usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang

tuanya (Gaufber, 2015).

Sekitar 95 % dari kelainan kromosom disebabkan oleh kegagalan

gametogenesis. Autosomal trisomi adalah kelainan kromosom yang paling

sering ditemukan pada abortus trimester awal. Adanya riwayat abortus

sebelumnya akan meningkatkan risiko fetal aneuploidy dari 1 % menjadi2

%. Monosomy X (45,X) adalah penyebab kelainan kromosom tunggal

tersering. Kelainan ini akan menyebabkan sindrom Turner, dimana

biasanya akan berakhir dengan abortus dan sangat jarang dapat bertahan.

hingga trimester tiga. Triploid sering dihubungkan dengan hidropik

plasental (degenerasi Mola) atau Mola Hidatidosa parsial. Janin dengan

jumlah kromosom normal (Euploidy) (46 XY / XX) cenderung akan

bertahan lebih lama daripada janin dengan Aneuploidy (Larsen, et al.,

2013).

2. Faktor maternal
9

Kelainanan anatomi

uterus

Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar dan

multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann Syndrome) dapat

meningkatkan risiko abortus (Cunningham, et al., 2014). Malformasi

kongenital yang disebabkan oleh abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan

lesi yang didapat memiliki pengaruh yang sifatnya masih kontroversial.

Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan hasil yang positif.

Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang terjadi pada

trimester II. Tindakan cervical cerclage pada beberapa kasus

memperlihatkan hasil yang positif (Gaufber,2015).

Infeksi

Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti

secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis,

Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex,

Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan

semua jenis abortus spontan (Smith, 2015). Data penelitian yang

menghubungkan infeksi dengan abortus menunjukkan hasil yang beragam,


sehingga American College of Obstetricians and Gynecologyst

menyatakan bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus trimester awal

(Cunningham, et al.,2014).

Penyakit metabolik

Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolik pada

ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme, dan anemia.

Pada penelitian Craig tahun 2002 dilaporkan bahwa angka abortus

meningkat secara signifikan pada Ibu hamil dengan Diabetes tidak

terkontrol (Cunningham, et al., 2014). Pada penelitian Mills tahun 1998

melaporkan bahwa pengaturan kadar gula darah pada pasien DM dalam

waktu 21 hari setelah konsepsi akan menurunkan angka kejadian abortus

setara dengan wanita non DM (Tulandi & Al-Fozan, 2016). Sedangkan

pada Ibu dengan Hipotiroidisme, defisiensi iodin dipercaya sebagai

penyebab utama terjadinya abortus (Cunningham, et al., 2014).

Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan

janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula

kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung

pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan

ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada

bayi (Cunningham, et al.,2014).

Faktor Imunologi

Sekitar 15 % Ibu dengan abortus disebabkan oleh faktor imunologi.

Dua Teori utama gangguan imunologi adalah autoimunitas – kekebalan


yang melawan sel sendiri, dan alloimunitas – kekebalan melawan sel orang

lain (Tulandi & Al-Fozan, 2016).

Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi

autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang

melawan fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu

sindroma klinik spesifik (abortus berulang, trombosis yang penyebabnya

tak jelas dan kematian janin). Penegakkan diagnosa setidaknya

memerlukan satu pemeriksaan serologis untuk konfirmasi diagnosis

(antikoagulansia lupus, antibodi kardiolipin). Pengobatan pilihan adalah

aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu) (Smith,

2015).

Alloimunitas (perbedaan imunologi antara individu) telah diajukan

sebagai faktor antara pasangan subur yang menyebabkan abortus yang

tidak dapat dijelaskan dengan alasan lain. Selama kehamilan normal,

sistem imunologi ibu dianggap dapat mengenali suatu antigen janin

semialogenetik 50% bersifat “non-self” dan kemudian menghasilkan faktor

“pemblokade” untuk melindungi janin. Kegagalan untuk memproduksi

faktor “pemblokade” ini yang dipercaya berperan penting dalam proses

terjadinya abortus (Tulandi & Al-Fozan, 2016).

Trauma fisik

Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali

dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan


abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu

setelah kematian mudigah atau janin (Smith, 2015).

3. Faktorpaternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam

terjadinya abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma

dapat menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks

ditemukan pada hampir 40% sampel (Smith, 2015).

2.4 Manifestasi Klinis danDiagnosis

Abortus inkomplit ditandai oleh perdarahan pervaginam dan nyeri perut atau

kram. Pada abortus inkomplit, sebagian hasil konsepsi telah keluar dan sebagian

masih tertinggal di dalam, sehingga menimbulkan perdarahan pervaginam, bahkan

menyebabkan terjadinya syok pada ibu. Pada pemeriksaan fisik, jaringan dapat

teraba pada vagina, serviks yang membuka, dan besar uterus yang mulai

mengecil. Pada keadaan ini tes kehamilan masih positif, tetapi kehamilan tidak

dapat dipertahankan (Puscheck,2015).

2.5 Imunologi dalamKehamilan

Fetus terdiri dari antigen asing bagi ibunya, wajar bila timbul reaksi

penolakan terhadap antigen asing. Dari sudut imunologi, abortus adalah reaksi

tubuh ibu menolak fetus sebagai antigen asing (Larsen, et al.,2013).

Fertilisasi merupakan proses fusi membran spermatozoa dan oosit. Pada

proses ini antigen membran spermatozoa masuk ke dalam oosit menyatu

membentuk membran zygot, hasil pembuahan itu membawa dan mengekspresikan

HLA (Human Leukocyte Antigen) suami di permukaan zygot dan bersifat sebagai
antigen asing bagi ibunya. Antigen permukaan sel fetus yang lainnya merupakan

antigen organ spesifik dan antigen embrional (oncoferal). Sistem imun wanita

hamil dapat berespon terhadap antigen-antigen tersebut, misalnya dapat berespon

menolak hasil kehamilan. Penelitian membuktikan bahwa sel efektor kekebalan

berperan menyebabkan abortus spontan. Misalnya sel sistem imun non spesifik

ibu seperti sel natural killer (NK), sel lymphpkone avtivated killer (LAK), dan

makrofag dapat mengenal jaringan emrbrio primitif dan sel tumor lainnya sebagai

antigen asing (Alecsandru & Velasco,2015).

Sebagian serum wanita dengan riwayat abortus, tidak mengandung faktor

serum pemblok reaksi limfosit istri terhadap plasenta dan terhadap antigen

leukosit suami. Wanita tersebut bila diimunisasi dengan limfosit suaminya akan

merangsang pembentukan blocking antibody yang berfungsi mencegah abortus.

Hasil patologi anatomi jaringan abortus spontan kehamilan trimester pertama

sering menunjukkan gambaran infiltrasi limfosit ke villi dan desidua, gambaran

tersebut serupa dengan reaksi penolakan graft baik karena mekanisme sel efektor

spesifik maupun non spesifik. Setiap tahap kelanjutan pertumbuhan dan

perkembangan fetus tergantung pada daya reaksi sel efektor ibu menolak graft

(fetus) yang dianggap asing oleh sistem imun ibu (Adhi,2014).

Kelangsungan kehamilan dapat berlangsung apabila sistem imun ibu tidak

mengidentifikasi dan mendeteksi fetus sebagai benda asing, tidak terjadi

akumulasi sel efektor di tempat implantasi, mekanisme sel efektor ibu gagal

menghancurkan fetus, terciptanya suatu lingkungan yang melindungi dan aktif

menekan sel efektor kekebalan spesifik maupun non-spesifik ibu oleh selibu
sendiri maupun oleh sel fetus atau akibat interaksi keduanya, atau terjadi

peningkatan kadar estrogen dan progesteron pada kehamilan yang merupakan

salah satu faktor penekan sel efektor ibu dalam sistem imun spesifik dan non-

spesifik (Alecsandru & Velasco, 2015).

Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik

yang bersifat bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak seperi

reaksi penolakan ditemui misalnya pada transplantasi. Dihasilkan zat antibodi

yang bersifat sitotoksik dan merusak target antigenik. Efek penguat (enhancing

effect) bekerja dengan cara memberi respons humoral yang dapat mengimbangi

reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada target antigenik. Reaksi

fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada reaksi merusak. Terjadinya

toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis, antara lain

hipotesis mengenai ekspresi HLA-G di sel–sel trofoblas.Sel–sel sinsitiotrofoblas

tersebut mengekspresikan salah satu HLA nonklasik, yaitu HLA-G. HLA-G

berinteraksi dengan Killing Inhibitory Receptor (KIR) dan akan menekan aktivitas

sitotoksisitas dari sel NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal

((Alecsandru & Velasco,2015)).

Sitokin berkaitan dalam regulasi dari fungsi endometrium, sebab sitokin di

ekspresikan dalam endometrium manusia. Sepanjang siklus menstruasi, sel

endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses yang komplek. Dari

apa yang diketahui tentang sel T Helper dimana pada penelitian dengan model

tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan

sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih dominan dalam


preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam desidua awal

kehamilan. Namun dalam keadaan abortus berulang atau kehamilan anembrionik

terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Agius, et al., 2012).

Gambar 2.1 Sistem Imun dalam Kehamilan (Adhi, 2014)

Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan

oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-

12 dan IFN-γ, sementara Th2 akan menghasilkan IL-4,IL-5,IL-6,IL-9,IL-10, dan

IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF

dan GM-CSF. Pada penelitian-penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa

dominasi sitokin-sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi

dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai

sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah sitokin-sitokinyang


dihasilkan oleh Th2. Meski demikian, ternyata sitokin-sitokin tersebut tidak hanya

dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel-sel trofoblas (Hyde, et al.,

2014).

Gambar 2.2 Keseimbangan Th-1 dan Th-2 (Widiyanti, 2014)

Limfosit T dalam desidua dapat memproduksi sitokin tipe 1 dan tipe 2.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tipe 1 memiliki pengaruh

buruk bagi kehamilan, di dalam desidua mereka memicu keguguran dengan

menghambat invasi trofoblas, TNF-α menstimulasi apoptosis dari sel trofoblas

dan IFN-γ (Interferon γ) semakin meningkatkan fungsi mediasi TNF-α dalam

membunuh sel trofoblas. IFN-γ di sekresi oleh sel-sel uNK yang menyebabkan

sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang merangsang

sel NK di desidua. Sitokin ini juga mencegah terjadinya perkembangan berlebih

dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi

TNF-αdanIFN-γjugadapatmempengaruhiperkembanganjanindengancara
mengaktivasi protrombinase yang akhirnya mendegenerasi trombin. Aktivasi

trombin memicu pembekuan dan produksi IL-8 yang menstimulasi granulosit dan

sel endotelial untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin

atau kemokin, sel uNK juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1

menghambat proliferasi dan kelangsungan hidup serta mempengaruhi lingkungan

dengan penurunan TNF-α, IL-2, dan IFN-γ yang diproduksi oleh sel T yang

teraktivasi (Morelli, et al., 2012).

Sitokin tipe 2 secara umum menstimulasi perkembangan berlebih dan invasi

trofoblas. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam

desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih predominan.

Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkan dengan tipe 1 dapat

ditekan dengan adanya kehamilan yang mengalami abortus (Raghupathy, 2013).

Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh

plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah

progesteron, dimana pada beberapa penelitian menunjukkan progesteron terbukti

akan memicu produksi LIF (Leukemia Inbibitory Factor) pada endometrium, dan

juga akan memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2

akan bergerak ke arah dominasi Th2. Selain progesteron tampaknya hormon

pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam memodulasi sistem imun,

meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta

akan menghasilkan placental Growth Hormone (pGH) yang memiiiki perbedaan

13 asam amino dibandingkan dengan Growth Hormone (GH) yang dihasilkan

olehhipofisis.pGHakanmenggantikanGHdalamsirkulasimaternalpada
trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal

(Widiyanti, 2014) .

2.6 Peranan TNF-α dan IL-10 dalam AbortusInkomplit

Imunitas memainkan peran penting pada saat implantasi. Banyak penelitian

pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa beberapa tingkat inflamasi sistemik

dan uterus diperlukan baik untuk implantasi normal dan kehamilan. Namun, jika

tingkat inflamasi menjadi terlalu berlebihan mungkin dapat menyebabkan

komplikasi kehamilan seperti resorpsi janin/abortus. Regulator utama dari tingkat

inflamasi yang normal pada sistem fetomaternal terlihat sebagai uterine CD16

and CD56 bright natural killer cells. Debris trofoblas, sel apoptosis dan

progesteron mungkin mengatur produksi sitokin inflamasi dari sel-sel ini. Abortus

embrio yang normal secara karyotipikal dapat terjadi ketika tingkat inflamasi

berada di luar kisaran optimal, ini mungkin berhubungan dengan produksi yang

tinggi Tumor Necrosis Factor (TNF)–α (All-Hilli,2009).

TNF-α adalah sebuah polipeptida 17 kDa dikenal juga dengan berbagai nama,

yaitu cachetin, necrosin, sitotoksin makrofag atau faktor sitotoksik, diproduksi

terutama oleh makrofag, Limfosit T dan Limfosit B (Hua, 2013). Fungsi

utamanya ialah sebagai molekul proinflamasi, yang menyebabkan demam,

anoreksia, syok, kemotaksis, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, mediator

aktivitas IL-2, meningkatkan fungsi NK sel, dan aktivasi sitotoksik pada sel.

Bersama-sama dengan interferron (IFN) gama, TNF-α bersifat sitotoksin bagi

banyak jenis sel tumor. TNF-α terbukti juga merupakan modulator respon imun

kuatyangmemperantaraiinduksimolekuladhesi,sitokinlaindanaktivasi
netrofil. Disamping berfungsi meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang

memudahkan leukosit melekat pada permukaan endotel, dan merangsang sel

fagosit mononuclear untuk mensekresi chemokine, serta mengaktivasi leukosit.

TNF yang diproduksi dalam jangka panjang dengan konsentrasi rendah dapat

mengakibatkan tissue remodeling. TNF dapat berfungsi sebagai faktor

angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai

faktor pertumbuhan fibroblas yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat.

Bila produksi TNF tetap berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan

jaringan limfoid baru dimana berkumpul limfosit B dan limfosit T (Kristiyan, et

al., 2011).

TNF-α pertama kali diidentifikasi sebagai sitokin yang disekresi oleh

makrofag endotoksin teraktivasi yang menginduksi nekrosis tumor. TNF- α

sekarang dikenal sebagai mediator sel pluripotent dan sitokin angiogenik yang

mempromosikan produksi sitokin lainnya di berbagai sel. Endometrium manusia

ditandai oleh berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel-sel imunitas, sel-sel

pembuluh darah dan sel-sel epitel, yang semuanya mengekpresikan TNF- α. Studi

menunjukkan peran lokal TNF α dalam berbagai fungsi endometrium normal.

Peningkatan ekspresi sitokin ini terbukti menyebabkan efek patofisiologi

tercermin keterlibatannya dalam kegagalan implantasi, abortus dan endometriosis

(All-Hilli, 2009). Pada manusia, TNF-α diketahui menghambat proliferasi

trofoblas, yang dipercaya secara klinis cukup penting dalam prosesimplantasi.


Gambar 2.3 Peran TNF-α dalam Proses Imflantasi (Adhi, 2014)

Pada gambar diatas digambarkan bahwa TNF-α dihasilkan oleh sel

endometrium, dan tingginya kadar TNF-α akan menyebabkan terganggunya

proses implantasi trofoblas ke endometrium. Dan kenaikan ekspresi TNF-α

disebabkan oleh rendahnya kadar HLA-G sebagai blocking factor yang

melindungi fetus dari sistem imun maternal (Adhi,2014).

Kadar TNF-α pada wanita yang mengalami abortus tidak meningkat pada

wanita dengan kelainan bentuk uterus dan fetus dengan kariotip normal. Hal ini

menunjukkan peningkatan konsentrasi dari sitokin ini terjadi pada abortus yang

berhubungan dengan abnormalitas kariotip. Fetus dengan kelainan kariotip

mempunyai kecenderungan untuk memacu sekresi TNF-α yang lebih banyak

daripada kehamilan normal. TNF-α memiliki sifat “sitotoksik” terhadap sel


trofoblas sehingga akan berakibat kematian sel trofoblas. Selain itu TNF-α juga

akan menekan produksi HLA-G oleh trofoblas sehingga toleransi maternal-fetal

akan terganggu dan mengakibatkan NK sel dapat membunuh sel trofoblas

(Vitoratos et al., 2011).

Gambar 2.4 Respon Imun Maternal pada Abortus (Adhi, 2014)

Pada gambar 2.4 dapat digambarkan bahwa Antigen dari trofoblas akan

dikenali oleh Antigen Precenting Cell (APC), dan aktivasi APC akan menginduksi

deferensiasi Sel T menjadi TH1 dan TH2. Tingginya kadar TNF-α (Th1) akan

menstimulasi respon sitotoksik terhadap trofoblas, sehingga akan menyerang sel

trofoblas, dan berakibat ke penolakan sel trofoblas dan abortus akan terjadi.

(Adhi, 2014).

Mekanisme lain TNF-α dapat berpartisipasi dalam proses abortusadalah

bersama-sama dengan sitokin lain seperti interferon gamma (INF-γ). Mereka


memulai apoptosis dari korpus luteum yang bertanggung jawab untuk

pemeliharaan kehamilan melalui produksi progesteron yang diperlukan untuk

pembentukan lingkungan rahim yang cocok selama awal kehamilan. Penurunan

fungsi luteal (insufisiensi luteal) dapat menyebabkan tingginya insiden abortus

spontan (All-Hilli, 2009).

Menjadi sitokin Th1 tipe proinflamasi, TNF-α dapat mempengaruhi

keseimbangan Th1/Th2, sehingga berimplikasi dalam pembentukan kehamilan

yang sukses. TNF-α, tipe sitokin Th1 terutama dihasilkan oleh mononuklear

fagosit, sel natural killer (NK), dan antigen yang merangsang T-sel. TNF-α

mempromosikan kematian sel apoptosis di jaringan membran janin dan

mengaktifkan koagulasi dengan meningkatkan regulasi protrombin baru. TNF-α

adalah dikenal sebagai sitokin abortif, menyebabkan cedera sel membran pada

lapisan endometrium dan perubahan aliran darah arteri spiral desidua sehingga

menyebabkan abortus spontan (Kristyan, et al., 2011).

Wanita dengan riwayat abortus memiliki tingkat yang lebih tinggi sitokin tipe

Th1 seperti IL-2, TNF-α, dan IFN γ dibandingkan dengan wanita dengan

kehamilan normal. yang normal. Kondisi sitokin ini di sirkulasi perifer

mencerminkan serum sitokin di dalam rahim (Kristyan, et al., 2011).

Clark melaporkan bahwa TNF-α bersama-sama dengan interferon γ

menyebabkan proses trombotik dan inflamasi pada pembuluh darah uteroplasenta

ibu mengakibatkan abortus pada tikus. TNF-α yang menyebabkan abortus dapat

dicegah dengan pemberian injeksi antikuagulan antagonis spesifik TNF-α. TNF-α

pada tikus hamil menyebabkan plasenta nekrosis dan resorpsi janin dan
meningkatkan apoptosis pada sitotrofoblas sehingga menyebabkan kematian sel

(Kristyan, et al., 2011).

Interleukin 10 (IL-10) disebut juga human cytokine synthesis inhibitory

factor (CSIF) adalah tipe khusus dari sitokin pada manusia yang memainkan

peran imunologi ganda, baik stimulasi dan counterregulatory atau imunosupresif.

Peran ini tidak termasuk dari kelas Th1 dan Th2. Namun, IL-10 pada awalnya

digambarkan sebagai sitokin Th2 karena tindakan anti-inflamasi pada hewan

pengerat (Moreli, et al., 2012).

Sitokin, hormon dan molekul lainnya mungkin memainkan peran penting

dalam mengarahkan reaktivitas imun terhadap imunitas tipe 2 (Th2) dan

kemudian mempertahankan kehamilan. IL-10 merupakan salah satu sitokin

penting yang bertanggung jawab dalam peran imunitas tipe 2, Ketika IL 10

diproduksi, IL-10 dapat mengganggu presentasi antigen, menurunkan produksi

sitokin yang diproduksi oleh sel Th1, dan menghambat respon NK. Yang cukup

menarik, sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas telah terbukti secara istimewa

menghasilkan IL-10. IL-10 yang diproduksi di plasenta mungkin memainkan

peran penting dalam menghambat sitokin inflamasi yang merugikan. Hormon

yang terkait dengan kehamilan juga mungkin memainkan peran, seperti

progesteron telah terbukti mendukung perkembangan sel-sel T manusia yang

memproduksi sitokin tipe 2. Piccinini dan rekan-rekan mengatakan progesteron

mungkin bertanggung jawab dalam membalikkan keadaan imunitas Th1 menjadi

Th2 pada sistem fetomaternal (Raghupathy,2013).


Keseimbangan respon imun maternal mengendalikan mekanisme inflamasi

tergantung pada IL-10. Peran peraturan IL-10 (sitokin pleomorfik) pada aktivitas

imunostimulan dan aktivitas imunosupresif mungkin terkait dengan regulasi dari

aktivitas Th1-Th2 dan dapat mengurangi Th1 (IL-2 dan IFN-γ). Dalam kehamilan

normal, sekresi IL-10 memberikan lingkungan pemeliharaan yang minimal pro-

inflamasi, mendukung lingkungan mikro dengan imunitas yang lebih terregulasi.

dimana berlawanan dengan kehadiran janin. IL-10 mempengaruhi aktivitas

trofoblas plasenta, memiliki efek penekanan pada sel KC, pada produksi autokrin

TNF-α dan regulasi pelindungan imunitas janin (Feliciano, et al., 2014).

IL-10 adalah sitokin kunci pada awal kehamilan karena terlibat dalam

berbagai peristiwa penting, yang meliputi pembentukan plasenta. IL-10 memiliki

efek perlindungan pada unit janin-plasenta karena menghambat sekresi sitokin

inflamasi, seperti IL-6, TNF-α, dan IFN-γ; bersama-sama dengan IL-4 dan IL-13,

IL-10 tampaknya memodulasi invasi trofoblas. Menurut Thaxton dan Sharma, IL-

10 menginduksi sel trofoblas untuk menghasilkan vascular endothelial growth

factor C (VEGF C) dan sistem aquaporin (AQP1), yang merangsang angiogenesis

plasenta (Moreli, et al.,, 2012).

IL10 dilaporkan memberikan efek anti-inflamasi terutama oleh menghambat

sinyal sintesis makrofag berupa TNFa, IL1, IL6, dan oksida nitrat dengan

menggunakan mekanisme transkripsi dan posttranscriptional melibatkan induksi

suppressor of cytokine signaling 3 sekunder dari aktivasi STAT3. Efek

penghambatan langsung dari IL10 pada sintesis IFN-γ sel NK akan ditambah

secara tidak langsung melalui supresi makrofag yang menghasilkan IL12 dan

TNFa. Dengan demikian, tampak jelas bahwa efek perlindungan dari IL10 pada

tempat implantasi akan diberikan melalui efek penghambatan pada kedua

makrofag dan sel NK (Robertson, et al., 2011).


2.7 PencegahanAbortus

Pencegahan pada kasus abortus sesuai dengan penyebab atau faktor risiko

pada ibu hamil tersebut. Penyebab dari abortus dapat diidentifikasi sebesar 50-

60% (Jeve dan Davies, 2014). Pada kasus abnormalitas kromosom atau defek

pada uterus, dapat dilakukan prenatal genetic testing. Jika penyebabnya adalah

infeksi, maka terapi sesuai dengan penyebab infeksi dapat diberikan, seperti

antibiotik. Untuk masalah endokrin, diperlukan terapi untuk menyeimbangkan

status hormal dengan terapi hormonal (Gaufberg,2015).

Dukungan psikologis sangat berperan untuk kesuksesan dari wanita hamil.

Stres psikologis menyebabkan peningkatan hormon calcitonin dalam otak yang

akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi dan prostaglandin pada uterus. Hal

ini berimplikasi pada meningkatnya kejadian abortus.. Obesitas, merokok,

penggunaan alkohol, dan penggunaan kafein mungkin terkait dengan abortus.

Merokok memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan

peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan pengurangan stres harus

diterapkan dengan gaya hidup yang lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obat-

obatan terlarang, dan stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang

kesuksesan kehamilan (Jeve dan Davies, 2014).

Progesteron bertindak sebagai immmunomodulator dan mengalihkan respon

sitokin proinflamasi Th-1 ke respon sitokin anti-inflamasi Th-2 yang lebih


menguntungkan dan melindungi kehamilan. Dihidrogesteron adalah

imunomodulator potensial, dimana menghasilkan Progesterone-Induced Blocking

Factors (PIBF) yang merupakan protein yang dihasilkan oleh limfosit setelah

terpapar progesteron. PIBF menghambat sitotoksisitas yang dimediasi sel dan

aktivitas sel NK. Dengan demikian, progesteron adalah imunoprotektif untuk

kehamilan. Pada pasien dengan tiga atau lebih keguguran berturut-turut,

administrasi progestogen empiris mungkin memiliki beberapa manfaat potensial.

Regimen yang paling sering digunakan adalah tablet micronized progesterone 400

mg setiap hari. Rute pemberian dapat berupa vagina atau oral. Argumen untuk

penggunaan progesteron adalah bahwa tidak ada bukti bahaya dan terdapat

beberapa bukti manfaat, meskipun tidak berasal dari uji multisentrik besar.

Keputusan harus didasarkan pada kebijaksanaan dokter sampai bukti kuat tersedia

untuk merekomendasikan penggunaan rutin (Saccone, et al., 2017).

Bukti Aspirin 75 mg masih bisa diperdebatkan. Ada kekurangan bukti untuk

membuat rekomendasi tentang aspirin dalam mengobati keguguran berulang pada

wanita tanpa sindrom antiphospholipid. Beberapa RCT menyatakan manfaat yang

jelas dari menggunakan aspirin untuk wanita seperti itu. Percobaan terbaru gagal

mendukung peran Aspirin dalam keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan.

Peran Aspirin adalah membantu dalam meningkatkan perfusi uterus. Aspirin

berguna pada pasien yang mengalami kegagalan implantasi yang tidak

terdiagnosis. Namun, dengan tidak adanya bukti kuat, penggunaan Aspirin secara

rutin tidak dianjurkan (Jeve dan Davies, 2014).


Karena semakin banyak bukti yang menunjukkan ketidakseimbangan sel T-

helper dalam hubungan dengan abortus, sejumlah penelitian telah dicoba

menggunakan pendekatan imunologi untuk mencegah abortus pada awal

kehamilan. Sebuah ulasan Cochrane mengenai 20 uji coba terkontrol secara acak

dari immunotherapies (transfusi leukosit paternal dan imunoglobulin intravena)

untuk pencegahan abortus menyimpulkan bahwa tidak ada manfaat dalam

meningkatkan kelahiran hidup atau pengurangan dalam risiko abortus

dibandingkan plasebo. Kortikosteroid juga digunakan sebagai pengobatan untuk

RM, dan diketahui dapat menggunakan efek imunosupresif Sel T dan sel NK.

Namun, ada kekurangan data dari RCT untuk membantu dalam penentuan

keamanan dan keefektifan terapi. Dan banyak penggunaan kortikosteroid pada

kehamilan, tetapi tidak ada data dosis dan respons untuk menginformasikan

pilihan optimal agen, lama pengobatan, atau dosis (Kemp, et al.,2016)

Tempfer, et al. melakukan penelitian case control pada tahun 2006 untuk

membandingkan luaran kehamilan antara wanita dengan abortus berulang

idiopatik menerima atau tidak terapi kombinasi prednisone (20 mg/hari) dan

progesteron (20 mg/hari) untuk 12 minggu awal kehamilan, diikuti dengan aspirin

(100 mg/hari) dan asam folat (5 mg setiap 2 hari). Peneliti melaporkan

peningkatan yang signifikan dalam tingkat kelahiran hidup pada kelompok

intervensi dibandingkan dengan kontrol tanpa perawatan (77% berbanding 35%;

P: 0,04) (Kemp, et al., 2016). Penelitian terbaru, Gomaa dan rekannya melaporkan

temuan studi terhadap 160 wanita dengan abortus berulang idiopatik dengan

menggunakanheparindosisrendah(subkutan,10000IU/hari)danaspirin(81
mg/hari), dengan atau tanpa prednisolon 5 mg/hari (Gomaa, et al., 2014). Kombinasi terapi

dengan prednisolon secara signifikan meningkatkan kesuksesan kehamilan (70,3% berbanding

9,2%; RR 7,63, 95% CI (3,71–15,7)), didefinisikan sebagai kehamilan yang berlangsung sampai

diatas usia kehamilan 20 minggu, walaupun mereka tidak mengikutinya sampai aterm.

Contoh:

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL Ny. P G2P1A0 UMUR 28 TAHUN


UMUR KEHAMILAN 12 MINGGU DENGAN ABORTUS INKOMPLIT DI
RS KASIH
IBU

Ruang : VK
Tanggal Masuk / Jam : 31 Maret 2020 / 09.00 WIB
No. Register : 604884

1. DATA SUBJEKTIF

a. Identitas Pasien Identitas Suami

: Ny. P
Nama Nama : Tn. T
Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku Bangsa : Melayu Suku Bangsa : Melayu

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta


No.Hp : 085264980113 No.Hp :085264980113
Alamat : Jl. Palas Alamat : Jl. Palas

Keluhan Utama : Ibu mengatakan cemas dan perut bagian bawah terasa nyeri
mulai tanggal 27 Maret 2020, tanggal 28 Maret 2020
mengeluarkan darah sedikit-sedikit dan tanggal 31 Maret
2020 mulai jam 08.30 WIB mengeluarkan darah banyak
bergumpal dari jalan lahir.

b. Riwayat Menstruasi

HPHT : 28 Desember 2019 Siklus : 28-30 hari

HPL : 04 September 2020 Masalah : Tidak ada

c. Riwayat Perkawinan
Perkawinan : 1
Usia saat kawin : 23 tahun
Lamanya perkawinan : 6 tahun

d. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu


Anak Ni Keadaan
Tgl/Thn Tempat Umur Jenis
No Penolong fa Anak
Partus Partus Kehmlan Partus
s Sekarang
BB PB
Jen Kead Lakta
is (gr) (cm) aan si
1 2009 Bidan 9 bulan Spont Bidan LK 300 49 Baik Lanca Hidup
. an 0 r
2 Kehamilan Sekarang
.

e. Riwayat Kehamilan saat ini


Pertama kali memeriksakan kehamilan pada usia kehamilan : 6 minggu di klinik oleh Bidan
Pemeriksaan ini yang ke : 2x
Masalah yang pernah dialami
Trimester I : Mual, Muntah
Trimester II : -
Trimester III : -
Imunisasi TT : Lengkap
Anjuran/Pengobatan yang pernah di peroleh : Tablet fe 1x1
f. Riwayat Operasi yang lalu
Ibu mengatakan sampai saat ini belum pernah mengalami operasi apapun.
g. Riwayat Penyakit
Ibu mengatakan tanggal 31 Maret 2020 mengeluarkan darah banyak,
bergumpal dari jalan lahir, sejak 3 hari yang lalu perut bagian bawah terasa
nyeri dan mengeluarkan darah sedikit.
h. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya baik dari pihak dirinya dan pihak suami
tidak pernah memiliki riwayat penyakit menurun seperti jantung, DM,
hipertensi ataupun penyakit menular seperti TBC, hepatitis dan epilepsi.
i. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengatakan setelah kelahiran anak pertama pernah menggunakan KB
Suntik 3 bulan selama 2 tahun, tidak ada keluhan kemudian dilepas karena
ingin mempunyai anak lagi.

j. Pola Nutrisi
a. Pola makan/minum
Makan : 3-4 x sehari ( nasi, sayur, tahu, tempe, ikan, ayam dengan porsi sedang)
Minum : 7-8 gelas/ hari
b. Pola eliminasi
BAK : 6-7 x/ hari
BAB : 1 x/ hari
Masalah : Tidak ada
c. Pola istirahat
Tidur siang : 1-2 jam/ hari
Tidur malam : 6-8 jam/hari
Masalah : Tidak ada
d. Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini
Ibu mengatakan baik dari pihak dirinya maupun dari pihak suaminya sangat mendukung
dengan kehamilan ini

2. DATA OBJEKTIF

a. Keadaan umum : Lemah.


b. Kesadaran : Composmentis.
c. TTV : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 360C

d. Tinggi badan : 158 cm


e. BB sebelum hamil : 47 kg BB sekarang : 48 kg
f. LLA : 24 cm
g. Rambut : Hitam, panjang, halus, tidak mudah rontok,bersih tidak ada ketombe.
h. Muka : Tidak ada Chloasma Gravidarum, tidak pucat, tidak oedema, ekspresi
wajah tegang dan cemas.
i. Mata : Simetris, conjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada kelainan bentuk
pada mata.
j. Hidung : Bersih tidak ada benjolan, bentuk normal, tidak ada kelainan

k. Telinga : Bentuk simetris,bersih,tidak ada serumen, tidak ada kelainan.


l. Mulut, gigi, gusi : Bibir pucat, lidah pucat, caries dentis tidak ada stomatitis tidak ada,
tidak ada kelainan.
m. Leher : Tidak mengalami pembesaran,Tidak ada benjolan, Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe.
n. Payudara
Simetris : Simetris kanan kiri.
Areola : Hyperpigmentasi.
Puting susu : Menonjol.
Kolostrum : Belum keluar.
o. Ekstremitas
Varices : Tidak ada varices
Oedema : Tidak ada oedema.
p. Reflek patella : Positif kanan dan kiri.
q. Abdomen
Bentuk perut : Memanjang.
Kelainan perut : Tidak ada kelainan perut.
Pergerakan anak : Belum ada.
r. Palpasi
Kontraksi : Belum ada.
TFU : 2 jari diatas sympisis
Leopold I : Kontraksi uterus lemah, tidak teraba
ballotement (-).
Leopold II : Kanan : Tidak dilakukan.
Kiri : tidak dilakukan.
Leopold III : Tidak dilakukan
Leopold IV : Tidak dilakukan
TBJ : Tidak dilakukan
s. DJJ : Tidak dilakukan
t. Pemeriksaan penunjang
- Hb : 13,4 gr% Normal 13,6 – 19,6 gr%
-Leukosit : 9800/mm3 Normal 4.000 – 10.000/mm3

-Golongan darah : A
Trombosit : 255000/mm3 Normal 255000/mm

3. ASSESMENT
Ny. P G2P1A0 umur 28 tahun umur kehamilan 12 minggu dengan abortus inkomplit

4. PLAN
1. Memberitahu keluarga dan ibu tentang kondisi ibu
2. Menjelaskan kepada keluarga dan ibu tindakan yang akan dilakukan
3. Mengobservasi perdarahan pervaginam dan kontraksi uterus setiap 2
jam
4. Melakukan informed concent untuk persetujuan tindakan curettage
5. Mengobservasi tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi
cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan.
6. Memberi suport mental pada ibu
7. Menganjurkan ibu untuk berdoa
8. Menghadirkan orang yang dianggap penting bagi ibu
9. Menyiapkan peralatan kuretase
10. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan genetalianya
11. Melakukan perawatan pre curet dan anjurkan ibu untuk berpuasa
12. Menganjurkan ibu untuk tetap istirahat di tempat tidur
13. Mengkolaborasi dengan dokter SpOG dan dokter anestesi untuk tindakan anestesi /
kuretasi dan dalam pemberian terapi
1.Infuse RL 20 tetes/ menit
2.Penicilin 1 juta UI + cephalosporin 5 mg (3 x 1) sehari

Anda mungkin juga menyukai