DOSEN PEMBIMBING :
Rully Hevrialni, SST, M.Keb
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis
dapat menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Selain itu tujuan dari
penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan terhadap
Aborsi Inkomplit.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari
bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ibu hingga saat ini masih banyak bermasalah terutama dalam bidang
resiko tinggi pada masa kehamilan. Pemeriksan Antenatal Care diadakan dalam upaya
pencegahan resiko tinggi ataupun untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak.
Kehamilan merupakan sebagai fertilisasi atau pernyataan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan
dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (dari
minggu ke 13 hingga minggu ke 27), dan trimester ketiga minggu 13 (dari minggu ke 28
hingga minggu ke 40).(1) Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan
yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh
seorang bidan untuk menapis adanya resiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya
komplikasi/ penyakit yang mungkin terjadi pada masa kehamilan muda meliputi
perdarahan pervaginam, abortus, hipertensi gravidarum maupun nyeri perut pada bagian
hidup di luar kandungan, dan abortus usia kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau
berat janin yang kurang dari 500 gram. Abortus inkomplet berarti walaupun janin
dikeluarkan sebagian atau seluruh bagian plasenta tertahan. Terjadi perdarahan hebat,
walaupun nyeri dapat hilang. Serviks tertutup sebagian kondisi ini lebih cenderung terjadi
28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram.Gejala utama abortus adalah sakit
4
perut, perdarahan yang diikuti dengan pengeluaran jaringan hasil konsepsi. Bentuk
medisinalis) dan menurut bentuk klinis (abortus imminens, abortus insipiens, abortus
(3) Menurut WHO (World Health Organization) Angka Kematian Ibu (AKI)
dilaporkan terdapat 830 wanita meninggal setiap saat karena komplikasi selama masa
kehamilan atau persalinan pada tahun 2017, mengurangi resiko kematian ibu global dari
216 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 menjadi sedikit dari 70 per 100.000
kelahiran hidup, dan target SDG pada tahun 2030 nantinya akan membutuhkan tingkat
kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar 116,01 per 100.000 kelahiran hidup.
Sebesar 57,93 kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar
24,4% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33% di Indonesia perdarahan mencapai
30%. Eklamsi sebanyak 25%, infeksi 12%, emboli obat 3%, dan di Indonesia angka
kematian ibu masih tinggi dimana provinsi jawa tengah tahun 2012 berdasarkan laporan
profil kab/kota AKI maternal yang dilaporkan di sumatra utara tahun 2012 hanya
106/100.000 kelahiran hidup, namun belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya
di populasi. Dan berdasarkan hasil sensus penduduk AKI di sumatra utara sebanyak
328/100.000 kelahiran hidup, dana angka ini masih cukup bila di bandingkan dengan
(5). Berdasarkan dinas kesehatan kabupaten padang lawas utara tahun 2014 bahwa
angka kematian ibu sebanyak 92 kasus. Salah satu penyebab angka kematian ibu
termasuk pre-eklamsi, abortus, TB, dan Eklamsi. Dimana preeklamsi sebanyak 20 kasus,
eklamsi sebanyak 19 kasus, dan abortus di padang lawas sebanyak 53 kasus.(6) Abortus
disebabkan oleh 3 faktor, faktor janin, dimana penyebab keguguran adalah kelainan
5
genetik, dan faktor yang paling sering dijumpai pada abortus adalah ganguan
yang paling sering menimbulkan abortus adalah abnormalitas kromosom pada janin.
darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran
darah ke ari-ari tersebut. Dan abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, dan adapun
faktorfaktor resiko meliputi usia dan adanya paritas, dan faktor diatas penyebab lainnya
dari abortus yaitu faktor genetic, faktor anatomi, faktor endokrin, faktor infeksi, faktor
(7). Kejadian abortus tahun 2014 secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.
Kelainan kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari kasus abortus dini
ini, selain itu banyak fakor yang memengaruhi terjadinya abortus antara lain : umur,
paritas, dan kehamilan tidak diinginkan, kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat
keguguran sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12
% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita berumur 40 tahun
sehingga kejadian perdarahan spontan lebih beresiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan
diatas 35 tahun di Indonesia.(8)Umur ibu yang terlalu muda kurang dari 20 tahun dan
terlalu tua lebih dari 35 tahun dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan
fungsi endometrium belum optimal. Anak yang lebih dari 4 atau multipara dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan pada saat persalinan, karena
rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Pekerja merupakan segala usaha yang dilakukan atau
dapat dikerjakan untuk mendapat hasil atau upah, sebagian besar wanita melakukan
pekerjaan,termasuk ibu yang sedang hamil, kejadian ini meningkatkan tingginya angka
kejadian abortus.(9)Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desi Darma dengan
6
judul faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum
dr. Zainoel abidin banda aceh bahwasannya dari 58 responden beresiko yang terjadi
abortus inkomplit sebanyak 44 responden (75,9%) nilai p.value 0,001(p< 0,05, paritas
responden (75,9%) nilai p. Value 0,006 (p < 0,05), umur dari 54 responden umur yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram dan
masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al., 2014). Pada
et al.,2014).
2.2 Epidemiologi
diperkirakan dapat lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya kewajiban untuk melaporkan kejadian abortus pada pihak yang berwenang
(Halim, et al., 2011). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004
diperkirakan 4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara, dengan
perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5
tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasus aborsi
2014). Angka kejadian abortus inkomplit bervariasi antara 16-21% (Halim, et al.,
abortus bervariasi antara 2,5-15% (Halim, et al., 2011). Data pada dinas kesehatan
Sumatera Utara didapatkan angka kejadian abortus inkomplit pada tahun 2011
adalah 9,75% (Samjianto, 2012). Di RSUP Sanglah diperoleh data angka kejadian
2.3 Etiologi
sebagai berikut:
1. Faktorfetal
sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
biasanya akan berakhir dengan abortus dan sangat jarang dapat bertahan.
2013).
2. Faktor maternal
9
Kelainanan anatomi
uterus
Infeksi
(Cunningham, et al.,2014).
Penyakit metabolik
kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung
pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan
Faktor Imunologi
aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu) (Smith,
2015).
Trauma fisik
3. Faktorpaternal
Abortus inkomplit ditandai oleh perdarahan pervaginam dan nyeri perut atau
kram. Pada abortus inkomplit, sebagian hasil konsepsi telah keluar dan sebagian
menyebabkan terjadinya syok pada ibu. Pada pemeriksaan fisik, jaringan dapat
teraba pada vagina, serviks yang membuka, dan besar uterus yang mulai
mengecil. Pada keadaan ini tes kehamilan masih positif, tetapi kehamilan tidak
Fetus terdiri dari antigen asing bagi ibunya, wajar bila timbul reaksi
penolakan terhadap antigen asing. Dari sudut imunologi, abortus adalah reaksi
HLA (Human Leukocyte Antigen) suami di permukaan zygot dan bersifat sebagai
antigen asing bagi ibunya. Antigen permukaan sel fetus yang lainnya merupakan
antigen organ spesifik dan antigen embrional (oncoferal). Sistem imun wanita
berperan menyebabkan abortus spontan. Misalnya sel sistem imun non spesifik
ibu seperti sel natural killer (NK), sel lymphpkone avtivated killer (LAK), dan
makrofag dapat mengenal jaringan emrbrio primitif dan sel tumor lainnya sebagai
serum pemblok reaksi limfosit istri terhadap plasenta dan terhadap antigen
leukosit suami. Wanita tersebut bila diimunisasi dengan limfosit suaminya akan
tersebut serupa dengan reaksi penolakan graft baik karena mekanisme sel efektor
perkembangan fetus tergantung pada daya reaksi sel efektor ibu menolak graft
akumulasi sel efektor di tempat implantasi, mekanisme sel efektor ibu gagal
menekan sel efektor kekebalan spesifik maupun non-spesifik ibu oleh selibu
sendiri maupun oleh sel fetus atau akibat interaksi keduanya, atau terjadi
salah satu faktor penekan sel efektor ibu dalam sistem imun spesifik dan non-
Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik
yang bersifat bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak seperi
yang bersifat sitotoksik dan merusak target antigenik. Efek penguat (enhancing
effect) bekerja dengan cara memberi respons humoral yang dapat mengimbangi
reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada target antigenik. Reaksi
fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada reaksi merusak. Terjadinya
toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis, antara lain
berinteraksi dengan Killing Inhibitory Receptor (KIR) dan akan menekan aktivitas
sitotoksisitas dari sel NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal
endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses yang komplek. Dari
apa yang diketahui tentang sel T Helper dimana pada penelitian dengan model
tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan
terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Agius, et al., 2012).
Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan
oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-
IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF
dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai
dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel-sel trofoblas (Hyde, et al.,
2014).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tipe 1 memiliki pengaruh
membunuh sel trofoblas. IFN-γ di sekresi oleh sel-sel uNK yang menyebabkan
sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang merangsang
dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi
TNF-αdanIFN-γjugadapatmempengaruhiperkembanganjanindengancara
mengaktivasi protrombinase yang akhirnya mendegenerasi trombin. Aktivasi
trombin memicu pembekuan dan produksi IL-8 yang menstimulasi granulosit dan
sel endotelial untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin
atau kemokin, sel uNK juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1
dengan penurunan TNF-α, IL-2, dan IFN-γ yang diproduksi oleh sel T yang
trofoblas. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam
desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih predominan.
Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkan dengan tipe 1 dapat
Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh
plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah
akan memicu produksi LIF (Leukemia Inbibitory Factor) pada endometrium, dan
juga akan memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2
meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta
olehhipofisis.pGHakanmenggantikanGHdalamsirkulasimaternalpada
trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal
(Widiyanti, 2014) .
pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa beberapa tingkat inflamasi sistemik
dan uterus diperlukan baik untuk implantasi normal dan kehamilan. Namun, jika
inflamasi yang normal pada sistem fetomaternal terlihat sebagai uterine CD16
and CD56 bright natural killer cells. Debris trofoblas, sel apoptosis dan
progesteron mungkin mengatur produksi sitokin inflamasi dari sel-sel ini. Abortus
embrio yang normal secara karyotipikal dapat terjadi ketika tingkat inflamasi
berada di luar kisaran optimal, ini mungkin berhubungan dengan produksi yang
TNF-α adalah sebuah polipeptida 17 kDa dikenal juga dengan berbagai nama,
aktivitas IL-2, meningkatkan fungsi NK sel, dan aktivasi sitotoksik pada sel.
banyak jenis sel tumor. TNF-α terbukti juga merupakan modulator respon imun
kuatyangmemperantaraiinduksimolekuladhesi,sitokinlaindanaktivasi
netrofil. Disamping berfungsi meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang
TNF yang diproduksi dalam jangka panjang dengan konsentrasi rendah dapat
angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai
al., 2011).
sekarang dikenal sebagai mediator sel pluripotent dan sitokin angiogenik yang
ditandai oleh berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel-sel imunitas, sel-sel
pembuluh darah dan sel-sel epitel, yang semuanya mengekpresikan TNF- α. Studi
Kadar TNF-α pada wanita yang mengalami abortus tidak meningkat pada
wanita dengan kelainan bentuk uterus dan fetus dengan kariotip normal. Hal ini
menunjukkan peningkatan konsentrasi dari sitokin ini terjadi pada abortus yang
Pada gambar 2.4 dapat digambarkan bahwa Antigen dari trofoblas akan
dikenali oleh Antigen Precenting Cell (APC), dan aktivasi APC akan menginduksi
deferensiasi Sel T menjadi TH1 dan TH2. Tingginya kadar TNF-α (Th1) akan
trofoblas, dan berakibat ke penolakan sel trofoblas dan abortus akan terjadi.
(Adhi, 2014).
yang sukses. TNF-α, tipe sitokin Th1 terutama dihasilkan oleh mononuklear
fagosit, sel natural killer (NK), dan antigen yang merangsang T-sel. TNF-α
adalah dikenal sebagai sitokin abortif, menyebabkan cedera sel membran pada
lapisan endometrium dan perubahan aliran darah arteri spiral desidua sehingga
Wanita dengan riwayat abortus memiliki tingkat yang lebih tinggi sitokin tipe
Th1 seperti IL-2, TNF-α, dan IFN γ dibandingkan dengan wanita dengan
ibu mengakibatkan abortus pada tikus. TNF-α yang menyebabkan abortus dapat
pada tikus hamil menyebabkan plasenta nekrosis dan resorpsi janin dan
meningkatkan apoptosis pada sitotrofoblas sehingga menyebabkan kematian sel
factor (CSIF) adalah tipe khusus dari sitokin pada manusia yang memainkan
Peran ini tidak termasuk dari kelas Th1 dan Th2. Namun, IL-10 pada awalnya
sitokin yang diproduksi oleh sel Th1, dan menghambat respon NK. Yang cukup
tergantung pada IL-10. Peran peraturan IL-10 (sitokin pleomorfik) pada aktivitas
aktivitas Th1-Th2 dan dapat mengurangi Th1 (IL-2 dan IFN-γ). Dalam kehamilan
trofoblas plasenta, memiliki efek penekanan pada sel KC, pada produksi autokrin
IL-10 adalah sitokin kunci pada awal kehamilan karena terlibat dalam
inflamasi, seperti IL-6, TNF-α, dan IFN-γ; bersama-sama dengan IL-4 dan IL-13,
IL-10 tampaknya memodulasi invasi trofoblas. Menurut Thaxton dan Sharma, IL-
sinyal sintesis makrofag berupa TNFa, IL1, IL6, dan oksida nitrat dengan
penghambatan langsung dari IL10 pada sintesis IFN-γ sel NK akan ditambah
secara tidak langsung melalui supresi makrofag yang menghasilkan IL12 dan
TNFa. Dengan demikian, tampak jelas bahwa efek perlindungan dari IL10 pada
Pencegahan pada kasus abortus sesuai dengan penyebab atau faktor risiko
pada ibu hamil tersebut. Penyebab dari abortus dapat diidentifikasi sebesar 50-
60% (Jeve dan Davies, 2014). Pada kasus abnormalitas kromosom atau defek
pada uterus, dapat dilakukan prenatal genetic testing. Jika penyebabnya adalah
infeksi, maka terapi sesuai dengan penyebab infeksi dapat diberikan, seperti
akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi dan prostaglandin pada uterus. Hal
Merokok memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan
peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan pengurangan stres harus
diterapkan dengan gaya hidup yang lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obat-
obatan terlarang, dan stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang
Factors (PIBF) yang merupakan protein yang dihasilkan oleh limfosit setelah
Regimen yang paling sering digunakan adalah tablet micronized progesterone 400
mg setiap hari. Rute pemberian dapat berupa vagina atau oral. Argumen untuk
penggunaan progesteron adalah bahwa tidak ada bukti bahaya dan terdapat
beberapa bukti manfaat, meskipun tidak berasal dari uji multisentrik besar.
Keputusan harus didasarkan pada kebijaksanaan dokter sampai bukti kuat tersedia
jelas dari menggunakan aspirin untuk wanita seperti itu. Percobaan terbaru gagal
mendukung peran Aspirin dalam keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan.
terdiagnosis. Namun, dengan tidak adanya bukti kuat, penggunaan Aspirin secara
kehamilan. Sebuah ulasan Cochrane mengenai 20 uji coba terkontrol secara acak
RM, dan diketahui dapat menggunakan efek imunosupresif Sel T dan sel NK.
Namun, ada kekurangan data dari RCT untuk membantu dalam penentuan
kehamilan, tetapi tidak ada data dosis dan respons untuk menginformasikan
Tempfer, et al. melakukan penelitian case control pada tahun 2006 untuk
idiopatik menerima atau tidak terapi kombinasi prednisone (20 mg/hari) dan
progesteron (20 mg/hari) untuk 12 minggu awal kehamilan, diikuti dengan aspirin
P: 0,04) (Kemp, et al., 2016). Penelitian terbaru, Gomaa dan rekannya melaporkan
temuan studi terhadap 160 wanita dengan abortus berulang idiopatik dengan
menggunakanheparindosisrendah(subkutan,10000IU/hari)danaspirin(81
mg/hari), dengan atau tanpa prednisolon 5 mg/hari (Gomaa, et al., 2014). Kombinasi terapi
9,2%; RR 7,63, 95% CI (3,71–15,7)), didefinisikan sebagai kehamilan yang berlangsung sampai
diatas usia kehamilan 20 minggu, walaupun mereka tidak mengikutinya sampai aterm.
Contoh:
Ruang : VK
Tanggal Masuk / Jam : 31 Maret 2020 / 09.00 WIB
No. Register : 604884
1. DATA SUBJEKTIF
: Ny. P
Nama Nama : Tn. T
Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun
Keluhan Utama : Ibu mengatakan cemas dan perut bagian bawah terasa nyeri
mulai tanggal 27 Maret 2020, tanggal 28 Maret 2020
mengeluarkan darah sedikit-sedikit dan tanggal 31 Maret
2020 mulai jam 08.30 WIB mengeluarkan darah banyak
bergumpal dari jalan lahir.
b. Riwayat Menstruasi
c. Riwayat Perkawinan
Perkawinan : 1
Usia saat kawin : 23 tahun
Lamanya perkawinan : 6 tahun
j. Pola Nutrisi
a. Pola makan/minum
Makan : 3-4 x sehari ( nasi, sayur, tahu, tempe, ikan, ayam dengan porsi sedang)
Minum : 7-8 gelas/ hari
b. Pola eliminasi
BAK : 6-7 x/ hari
BAB : 1 x/ hari
Masalah : Tidak ada
c. Pola istirahat
Tidur siang : 1-2 jam/ hari
Tidur malam : 6-8 jam/hari
Masalah : Tidak ada
d. Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini
Ibu mengatakan baik dari pihak dirinya maupun dari pihak suaminya sangat mendukung
dengan kehamilan ini
2. DATA OBJEKTIF
-Golongan darah : A
Trombosit : 255000/mm3 Normal 255000/mm
3. ASSESMENT
Ny. P G2P1A0 umur 28 tahun umur kehamilan 12 minggu dengan abortus inkomplit
4. PLAN
1. Memberitahu keluarga dan ibu tentang kondisi ibu
2. Menjelaskan kepada keluarga dan ibu tindakan yang akan dilakukan
3. Mengobservasi perdarahan pervaginam dan kontraksi uterus setiap 2
jam
4. Melakukan informed concent untuk persetujuan tindakan curettage
5. Mengobservasi tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi
cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan.
6. Memberi suport mental pada ibu
7. Menganjurkan ibu untuk berdoa
8. Menghadirkan orang yang dianggap penting bagi ibu
9. Menyiapkan peralatan kuretase
10. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan genetalianya
11. Melakukan perawatan pre curet dan anjurkan ibu untuk berpuasa
12. Menganjurkan ibu untuk tetap istirahat di tempat tidur
13. Mengkolaborasi dengan dokter SpOG dan dokter anestesi untuk tindakan anestesi /
kuretasi dan dalam pemberian terapi
1.Infuse RL 20 tetes/ menit
2.Penicilin 1 juta UI + cephalosporin 5 mg (3 x 1) sehari