Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS II

Judul Materi :

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan Abortus

Susun oleh :

1. Dinda Annisyah (2019720104)


2. Rizky Abdillah Ilham (2019720024)
3. Siti Nursyarija (2019720071)
4. Tria Massarota Nursoda (2019720070)
5. Wina Fitrani Awaliyah (2019720074)

PROGRAM STUDI SARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UMJ
2021 - 2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
ibu dengan abortus ini pada tepat waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Dr. Irna Nursanti, M.Kep, Sp.Mat pada Keperawatan
Maternitas II. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
berjudul Asuhan Keperawatan pada ibu dengan abortus bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Irna Nursanti, M.Kep, Sp.Mat selaku
Dosen di mata ajar Keperawatan Maternitas II yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 18 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Abortus adala berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia, tanpa
mempersoalkan penyebabnya, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan
spontan guhur. Jadi perlu dibedakan antara “abortus yang disengaja” dan “abortus
spontan” (Manuaba, 2011). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Mansjoer Arif, 1999). Menurut WHO (World Health Organisation), Pada 2015
mendatang angka kematian ibu melahirkan di Indonesia ditargetkan menurun menjadi
103 kematian per 100.000 kelahiran, karena kementerian telah menyiapkan beberapa
program termasuk juga pengawasan,evaluasi dan tindak pidana redaksi pasal 471 ayat (1)
setiap orang yang menghentikan kehamilan dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 tahun.. Namun angka kematian ibu di Indonesia saat ini pada tahun 2010 tergolong
masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 kematian per 100.000 kelahiran. Walaupun
sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 kematian per
100.000 kelahiran pada tahun 2009 (Ericca, 2011). Menurut WHO (World Health
Organisation) di seluruh dunia sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan
kehamilannya melakukan aborsi setiap tahun. Sekitar 500.000 ibu mengalami kematian
yang disebabkan oleh kehamilan dan persalinan, sekitar 30-50 % di antaranya
meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan sekitar 90 % kematian
tersebut terjadi di Negara berkembang termasuk Indonesia, (Ericca, 2011).

AKI di Indonesia tahun 2010 masih cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) yakni 228 kematian per 100.000 kelahiran
hidup, AKI di Filipina 170 kemaian per 100.000 kelahiran hidup, di Thailand 44
kematian per 100.000 kelahiran hidup, brunai 39,0 kematian per 100.000 kelahiran
hidup dan di singapura 6 kematian per 100.000 kelahiran hidup, (Susanto, C.E, 2011).

1
Frekuensi abortus spontan di Indonesia adalah 10%-15% dari 5 juta kehamilan setiap
tahunnya atau 500.000 -750.000. Sedangkan abortus buatan sekitar 750.000-1.5 juta
setiap tahunnya. Frekuensi ini dapat mencapai 50% bila diperhitungkan mereka yang
hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari sehingga wanita itu sendiri tidak
mengetahui bahwa ia sudah hamil. Angka kematian karena abortus mencapai 2500 setiap
tahunya. Berdasarkan data kesehatan pada tahun 2016 di jawa tengah terdapat 602 kasus
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan sebanyak 21.26%, Hipertensi dalam
kehamilan sebanyak 27.08%, infeksi sebanyak 4.28%, gangguan system peredarah darah
sebanyak 13.29%, gangguan metabolisme 0,33% dan lain- lain sebanyak 33.22%
(Dinkes Jateng, 2017). WHO memperkirakan terdapat sekitar 4,2 juta kejadian abortus
setiap tahun di Asia Tenggara yaitu 1,3 juta di Vietnam dan Singapura, antara 750.000
sampai, 155.000 di Filipina dan 300.000 sampai 900.000 di Thailand dan di perkirakan
kasus abortus di Indonesia mencapai 2,3 juta kejadian setiap tahunnya(WHO, 2016).
Kesimpulannya dari berapa data frekuensi abortus masih spontan di Indonesia adalah
10%-15% dari 5 juta kehamilan setiap tahunnya atau 500.000 -750.000. Sedangkan
abortus buatan sekitar 750.000-1.5 juta setiap tahunnya. Pemerintah akan melakukan
menyiapkan beberapa program untuk masalah aborsi seperti penanganan, evaluasi dan
tindak pidana.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Aborsi ?


2. Apakah gambaran klinis Aborsi ?
3. Apakah etiologi terjadinya Aborsi?
4. Bagaimana Patofisiologi terjadinya Aborsi?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Aborsi?

2
C. Tujuan

1. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami kasus abortus di Indonesia dan penanganan kasus
abortus.
2. Tujuan Khusus
A. Mengetahui konsep dasar Aborsi terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi,
penatalaksanaan dan komplikasi.
B. Untuk memberikan askep Aborsi dari pengkajian – evaluasi

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram (Mitayani, 2009). Aborsi/Abortus (Keguguran) merupakan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut
para ahli ada sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram,
tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu dianggap keajaiban karena semakin
tinggi BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Amru
Sofian, 2012). Menurut WHO dikatakan abortus jika usia kehamilan kurang dari 20-22
minggu. Abortus selama kehamilan terjadi 15-20% dengan 80% diantaranya terjadi pada
trimester pertama (≤ 13minggu) dan sangat sedikit terjadi pada trimester kedua (Salim
dalam jurcovic, 2011).
Menurut Norman F. Gant (2010) abortus sebagai penghentian kehamilan oleh sebab
apapun. Jika abortus terjadi secara spontan, istilah awam keguguran (miscarriage) sering
digunakan, abortus menandakan terhentinya kehamilan sebelum usia gestasi lengkap 20
minggu, 139 hari, dihitung dari hari pertama haid normal terkahir. Kriteria yang sering
digunakan untuk abortus adalah pengeluaran janin atau neonatus yang beratnya kurang
dari 500 gram. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus adalah terhentinya
kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu atau 139 hari dihitung dari hari pertama haid
normal terakhir yang disertai dengan pengeluaran janin atau fetus yang beratnya kurang
dari 500 gram dikeluarkan melalui uterus yang tidak mempunyai kemungkinan hidup.

4
B. Gambaran Klinis
Gambaran klinis inkomplit pada pemeriksaan dapat dijumpai gambaran sebagai berikut :
a) Kanalis servis terbuka
b) Dapat diraba jaringan dalam Rahim atau kanalis servikalis
c) Dengan pemeriksaan inspekulum perdarahan bertambah
d) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
e) Pada pemeriksaan seperti keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan suhu badan normal
atau meningkat
f) Rasa mulas atau kram perut,didaerah atas simfisis sering nyeri pinggang akibat uterus

Berdasarkan gambaran klinisnya, abortus dibagi menjadi:


1) Abortus Imminiens (keguguran mengancam). Abortus ini baru mengancam dan masih
ada harapan untuk mempertahankannya. Pada 22 abortus ini terjadinya pendarahan uterus
pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa
adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum
disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan. Serviks belum membuka, dan
tes kehamilan positif.
2) Abortus incipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sudah berlangsung dan tidak
dapat dicegah lagi. Pada abortus ini peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mulas menjadi
lebih sering dan kuat, pendarahan bertambah
3) Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan telah
dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. Pada
abortus ini pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan jaringan
dapat diraba dalam kavun uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Pendarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan, dapat
menyebabkan syok.
4) Abortus komplit (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan
lengkap. Pada abortus ini, ditemukan pendarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil dan tidak 23 memerlukan pengobatan khusus, apabila penderita
anemia perlu diberi sulfat ferrosus atau transfusi (Fauziyah, 2012: 42-45).

5
5) Missed Abortion (keguguran tertunda) ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke-22. Pada abortus ini, apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim selama
8 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus imminiens (Sulistyawati, 2013:123).
6) Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang), ialah abortus yang telah berulang dan
berturut-turut terjadi: sekurang-kurangnya 3X berturut-turut.
7) Abortus infeksiosus, abortus septik Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi
pada alat genetalia.Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh (Sarwono, 2014: 467-473).

C. Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa
faktor sebagai berikut (Nanny, 2011) :
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya usia ibu. Insiden abortus dengan
trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Resiko ibu mengalami diatas
aneuploidi yaitu 35 tahun karena kelainan kromosom akan meningkat pada usia diatas
35 tahun.
2. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi seperti :
a) Faktor kromosom, gangguan yang terjadi sejak semula pertemuan kromosom,
termasuk kromosom seks.
b) Faktor lingkungan endometrium.
c) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
d) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek.
3. Pengaruh luar
a) infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.

6
b) Hasil konsepsi. oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
tidak terganggu.

4. Kelainan pada Plasenta


a) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat
berfungsi.
b) Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang di antaranya pada penderita
diabetes mellitus.
c) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga
menimbulkan keguguran.
5. Penyakit Ibu Penyakit mendadak séperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria,
sifilis, anemia dan penyakit nienahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
hati, dan penyakit diabetesmilitus. Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim
merupakan tempat, tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam
bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks
inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks
postpartum (Manuaba, 2010).
6. Riwayat Abortus Riwayat abortus pada penderitaabortus merupakan predisposisi
kejadian abortus berulang. Kejadian ini sekitar 3-5% jumlah kejadian abortus. Data
menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan akan beresiko mengalami abortus
sebesar 15% (Soeparda, 2010). )
7. Faktor anatomi Faktor anatomi dapat kejadian kejadian abortus pada 10-15% kejadian
yang ditemukan. Kejaian abortus dapat diesabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah sebgai berikut :
a) Lesi anatomi kongenital yaitu kelainan duktus mullerian (uterus bersepta) kelainan
pada duktus ini biasanya terjadi abortus pada kehamilan trimester kedua.
b) Kelianan kongenital arteri uterina yang dari aliran darah endometrium.
c) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (sinekia), leimioma dan
endometritis.

7
8. faktor Infeksi Infeksi temasuk yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma, rubella,
cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan
abortus.
9. Obat-obatan rekreasional dan toksin lingkungan Peranaan penggunaan obat-obatan
rekreasional tertentu yang teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau
dan alkohol yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu
yang berperan terjadinya abortus.

8
D. Patofisiologi (buku aplikasi NANDA NIC – NOC, 2015)

Fisiologi organ terganggu penyakit Abortus (mati janin <16 – 28


ibu / bapak panggul sempit minggu/bb <40 – 100 gram).

Abortus spontan Abortus provokatus

Ab. Imminens Ab. Medisinalis


Ab. Insipens Ab. Kriminalis
Ab. Imkompletus
Ab. Komplitus
Intoleransi
Gangguan rasa nyaman
Missed Abortion aktivitas

Nyeri Abdomen

Curetase Kurang pengetahuan Ansietas

Post Anatesi Jaringan terputus/terbuka Risiko infeksi

Penurunan syaraf oblongata Nyeri gangguan pemenuhan ADL Invasi Bakteri

Penurunan syaraf vegetatif


perdarahan
Penyerapan cairan di kolon

Peristaltik Kekurangan volume cairan risiko


Gangguan eliminasi konstipasi infeksi, risiko syok (hipovolemik)
9
10
E. PENATALAKSANAAN

- Pemeriksaan lab

1. Test HCG Urine Indikator kehamilan Positif. Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-
3 minggu setelah abortus 29.
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3. Kadar Hemoglobin Status Hemodinamika Penurunan (< 10 mg%) dan Pemeriksaan
kadar fibrinogen darah pada missed abortion
4. Kadar Sdp Resiko Infeksi Meningkat (>10.000 U/dl).
5. Kultur Kuman spesifik ditemukan kuman.

-Diagnostik

1. tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negra bila janin sudah mati.
2. pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion data laboratorium tes urine,
hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit.
4. kultur darah dan urine.
5. pemeriksaan ginekologi :
a) inspeksi vulva
1) perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
2) adakah disertai bekuan darah.
3) adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian.
4) Adakah tercium bau busuk dari vulva.
b) pemeriksaan dalam speculum
1) apakah perdarahan berasal dari cavum uteri.
2) apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka.
3) apakah tampak jaringan keluar ostium.
4) adakah cairan / jaringan yang berbau busi dari ostium.
c) pemeriksaan dalam vagina
1) apakah porsio masih terbuka atau sudah tertutup.
2) apakah teraba dalam jaringan dalam cavum uteri.
3) apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan.
4) adakah nyeri pada saat porsio digoyang.

11
5) adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa.
6) adakah terasa tumor atau tidak.
7) apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak.
- Terapi
Kortikosteroid juga digunakan sebagai pengobatan untuk RM, dan diketahui dapat
menggunakan efek imunosupresif Sel T dan sel NK. Namun, ada kekurangan data dari RCT untuk
membantu dalam penentuan keamanan dan keefektifan terapi. Dan banyak penggunaan
kortikosteroid pada kehamilan, tetapi tidak ada data dosis dan respons untuk
menginformasikan pilihan optimal agen, lama pengobatan, atau dosis (Kemp, et al., 2016)
Tempfer, et al. melakukan penelitian case control pada tahun 2006 untuk membandingkan
luaran kehamilan antara wanita dengan abortus berulang idiopatik menerima atau tidak terapi
kombinasi prednisone (20 mg/hari) dan progesteron (20 mg/hari) untuk 12 minggu awal
kehamilan, diikuti dengan aspirin (100 mg/hari) dan asam folat (5 mg setiap 2 hari). Peneliti
melaporkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat kelahiran hidup pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kontrol tanpa perawatan (77% berbanding 35%; P: 0,04)
(Kemp, et al., 2016). Penelitian terbaru, Gomaa dan rekannya melaporkan temuan studi
terhadap 160 wanita dengan abortus berulang idiopatik dengan menggunakan heparin dosis
rendah (subkutan, 10 000 IU/hari) dan aspirin (81 mg/hari), dengan atau tanpa prednisolon 5
mg/hari (Gomaa, et al., 2014). Kombinasi terapi dengan prednisolon secara signifikan
meningkatkan kesuksesan kehamilan (70,3% berbanding 9,2%; RR 7,63, 95% CI (3,71–15,7)),
didefinisikan sebagai kehamilan yang berlangsung sampai diatas usia kehamilan 20 minggu,
walaupun mereka tidak mengikutinya sampai aterm.

F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan abortus imminens adalah sebagai
berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi denga pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlInfeksiu pemberian transpusi darah, Kematian karena perdarahan dapatb
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini pendrita perlu diamati dengan teliti.Jika ada

12
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi.
3. Infeksi Keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam peredaran darah atau peritonium.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan (syok Hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik)

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penganggung yang meliputi :

Menurut Aspiani (2017) pengkajian abortus adalah :


2. Anamesa:
a) Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu).
b) Adanya kram perut atau mules daerah atas simpisis, nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
c) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d) Lama kehamilan.
e) Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
mempengaruhi.
f) Karakteristik darah: merah terang, kecokelatan, adanya gumpalan darah, dan
lender.
g) Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas,
serta pusing.
h) Geajala – gejala hipovolemia seperti sinkop.
3. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang, rasa
nyeri atau kram pada perut.Pasien juga mungkin mengeluhkan terasa ada tekanan
pada punggung, merasa lelah dan lemas.
4. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
a) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit
atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b) Riwayat kesehatan masa lalu
1) Riwayat pembedahan

14
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan,
kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
2) Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakitpenyakit
lainnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
5. Riwayat Obstetri Yang perlu dikaji adalah :
a) Keadaan haid Yang perlu diketahui pada keadaan haid adalah tentang Menarche,
siklus haid, hari pertama haid terakhir, jumlah dan warna darah keluar, lamanya
haid, nyeri atau tidak, bau.
b) Perkawinan Yang perlu ditanyakan berapa kali kawin dan sudah berapa lama.
c) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan yang perlu diketahui adalah berapa kali melakukan ANC (Ante
Natal Care), selama kehamilan.
d) Riwayat seksual Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahn yang menyertainya.
6. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat
digitalis dan jenis obat lainnya.

7. Pemeriksaan Fisik Dalam melakukan pemeriksaan fisik, metode yang digunakan


adalah pemeriksaan Head To Toe. Pemeriksaan fisik secara head to toe pada klien
dengan abortus meliputi :
a) Keadaan umum Klien dengan abortus biasanya keadaan umumnya lemah
b) Tanda – tanda vital
1) Tekanan darah : Menurun.
2) Nadi : Mungkin meningkat (›90x/menit).
3) Suhu : Meningkat/menurun.
4) Respirasi : Meningkat ›20x/menit.
c) Kepala :
1) Inspeksi : bersih atau tidaknya, ada atau lesi

15
2) Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan, krepitasi, masa.
d) Wajah
Inspeksi : Tampak pucat, ada atau tidak oedem.
e) Mata
Inspeksi : Konjungtiva tampak pucat (karena adanya perdarahan), sklera ikterus.
f) Hidung
Inspeksi : Simetris atau tidak, ada tidaknya polip.
g) Telinga
Inspeksi : Ada tidaknya peradangan dan lesi.
h) Mulut
Inspeksi : Periksa apakah bibir pucat atau kering, kelengkapan gigi, ada tidaknya
karies gigi.
i) Leher
1) Inspeksi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid da limfe.
2) Palpasi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.
j) Payudara
1) Inspeksi : Ukuran payudara, simetris dan penampilan kulit, inspeksi puting
teradap ukuran, bentuk, ada tidaknya ulkus dan kemerahan.
2) Palpasi :Palpasi payudara untuk mengetahui konsistensi dan nyeri tekan

k) Thorax
1) Inspeksi : Pergerakan dinding dada, frekuensi, irama, kedalaman dan
penggunaan otot bantu pernapasan, ada tidaknya retaksi dinding dada.
2) Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan dan krepitasi vocal premitus.
3) Perkusi : Kenormalan organ thorax.
4) Auskultasi : Ada tidaknya suara nafas tambahan.
l) Abdomen
1) Inspeksi : Pembesaran perut sesuai usia kehamilan, perdarahan pervaginam,
terlihat jaringan parut pada perut, ada tidaknya jaringan hasil konsepsi, tercium
bau busuk dari vulva.
2) Auskultasi : Bising usus normal.
3) Palpasi : TFU 2 jari diatas simpisis pubis, terdapat kontraksi uterus, tonus baik,
lembek dan tidak terdapat nyeri tekan.

16
4) Perkusi : Suara normal timfani, untuk mengetahui suara normalnya bila masih
ada sisa hasil konsepsi yang belum dkeluarkan maka suara akan berubah
menjadi lebih pekak.
m)Genetalia
Inspeksi : Kebersihan kurang, perdarahan pervaginam, terdapat bekuan darah,
serviks tampak mendatar dan dilatasi.
n) Ekstremitas atas
1) inspeksi : Ada tidaknya infus yang terpasang.
2) Palpasi : CRT (Capilary Refile Time).
o) Ekstremitas bawah
1) Inspeksi : Ada tidaknya deformitas.
2) Palpasi : Akral (perdarahan biasanya disertai dnegan akral dingin).
8. Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens, abortus
habitualis, serta missed abortion :
a) Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler untuk menentukan apakah janin masih
hidup atau tidak, serta menentukan prognosis.
b) Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.
c) Tes kehamilan.

17
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada ibu abortus imminens, menurut
(Nugroho, 2011), (NANDA NIC NOC, 2013) antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauterine.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
3. Intoleransi berhubungan dengan respon tubuh terhadap aktivitas: perdarahan,
keletihan.
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva lembab.
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan, masalah kesehatan.

C. Perencanaan Keperawatan
Menurut Nugroho (2011),(NANDA NIC NOC, 2013)

18
No. Diagnosis Kriteria hasil Intervensi
1 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan a. Observasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri berhubungan keperawatan diharapkan gangguan b. Observasi skala nyeri.
dengan kerusakan rasa nyaman nyeri dapat teratasi c. Monitor tanda – tanda vital.
jaringan intraeteri dengan kritea hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam).
a. Nyeri tidak ada. e. Ajarkan memonitor nyeri secara mandiri (miring kanan, miring kiri).
b. Nyeri hilang f. Kolaborasi pemberian analgetik

2 Risiko tinggi kekurangan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan observasi penyebab kekurangan cairan (perdarahan).
volume cairan keperawatan diharapkan risiko b. Kaji kondisi status hemodinamika.
berhubungan dengan tinggi kekurangan volume cairan
c. Kaji intake output.
perdarahan dapat teratasi dengan kritea hasil :
d. Monitor tanda – tanda vital.
a. Tanda – tanda vital dalam batas
normal. e. Pantau kadar Hb dan Ht.
b. Menunjukkan perbaikan f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi

keseimbangan cairan
dibuktikkan dengan haluaran
urine adekuat dengan berat jenis
normal 3 – 5 ml/ jam.

c. Turgor kulit elastis.

19
d. Capillaryrefill kurang dari 2
detik

3 Intoleransi berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji respon klien terhadap aktivitas: perdarahan dan keletihan.
dengan respon tubuh keperawatan diharapkan klien b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan.
terhadap aktivitas dapat mobilisasi dengan kritea hasil c. Monitor tanda – tanda vital.
perdarahan, keletihan : d. Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
a. Klien dapat beraktivitas e. Berikan klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
kembali. f. Berikan klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

b. Klien dapat melakukan aktivitas kemampuan/kondisi klien.

mandiri. g. Anjurkan klien untuk istirahat sesuai jadwal sehari – hari.


h. Anjurkan pemenuhan aktivitas berat yang tidak dapat/ tidak boleh
dilakukan klien, dan libatkan keluarga klien.
i. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
4 Resiko tinggi Infeksi Setelah di lakukan tindakan a. Kaji tanda – tanda vital.
berhubungan dengan keperawatan di harapkan Tidak b. Monitor tanda – tanda infeksi.
perdarahan, kondisi vulva terjadi infeksi selama perawatan c. Kurangi organisme yang masuk kedalam individu: cuci tangan, steril untuk
lembab. perdarahan dengan kriteria Hasil : perawatan luka dan tindakan invasive.
a. Infeksi tidak terjadi. d. Anjurkan klien menggunakan tehnik aseptic.
b. Tanda – tanda vital dalam batas e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
normal.
c. Tanda – tanda infeksi berkurang

20
5 Cemas berhubungan Setelah di lakukan tindakan a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.
dengan kurang keperawatan di harapkan tidak b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.
pengetahuan terjadi kecemasan pada klien c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.
dengan kriteria hasil : d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.
a. Aktivitas fisik meningkat. e. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan
b. Cemas berkurang keluarga

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Biasanya
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan hasil
konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda.
Klafikasi abortus menurrut (Cunningham, 2013) dibagi menjadi dua yaitu :
1. Abortus Spontan :
Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang
luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).
2. Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) :
Yaitu menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.
Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup di luar kandungan apabila
kehamilan belum mencapai 100 gram, walaupun terdapat kasus bayi dibawah 100
gram bisa hidup di luar tubuh.

22
DAFTAR PUSTAKA
Moundy, L. (2017). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Indonesia Pustaka
Ratnawati, A. (2017).Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Pustaka Baru
Wilkinson, J.M. (2014). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NICNOC. Edisi 9.
Jakarta : EGC

D. spontan gugur. Jadi


perlu dibedakan antara “
abortus yang disengaja”
dan “

23

Anda mungkin juga menyukai