Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN POST KURATASE PADA PASIEN

NY. C DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI


ABORTUS INKOMPLIT DI RUANG VK RSUD CILILIN
TAHUN 2021

LAPORAN KASUS

Diajukan untuk memenuhi tugas stase keperawatan maternitas

Dosen : Lisbet Octovia Manalu, S.Kep., Ners, M.Kep.


Ahmad Mumtaz Tauba, S.Kep., Ners, M.Kep.

Dinda Ary Sandi 4121069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelasaikan laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Post Kuratase
Pada Pasien Ny. C Dengan Gangguan Sistem Reproduksi Abortus Inkomplit Di
Ruang Vk RSUD Cililin Tahun 2021” ini dengan tapat waktu dan tanpa halangan
yang berarti. Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Pembuatan laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas stase


maternitas serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan
para pembaca khususnya. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yaitu bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan
adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Cililin, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 3
2.1. Konsep Teori Penyakit Abortus Inkomplit......................................... 3
2.2. Konsep Teori Asuhan Keperawatan................................................... 13
BAB III KASUS ASUHAN KEPERAWATAN........................................... 20
3.1. Pengkajian.......................................................................................... 20
3.2. Diagnoasa Keperawatan..................................................................... 26
3.3. Intervensi Keperawatan...................................................................... 27
3.4. Implementasi Keperawaan.................................................................. 29
3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................ 30
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 32
4.1. Kesimpulan......................................................................................... 32
4.2. Saran................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus keguguran pada masa kehamilan sering terjadi saat ini.
Terjadinya keguguran menjadi tragedi bagi kaum ibu (kira-kira lebih dari
20% dari total kehamilan). Sekitar 80% dari keguguran tersebut terjadi pada
bulan ketiga, antara minggu 8 dan 12 karena faktor hormonal. Kata abortus
bersinonim dengan keguguran, meskipun dalam dunia medis, kata itu sering
dipertukarkan. Kata abortus oleh orang awam di anggap sebagai penghancuran
kehamilan dengan disengaja saja, oleh karena itu kata keguguran untuk
menunjukkan kematian janin spontan sebelum janin dapat bertahan hidup di
dalam kandungan. (Dr. Athif, 2012).
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010). F. Gary
Cunningham (2013, p.226) mendefinisikan abortus sebagai persalinan kurang
bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup. World Health
Organization (WHO) (2009), sebanyak 4,2 juta abortus terjadi di Asia
Tenggara, dimana Indonesia merupakan salah satu Negara bagian di Asia
Tenggara, yang mempunyai angka kematian paling tinggi terjadi pada tahun 2008
yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup, bisa diartikan 50 ibu meninggal setiap
hari, disebabkan oleh perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan komplikasi
abortus.
Resiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas dan
semakin bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat
memberi gambaran tentang penyebab dari abortus tersebut. Paling sedikit 50%
kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik
(Prawirohardjo, 2009 dan SPMPOGI, 2006). Widyastuti (2007 : 3), Estimasi
Nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia,
artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup pada perempuan
usia 15-49 tahun. Angka tersebut diatas angka kejadian Abortus Inkomplit

1
menempati urutan paling atas yaitu sebesar 34 kasus (80%). Abidin (2011, p.8)
menyatakan “kejadian abortus merupakan kejadian yang sering dijumpai
tetapi masyarakat masih menganggap abortus sebagai kasus yang biasa.
Komplikasi abortus termasuk abortus inkomplit yang dapat menyebabkan
kematian ibu antara lain karena perdarahan dan infeksi. Oleh karenannya
penanganan pasien abortus melalui asuhan keperawatan perlu dilakukan untuk
mencegah komplikasi yang diakibatkan oleh abortus itu sendiri nmaupun paska
indakan kurates.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian abortus inkomplit?
2. Bagaimana anatomi fisiologis sistem reproduksi?
3. Apa etiologi abortus?
4. Bagaimana manifestasi klinis abortus?
5. Bagaimana patofisiologi abosrtus?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada abortus inkomplit?
7. Bagaimana penatalaksanaan abortus inkomplit?
8. Bagaimana komplikasi inkomplit?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post kurates dengan abortus
inkomplit?
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian abortus inkomplit.
2 Untuk mengetahui anatomi fisiologis sistem reproduksi.
3 Untuk mengetahui etiologi abortus.
4 Untuk mengetahui manifestasi klinis abortus.
5 Untuk mengetahui patofisiologi abortus.
6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada abortus inkomplit.
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan abortus inkomplit.
8 Untuk mengetahui komplikasi inkomplit.
9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien post kurates dengan
abortus inkomplit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Abortus
2.1.1 Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan
sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Ini
adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk tumbuh. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu
namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran premature
(dr.Taufan, 2010).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus
(Hanifa Wiknjosastro, 2005). Kesimpulan dari beberapa pengertian para ahli
di atas, abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian hasil pertemuan sel
sperma dan sel ovum dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal,
sebelum mampu hidup di dalam kandungan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram sehingga janin belum dapat bertahan di dalam
kandungan.

2.1.2 Anatomi Sistem Reproduksi Wanita


2.1.2.1 Organ Genitalia Eksternal
Genetalia eksternal atau vulva terdiri atas labia mayora, labia minora,
klitoris, orifisium vagina, vestibula, himen dan kelenjar vestibular (kelenjar
bartholini).
1. Labia Mayora
Labia mayora merupakan lipatan besar berjumlah dua yang
membentuk dan membatasi vulva. Labia mayora terdiri atas kulit, jaringan
fibrosa dan lemak serta banyak mengandung kelenjar sebasea. Di anterior,

3
lipatan ini menyatu di simfisis pubis, sedangkan posterior, lipatan ini
bersatu dengan kulit perineum. Saat pubertas mons pubis dan permukaan
lateral labia mayora di tumbuhi oleh rambut.

2. Labia Minora
Labia minora merupakan dua lipatan kecil kulit di antara labia mayora
dan mengandung banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora
adalah vestibula. Vagina, uretra dan duktus kelenjar vestibula yang
berukuran lebih besar terhubung dengan vestibula.
3. Klitoris
Klitoris memiliki kesamaan dengan penis pada pria dikarenakan
mengandung ujung saraf sensori dan jaringan erektil, namun tidak memiliki
fungsi reproduksi yang penting.
4. Himen
Himen merupakan membran mukosa tipis yang berada di lubang
vagina. Normalnya himen tidak menutup, tetapi memiliki pori – pori untuk
mengalirkan aliran menstruasi.
5. Kelenjar Bartholini
Kelenjar ini berada pada tiap sisi dekat dengan lubang vagina.
Ukurannya sebesar kacang polong kecil dan memiliki saluran, yang
menyambung ke vestibula tepat dibagian samping dan melekat pada himen.
Kelenjar bartholini menyekresi mukus.
6. Peirineum
Perineum adalah area yang memanjang dari dasar labia minora
kesaluran anus. Bentuknya seperti segitiga dan terdiri atas jaringan ikat, otot
dan lemak. Perineum menyebabkan genitelia ekterna melekat pada otot
dasar pelvis.
7. Suplay darah, drainase limfe dan saraf yang mempersarafi
Arteri yang memperdarahi adalah arteri pudendal interna yang
merupakan cabang dari arteri iliaka internal dan arteri pudendal ekternal
yang merupakan cabang dari arteri femoral. Vena yang mengaliri genitalia

4
ekternal merupakan vena yang berasal dari pleksus besar yang akhirnya
menuju ke vena iliaka interna. Pembuluh limfe yang melalui genitelia
eksterna adalah nodus inguinal superfisal. Sedangkan saraf yang
mempersarafi genitalia eksternal adalah cabang dari saraf pudendal (Ross &
Wilson, 2017).

2.1.2.2 Organ Genitalia Internal


Organ reproduksi bagian dalam (internal) wanita terdiri atas vagina,
uterus, tuba fallopi dan ovarium.
1. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskular yang dilapisi epitelium
skuamosa berlapis dan menghubungkan organ reproduksi internal dan
eksternal. Vagina terletak di obliq dan membentuk sudut sekitar 45 0 di
antara kandung kemih di bagian depannya serta rektum dan anus dibagian
belakangnya. Vagina memiliki 3 lapisan yaitu bagian luar dilapisi jaringan
ikat longgar, bagian tengah dilapisi otot polos dan bagian dalam dilapisi
epitelium skuamosa berlapis yang membentuk rugae.
Vagina tidak memiliki kelenjar sekresi, tetapi permukaanya dijaga
tetap lembab karena sekresi serviks. Normalnya, sejak pubertas hingga
menopause, terdapat bakteri lactobacillus acidophilus yang menyekresi
asam laktat, mempertahankan pH antara 3,5 dan 4,9. Keasaman vagina
menghambat pertumbuhan mikroba lain yang dapat masuk ke vagina dan
perineum. Plektus arteri yang memperdarahi vagina, berasal dari arteri
uterus dan vagina yang merupakan percabangan dar arteri iliaka internal.
Plesus vena yang berada di dinding otot vagina, mengalir ke vena iliaka
internal, sedangkan pembuluh limfe mengalir di vagina adalah kelenjar
iliaka superfisial dan profunda. Fungsi vagina adalah sebagai lubang
masuknya penis saat koitus dan sebagai jalan lahir yang elastis bagi bayi
saat melahirkan.
2. Uterus

5
Uterus merupakan organ muskular yang berbentuk pir dan berongga,
yang tampak gepeng dibagian antero – posterior. Uterus berada di rongga
pelvis diantara kandung kemih dan rektrum. Bagian uteri teridiri dari
fundus, badan uteri dan serviks. Bagian uterus yang berbentuk kubah dan
terletak di atas lubang tuba fallopi disebut fundus. Badan uteri merupakan
bagian utama, dibagian inferior yang berada di ostium internal merupakan
bagian yang paling sempit dan bersambung dengan serviks. Serviks atau
leher rahim mrupakan bagian yang menonjol dari dinding arterior vagina,
dimana terhubung dengan ostium eksternal.
Dinding uterus terdiri atas 3 lapisan jaringan diantaranya perimetrium,
miometrium dan endometrium. Perimetrium merupakan peritoneum yang
terbesar di berbagai permukaan uterus. Miometrium merupakan jaringan
uterus yang paling tebal. Miometrium terdiri atas serat otot polos dan
menyatu dengan jaringan ikat longgar, saraf dan pembuluh darah.
Endometrium dilapisi oleh epitelium kolumnar yang berisi banyak banyak
kelenjar tubular yang menykresi mukus. Secara fungsi, endometrium terdiri
dari dua lapisan.
a. Lapisan fungsional, adalah lapisan atas dan dapat menebal serta
menjadi kaya pembuluh darah saat paruh pertama siklus menstruasi.
Jika ovum tidak dibuahi dan tidak terimplantasi lapisan ini akan di
hancurkan saat menstruasi.
b. Lapisan basal berada setelah lapisan miometrium dan tidak hilang saat
menstruasi. Lapisan ini merupakan lapisan tempat lapisan fungsional
yang baru beregenerasi selama siklus menstruasi.
Arteri yang memperdarahi adalah arteri uteri yang merupakan cabang
dari arteri iliaka internal. Arteri ini memperdarahi uterus dan tuba fallopi
lalu bergabung dengan arteri ovarium untuk memperdarahi ovarium. Vena
mengalir mengikuti rute yang sama dengan arteri dan keluar menju vena
iliaka internal. Fungsi uterus adalah tempat terjadinya siklus menstruasi dan
juga tempat berkembangnya janin jika di buahi.
3. Tuba Fallopi

6
Panjang tuba fallopi sekitar 10 cm dan memanjang dari sisi uterus
diantara badan dan fundus. Ujung tiap tuba fallopi memiliki tonjolan seperti
jari yang disebut fimbriae, yang berikatan erat dengan ovarium. Suplai
darah, limfe dan saraf di tuba fallopi sama seperti suplai darah, limfe dan
saraf uterus. Fungsi tuba fallopi adalah menyalurkan ovum dari ovarium ke
uterus oleh gerakan peristalsis dan siliaris. Fertilisasi ovum biasanya
berlangsung di tuba fallopi kemudian zigot di dorong ke uterus untuk
implantasi.

4. Ovarium
Ovarium adalah kelenjar yang menghasilkan hormon seksual dan
ovum pada wanita, serta berada di fossa dangkal pada dinding lateral pelvis.
Masing - masing ovarium melekat pada bagian atas uterus oleh ligamen
ovarium dan pada bagian belakang ligamentum latum oleh pita jaringan
yang lebar, mesovarium.
Arteri yang memperdarahi ovarium adalah arteri ovarium dan
merupakan cabang dari aorta abdomen yang berada tepat di bawah arteri
renalis. Vena yang melalui ovarium yang keluar melalui pleksus vena dan
berada di belakang uterus. Vena ovarium kanan terhubung dengan vena
kava inferior, sedangkan vena ovarium kiri terhubung dengan vena renalis
kiri. Ovarium dipersarafi oleh saraf parasimpatis yang keluar dari sakrum
dan saraf simpatis keluar dari lumbal (Ross & Wilson, 2017).

2.1.3 Klasifikasi Abortus


Kalsifikasi abortus berdasarkan jenisnya menurut Anik dan Yulia
ningsih (2009, p. 15-19) antara lain sebagai berikut :
1. Abortus imminiens adalah abortus tingkat permulaan, terjadi
perdarahan pervaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik di dalam uterus.

7
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih
berada lengkap didalam uterus.
3. Abortus Inkomplit adalah abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah
keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Komplit adalah abortus dimana seluruh hasil konsepsi telah
keluar dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan
hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6. Abortus Infeksius dan abortus septik adalah abortus infeksius, adanya
abortus yang disertai dengan infeksi genital.

2.1.4 Etiologi
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2005, p. 303) hal-hal yang dapat
menyebabkan abortus adalah sebagai berikut:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin atau kecacatan. Factor-faktor yang menyebabkan
kelainan pada pertumbuhan dianataranya yaitu :
a. Kelainan kromosom, seperti trisomi 18, trisomi 21 dan poliploidi.
b. Lingkungan kurang sempurna, bila lingkungan endometrium di
sekitar implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat
makanan hasil konsepsi terganggu.
c. Pengaruh dari luar, seperti radiasi, obat-obatan, dan lain
sebagainya.
d. Kelainan pada plasenta
Endareritis terjadi di villi koriales dan menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu, menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin.
e. Penyakit ibu

8
Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malaria yang dapat menyebabkan abortus karena toksin, bakteri,
virus atau plasmodium masuk ke janin melalui plasenta, sehingga
menyebabkan kematian janin kemudian terjadi abortus.
f. Kelainan Traktus Genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus
menyebabkan abortus.
2.1.5 Patofisiologi
Perdarahan dalam desidua basalis terjadi pada awal abortus
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Usia kehamilan kurang dari 8
minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi
koriales belum menembus desidua secara mendalam. Kehamilan antara 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, di susul beberapa waktu
kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Pada abortus inkomplit masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum
sisa hasil konsepsi dikeluarkan (Winkjosastro, 2006, p. 303).

2.1.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala abortus inkomplit menurut Anik dan Yulia ningsih
(2010, p. 23) adalah sebagai berikut :

9
1. Perdarahan sedikit atau banyak dan terdapat bekuan darah.
2. Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat.
3. Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
4. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri
atau sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan keluar.
5. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Tindakan klinis yang dapat dilakukan untuk mengetahui
terjadinya abortus menurut Anik Maryunani dan Yulianingsih (2009, p. 17-18)
antara lain:
1. Terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu. Pemerikasaan
kehamilan test pack.
2. Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah, tekanan
darah menurun, denyut nadi cepat, dan suhu badan normal atau
meningkat (jika keadaan umum buruk, lakukan resusitasi dan
stabilisasi)
3. Adanya perdarahan pervagina yang dapat disertai keluarnya jaringan
janin, mual dan nyeri pinggang akibat kontraksi uterus (rasa sakit atau
kram perut diatas daerah synopsis).
4. Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat
perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan janin, dan tercium/tidak bau
busuk dari vulva inspekulo.
5. Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, dan ada/tidak jaringan busuk dari
ostium.
6. Pada Periksa Dalam, dengan melihat porsio masih terbuka atau sudah
tertutup teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan.
7. Bila perlu dilakukan pemeriksaan USG.

10
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus inkomplit menurut Anik dan Yulianingsih
(2009, p.n 23-24), yaitu sebagai berikut :
1. Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse cairan fisiologis NaCl
atau Ringer Laktat dan trasfusi darah selekas mungkin
2. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan dengan kuret tajam dan diberikan
suntikan untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
3. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
4. Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
5. Syok pada abortus inkomplitteratasi, dilakukan kuretase. Kuretase
adalah suatu teknik dimana bibir serviks anterior dijepit dengan
tenakulum bergerigi dan diberikan anestetik local disuntikkan secara
bilateral ke dalam serviks. (F. Gary Cunningham, 2006, p. 970).
Teknik dilatasi dan kuretase adalah dilator Hegar, Hank, atau Pratt sampai
kanula penghisap yang sesuai dimasukkan. Memilih kanula disesuaikan
terhadap pertimbangan, kanula kecil memiliki risiko tersisanya
jaringan intrauterus pascapembedahan sementara kanula besar berisiko
cedera serviks dan rasa tidak nyaman. Jari tangan keempat dan kelima
dari tangan yang memasukkan dilator didorong melalui ostium internus.
Pemasangan sonde uterus untuk mengukur kedalaman dan arah rongga
uterus sebelum insersi kanula. Kanula penghisap didorong kearah
fundus dan kemudian ditarik kearah ostiumdan diputar secara
berkeliling untuk mencakup keseluruhan permukaan rongga uterus (F.
Gary Cunningham, 2013, p.241).
6. Perawatan pasca kuretase menurut Bibilung (2007, p. 56),
perawatan setelah kuretase pada umumnya sama dengan operasi lain
sebagai berikut:
a. Ibu harus menjaga kebersihan daerah kemaluannya pasca kuretase
dengan baik

11
b. Tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat.
c. Tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu
sampai keluhannya benar-benar hilang.
d. Meminum obat secara teratur, seperti antibiotik dan analgetik.
e. Konsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein.
f. Personal hygiene yang baik.
g. Menganjurkan untuk ibu beristirahatkan uterus pasca tindakan
kuretase sampai kondisi sehat dan siap hamil kembali, terutama
bila kuretase saat kondisi kehamilan tua karena kondisi uterus
sudah membesar sehingga perlu istirahat. Teknik kuretase dilakukan
pada saat kehamilan masih muda (batasannya hingga 20 minggu)
kehamilan bisa dilakukan lebih cepat jika ibu sudah merasa siap.

2.1.9 Komplikasi
Abortus yang terjadi berulang-ulang atau abortus tanpa penanganan
lebih lanjut ataupun abortus yang tidak aman akan menyebabkan
komplikasi. Komplikasi abortus menurut dr. Taufan (2010, p.21) sebagai
berikut:
1. Perdarahan
Pada abortus komplitus, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatkan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplitus, perdarahan
akan terjadi terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan gangguan
koagulasi yang pada akhirnya menyebabkan anemia dan kematian.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi dan dampak dari kuretase akan menyebabkan

12
perforasi pada dinding uterus yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehamilan berikutnya. Jika terjadi peristiwa ini
penderita perlu diamati dengan teliti jika ada tanda bahaya, perlu
segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion). Infeksi kandungan yang
terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Abortus Inkomplit


2.2.1 Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus menurut Doenges (2001, p.236) adalah:
1. Sirkulasi
Adanya perdarahan pervaginam, amenorea < 20 minggu,
terlambat menstruasi, riwayat peningkatan tekanan darah, masalah
jantung, edema, penurunan pengisian vena, peningkatan nadi,
penurunan volume darah, riwayat penyakit vaskuler,
hematokritmeningkat, suhu badan meningkat (jika keadaan umum
buruk, lakukan resusitasi dan stabilisasi).
2. Eliminasi
Penurunan haluaran urine, konsentrasi urine meningkat, nyeri saat
defekasi, darah merah segar menyertai pengeluaran feses, penurunan
volume feses, penurunan frekuensi defekasi, pola defekasi menurun
(konstipasi), perasaan penuh pada rektum, peningkatan tekanan abdomen.

13
3. Makanan / cairan
Penolakan makan dan minum, kebiasaan diet, frekuensi makanan
dalam sehari, terjadi mual muntah, penurunan berat badan, membran
mukosa kering, adanya alergi, anoreksia, adanya nyeri ulu hati,
perubahan selera makan, merasa cepat kenyang, penurunan turgor kulit dan
lidah.
4. Aktivitas/istirahat
Enggan untuk tidur, keterbatasan aktifitas, kebiasaan tidur,
pembatasan aktivitas karena tindakan kuretase, gangguan tidur (mata terlihat
kuyu, gerakan tidak teratur, dan menyeringai), kebiasaan
aktivitas, ketidaknyamanan / dispneasaat beraktivitas, kelemahan.
5. Nyeri/ kenyamanan
Aadanya kontraksi uterus, rasa mules, kram perut atas simfisis,
kram kaki, adanya nyeri tekan dan bengkak pada payudara, nyeri
abdomen, nyeri tekan abdomen, nyeri punggung, lokasi nyeri,
intensitas, frekuensi, dan kualitas nyeri, faktor pencetus nyeri, ekspresi
wajah, posisi klien untuk menghindari nyeri, bukti nyeri dapat di amati,
pucat.
6. Keamanan
Riwayat penyakit dan inflamasi pelvis, gerakan janin,
keluarnya jaringan hasil konsepsi.
7. Seksualitas
Perdarahan vagina, rentang dari bercak-bercak sampai perdarahan
nyata, riwayat abortus sebelumnya, catat perkiraan tanggal lahir
peningkatan progresif pada ukuran uterus missal TFU, posisi uterus,
perubahan payudara, pembesaran jaringan adiposa
8. Integritas Ego
Kehamilan mungkin sudah atau belum direncanakan, mungkin
sangat cemas/ketakutan akan kehilangan, menunjukan masalah
keputusasaan, ekonomi dan rencana individu untuk masa datang,
kemungkinan merasakan penolakan misal kehilangan kontak dengan

14
pasangan pria, perubahan status mental, ansietas, perilaku ekspresif
(gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebih, peka rangsangan,
menghela nafas panjang), afektif (gelisah, kesedihan yang
mendalam, distress, ketakutan, gugup, perasaan tiak adekuat, gembira
berlebihan, marah, menyesal, perasaan takut, ketidakpastian, dan
khawatir); fisiologis (wajah tegang, peningkatan keringat,
peningkatan ketegangan, terguncang, gemetar, dan suara bergetar), marah,
menyalahkan, merasa terpisah, putus asa, distress psikologis, memberi
makna kehilangan, perilaku panik, dan kepedihan.
9. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik abortus menurut Saktya Airlangga (cit.Johnson


dan Taylor, 2005 : 39), 2012, p. 17) adalah sebagai berikut :
a. Inspeksi
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,
lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman
dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, dan adanya keterbatasan fisik.
b. Palpasi
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan
kekuatan kontraksi uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit
untuk mengamati turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan / tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal.
c. Perkusi
1) Menggunakan jari : ketuk lutut, dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan, masa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada
tidaknya refleks / gerakan pada kaki bawah, memeriksa

15
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau
tidak.
d. Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/ paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
Pemeriksaan Ginekologi abortus inkomplit menurut Saktya
Airlangga (cit.Johnson dan Taylor, 2005 : 39), 2012, p. 8) adalah sebagai berikut
:
1. Inspeksi vulva, meliputi perdarahan pervaginam, bekuan darah,
jaringan keluar sebagian.
2. Pemeriksaan dalam spekulum, meliputi perdarahan dari cavum uteri,
ostium uteriterbuka, tampak jaringan keluar dari ostium,
cairan/jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Pemeriksaan colok vagina, meliputi portio terbuka, teraba jaringan
dalam cavum uteri, besar uteri lebih kecil dari usia kehamilan, nyeri
pada porsio digoyang, nyeri perabaan adneksa, terasa tumor/tidak,
cavum douglasi menonjol nyeri/tidak

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan menurut Judith M. Wilkinson (2013)
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dan post kurate
3. Hipovolemi berhubungan dengan perdarahan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai tindakan
kurates dan penanganan setelahnya
6. Berduka berhubungan dengan kehilangan janin

2.2.3 Intervensi Keperawatan


2.2.3.1 Risiko Infeksi Berhubungan dengan Tindakan Invasif

16
Tujuan/Luaran : tidak muncul tanda – tanda infeksi seperti demam, kemerahan
sekitar vagina, nyeri atau bengkak
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sbeelum dan sesudah kontak dengan pasien
4. pertahankan teknik aseptik
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi pada pasien
6. Jelaskan cara menjaga kebersihan vagina pada pasien
7. Kolaborasi pemberian antibiotik
2.2.3.2 Nyeri Akut Berhubungan dengan agen cidera fisik dan post kurate
Tujuan/Luaran : tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasilkeluhan nyeri
menurun, tanda vital terutama nadi normal, meringis sikap protektif gelisah dan
kesulitan tidur menurun.

Intervensi :

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri misal teknik
nafas dalam, distraksi)
4. Kontrol lingkungan untuk meningkatkan kenyamanan pasien (suhu,
pencahayaan dan kebisingan)
5. Anjurkan pasien beristirahat
6. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.

2.2.3.3 Hipovolemi berhubungan dengan perdarahan


Tujuan/ Luaran : Kekurangan volume cairan teratasi dibuktikan dengan
keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, hidrasi
Intervensi:
1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan

17
2. Pantau perdarahan (misalnya periksa semua secret dari adanya darah
nyata atau darah samar)
3. Identifikasi faktor-faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya obat-obatan, demam, stress, program
pengobatan)
4. Tingkatkan asupan oral
5. Pantau status hidrasi (misalnya kelembapan membrane mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)\
6. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
7. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
8. Ajurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
9. Kolaborasi pemberian terapi IV, sesuai program

2.2.3.4 Ansietas Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai tindakan


kurates dan penanganan setelahnya

Tujuan/Luaran : tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil verbalisasi


kebingungan menurun, verbalisasai khawatir akibat kondisi yang di hadapi
menurun, pemahaman makna situasi meningkat

Intervensi:

1. Monitor tanda tanda ansietas


2. Ciptakan suasana teurapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas dan dengarkan dengan penuh
perhatian
4. Jelaskan prosedur dan sensasi yang mungkin dirasakan setelah kurate
5. Informasikan secara jelas tentang intervensi atau pengobatan yang diberikan
6. Latih teknik relaksasi

18
2.2.3.5 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin

Tujuan/ Luaran : respon psikososial akibat kehilangan membaik dengan kriteria


hasil verbalisasi menerima kehilangan meningkat, verbalisasi harapan meningkat,
perasaan sedih menurun, respon menangis menurun.

Intervensi :

1. Identifikasi Kehilangan yang dihadapi


2. Identifikasi proses berduka yang dialami
3. Tunjukan sikap menerima dan empati
4. Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
5. Motivasi untuk menguatkan perasaan kehilangan
6. Jelaskan pada pasien bahwa proses kehilangan adalah wajar dalam
menghadapi kehilangan
7. Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap.
PPNI, T. P. (2018).

2.2.4 Evaluasi Keperawaan

Evaluasi keperawatan dilakukan setelah melakukan tindakan


keperawatan bertujuan untuk menilai sejauh mana keefektifan dan
keberhasilan tindakan keperawatan yang telah diberikan. Effendy (1998, p. 59)
mengemukakan bahwa penilaian adalah tahap apakah tujuan tercapai atau
keberhasilan dari tindakan keperawatan yang di kaitkan dengan pencapaian
tujuan. Hasil asuhan keperawatan dapat diukur dari tiga dimensi yaitu
keadaan fisik, fisiologis, dan sikap serta pengetahuan dan perubahan
perilaku.Tahap evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.

19
BAB II
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN POST KURATES PADA
PASIEN NY. C DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI
ABORTUS INKOMPLIT DI RSUD CILILIN TAHUN 2021

Nama : Ny. C Nrm : 85372


Ruangan : VK Tgl Mrs : 17/12/2021
Kamar : ruang VK 2 Tgl Pengkajian : 18/12/2021

3.1 PENGKAJIAN

1. Identifikasi
a. Pasien
Nama : Ny. C

20
Tgl Lahir : 22/12/1996
S Perkawinan : kawin
Agama/Suku : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia dan Sunda
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Sadang
Dx Medik : G2P0A2 dengan abortus inkomplit usia
kehamilan 9 minggu
b. Penangung Jawab
Nama : Ny. N
Alamat : Kp. Sadang
Hub dgn Pasien : Ibu
2. Keadaan Umum
a. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien datang ke ruangan ponek RSUD Cililin pada tanggal 17
Desember 2021. Klien mengatakan hamil 9 minggu dan
seminggu yang lalu keluar darah dari jalan lahir, semula hanya
bnercak darah namun pagi hari tadi darah menjadi banyak dan
berbau amis. Pasien juga mengeluh mules di bagian perut
bawah. Pasien datang tanpa rujukan puskesmas atau bidan.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri setelah kurates dan takut karena
mengalami pusing setelah pembiusan.
c. Riwayat Kesehaan Sekarang
pasien telah dilakukan tindakan kurates pada tanggal 18/12/2021
pukul 11:00 oleh dr. obgyn RSUD Cililin. Pasien dilakukan bius
total oleh perawat anastesi. Selesai Kurates pukul 11:15 pasien
di observasi hingga kesadarannya kembali pulih. Dilakukan
vulva hygiene dan pemasangan pempers untuk memantau

21
perdarahan. Pasien mengeluh nyeri bagian perut post kurate
dengan skala nyeri 2 (nyeri sedang) pada face scale. Pasien
mengeluh takut karena merasa pusing setelah bius.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit asma,
jantung, hipertensi. Namun pada agustus 2019 pasien pernag
mengalami keguguran diusia kehamilan 7 minggu namun tidak
dilakukan kurates.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyaki, ibu pasien
pernah mengalami keguguran pada kehamilan pertama namun
lupa pada tahun berapa. Tidak dilakukan kurate.
f. Riwayat penggunaan obat : -
g. Riwayat alergi : -
h. Riwayat Obsetri
1) Riwayat Kehamilan Sekarang : G2 P0 A2
2) HPHT : 18 September 2021
3) Gerakan Janin : -
4) Obat yang dikonsumsi : -
i. Riwayatan Kehamilan dan Persalinan yang lalu

Hamil Tahun Jenis Penolong Penyulit


ke Persalinan Persalinan Kehamilan
1 2019 - - Abortus
2 2021 Kurates Dokter Abortus
Inkomplit

j. Riwayat KB : Pasien tidak pernah KB apapun


k. Pola Aktivitas Sehari – hari

22
Pasien ibu rumah tangga, pasien beberapa kali merokok namun
tidak sering. Pasien tidak pernah meminum minuman beralkohol
dan tidak melakukan penyalahgunaan NAPZA
l. Pola nutrisi
1) Makan : 3 kali sekali tidak teratur, makan terakhir pukul
10:00
2) Pantang makan : tidak ada
3) Minum : air putih terkadang jus atau minuman berasa.
Kurang lebih 1 liter perhari
m. Pola Eliminasi
1) BAB : 2 hari sekali
2) BAK : 4 x/hari jernih
n. Pola Tidur
Sebelum sakit : tidur 8 jam/hari
Saat sakit : 12 jam/ hari
o. Dukungan Sosial
Dukungan suami dan keluarga sangat baik. Tidak ada masalah
dalam dukungan sosial.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang, lemah
b. Kesadaran : Compos mentis ( E4, M6, V5)
c. Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg, Suhu : 36,5 C, Nadi :
84 x/ menit, RR : 19x/menit.
d. Pemerikasaan Head to toe :
1) Kepala
Rambut berdistribusi normal, bersih, lebat lurus
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
penglihatan normal.
Telinga : telinga pasien simetris tidak ada lesi, sekret
normal atau bersih

23
Hidung : tidak ada benjolan, tidak terdapat sekret, tidak
ada polip dan gangguan penciuman.
Mulut : mulut pasien bersih, tidak ada lesi pada gusi.
Tidak ada gangguan menelan.
Leher : normal tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
dan tidak ada benjolan kelenjar getah bening.
2) Dada
Bentu simetris, bunyi napas normal, tidak ada kelainan
pada jantung bentuk mamae simetris, tidak ada benjoan
pada dada maupun mamae.
3) Abdomen
Bentuk simetris, perut bagian bawah teraba keras, terdapat
nyeri tekan perut bagian bawah.
4) Genetalia
Bentuk normal, tidak ada masa, perdarahan normal
(sedikit), tidak ada lesi
5) Ekstremitas
Tidak ada kelainan pada ektremitas kaki maupun tangan.
Bentuk normal, simetris, tidak ada lesi, tidak ada odema..
6) Kulit
Warna kulit normal, turgor kulit baik.

4. Data Psikologis
Pasien mengatakan sangat berduka karena harus kehilangan anakanya
kembali. Pasien mengatakan takut untuk hamil kembali dan takut
mengecewakan keluarga terutaa suaminya.
5. Data Penunjang (Laboraorium)
a. Hematologi

No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


1 Hemoglobin 14,8 g/Dl 11,7 – 15,5

24
2 Hematokrit 43 % 35-47
3 Leukosit 6.840 103/mm3 4000-11.000
4 Trombosit 193.000 103/mm3 150.000-450.000
5 Eritrosit 5,1 106/mikroL 3,8-5,2
6 MCV 83 fL 80-100
7 MCH 29 Pg 26-34
8 MCHC 35 % 32-36

6. Terapi Obat

No Nama Dosis Pemberian Kegunaan


1 Ceftriaxone 2x1g IV Antibiotik sebagai
pengobatan infeksi
bakteri.
2 Ketorolac dan 1 ampul Drip RL 20 Anti nyeri post
tramadol 1 ampul tpm kurate
3 Oksitosin 1 ampul IV Mencegah
perdarahan

7. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 DS : Pasien mengeluh proses kurates Nyeri Akut
nyeri perut bagian bawah
setelah kurates. masuknya alat
DO : kurates
Suhu : 36,5 C, nadi mengambil

25
84x/menit, TD : 120/80, jaringan sisa
RR 19x/menit, skala nyeri konsepsi
2 (nyeri sedang).
agen cidera fisik

nyeri akut
2 DS : Pasien mengeluh kurang Ansietas
takut dengan kondisinya pengetahuan
karena merasa pusing terkait poses
setelah di bius pada saat penyakit dan
kurate. tindakan kurate
DO :
1) Pasien tampak cemas cemas terhadap
2) Pasien bertanya kondisi
mengenai kondisinya kesehatannya

ansietas

3 DS : paien mengatakan kehilangan janin Berduka


sangat berduka setelah
kehilangan janinya berduka
nkedua kalinya dan takut
hamil kembalin dan
mengecewakan
keluaraganya terutama
suaminya
DO :
- Pasien tampak

26
murung
- Jika berbicara
dengan suaminya
pasien tampak
mengeluarkan air
mata

3.2 DIGANOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dnegan pasien
mengeluh nyeri perut bagian bawah
2. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan terkait kondisi kesehatan
dan prosedur kurates ditandai dengan pasien bertanya tentang kondisi
kesehatannya, pasien tampak cemas
3. Berduka berhubungan dengan kehilangan janin ditandai dengan psien
tampak sedih dan sesekali menangis.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Setelah diberikan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui intervensi
intervensi karakteristik, dan yang tepat untuk
keperawatan 4 jam kualitas nyeri mengatasi masalah
status nyeri akut 2. Identifikasi skala nyeri nyeri pasien
berkurang dengan 3. Berikan teknik 2. Menentukan
kriteria hasil : nonfarmakologi untuk intervensi dan tujuan
1. Skala nyeri mengurangi rasa nyeri

27
berkurang misal teknik nafas dalam, yang ingin dicapai
2. Keluhan nyeri distraksi) 3. Teknik
berkurang 4. Kontrol lingkungan nonfarmakologis
3. TTV normal untuk meningkatkan dapat menurunkan
kenyamanan pasien nyeri
(suhu, pencahayaan dan 4. Lingkungan yang
kebisingan) nyaman dapat
5. Anjurkan pasien mengurangi rasa nyeri
beristirahat 5. Mencegah pergerakan
6. Kolaborasi pemberian yang menyebabkan
analgetik pasien nyeri
6. Mengurangi nyeri
secara farmakologis
2 Setelah diberikan 1. Monitor tanda tanda 1. Menentukan
intervensi ansietas intervensi selanjutnya
keperawatan 1 x 15 2. Ciptakan suasana yang perlu dilakukan
menit kecemasan teurapeutik untuk 2. Menggali informasi
pasien perkurang menumbuhkan diawali dengan rasa
dnegan kriteria hasil : kepercayaan saling percaya
1. Keluhan rasa takut 3. Pahami situasi yang 3. Menggali informasi
tidak ada membuat ansietas dan menentukan intervensi
2. Pasien tidak dengarkan dengan penuh yang tepat
tampak cemas dan perhatian 4. Meningkatkan
gelisah 4. Jelaskan prosedur dan pengetahuan pasien
3. Pengetahuan psien sensasi yang mungkin 5. Mengurangi ansietas.
terkait tindakan dirasakan setelah kurate
dan penyakit Informasikan secara jelas
meningkat tentang intervensi atau
pengobatan yang
diberikan
5. Latih teknik relaksasi.

28
3 Setelah diberikan 1. Identifikasi proses 1. Mempersiapkan
intervensi berduka yang dialami intervensi yang akan
keperawatan 1 x 24 2. Tunjukan sikap diberikan
jam, perasaan berduka menerima dan empati 2. Memberikan caring
berkurang dengan 3. Motivasi agar mau dan meningkatkan
kriteria hasil : mengungkapkan kepercayaan.
1. respon psikososial perasaan kehilangan 3. Memberikan perasaan
akibat kehilangan 4. Jelaskan pada pasien tenang pada pasien
membaik. bahwa proses kehilangan 4. Mengajarkan pasien
2. verbalisasi adalah wajar dalam proses kehilanagn
menerima menghadapi kehilangan 5. Mencegah koping
kehilangan 5. Ajarkan melewati proses maladaptip.
meningkat, berduka secara bertahap.
3. perasaan sedih
menurun,
4. respon menangis
menurun.

29
3.4 IMPLEMENTASI

Tanggal/ No dx Implementasi Keperawatan


Waktu
18/12/2021 1 1. Mengidentifikasi skala nyeri
14 : 00 2. Memberikan teknik nonfarmakologi teknik nafas dalam untuk mengurangi rasa
nyeri
3. Mengontrol lingkungan untuk meningkatkan kenyamanan pasien (nyalakan AC,
matikan lampu sebagian batasi pengunjung)
4. Menganjurkan pasien beristirahat
5. Mengkolaborasi pemberian analgetik (ketorolac dan tramadol + RL 20 tpm)
18/10/2021 2 1. Memonitor tanda tanda ansietas seperti tampak cemas, gelisah
14:00 2. Menciptakan suasana teurapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
3. Memahami situasi yang membuat ansietas dan dengarkan dengan penuh
perhatian
4. Menjelaskan prosedur dan sensasi yang mungkin dirasakan setelah kurate
Informasikan secara jelas tentang intervensi atau pengobatan yang diberikan
5. Melatih teknik relaksasi.
18/10/2021 3 1. Mengidentifikasi proses berduka yang dialami
14:00 2. Menunjukan sikap menerima dan empati

30
3. Memotivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
4. Menjelaskan pada pasien bahwa proses kehilangan adalah wajar dalam
menghadapi kehilangan
5. Mengajarkan melewati proses berduka secara bertahap

3.5 EVALUASI

Tanggal dan Waktu No DX Evaluasi


18/10/2021 1 S : Pasien mengatakan keluhan nyeri sudah berkurang
20:00 O : KU : sakit ringan, KES : CM, Suhu 36,7 C TD : 110/80, RR 20x/menit, N
82x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
18/10/2021 2 S : Pasien mengatakan efek bius sudah tidak dirasakan lagi
20:00 O : KU : tiak tampak cemas, KES : CM, Suhu 36,7 C TD : 110/80, RR
20x/menit, N 82x/menit
A : masalah sudah teratasi
P : Intervensi di hentikan
18/10/2021 3 S : Pasien mengatakan perasaan berduka masih dirasakan meskipun suaminya
20:00 sudah menguatkan agar tidak larut dalam kesedihan. Pasien mengatakan

31
bahwa semuaya salah dirinya karena sebelumnya tidak pernha menjaga
kesehatan untuk mempersiapkan kehamilan
O : pasien tampak berduka. Penerimaan keadaan belum tampak dalam
visualisasi pasien
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di hentikan (pasien pindah ruangan)

32
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Abortus inkomplitadalah keluarnya sebagian hasil pertemuan sel sperma
dan sel ovum dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal, sebelum
mampu hidup di dalam kandungan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram sehingga janin belum dapat bertahan di dalam kandungan. pasien
dengan post kurates akibat abortus inkomplit memerlukan penanganan medis dan
keperawatan yang profesional dan perlu ditangani sesegera mungkin. Sehingga perlu
diberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan
secara profesional.

4.2 Saran

Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, maka dengan segala
kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun bagi penulisan makalah ini. Demikian saran demi saran yang
penulis bisa sampaikan, mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan kasus ini, semoga laporan ini bisa bermanfaat dan menjadikan
sedikit ilmu bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Terimakasih.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene M. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC.
Cunningham ,F. Gary.(2006). Obstetri Williams Edisi 21 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Doengoes, M.E. Moorhouse, M.F, Burley, J.T. (2001). Penerapan proses
Keperawatan dan Diagnosa Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan).
Jakarta : Edisi 13, EGC
Lamadhah, Dr. Athif. 2012. Buku Pintar kehamilan dan Melahirkan. Yogjakarta :
DIVA press.
Nugroho, Taufan.2010. Buku Ajar Obstetric. Yogyakarta: Nuha Medika
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan Edisi keempat Cetakan Ketiga.
Jakarta : Tridasa Printer
Saktyaairlangga. (2012). Pedoman Mahasiswa Keperawatan Kumpulan Asuhan
Keperawatan.www.academia.edu/5776110/PEDOMAN_MAHASISWA_KE
PERAWATAN. di akses tanggal 5 Januari 2015.
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Wilkinson, J. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta : EG
Yeyeh Ai, Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).
Jakarta : CV. Trans Info Media

34
35

Anda mungkin juga menyukai