Anda di halaman 1dari 30

Abortus Page i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah
yang berjudul ABORTUS. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara yang dilaksanakan di RSUD dr Djasamen
Saragih Pematang Siantar.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dr Ferry Simatupang, Sp.OG
Kepala SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD dr Djasamen Saragih Pematang
Siantar yang telah membimbing dalam penyelesaian makalah ini serta pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini kami
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.

Pematang Siantar, April 2014
Hormat Saya,


Febora Gema Daulni Hasibuan



Abortus Page ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 2
II.1. Definisi .................................................................................................... 2
II.2. Epidemiologi ........................................................................................... 2
II.3. Klasifikasi Abortus .................................................................................. 4
II.4. Etiologi dan Faktor Resiko ...................................................................... 7
II.5. Patofisiologi ............................................................................................. 15
II.6. Diagnosis ................................................................................................. 16
II.7. Penatalaksanaan ....................................................................................... 19
II.8. Komplikasi .............................................................................................. 25
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 27
III.1. Kesimpulan ............................................................................................ 27
III.2. Penutup ................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28





Abortus Page 1

BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Abotus di dunia dan di Indonsia khususnya tetap menimbulkan banyak presepsi
dan bermacam interprestasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga
dari sudut pandang hukum dan agama. Abortus merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan dan
infeksi. Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi
tidak aman. 95% ( 19 dari 20 kasus aborsi tidak aman ) diantaranya bahkan terjadi
di Negara berkembang. Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta
kasus aborsi, artinya 43 kasus dari 100 kelahiran hidup ( sensus 2009 ). Angka
tersebut memberikan gambaran bahwa masalah abortus di Indonesia masih cukup
besar ( Wijono 2000 ). Suatu hal yang dapat kita ketahui, kematian akibat infeksi
abortus ini justru banyak terjadi di negara-negara diamana abortus dilarang keras
oleh undang-undang.







Abortus Page 2

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1 Definisi
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan dimana janin belum
mampu hidup diluar rahim ( belum viable ) dengan kriteria usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus, antara lain :
EASTMAN : Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus
belum sanggup hidup sendiri diluar uterus. Belum sanggup
diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram,
atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
JEFFCOAT : Abortus adalah penggeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia
kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law
HOLMER : Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16,
dimana proses plasentasi belum selesai.

II.2 Epidemiologi
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 1520% dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih
jauh abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka


Abortus Page 3

chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 24 minggu setelah
konsepsi (Prawirohardjo, 2008).

WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat
20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu diseluruh
dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal
karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 % (19 dari setiap 20 abortus) di
antaranya terjadi di negara berkembang.

Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh
Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Dapat
dilihat pada Tabel Distribusi Penyakit Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas
Pasien Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit, di Indonesia pada Tahun 2006
diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap sebanyak 42.354 orang
dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang.Berikut adalah tabel
epidemiologi abortus pada awal kehamilan.



Abortus Page 4


Sumber : Campbell S, Monga A. 2006, Gynecology by ten teacher, 18 edition.
Holdder Arnold London

II.3 Klasifikasi Abortus
1. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat alat.
Abortus ini dibagi menjadi dua :
a. Abortus medisinalis ( abortus terapeutik ) yaitu abortus berdasarakan
pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Perlu mendapatkan
NO Variabel Persentase
1. Jumlah keseluhan abortus secara klinis 25-30 %
2. Sebelum 6 minggu 18 %
3. Diantara 6 dan 9 minggu 4 %
4. Selepas 9 minggu 3 %
5. Selepas 14 minggu 2 %
6. Jumlah defek kromosom pada abortus 50-70 %
7. Jumlah abortus pada primigravida, usia dibawah 40
tahun
6-10 %
8. Jumlah abortus pada primigravida, usia diatas 40 tahun 30-40 %
9. Jumlah abortus yang terulang 1-2 %
10. Resiko berulangnya abortus selepas 3 kali abortus 25-30 %


Abortus Page 5

persetujuan minimal 3 dokter spesialis ( spesialis Kandungan dan
Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Jiwa ).
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan
biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

2. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan Sendirinya tanpa disengaja
atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-
mata disebebkan oleh faktor-faktor ilmiah. Abortus spontan terbagi menjadi :
a. Abortus spontan
Adalah terminasi kehamilan sebelum periode viabilitas janin atau sebelum
gestasi minggu ke 20 atau berat badan 500 gram (Walsh, 2008; Varney,
2007).
b. Abortus Imminens
1) Terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan
masih mungkin berlanjut atau dipertahankan (Saifuddin, 2006; Wals,
2008).
2) Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi servik (Wiknjosastro, 2008).



Abortus Page 6

c. Abortus Insipiens
Ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi servik uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus. Aborsi ini terjadi ketika ada pembukaan servik dan
atau pecah ketuban di sertai perdarahan dan nyeri pada abdomen bagian
bawah atau pada punggung (Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007).
d. Abortus Inkomplit
Ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Terjadi ketika
plasenta tidak dikeluarkan bersama janin pada saat terjadi aborsi
(Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007).
e. Abortus Komplit
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah
dikeluarkan dari kavum uteri (Saifuddin, 2006).
f. Abortus Infeksiosa
Adalah abortus yang diserta komplikasi infeksi. Adanya penyebaran
kuman atau toksin kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat
menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis. Atau disebut juga abortus
yang disertai infeksi pada genetalia sedang (Saifuddin, 2006;
Wiknjosastro, 2008).
g. Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi
yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Kematian janin berusia 20


Abortus Page 7

minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih
(Saifuddin, 2006; Wiknjosastro, 2008).
h. Abortus Habitualis
Ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-urut.
(Wiknjosastro, 2008; Wiknjosastro, 2005; Walsh, 2008; Manuaba, 2007)

II.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Berikut ini adalah penjelasan tentang faktor-faktor yang bisa menyebabkan
abortus spontan :
1. Faktor Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme
tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :
a) Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasmaurealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
b) Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus
c) Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum





Abortus Page 8

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko
abortus, diantaranya sebagai berikut :
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
a) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
b) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
c) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses
implantasi.
d) Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19,
Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV)
(Prawirohardjo, 2008)

2. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan
menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14
batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal
(Cunningham et al, 2005).


Abortus Page 9

Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin
serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus (Prawirohardjo, 2008).

3. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan
peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan factor antikoagulan, dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen
meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12
minggu (Prawirohardjo, 2008). Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi
abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan
4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usiakehamilan 8-11 minggu
(Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu
vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta


Abortus Page 10

nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan
fibrinopeptida (Prawirohardjo, 2008)

4. Kelainan Endokrin
a) Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata (Cunningham et al, 2005).
b) Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan
diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik
pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan
bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi)
menghasilkan angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol
nondiabetik. Namun, kurangnya pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan
abortus spontan yang mencolok (Cunningham et al 2005 ; Prawirohardjo 2008).
c) Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta dilaporkan
menyebabkan peningkatan insidensi abortus. (Cunningham et al, 2005).

5. Faktor autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit
autoimun. Misalnya Systematic Lupus Erithematosus (SLE) dan Antiphospolipid
Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada


Abortus Page 11

perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar
10%, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya
pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan
SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan.

6. Anomali kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.Insiden kelainan bentuk
uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat
abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 persen pasien (Prawirohardjo, 2008)
a) Mioma uteri
Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang
(Prawirohardjo, 2008).
b) Sindroma Asherman
Sindroma asherman disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat
kuretase. Hal ini bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan
darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25- 80%,
bergantung pada berat ringannya gangguan (Prawirohardjo, 2008).

7. Faktor Janin
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.
Dalam suatu analisis terhadap 1000 abortus spontan, dijumpai ovum patologis


Abortus Page 12

yang pada separuhnya mudigah mengalami degenerasi atau tidak ada sama sekali
(Cunningham et al, 2005).
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotipe embrio. Paling
sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenik.

8. Faktor Ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus
spontan. Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan
abortus. Adenovirus atau herpes simpleks ditemukan pada 40 persen sampel
semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60
persen sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus (Cunningham et al, 2005).

Faktor Resiko
Faktor risiko adalah keadaan ibu baik berupa faktor biologis maupun non biologis,
yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum hamil dan dalam kehamilan
mungkinmemudahkan timbulnya gangguan lain (Depkes, 2006). Beberapa faktor
risiko diduga merupakan faktor risiko dari kejadian abortus yaitu (Widjanarko
2009; Cunningham et al 2005; Prawirohardjo 2008; Mochtar 1998) :
1. Usia
Usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun merupakan usia risiko untuk hamil dan
melahirkan (Mulyati, 2003). Menurut Manuaba (1998) kurun waktu reproduksi
sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia yang masih muda,


Abortus Page 13

karena pada saat remaja alat reproduksibelum matang dan belum siap untuk
hamil. Menurut Cunningham (2005).

2. Paritas Ibu
Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin tinggi
risikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas (Mulyati,
2003). Sejalan dengan pendapat Cunningham (2005) bahwa risiko abortus spontan
semakin meningkat dengan bertambahnya paritas. Persalinan kedua dan ketiga
merupakan persalinan yang aman, sedangkan risiko terjadinya komplikasi
meningkat pada kehamilan, persalinan, dan nifas setelah yang ketiga dan
seterusnya.

3. Riwayat abortus sebelumnya
Setelah 1 kali abortus spontan, memiliki risiko 15 % untuk mengalami keguguran
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya meningkat 25 %. beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45 %
(Prawirohardjo, 2008). Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap
kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil
kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang
lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang, bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Cunningham et al, 2005).




Abortus Page 14

4. Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal yang baik adalah minimal 1 kali pada trimester pertama, 1
kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Keuntungan yang
diperoleh dengan melakukan pemeriksaan antenatal dengan baik adalah kelainan
yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui dan
segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik pada kehamilannya
(Prawirohardjo, 2008). Ibu dengan pemeriksaan antenatal yang tidak baik akan
meningkatkan risiko kehamilan (risiko kesakitan dan kematian), karena akan sulit
untuk mendeteksi kelainan dan kebutuhan yang diperlukan ibu dalam
mempersiapkan kehamilan dan kelahiran secara optimal.

5. Pendidikan
Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan
memungkinkan abortus pada pendidikan rendah lebih besar dibanding kelompok
yang berpendidikan lebih tinggi. ( Prawirohardjo, 2008 ).

6. Merokok
Merokok dilaporkan menyebabkan penigkatan risiko abortus. Bagi wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat
dibandingkan kontrol normal (Cunningham et al, 2005).




Abortus Page 15

7. Alkohol
Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi
alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Angka abortus meningkat dua kali
lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap minggu, dan tiga kali pada wanita
yang mengkonsumsi alkohol setiap hari (Cunningham et al, 2005).


II.5 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korealis menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya
yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lepas. Peristiwa aborsi ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed


Abortus Page 16

abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola
kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging.
Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papi raseus). Kemungkinan
lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit
terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar kerena terisi cairan, dan
janin berwarna kemerah-merahan. (Wiknjosastro, 2008).

II.6 Diagnosis
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat
pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan
muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik bilamana hal itu dikerjakan harus diperhatikan macam dan banyaknya
perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina.



Abortus Page 17

1. Abortus Spontan
a. Abortus imminens
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai sedikit mules atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, servik belum membuka, dan
tes kehamilan positif. Abortus imminens dapat disertai nyeri akibat kram tetapi
bisa juga tidak.
b. Abortus insipiens
Rasa mules sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pada trimester pertama
kehamilan, tidak ditemukan perdarahan atau nyeri berlebihan, tanda-tanda vital
dalam batas normal, tidak mengalami distres emosional yang berat
c. Abortus inkomplit
Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Perdarahan mulai sebagai bercak dan berlanjut menjadi perdarahan
hebat, atau dapat mulai sebagai perdarahan hebat. Kram biasanya ada, dan ibu
melihat keluarnya jaringan. Ibu melihat pecah ketuban nyata bila usia gestasi
adalah 12 minggu atau lebih.
d. Abortus komplit
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan
uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi
dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap.



Abortus Page 18

e. Abortus Infeksiosa
Ditemukannya servik membesar dan diatas ostium uteri eksternum teraba
jaringan.
f. Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan
melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak
tumbuhnya malahan mengecilnya uterus. Missed abortion biasanya didahului oleh
tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau
setelah pengobatan. Bercak mungkin ada, kurang pertumbuhan uteri dalam
pemeriksaan, tidak ada gerakan jantung janin, terlihat pada ultrasuara atau ada
jaringan janin tanpa tanda viabilitas.
g. Abortus Habitualis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya
diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukkan gambaran klinik
yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan servik tanpa
disertai mules, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul
mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup
normal. (Wiknjosastro, 2008; Varney; walsh, 2008)




Abortus Page 19

II.7 Penatalaksanaan
1. Penilaian Awal Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian
dari :
a. Keadaan umum pasien
b. Tandatanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik <90
mmHg, nadi > 112 x/menit)
c. Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya
cairan bebas dalam kavum pelvis (kemungkinan kehamilan ektopik yang
terganggu)
d. Tandatanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, secret berbau vaginam,
nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang porsio, dehidrasi,
gelisah atau pingsan).
e. Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat di tatalaksana
fasilitas kesehatan setempat atau di rujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
2. Penanganan Spesifik

a. Abortus imminens
1. Tidak diperlukan pengobatan medis yang khusus atau tirah baring secara total.
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
2. Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual.



Abortus Page 20

Bila perdarahan :
a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
b) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik
atau mola).
c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantuan hanya
dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan gynekologi

b. Abortus insipiens
1) lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
2) Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi
Vakum Manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan.
3) Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan
Kuretase (D & K).
4) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih
besar dari 16 minggu, lakuakn tindakan pendahuluan dengan :
a) Infuse Oksitosin 20 unit dalam 500 ml RL, mulai dengan 8 tetes/menit yang
dapat dinaikkan 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga
terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
b) Beri Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat di ulangi
dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.


Abortus Page 21

5) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan
Aspirasi Vakum Manual atau Dilatasi & Kuretase (hati hati resiko perforasi).

c. Abortus Inkomplit
1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi
(perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).
2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan dapat
dikeluarkan secara digital. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400
mg per oral.
b) Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan
Aspirasi Vakum Manual atau Dilatasi & Kuretase (pilihan tergantung dari
usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian-bagian janin)
3) Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika profilaksis (ampisilin 500 mg
oral atau doksisiklin 100 mg)
4) Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gram dan metronidazol 500 mg setiap 8
jam.
5) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera
lakukan evakuasi dengan Aspirasi Vakum Manual.
6) Bila pasien tampak anemi, berikan sulfasferosus 600 mg per hari selama 2
minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).
Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak
aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut ini :


Abortus Page 22

a) Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau
cidera intra abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut
kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang).
b) Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik, kayu atau benda-benda
lainnya dari regio genetalia.Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila
tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis servisis dan pasien
pernah di imunisasi.
c) Bila riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus (ATS) 1500
Unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
d) Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantuan lanjut

d. Abortus komplit
1) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrin 3x1 tablet perhari
untuk 3 hari.
2) Pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg per
hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi
(susu, sayuran segar, ikan, daging, telur). Untuk anemia berat, berikan tranfusi
darah.
3) Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi antibiotika, atau
bila kawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis




Abortus Page 23

e. Abortus infeksiosa
1) Kasus ini tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak
mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien kerumash sakit.
2) Sebelum merujuk pasien, lakukan retorasi cairan dengan NS atau RL melalui
infus dan berikan anti biotika (misalnya ampisilin 1 g dan metronidazol 500
mg).
3) Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT.
4) Pada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan perlindungan antibiotika
berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat
dilakukan pengosongan uterus sesegera mungkin.

Tabel 2.1 Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa
Kombinasi
antibiotika
Dosis Oral Catatan
Ampisilin dan
Metronidazol
3 x 1 g oral dan 3
x 500 mg
Berspektrum luas dan mencakup
untuk gonorrhea dan bakteri an
aerob
Tertasiklin dan
Klindanisin
4 x 500 mg dan
2 x 300 mg
Baik untuk klamidia, gonorrhea dan
bakteriodes fragilis
Trinethoprim dan
Sulfamethoksazol
160 mg dan
800 mg
Spectrum cukup luas dan harganya
relative murah





Abortus Page 24

Tabel 2.2 Antibiotika parenteral untuk abortus infeksiosa
Antibiotika Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin
Gentamisilin
Metronidazol
IV 3 x 1 g
2 x 80 mg
2 x 1 g
Seftriaksone IV 1 x 1 g
Amoksilklin +
Klavulanik Acid
Klindamisin
IV


3 x 500 mg
3 x 600 mg


f. Missed Abortion
Missed abortion seharusnya seharusnya ditangani di rumah sakit atas
pertimbangan :
1) Plasenta dapat melekat sangat erat didinding rahim, sehingga prosedur
evakuasi kuretase akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.
2) Pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan tertutup sehingga perlu
tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam .
3) Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan
gangguan pembekuan darah.
4) Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang
besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukan serviks
uteri dengan memasukkan laminaria selama 12 jam dalam kanalis servikalis,
yang kemudian dapat diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau


Abortus Page 25

jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Jika kehamilan lebih dari 12 minggu,
maka pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan infus intravena
oksitosin. Dosis oksitosin dapat dimulai dengan 20 tetes/menit dari cairan 500
ml glukosa 5% dengan 10 iu oksitosin.
(Saifuddin, 2006; Wiknyosastro, 2008; Cunningham, 2006).

II.8 Komplikasi
Komplikasi yanag berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan
syok
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalaan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi
perlukaan kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan


Abortus Page 26

luasnya cidera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus
infeksius infeksi terbatas pada desidua.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).(Wiknjosastro, 2008)




Abortus Page 27

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau
sebelum janin mencapai berat 1000 gram. Abortus adalah keluarnya janin sebelum
mencapai viabilitas. Dimana masa getasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002). Kelainan dalam kehamilan ada
beberapa macam yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Biasanya
abortus spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum
usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi
medik disebut abortus terapeutik.

III.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami harapkan agar mahasiwa mampu memahami
dan mengetahui menifestasi klinis, klasifikasi, etilogi dan patofisiologi dari
abortus serta mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan baik.






Abortus Page 28

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC,
951-964.

Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC, 697-683.

Saifuddin, Abdul Bahri. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 145-
148.

Anda mungkin juga menyukai