Anda di halaman 1dari 25

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Persalinan


Besar berat lahir (> 4000 g) adalah salah satu faktor penting yang
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas prenatal seluruh dunia [1]. Insiden
makrosomia telah meningkat dalam 50 tahun terakhir dan bervariasi dari 0,5%
menjadi 25% dengan kejadian rata-rata 9% pada populasi rumah sakit umum.
Macrosomianegatively mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Hasil jangka
pendek neonatal yang merugikan termasuk kematian neonatal disebabkan oleh
salah asfiksia lahir atau gangguan somemetabolic (hipoglikemia,
hiperbilirubinemia, hypomagnesia), distosia bahu, aspirasi mekonium dan
kelahiran trauma seperti brakialis cedera pleksus dan patah tulang klavikula.
(Journal of American Science. 2016)

Makrosomia adalah istilah yang digunakan secara kurang tepat


menggambarkan janin neonatus yang sangat besar. Terdapat kesepakatan umum
di antara para ahli obstetri bahwa bayi yang baru lahir yang berberat kurang dari
4000gr tidak terlalu besar, tetapi belum tercapai konsensus serupa mengenai
definisi yang tepat untuk makrosomia. Bayi baru lahir jarang memiliki berat diatas
11 pon (5000gr) dan bayi yang sangat besar masih langka. Kelahiran bayi dengan
berat 11 pon (7300gr) di Amerika serikat tahun 1979 dipublikasikan secara besar-
besaran. Dua bayi baru lahir dengan berat terbesar yang tercatat adalah seorang
bayi dengan berat hampir 24 pon (10800gr) yang digambarkan oleh beach tahun
1879 (Barnes, 1957) dan bayi lahir mati dengan berat 25 pon. Di antara hampir
170.000 bayi yang dilahirkan di Parkland Hospital antara tahun 1988 dan 1999,
hanya satu yang memiliki berat 600g atau lebih dengan insiden kurang dari 1
dalam 200.000 kelahiran. Bayi ini beratnya 6025 g (13lbs 4 oz) dan dilahirkan
melalui insisi sesar ulangan pada sesorang wanita diabetik berbobot 329 lbs.
Insiden bayi yang sangat besar tampaknya meningkat pada abad ke-20.
Contohnya, insiden berat lahir 5000g atau lebih adalah sekitar 1 sampai 2 per
10.000 kelahiran pada awal abad ke-20 (Williams, 1903) dibandingkan dengan 15
per 10.000 di Parkland Hospital tahun 1999. (Cuningham, dkk, 2006)
Ali Markum dalam buku Ilmu Kesehatan Anak, menyatakan bahwa
makrosomia merupakan salah satu pertumbuhan janin besar usia gestasi.
Makrosomia adalah merupakan gambaran yang khas untuk bayi ibu Diabetes
Mellitus.
Menurut Bobak Lowder milk dan Jensen dalam buku Keperawatan
Maternitas Edisi 4, makrosomia yakni berat bayi lebih dari 4000 gram. Menurut
Cunningham (1995 : 421) semua neonatus dengan berat badan 4000 gram atau
lebih tanpa memandang umur kehamilan di anggap sebagai makrosomia. Kondisi
bayi dengan berat lahir di atas rata-rata ini (makrosomia) membutuhkan
perawatan yang lebih/intensive dan harus selalu dipantau untuk menghindari
risiko di kemudian hari. (Maryunani dan Eka, 2013)
Bayi Besar atau istilah latin dikenal makrosomia atau Giant Baby (bayi
raksasa) adalah bayi dengan berat badan diatas 4 kilogram. Kejadian sangat
bervariasi antara 8 sampai 10 persen total kelahiran. Kasus bayi besar dengan BB
dibawah 5 kg masih sering terjadi, akan tetapi bayi yang lahir dengan berat
ekstrim antara 6 kg masih sangat jarang terjadi. Untuk Aceh pernah lahir bayi
dengan 6 kg yang lahir 17 Oktober tahun lalu, dan BB besar yang tercatat di
museum record Murni 6,4 kg sedangkan yang terberat di dunia bayi asal Siberia
dengan 7,7 kg. (Rukiyah dan Lia, 2010)
Persalinan dengan penyulit makrosomia adalah penyulit dalam persalinan
akibat janin besar yang merupakan kelanjutan dari penyulit kehamilan dengan
janin besar. Apabila tidak ditangani secara tepat akan berakibat fatal bagi ibu dan
bayi.
Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor risiko ibu,
pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG. Metode-metode tersebut dapat
dikombinasi agar perkiraan lebih akurat.
Rumus Johnson untuk perkiraan berat janin:

Berat janin (g) = tinggi fundus (cm) – n x 155

n = 12 bila verteks belum lewat spina iskhiadika


n = 11 bila verteks sudah lewat spina iskhiadika
Bila berat badan pasien >91 kg, kurangi 1 cm dari tinggi fundus
1.2 Etiologi
Penyebab bayi mengalami makrosomia adalah :
a. Diabetes Mellitus (DM)
DM mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar (makrosomi) dengan
berat lahir mencapai 4000-5000 gram atau lebih. Namun bisa juga
sebaliknya, bayi lahir dengan berat lahir rendah, yakni di bawah 2000-2500
gram. Dampak yang lebih parah yaitu mungkin janin meninggal dalam
kandungan karena mengalami keracunan.
Kehamilan merupakan sesuatu keadaan diabetogenik dengan resistensi
insulin yang meningkat dan ambilan glukosa perifer yang menurun akibat
hormone plasenta yang memiliki aktifitas anti-insulin. Dengan cara ini janin
dapat menerima pasokan glukosa secara kontinu. Insidensinya 3-5 % dari
seluruh kehamilan.
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal (menyebabkan
kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolic
(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia dan
sebagiannya.
Seorang ibu dengan riwayat sakit gula, bila hamil harus melakukan
pemeriksaan laboratorium tentang kadar gula darah untuk mencegah
terjadinya komplikasi kematian bayi didalam rahim.
Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya dilakukan saat usia kehamilan
24-28 minggu, bila kadar gula darah tidak normal, nilai kadar gula harus
diturunkan dalam batas aman atau normal dengan menggunakan suntikan
hormone insulin, karena penggunaan obat penurun gula darah tablet tidak
dibenarkan, sebab bisa membahayakan bayi. (Rukiyah dan Lia, 2010)
Umumnya bayi dengan makrosomia di lahirkan oleh ibu diabetic kelas
A, B dan C :
1) Insulin dikatakan merupakan hormone pertumbuhan primer untuk
perkembangan intrauterine.
2) Diabetes maternal mengakibatkan peningkatan kadar asam-asam
amino bus plasenta, pankreas janin berespon dengan memproduksi
insulin untuk disesuaikan dengan sediaan bahan bakar akselerasi
sintesis protein yang di akibatkan bersama dengan penyimpanan
glikogen dan lemak berlebih bertanggung jawab terhadap terjadinya
makrosomia yang khas pada kehamilan diabetik. (Maryunani dan Eka,
2013)
b. Keturunan (orang tuanya besar)
Seorang ibu hamil gemuk berisiko 4 sampai 12 kali untuk melahirkan bayi
besar. Bayi besar dapat disebabkan berat badan ibu yang berlebihan baik
sebelum hamil (obesitas) maupun ke naikannya selama hamil lebih dari 15 kg.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Kebidanan dan
Kandungan tersebut, peneliti melibatkan partisipan lebih dari 40.000 wanita
Amerika dan bayinya. Setelah dianalisis, diperoleh data bahwa satu dari lima
wanita mengalami peningkatan bobot berlebih semasa hamil, yang
membuatnya berisiko dua kali lipat melahirkan bayi besar.
c. Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya
Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi macrosomia sebelumnya, maka
ia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi macrosomia
dibandingkan wanita yang belum pernah melahirkan bayi macrosomia karena
umumnya berat seorang bayi yang akan lahir berikutnya bertambah sekitar 80
sampai 120 g. bayi besar (bayi dengan berat badan lahir 4.000 gram) dan sering
terjadi pada ibu yang telag sering melahirkan (multipara) dibandingkan dengan
kehamilan pertama. (Rukiyah dan Lia, 2010)
d. Makrosomia disebabkan juga oleh terjadinya hiperglikemia pada janin
(akibat hiperglikemia ibu) dan hiperinsulinisme janin yang menyebabkan:
1) Timbunan lemak subkutan janin dan glikogen hati bertambah.
2) Pertambahan ukuran dan berat dari hamper seluruh organ, yang
memperlihatkan hipertropf dan hiperplasia seluler.
3) Hematopiesis ektramedularis khususnya dari hepar yang
menyebabkan pertambahan berat badan. (Maryunani dan Eka, 2013)
1.3 Patofisiologi
Saat kehamilan plasenta memproduksi hormon insulin untuk dapat
memenuhi kebutuhan glikogen janin. Pada ibu dengan diabetes melitus, produksi
insulin plasenta akan meningkatkn sejumlah glukosa darah yang masuk melalui
sawar plasenta. Glukosa darah yang tinggi pada ibu akan menimbulkan respon
penambhan kadar insulin untuk dapat mengubah glukosa menjadi glikogen dalam
tubuh janin.
Perubahan tersebut akan disimpan oleh janin dalam hati, thymus, kelenjar
adrenal, otot, serta lemak. Karena kadar glukosa yang tersedia berlebih akibat ibu
menderita diabetes melitus, akan banyak glikogen yang reproduksi dan
mengakibatkan cadangan glikogen janin meninglat menimbulkan pertumbuhna
yang melebihi ukuran seharusnya.

Ibu hamil diabetes

Plasenta

Plasenta
Produksi Hormon Insulin Glukosa Janin

Transfer Glukosa

Cadangan glikogen

MAKROSOMI
1.4 Diagnosis
Saat ini adanya janin yang sangat besar belum dapat diperkirakan secara
akurat sehingga diagnosis makrosomia hanya dapat dipastikan setelah bayi lahir.
Obesitas ibu juga meningkatkan ketidakpastian taksiran klinis berat janin
pemeriksaan fisik.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keakuratan perkiraan
berat janin dengan analisis berbagai ukuran yang dperoleh melalui ultrasonografi.
Diajukan sejumlah rumus untuk menaksirkan berat janin dengan menggunakan
ukuran ultrasonografi kepala, femur, dan abdomen. Taksiran yang dihasilkan
melalui perhitungan ini, meskipun cukup akurat untuk memperkirakan berat janin
kecil premature, namun kurang sahih dalam memperkiran berat janin yang sangat
besar. Belum terdapat rumus yang memberikan perkiraan tentang makrosomia
janin dengan nilai prediktif yang lumayan akurat. (Cuningham, dkk, 2006)
Perkiraan berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik dan
ultrasonografi. Pemerksaan panggul dengan bimanual setap minggu berguna
dilakukan dalam 2 minggu menjelang tanggal melahirkan untuk menentukan
bagian terdepan, keadaam serviks, kewajaran panggul dan perkiraan berat janin.
Diagnosis makrosomi janin dengan ultrasonografi punya keterbatasan tetapi bisa
mengukur panjang femur, diameter biparietal, lingkaran perut dan volume cairan
ketuban. DBP yang melebihi dari 10,5 cm pada waktu aterm sangat besar
menandakan makrosomi janin dan perbedaan diameter dada-biparietal 1,4 cm atau
lebih menandakan makrosomia janin pada kehamilan dengan diabetes.
Menentukan apakah bayi besar atau tidak kadang-kadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan:
1. Keturunan atau bayi yang terdahulu besar dan sulit mehirkannya dan
adanya DM.
2. Kenaikan BB yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema dan lain
sebagainya)
3. Pemeriksaan yang teliti tentang disproporsi sefalo atau feto-pelvik dalam
hal ini dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan ultrasonografi
(USG)
4. Pemeriksaan besarnya janin:
a) Pemeriksaan ini dilakukan sesaat sebelum partus/waktu partus,
besarnya kepala tergantung dari besarnya berat janin. Oleh karena itu
sebagai ukuran kepala digunakan berat badan (BB) janin.
b) Biasanya menggunakan rumus Johnson Toshack.
Berdasarkan atas ukuran Mc Donald yaitu jarak antara simfisis pubis
dengan batas antara fundus uteri, maka:
TBBJ (gram)= (TFU(cm)-(11 atau 12)) x 155
Keterangan:
TBBJ = Taksiran Berat Badan Jann (gram)
TFU = Tinggi Fundus Uteri (cm)
Kepala belum masuk panggul = (TFU-12)
Kepala sudah masuk panggul = (TFU-11)
Bila ketuban sudah pecah di tambah 10%
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-kadang
baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan ada
panggul abnormal dan his kuat. Pemeriksaan yang teliti tentang adanya
disproporsi sefalo-pelvik dalam hal ini perlu dilakukan. Besarnya kepala dan
tubuh janin dapat diukur pula secara teliti dengan alat ultrasonik.
1.5 Penatalaksanaan
1) Penanganan
a. Periksa kehamilan di pos bidan desa atau puskesmas baik itu dilakukan
oleh bidan maupun dokter umum akan menjadi tempat skrining awal, ada
tidaknya masalah seorang ibu.
b. Dengan periksa hamil teratur dapat ditekan risiko komplikasi bagi ibu
yang sering terjai akibat bayi besar.
c. Segera dirujuk kerumah sakit untuk konfirmasi pemeriksaan
sonografi/sesar pada saat menjelang persalinan.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.
2) Penatalaksanaan
a. Jika bayi terlalu besar untuk lahir pervaginam akibat disproporsi
sefalopelvik, kelahiran sesar dapat dipertimbangkan untuk melindungi
janin dari trauma lahir dan kemungkinan cedera serius (Green, 2012).
b. Pada kelahiran bahu yang mengalami kesulitan dilakukan episiotomi
yang cukup lebar untuk mengusahakan janin lahir atau bahu dilakukan
kleidotomi unilateral atau bilateral. Cedera akibat kleidotomi
dikonsulkan pada bagian bedah (Mochtar, 2012).
c. Apabila janin meninggal dilakukan embriotomi (Mochtar, 2012)
d. Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro (2009)
antara lain :
1. Menjaga kehangatan
2. Membersihkan jalan nafas.
3. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat.
4. Melakukan inisiasi menyusu dini .
5. Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak.
6. Memberikan salep mata/tetes mata.
7. Memberikan injeksi vitamin K.
8. Membungkus bayi dengan kain hangat.
9. Mengkaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia
dengan mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta
memeriksa kadar glukosa darah pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4
jam, kemudian setiap 4 jam selama 24 jam hingga stabil
10. Memantau tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi.
11. Memberikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi.
1.6 Komplikasi
1. Komplikasi pada Ibu
a) Ibu mengalami robekan perineum
b) Persalinan dengan operasi caesar
c) Kehilangan darah dalam jumlah banyak saat persalinan
d) Ruptur uteri dan serviks
e) Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat
peregangan maksimal struktur tulang panggul. Keluhan keluhan
tersebut bisa sembuh dengan perawatan yang baik.
2. Komplikasi pada bayi
Makrosomia berisiko mengalami hepoglikemia, hipokalsemia,
hiperviskostas dan hiperbilirubinemia.
1) Hipoglikemia
a) Istilah hipoglikemia di gunakan bila kadar gula darah bayi secara
bermakna di bawah kadar rata-rata.
b) Di katakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30
mg/ dl pada semua neonatus tanpa menilai maa gestasi atau ada
tidaknya gejala hepoglikemia.
c) Umumnya hipoglikemia terjadi pada neonatus umur 1-2 jam.
d) Hal ini di sebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi
glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan
kadar glukosa darah yang menurun.
2) Hipokalsemia
a) Bayi menderita hipokalsemia bila kadar kalsium dalam serum
kurang dari 7 mg/dl (dengan/tanpa gejala), atau kadar kalsium 10 n
kurang dari 3 mg/dl.
b) Kejadiannya adalah kira-kira 50% pada BIDM beratnya
hipokalsemia berhubungan dengan beratnya diabetes ibu dan
berkurangnya fungsi kelenjar paranoid kadar kalsium terendah
terjadi pada umur 24-72 jam.
3) Polestemia dan Hiperviskositas
a) Penyebab polestemia kurang jelas
b) Akan tetapi mungkin di sebabkan oleh meningkatnya produksi sel
darah merah yang sekunder di sebabkan oleh hipoksia intra uterin
kronik pada ibu dengan penyakit vaskuler dan oleh transfuse
plasenta intra uterin akibat hipoksia akut pada persalinan atau
kelahiran.
4) Hiperbilirubinemia
a) Dengan adanya polisetemia akan menyebabkan hiperviskositas darah
dan akan merusak sirkulasi darah.
b) Selain itu peningkatan sel darah yang akan di hemolisis ini
meningkatkan beban hederobin potensial heperbilirubinemia.
c) Bayi makrosomia dapat menderita fraktur klavikula, laserasi limpa
atau hati cedera fleksus brakial, palsi fasial, cedera saraf frenik atau
hemoragi subdural. (Maryunani dan Eka, 2013)
1.7 Prognosis
Karena bayi makrosomik sering lahir dari perempuan multipara dan
berempuan dengan diabetes, risiko, baik janin maupun ibunya meningkat.
(Norman dan Gari, 2010)
Komplikasi yang harus diperhitungkan dalam menghadapi bayi
makrosomia:
1. Memerlukan intervensi operatif
2. Kemungkinan terjadi distosia bahu lebih tinggi dan bersifat fatal.
Pada ibu hamil dengan overweight sekitar 30-40% akan mempunyai bayi
makrosomia. Overweight jika beratnya melebihi 100 kg atau kenaikan berat
badannya 40-50% dari berat semula. (Manuaba, dkk, 2007)
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
PADA PARTUS MACET KAUSA MAKROSOMI

2.1 PENGKAJIAN

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber data berkaitan dengan kondisi klien, bila pasien
mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasi kepada dokter dalam manajemen
kebidanan.
Pengumpulan Data Dasar
Untuk mengetahui siapa yang melakukan pengkajian, kapan, dan dimana
pengkajian dilaksanakan.
Tanggal:
Pukul :
Tempat :
a) Data Subyektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
1. Biodata :
a. Nama ibu / suami:
Untuk mengetahui identitas, membedakan klien, mengenal pasien, dan
tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b. Umur ibu / suami
Wanita kurang dari 16 tahun pinggulnya belum cukup pertumbuhannya,
sehingga menyebabkan kesulitan untuk melahirkan. Wanita sudah
berumur 40 tahun, ada kemungkinan ada kelambanan jiwanya. Umur
lebih dari 35 tahun merupakan salah satu penyebab dari berbagai
komplikasi seperti kelainan his, yang berakibat pada persalinan lama
dan persalinan kasep
c. Pekerjaan
Untuk mengetahui aktivitas ibu atau suami setiap hari, mengukur
tingkat sosial ekonomi karena ini juga mempengaruhi gizi pasien.
d. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal klien, apakah lingkungan cukup aman
bagi ibu dan berguna jika dilakukan kunjungan rumah, untuk
mengetahui rumah klien dekat atau jauh dengan tempat pengobatan
2. Alasan Ibu Datang
Untuk mengetahui apa yang mendorong ibu untuk memeriksakan keadaan
kepada tenaga kesehatan (bidan).
3. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pertama kali pada pasien seperti tanda-tanda akan
persalinan.
a. Ibu merasa kenceng kenceng semakin sering
b. Ibu merasa sakit pada perut bagian bawah menjalar sampai ke
pinggang
4. Riwayat Kesehatan yang lalu, sekarang dan keluarga
Untuk mengetahui apakah ibu pernah menderita penyakit kencing manis
atau tidak dikarenakan penyakit tersebut sangat mempengaruhi persalinan
macet akibat makrosomia “bayi besar”.
a) Diabetes Melitus
Dapat menyebabkan komplikasi bayi besar , CPD Cepalo Pelvik
Disproportion bisa terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin
normal atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara janin
besar dengan pelvis sempit. dan luka sulit sembuh (pada tindakan
episiotomi).
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes
sangat bervariasi. Pada janin meningkatkan resiko terjadi makrosomia,
trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia neonatal serta meningkatkan kematian janin.
(Saifuddin, 2010).
b) Riwayat Operasi : utamanya sectio caesaria karena dapat
menyebabkan sayatan bekas caesar terbuka kembali. (Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan.2013)
5. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah hamil, bersalin,dan
adakah resiko atau penyakit seperti kencing manis. Bila ada dapat diantisipasi
dengan segera oleh petugas kesehatan, sehingga komplikasi tidak terjadi.
a. Riwayat Kehamilan
Untuk mengetahui adakah gangguan seperti mempunyai penyakit
kencing manis pada saat hamil. Serta mengetahui kehamilan keberapa
saat ini. Karena sepertiga perempuan yang melahirkan bayi sebesar
lebih dari 4000 gram akan melahirkan bayi serupa pada kehamilan
berikutnya. Berarti paritas bukan pada primigravida. (Cunningham,
2013).
b. Riwayat Persalinan
Melakukan pengkajian terhadap riwayat persalinan lalu yang
kemungkinan berhubungan dengan persalinan saat ini:
1) Ukuran janin (berat janin, panjang, lingkar kepala ), ukuran
janin yang besar dapat mengakibatkan persalinan macet.
2) Keadaan bayi saat lahir, berat badan saat lahir berapa gram
termasuk dalam berat badan normal atau termasuk ke dalam
bayi besar
Pada bayi makrosomia, komplikasi utama yang terjadi pada
persalinan adalah trauma kelahiran seperti distosia bahu, fraktur
tulang, injuri pleksus brakialis. Bayi juga beresiko mengalami
hipoglikemia dan kelainan metabolik lainnya. (Saifuddin, 2010).
c. Riwayat Nifas
Untuk mengetahui apakah pernah ada perdarahan, infeksi, bagaimana
proses laktasi dan apakah ada jahitan pada perineum. Riwayat nifas
berpengaruh pada laserasi jalan lahir karena apabila ibu sudah pernah
mengalami masa nifas dengan laserasi maka ibu tidak kaget dengan rasa
nyeri pada luka jahitan perineum.
6. Riwayat KB
Ibu dapat mengalami radang panggul (salah satu penyebab partus lama)
karena ibu pernah menggunakan KB IUD dan terjadi suatu masalah. Atau
bayi besar bisa terjadi jika ibu mengonsumsi KB hormonal yang
menyebabkan nafsu makan ibu meningkat, ibu makan lebih banyak dan
mempengaruhi berat badan janinnya.
7. Riwayat Menstruasi
Dikaji untuk mengetahui pola menstruasi klien setiap bulanya
8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selam hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu,
gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang akan dilahirkan, maka
pemantaun gizi ibu hamil sangatlah penting dilakuakan. (Kosim
dkk,2012).
b. Pola istirahat
Mengetahui berapa jam ibu tidur siang dan malam, gangguan tidur
serta masalah sehingga bidan bisa mengetahui bagaimana pola
pemenuhan istirahat pasien. Pada klien dengan polihidramnion dan bayi
makrosomia kemungkinan ditemukan pasien mengalami gangguan tidur
dan tidak nyaman karena sesak dan nyeri di ulu hati dan perut. (Marmi,
2011).
c. Aktivitas
Mengetahui aktivitas klien. Pada klien dengan bayi makrosomia
kemungkinan klien akan mengalami perubahan pola aktivitas karena
keluahan-keluhan yang dirasakan seperti sesak nafas dikarenakan berat
janin. (Sulistyawati, 2011).
b) Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan
Untuk mengetahui apakah ibu dalam kondisi baik, buruk, lemah. Bila
masih tahap awal proses persalinan keadaan umum ibu baik. Bila sudah
terjadi partus lama keadaan umum ibu mulai lemah. Bila terjadi syok karena
partus lama keadaan umum ibu buruk, ibu akan terlihat lemah, pucat dan
dingin, gelisah, ketakutan, merasa kedinginan, nadi lebih cepat dan lemah,
tekanan darah turun. (Sulistyawati, 2011).
b. Kesadaran
Penilaian pada Glasgow Coma Scale (GCS). Untuk mengetahui tingkat
kesadaran ibu, apakah ibu sadar penuh (compos mentis), apatis, delirium,
somnolen, sopor maupun koma. Pada klien dengan bayi makrosomia
kesadarannya Compos Mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
c. TTV
1) Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah ibu, normalnya berkisar 90/60
mmHg – 130/90 mmHg., kenaikan systole >30 mmHg dan diastole
>15 mmHg merupakan tanda-tanda patologis pre-eklamsi. >140/100
mmHg disebut hipertensi, <90/60 mmHg disebut hipotensi. Tekanan
darah <90/60 mmHg kemungkinan ibu syok. (Romauli, 2011).
2) Nadi
Untuk    mengetahui    frekuensi     detak  jantung / menit yaitu 60 - 80
x/menit, Takikardi >100 x/menit, Bradikardi <60 x/menit. Takikardi
merupakan salah satu indikasi terjadi perdarahan. Denyut nadi cepat
dan lemah kemungkinan ibu syok. (Sulistyawati, 2011)
3) Suhu
Untuk mengetahui temperatur suhu yaitu 36,5 – 37,5 0C, Hipotermi
<36°C, Sub febris 37,5-38 °C, Febris 38-40 °C, Hipertermi >40°C.
Suhu diatas 38°C merupakan salah satu tanda infeksi. Suhu tubuh
dibawah 36,5 kemungkinan ibu syok. (Marmi,2011).
4) Pernapasan
Untuk   mengetahui   frekuensi   /  menit, irama regular / tidak yaitu 16
- 24 x/menit. Takipnea >24x/menit, Bradipnea ±10 x/menit.
Pernafasan >24 x/meni dan dangkal kemungkinan ibu syok. (Romauli,
2011)
5) Tinggi Badan
Tinggi badan <145 merupakan indikasi panggul sempit yang dapat
menjadi penyebab presentasi puncak kepala, dan mempersulit proses
persalinan sehingga perlu dilakukan pengukuran panggul luar untuk
memastikan. (Varney, 2010).
6) Berat Badan: kenaikan berat badan selama hamil
Perempuan hamil dengan obesitas atau dengan keniakan berat badan
waktu hamil berlebihan (nilai Indeks Massa Tubuh normal ibu hamil
yaitu 19,8-26,6 (Sulistyawati, 2010) merupakan faktor resiko
terjadinya makrosmia janin dan kematian janin. (Saifuddin, 2010)
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Mata
Untuk mengetahui pucat/tidak (untuk mengetahui ibu memiliki indikasi
anemia/tidak, muka yang pucat menandakan terjadi penurunan aliran
darah ke perifer), oedem/tidak (oedem adalah salah satu dari 3 tanda
pre-eklamsi).
2) Abdomen: Nampak bekas jahitan luka operasi/tidak karena bekas
operasi dapat terbuka, adanya pembesaran di satu sisi abdomen atau
tidak yang menandakan adanya kelainan letak janin . Letak dan
presentasi janin dalam rahim merupakan salah satu faktor penting yang
berpengaruh terhadap proses persalinan.
3) Genetalia eksterna
Untuk mengetahui ada lendir/darah yang keluar atau tidak.
b. Palpasi.
1) Abdomen
a) TFU
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah pembesaran perut
sesuai dengan usia kehamilan, jika tidak sesuai kemungkinan
adanya bayi besar atau gemelli.
Leopold I       : untuk menentukan tuanya kehamilan dan bagian
janin yang terdapat di daerah fundus uteri. Selain itu untuk
mengetahui tinggi fundus uteri yang juga menjadi patokan untuk
menentukan tafsiran berat janin. apabila tinggi fundus uteri tidak
sesuai dengan usianya makan dapat dikatakan bayi dengan
makrosomi maupun gemeli. Tinggi maksimal untuk TFU adalah
40cm apabla lebih makan lakukan rujukan segera.
Leopold II      : untuk menentukan letak punggung janin (pada letak
membujur) dan kepala janin (pada letak melintang).          
Leopold III    : Untuk menyimpulkan bagian janin yang berada di
bawah rahim. Dan menentukan bagiab terbawah sudah masuk PAP
atau belum.
Leopold IV    : Untuk mengetahui apakah bagian terdepan janin
sudah masuk pintu atas panggul (PAP) atau belum.
Tabel tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan.
Tinggi Fundus
Usia kehamilan Menggunakan
Dalam cm
Penunjuk badan
12 minggu Teraba di atas
-
simpisis pubis
16 minggu Di tengah antara
- simpisis pubis dan
umbilikus
20 minggu 20 cm (±2 cm) Pada umbilikus
22-27 minggu Usia kehamilan dalam
-
minggu = cm (±2 cm)
28 minggu 28 cm (± 2 cm) Di tengah, antara
umbilikus dan
prosesus sifoideus
29-35 minggu Usia kehamilan dalam
-
minggu = cm (±2cm)
36 minggu 36 minggu (±2 cm) Pada prosesus
sifoideus.

b) HIS
Pada awal persalinan kontraksi > 2 kali dalam 10 menit, dengan
lama 20-40 detik. Setelah terjadi partus lama uterus akan lelah dan
terhadi penurunan HIS.
c) TBJ
Dihitung dengan rumus (TFU – 12) × 155. Normalnya 2500-4000
gram. TBJ berkaitan dengan ukuran bayi. Ukuran bayi yang besar
dapat menjadi penyebab partus lama.
2) Auskultasi
DJJ normalnya 120-160 kali / menit, pada partus lama jika DJJ<120 /
>160 mengindikasikan terjadinya gawat janin. DJJ akan terdengar paling
keras di kuadran bawah perut ibu, pada sisi yang sama dengan punggung
janin.
Pemeriksaan panggul
Ukuran panggul normal :

1. Distantia spinarum : Jarak antara spina iliaca anterior superior kiri


dan kanan kurang lebih 23 – 26 cm 
2. Distantia cristarum : Jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan
dan kiri kurang lebih 26-29 cm. 
3. Conjugata externa (Baudeloque) : Jarak antara pinggir atas
symphysis dan ujung prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke-V
kurang lebih 18-20 cm
4. Ukuran lingkar panggul : Dari pinggir atas symphysis ke
pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan trochanter
major sepihak dan kembali melalui tempat – tempat yang sama di
pihak yang lain kurang lebih 80-90 cm

Pemeriksaan dalam
Indikasi                   : adanya kenceng-kenceng yang teratur dan keluarnya
lendir darah dari kemaluan ibu.
Tujuan                     : untuk mengetahui apakah sudah masuk persalinan
atau belum
Hasil                         : dinding vagina licin, vagina uretra tenang, portio
lunak, pembukaan 1-10 cm, penipisan 25% / 50% /
100%, selaput ketuban utuh, bagian terdahulu,
bagian terandah, bagian disekitar bagian terendah,
penurunan kepala pada bidang hodge I/II/III/IV,
sarung tangan lendir darah (+)
Pada kehamilan dengan makrosomia biasanya ditemui dengan
pembukan maupun penipisan yang sudah lengkap akan tetapi tidak ada
penambahan penurunan bagian terdahulu janin. selain itu pemeriksaan
dalam juga dapat mengetahui ukuran panggul ibu, sehingga distosia saat
persalinan dapat ditangani dengan tepat.
Untuk memastikan adanya makrosomia pada bayi baru lahir,
terdapat tanda seperti wajah bulat, sembab, dan menggembung, badan
gemuk montok, kulit tampak flushed atau kemerahan, peningkatan lemak
tubuh, dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari normal
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang, selama hamil juga perlu dilakukan
pemeriksaan kadar gula darah, dan setelah bayi lahir juga perlu dilakukan
pemeriksaan kadar gula darah, kadar kalsium dan magnesium, hematokrit
dan kadar serum bilirubin harus diperiksa apabila bayi tampak kuning. Hal
ini penting untuk dilakukan mengingat bayi makrosomia rentan terhadap
kondisi hipoglikemia maupun hipokalsemia. Bayi yang berisiko
(pertumbuhan janin terhambat, makrosomia, kembar) harus diperiksa
hematokritnya .
2.2 INDENTIFIKASI DIAGNOSIS DAN MASALAH AKTUAL
Ny...P____ Ab__ UK…..minggu… T/H/I, persalinan macet dengan bayi
makrosomia.
a. Data subjektif:
Faktor genetik obesitas dan overweight yang dialami ayah dan ibu dapat
meningkatkan risiko terjadi bayi makrosomia.
b. Data objektif:
Pemeriksaan berat badan bayi makrosomia untuk mengetahui berat badan
bayi lebih dari 4000 gram. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengetahui
karakteristik makrosomia berupa wajah berubi, lemak tubuh banyak, badan
montok, kulit kemerahan serta tali pusat lebih besar dari rata-rata. (Cunningham,
2013).
Pada pemerikasaan penunjang, dilakukan pemeriksaan kadar guladarah,
kadar kalsium dn hematokrit dan kadar serum bilirubin harus diperiksa bila bayi
tampak kuning.
2.3 IDENTIFIKASI DIAGNOSIS DAN MASALAH POTENSIAL
a. Diagnosa potensial pada kasus makrosomia antara lain:
a) Ruptur uteri ,
b)Robekan perineum,
c) Perdarahan pada ibu
d)Hipoglikemia pada bayi, langkah antisipasinya dengan melakukan
pengukuran glukosa darah sewaktu.
e) Hipokalsemia pada bayi, langkah antisipasinya dengan melakukan
pemeriksaan kadar kalsium dalam serum darah
f) Hiperbilirubinemia, polisitemia, dan trombositopenia pada bayi
antisipasinya dengan pantau Hb darah tiap 6-12 jam tanpa gejala.
b. Penanganan antisipasi bidan : Apabila diperkirakan ibu mengalami ruptur
uteri maupun perdarahan maka dianjurkan untuk merujuk klien. Pada bayi
baru lahir supaya tidak terjadi hipoglikemi, hiperbilirubinemia dan
hipokalsemi yaitu dengan cara memberikan nutrisi pada bayi terutama ASI
serta berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah (Green,
2012).
2.4 IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA
Mengevaluasi kebutuhan akan intervensi dan/atau konsultasi bidan atau
dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen kolaborasi dengan
anggota tim tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan ibu
dan bayi yang baru lahir (Varney, 2010), diantaranya :
- pemasangan infus RL 20 tpm
- penuhi kebutuhan nutrisi ibu
- rujuk apabila persalinan normala tidak dapat dilakukan, serta kolaborasi
dengan dokter SpOG
2.5 INTERVENSI
Asuhan yang diberikan pada persalinan dengan makrosomi adalah :
a. Jelaskan pada klien tentang hasil pemeriksaan
R : klien mengetahui keadannya dan mengurangi kecemasan yang
dialami
b. Lakukan observasi keadaan ibu dan janin
R : mengidentifikasi kebutuhan atau masalah ibu hamil tentang
kondisinya dan janin sehingga lebih kooperatif dalam menerima asuhan
c. Berikan cairan infus RL 20 tpm , pasang Oksigen serta penuhi asupan
nutrisi ibu
R : mempertahankan keadaan ibu dan janin sampai masa persalinan
d. KIE tentang proses persalinan pada ibu dan keluarga
R : ibu dan keluarga dapat kooperatif terhadap asuhan yang dberikan
e. Siapkan kebutuhan untuk proses persalinan
 Pada kelahiran bahu yang mengalami kesulitan dilakukan episiotomi
yang cukup lebar untuk mengusahakan janin lahir atau bahu dilakukan
kleidotomi unilateral atau bilateral. Cedera akibat kleidotomi
dikonsulkan pada bagian bedah
 Jika bayi terlalu besar untuk lahir pervaginam akibat disproporsi
sefalopelvik, kelahiran sesar dapat dipertimbangkan untuk melindungi
janin dari trauma lahir dan kemungkinan cedera serius, maka siapkan
kebutuhan untuk dilakukannya rujukan.
 Apabila janin meninggal dilakukan embriotomi / kleidotomi
Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro dkk (2009)
antara lain:
a. Jaga kehangatan
b. Bersihkan jalan nafas
c. Potong tali pusat dan perawatan tali pusat
d. Lakukan inisiasi menyusui dini
e. Bersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak
f. Berikan obat mata.
g. Berikan injeksi vitamin K.
h. Bungkus bayi dengan kain hangat.
i. Kaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan
mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar
glukosa darah sewaktu darah pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4 jam,
kemudian setiap 4 jam selama jam hingga stabil (Davies, 2011).
j. Pantau tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi.
k. Berikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi.
2.6 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman pelaksanaan asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir dengan makrosomia dan hipoglikemia dikerjakan
sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat kecuali jika ada masalah baru.
Mandiri
Penanganan antisipasi bidan:
Supaya tidak terjadi hipoglikemia dan hipokalsemi yaitu dengan cara memberikan
nutrisi pada bayi terutama ASI.
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan, dan
kemungkina tindakan yang akan dilakukan serta rujukan.
R/ Ibu dan keluarga mengerti kondisinya dan dapat lebih kooperatif
dalam perawatan
2. Libatkan suami dalam pendampingan persalinan.
R/ Ibu merasa mendapat dukungan dari orang terdekatnya selama
persalinan.
3. Bimbing ibu untuk rileks.
R/ Relaksasi dapat mengurangi nyeri karena his
4. Beri ibu makan atau minum.
R/ pemenuhan kebutuhan energi dan nutrisi guna mencegah terjadi
dehidrasi, dan menambah tenaga ibu selama persalinan.
5. Lakukan observasi DJJ, kontraksi uterus, dan nadi ibu
R/ Mengetahui tingkat kesejahteraan janin dan kondisi ibu.
6. Lakukan observasi tekanan darah ibu
R/ Tekanan darah kurang dari 100/70 mmHg merupakan indikasi ibu
syok.
7. Lakukan periksa dalam.
R/ Jika terlalu sering melakukan periksa dalam dapat meningkatkan
resiko infeksi.
8. Lakukan pertolongan persalinan sesuai letak puncak kepala jika tidak
memungkinkan dilakukan rujukan tepat waktu.
R/ Mencegah terjadinya kompikasi dan kematian ibu dan janin.
Kolaborasi
Penanganan antisipasi bidan:
Berkolaborasi degan laboratorium untuk pemeriksaan gula darah.
Kasus makrosmia diperlukan tindakan kolaborasi dengan domter spesialis
anak untuk pemberian tterapi berupa intravena glukosa dan pemerikaan
laboratorium berupa pemeriksaan kadar glukosa, kalsium dan bilirubin yang
berguna untuk mengetahui komplikasi yang terjadi.
Rujukan
1. Jika perkembangan persalinan pada partograf telah menyilang garis
waspada, sampaikan pada ibu dan keluarga untuk dilakukan rujukan
segera.
R/ Ibu dan keluarga mengerti kondisinya dan dapat lebih kooperatif
dalam tindakan rujukan.
2. Hubungi Rumah Sakit yang memiliki fasilitas kesehatan lebih lengkap
(PONEK) yang digunakan untuk merujuk pasien dan memberikan
informasi data dan kondisi pasien setelah gari pembukaan serviks pada
partograf melewati garis waspada.
R/ mempermudah pihak rumah sakit untuk mempersiapkan peralatan dan
ruangan tindakan untuk pasien rujukan.
3. Lakukan persiapkan rujukan untuk dilakukan section sesarea dengan
prinsip BAKSO KUDA
Bidan
memantau keadaan pasien selama perjalanan merujuk, menjelaskan
keadaan pasien pada pihak rumah sakit saat tiba di tempat rujukan jika
dibutuhkan.
Alat
partus set dan hecting set, untuk persiapan jika ibu melahirkan di
perjalanan. Tabung oksigen dan infus set.
Keluarga
untuk mendampingi ibu selama perjalanan merujuk, dan apabila bidan
memerlukan melakukan tindakan dapat mendapat persetujuan dengan
cepat.
Surat :petugas di tempat rujukan, dapat segera mengambil tindakan
berdasarkan informasi dalam surat rujukan tersebut.
Obat
oksitosin, infus RL terpasang di ekstremitas atas kiri pasien dengan
tetesan 20tpm, cairan infus cadangan RL atau RD (Ringer Dextrose)
dengan jumlah disesuaikan jarak rujukan, terpasang oksigen 4-6
liter/menit.
Kendaraan
kendaraan perlu dipersiapkan untuk mengantar ibu ketempat rujukan
tepat waktu, dan aman.
Uang
diperlukan untuk persiapan jika harus dilakukan tindakan yang
membutuhkan biaya di tempat rujukan, seperti sectio cecarea.
Darah
membawa serta pendonor saat rujukan, untuk persiapan jika ibu
membutuhkan tranfusi darah.
Anjurkan ibu tidur miring kiri selama perjalanan merujuk.
2.7 EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada kasus bayi baru lahir dengan makrosomia
adalah kondisi bayi sudah baik, kadar glukosa dn kalsium dalam darah normal.
(Varney, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

(Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan


Rujukan.2013)
Cuningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri Williams. Jakarta:EGC
Cunningham, FG, et al. 2013. Obstetri Williams (Williams Obstetri).
Jakarta:EGC
Journal of American Science. 2016
Kosim, Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Manuaba, Candranita, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Antenatal.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Maryunani, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan
Maternal & Neonatal. Jakarta : Trans Info Media
Norman dan Gary Cunningnam. 2010. Dasar-Dasar Ginekologi &
Obstetri. Jakarta : EGC
Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan I (Konsep Dasar
Asuhan Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika
Rukiyah, AI Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV
(Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media
Saifuddin, A.B. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sulistyawati. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika
Varney, H. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
Wiknojosastro,H.Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin.Ilmu
Kebidanan. Yayasan bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.Jakarta:2009

Anda mungkin juga menyukai