Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

American College of Obstetricians and Gynecologists menyimpulkan bahwa kata


makrosomia tepat digunakan pada janin yang saat lahir, memiliki berat > 4000 gram atau
lebih.1,9

Sedangkan menurut Cunningham semua neonatus dengan berat badan 4000 gram
atau lebih tanpa memandang usia kemilan dianggap sebagai makrosomia.1,2,3

Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi besar antara
lain ukuran orang tua besar, terutama obesitas pada ibu, pertambahan berat badan ibu yang
berlebihan selama kehamilan, porsi makanan yang dikonsumsi ibu hamil akan berpengaruh
pada berat badan ibu. Asupan gizi yang berlebih bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat
di atas rata-rata, ibu dengan diabetes melitus, tingginya gula darah ibu bisa berpengaruh pada
berat badan bayi, multiparitas, ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan
seterusnya lebih besar daripada anak pertama, ibu hamil dengan riwayat melahirkan bayi
makrosomia, ibu yang sebelumnya pernah melahirkan bayi makrosomia berisiko 10 kali lebih
tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingkan ibu yang belum pernah
melahirkan bayi makrosomia.1,2,3

Persalinan janin makrosomia berhubungan dengan persalinan lama, meningkatnya


kemungkinan untuk operasi sesar, distosia bahu, dan trauma pleksus brakialis yang dapat
menjadi permanen. Komplikasi pada ibu hamil adalah sebagai hasil proses persalinan yaitu
perdarahan postpartum, robekan perineum atau sfingter anus, ruptur uterus dan serviks dan
infeksi post partum.2,3,4,5

Diagnosa pasti adanya makrosomia hanya dapat ditentukan setelah bayi dilahirkan.
Identifikasi akurat adanya bayi makrosomia sangat diperlukan untuk mencegah berbagai
komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat trauma persalinan.1,2,3,4,5

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4.000 gram.
Makrosomia adalah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat neonatus pada umumnya
kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari
4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.1,2,3,4,5,6

Menurut Cunningham, semua neonatus dengan berat badan 4000 gram atau lebih
tanpa memandang umur kehamilan dianggap makrosmia.1

2.2 FAKTOR RESIKO

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi besar (baby
giant). Faktor-faktor tersebut diantaranya :1,2,3,4,5,6

1. Bayi dari ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dariibu yang menderita
diabetes selama kehamilan. Sering memilikikesamaan, mereka cenderung besar dan
montok akibat bertambahnya lemak tubuh dan membesarnya organ dalam,mukanya
sembab dan kemerahan( plethonic) seperti bayi yangsedang mendapat kortikosteroid.
Bayi dari ibu yang menderitadiabetes memperlihatkan insiden sindrom kegawatan
pernafasanyang lebih besar dari pada bayi ibu yang normal pada umur kehamilan
yang sama. Insiden yang lebih besar mungkin terkaitdengan pengaruh antagonis
antara kortisol dan insulin pola sintesissurfakton.
2. Faktor genetik, terjadinya obesitas dan overweight pada ayah-ibu dapat menurun pada
bayi.
3. Ibu yang mempunyai riwayat melahirkan bayi besar. Ibu yang pada kehamilan
pertama berpeluang besar besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama
pada kehamilan berikutnya
4. Pengaruh kecukupan gizi. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan
jugamempengaruhi kelahiran bayi besar.
5. Bukan kehamilan pertama, ada kecenderungan berat badan lahir anak kedua dan
seterusnya lebih besar daripada anak pertama.
2
6. Kehamilan dengan janin laki-laki.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

 Pada saat kehamilan :1,2,3


a. Uterus lebih besar dari biasanya atau tidak sesuai dengan usia gestasi
b. Tinggi fundus pada kehamilam aterm lebih dari 40cm
c. Taksiran beran badan janin (TBBJ) lebih dari 4000 gram
 Pada bayi baru lahir :1,2,3
a. Berat badan lebih dari 4000 gram
b. Badan montok dan kulit kemerahan
c. Organ internal membesar (hepatosplenomegali, splenomegaly, kardiomegali)
d. Lemak tubuh banyak

2.4 PATOFISIOLOGI

Makrosomia ini disebabkan oleh terjadinya hiperglikemia pada janin (akibat


hiperglikemia ibu) dan hiperinsulinisme janin yang menyebabkan :1,2,3,5,6,7,8,12

- Timbunan lemak subkutan janin dan glikogen hati bertambah.


- Pertambahan ukuran dan berat dari hampir seluruh organ, yang memperlihatkan
hipertrofi dan hyperplasia seluler.
- Hematopoiesis ekstramedularis khususnya dari hepar yang menyebabkan
pertambahan berat badan.

Umumnya bayi dengan makrosomia ini dilahirkan oleh ibu diabetic. Insulin dikatakan
merupakan hormone pertumbuhan primer untuuk perkembangan intra uterin. Diabetes
maternal mengakibatkan peningkatan kadar asam-amino, pancreas janin merespon dengan
memproduksi insulin untuk disesuaikan dengan sediaan bahan bakar akselerasi sintesis
protein yang diakibatkan bersama dengan penyimpanan glikogen dan lemak berlebih
bertanggung jawab terhadap terjadinya makrosmia yang khas pada kehamilan diabetik. Bayi
dari ibu yang mendrerita diabetes memperlihatkan sindrom kegawatan pernafasan yang lebih
besar dari pada bayi ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama. Insiden yang lebih
besar mungkin terkait dengan pengaruh antagonis kortisol dan insulin pola sintesis
surfaktan.2,3,5
3
Prevalensi obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 meningkat disuluruh dunia. Sekitar
60% dari mereka yang obesitas menderita diabetes melitus tipe 2. Semakin besar index massa
tubuh (IMT) semakin besar resiko menderita diabetes melitus tipe 2. Sebaliknya pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 di AS sekitar 90% adalah obesitas dan berat badan lebih (
overweight ). Hasil penelitian epidemiologis di Negara maju menunjukkan bahwa
meningkatnya prevalensi obesitas sejalan dengan meningkatnya prevalensi diabetes mellitus
tipe 2. Wannamethee, dkk, di Ingris memantau sebanyak 6.916 pria usia menengah selama 12
tahun. Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa resiko kejadian diabetes mellitus tipe 2
meningkat secara bermakna dan progresif seiring dengan meningkatnya index massa tubuh
dan lamanya menderita obesita atau berat badan berlebih.

Hasil penelitian epidemiologis ini membuktikan bahwa ada kaitan erat antara obesitas
dan diabetes mellitus tipe 2. Obesitas perlu dibedakan antar obesitas sentral atau visceral dan
obesitas perifer. Dari hasil penelitian epidemiologis terbukti bahwa keterkaitan obesitas dan
diabetes mellitus tipe 2 lebih jelas pada mereka dengan obesitas sentral. Hasil pemeriksaan
dengan CT Scan perut memperlihatkan bahwa lemak visceral sangat berperan terhadap
terjadinya resistensi insulin. Walaupun lemak visceral merupakan predictor utama terjadinya
resistensi insulin, tampaknya tidak ditemukan hubungan tersebut pada mereka dengan berat
badan normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan lemak visceral dan
resistensi insulin hanya terjadi pada keadaan dimana jaringan lemak visceral berlebihan
seperti pada penderita obesitas.

2.5 DIAGNOSIS

Kepustakaan mengatakan bahwa bayi makrosomia adalah bayi dengan berat badan
lahir lebih atau sama denga 4000 gram. Namun untuk menentukan bayi makrosomia
merupakan hal yang sulit. Menurut kepustakaan ada tiga metode utama yang dapat digunakan
untuk mempredikisi bayi makrosomia.1,2,3,4Ketiga metode utama tersebut adalah

1. Penilaian faktor-faktor risiko

Faktor risiko makrosomia:1,2,3

- Bayi dari ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang
menderita diabetes selama kehamilan.

4
- Faktor genetik

- Ibu yang mempunyai riwayat melahirkan bayi besar

- Pengaruh kecukupan gizi.

- Bukan kehamilan pertama.

2. Palpasi uterus dengan maneuver Leopold

Penaksiran berat badan janin secara Palpasi kurang akurat karena dipengaruhi oleh
volume cairan ketuban, Obesitas ibu, dan kelainan Rahim.11

- Penentuan berat janin dengan rumus Johnson Thousack

Mc Donald melaporkan pada tahun 1906 dan 1910 adalah orang pertama yang
mengukur tinggi simfisi – fundus untuk memperkirakan usia kehamilan. Pada tahun 1953,
pengukuran tersebut diperkenalkan pada asuhan antenatal untuk mendeteksi bayi yang
memiliki berat badan yang rendah dan pada kasus insufisiensi plasenta. Ini merupakan awal
dimana pengukuran simfisis – fundus ini dimaksudkan untuk membantu mengkonfirmasi
perkiraan tanggal persalinan .11

Dalam publikasi original tahun 1954, Jonsondan Toshach melaporkan bahwa berat
janin berkisar antara 353 gr dari berat badan janin yang sebenarnya pada 68% dari 200
kasus. Dalam studi saat ini dengan menggunakan formulasi yang sama, sekitar 57 %
estimasinya masih dalam rentang tersebut. Salah satu penjelasan yang memungkinkan
untuk perbedaan ini adalah obesitas pada ibu (>90 kg) yang lebih sering pada studi saat ini
dibandingkan pada saat studi Johnson dan Toshach (24% berbanding 5,5%). Hal ini perlu
diperhatikan, bahwa penemu formula ini memberikan koreksi pada wanita yang obese (1cm)
hanya berdasarkan 11 kasus.11

Sangat memungkin bahwa kegemukan pada ibu memiliki dampak yang lebih besar
dari estimasi berat janin dari pada yang dibayangkan, dan sebaiknya factor koreksi pada
wanita yang obese harus dievaluasi kembali dengan menggunakan sampel yang lebih besar.11

Sebagai alat untuk menentukan usia kehamilan, umumnya dilaporkan bahwa pengukuran
tinggi simfisi – fundal dalam cm sama dengan usia kehamilan antara 18 – 31 minggu dan

5
sampai usia kehamilan 34 minggu. Jimenez (1983) dan rekan – rekannya menunjukkan
bahwa antara usia kehamilan 20 – 31 minggu yang diukur dari tinggi fundus dalam
centimeter sama dengan usia kehamilan dalam minggu. Quantana dan rekan – rekannya
(1981), dan Calvert beserta rekannya (1982) melaporkan bahwa observasi sampai usia
kehamilan 34 minggu adalah sejalan dengan pengukuran tinggi simfisi – fundus dalam
sentimeter. Suatu penelitian menunjukkan bahwa usia kehamilan 24 minggu, pengukuran
tinggi simfisis – fundus dapat memperkirakan usia kehamilan 36 minggu secara akurat.1,11

Johnson dan Tosbach (1954) menggunakan suatu metode untuk menaksir


berat janin dengan pengukuran ( TFU ) tinggi fundus uteri, yaitu dengan mengukur jarak
antara tepi atas symfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti lengkungan
uterus, memakai pita pengukur serta melakukan pemeriksaan dalam ( vaginal toucher ) untuk
mengetahui penurunan bagian terendah (pengukuran Mc Donald) dikurangi dengan 13 yang
kemudian dibagi dinyatakan dalam lbs atau pon. dikenal juga dengan rumus Johnson-
Thousack. 1,11

Rumus terbagi tiga berdasarkan penurunan kepala janin.

 Berat janin = (Tinggi fundus uteri - 13) x 155, bila kepala janin masih floating

 Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 12) x 155, bila kepala janin sudah memasuki
pintu atas panggul / H II

 Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 11) x 155, bila kepala janin sudah melawati H III

Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pengosongan kandung


kemih. Bila ketuban sudah pecah ditambah 10% dan tinggi fundus diukur dalam
sentimeter.

6
Grafik 1. Hubungan tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan dan berat badan janin

7
- Penentuan berat janin dengan formula Dare’s

Pada Agustus 1986 sampai Juli 1989, Departemen Obstetri dan Ginekologi
“Institute of Medical Sciences”, Universitas Hindu Banaras, menyatakan bahwa TFU dan
pengukuran lingkar perut akan berkolrelasi dengan berat badan bayi baru lahir. Pada tahun
1990, Dare et al mengajukan suatu formula yang lebih sederhana untuk menghitung taksiran
berat badan janin, yaitu perkalian antara SFH dengan AG. Dalam tulisan aslinya , dare et al,
mencobakan metode ini pada 498 pasien dan mendapatkan korelasi yang baik antara angka
taksiran dengan berat janin sesungguhnya (r=0,742). Dalam studi saat ini, rumus Dare sedikit
lebih akurat dibandingkan dengan rumus Johnson.Hal ini dapat dijelaskan dengan
kurangnya koreksi untuk obesitas pada model Dare dan tingginya prevalensi wanita >90 kg
dalam populasi studinya. Studi lebih besar yang melibatkan pasien obese dibutuhkan untuk
menguji hipotesis dari rumus Dare untuk taksiran berat janin pada wanita obese.11

Metode yang dipakai berupa pengukuran lingkar perut ibu dalam centimeter
kemudian dikalikan dengan ukuran fundus uteri dalam centimeter, maka akan didapat
taksiran berat janin.11

Metode ini dikenal dengan nama Formula Dare’s.

TBBJ = FU X AG

Keterangan :

TBBJ = Taksiran Berat badan janin

FU = Fundus Uteri

AG = Lingkar Perut

Metode ini dianggap lebih mudah digunakan berbagai kalangan dan memiliki nilai
bias yang minimal dibandingkan penggunaan tinggi symphysial-fundal. Dari penelitian
Mohanty, Das dan Misra didapatkan bahwa metode abdominal girth memiliki nilai prediktif
yang baik untuk bayi berat lahi rendah.11

8
Pengukuran abdominal girth memberikan indikasi kasar untuk pertumbuhan janin
dalam meter. Lingkar perut meningkat dengan ketebalan sekitar 2,5cm (1inch) perminggu
melampaui 30 minggu dan pada saat aterm sekitar 95-100 cm (38 inci sampai 40
inci) .Biasanya lingkar perut meningkat terus sampai dengan penyelesaian 38 minggu dan
tetap stabil sesuai dengan panjang. Setelah aterm, jika kehamilan terus berlangsung, lingkar
perut secara bertahap akan berkurang. Jika lingkar mulai menurun terjadi sebelumnya,dapat
dicurigai adanya kecukupan sirkulasi plasenta. Ini adalah dapat menjadi predictor dalam
kelompok kasus seperti pre-eklamsia, hipertensi kronis, nefritis kronis, riwayat buruk obstetri
dan IUGR.11

- Penentuan berat janin dengan formula Niswander


Niswander melakukan penelitian dan menemukan rumus yang berbeda untuk
menentukan berat badan janin.11

Rumus Niswander :

TBBJ = (FU – 13) / 3

Keterangan :

TBBJ = Taksiran Berat badan janin

FU = Fundus Uteri

Syahrir dan kawan-kawan pada tahun 2001 di Makasar melakukan pengukuran


dengan mendapatkan modifikasi rumus Johnson yang disederhanakan oleh Niswander.
Sehingga rumus Johnson dimodifikasi ke dalam bentuk :11

TBBJ = (TFU – 13) 151 + 1030 gram

3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Penentuan berat badan janin dengan USG menggunakan beberapa parameter,


seperti; Biparietal Diameter (BPD), Femur Length (FL), Abdominal Circumference (AC),
Cross sectional Area of Thigh (CSAT).1,11

Pengukuran BPD diambil dari tepi luar tulang tengkorak janin proksimal ke tepi luar
tulang distal.Diameter transversal dan lingkar batang janin diukur dalam bidang melintang
9
standar pada tingkat perut dan pusat urat- ductus venosus kompleks.FL diukur dari ujung
proksimal lebih besar trokanter ke metaphysis distal. Untuk CSAT, maka didefinisikan
sebagai luas penampang otot dan tulang paha di bidang sebelah kanan sudut terhadap sumbu
panjang tulang paha, di mana kawasan ini merupakan bagian terbesar. Metode yang
digunakan untuk mengukur CSAT adalah sebagai berikut.FL pertama kali diukur, maka
probe itu cenderung berada di sudut kanan ke panjang sumbu femur dan bergerak cepat di
sepanjang permukaan.Pada titik di mana luas penampang otot-otot dan tulang paha mencapai
nya maksimum, gerak probe dihentikan.Daerah kemudian diukur dengan menggunakan
fungsi elips.Pengukuran lingkar paha janin elips.Pengukuran lingkar paha janin tercatat di
bidang melintang di persimpangan atas dan tengah pertiga dari paha, di proksimal foramen
nutrien dari femur. Sehingga dari beberapa parameter di atas, didapatkan sebuah formula,
yaitu:1,11

TBBJ = 13 × (FL ×√CSAT) + 39 (gm)

Keterangan :

TBBJ = Taksiran Berat badan janin

FL = Femur Length

CSAT = Cross sectional Area of Thigh

Namun masing-masing ketiga metode tersebut memilki kelemahan. Meskipun faktor-


faktor resiko makrosomia telah dapat dikenali, namun meskipun wanita hamil memiliki satu
atau dua faktor resiko kemungkinan mendapatkan bayi makrosomia hanya 32%, sedangkan
34% bayi makrosomia lahir dari ibu yang tidak memiliki faktor resiko apapun dan 38% lahir
dari ibu dengan 1 faktor resiko. Penentuan makrosomia dengan cara palpasi Leopold juga
memilki kelemahan. Pemeriksaan fisik dengan maneuver Leopold dapat dipengaruhi oleh
habitus ibu hamil, adanya hidramnion, kehamilan kembar, dan adanya tumor dalam uterus.
Beberapa penilitian menyebutkan bahwa mean error dengan metode palpasi adalah 300 gram.
Pemeriksaan dengan USG tidaklah lebih unggul namun sejumlah penelitian menuliskan
bahwa pemeriksaan USG lebih akurat sedikit dibandingkan metode-metode lainnya.1,1

10
2.6 PENATALAKSANAAN

Pemeriksaan klinik dan ultrasonografi yang seksama terhadap janin sedang tumbuh,
disertai dengan faktor-faktor yang diketahui merupakan predisposisi terhadap makrosomia
memungkinkan dilakukannya sejumlah control terhadap pertumbuhan yang berlebihan.
Peningktan resiko bayi besar jika kehamilan dibiarkan hingga aterm harus diingat dan seksio
caesaria elektif harus dilakukan maupun induksi persalinan.1,9

1. Seksio caesarea elektif

Seksio caesarea elektif untuk bayi yang dicurigai makrosomia telah terbukti sebagai
cara untuk mencegah trauma (komplikasi) terhadap ibu maupun janin pada saat proses
persalinan.

2. Induksi persalinan pervaginam

Seperti yang diketahui bahwa berat janin akan bertambah sekitar 230 gram setiap
minggunya setelah usia kehamilan mencapai 37 minggu, maka induksi persalinan sebelum
atau pada saat mendekati aterm disarankan untuk mencegah janin berkembang lebih besar.
Tetapi sebelum memulai induksi persalinan, harus dinilai terlebih dahulu adekuasi panggul
ibu serta riwayat persalinan sebelumnya. Hal ini akan menunjukkan apakah memungkinkan
untuk anak dilahirkan dengan persalinan pervaginam. Jika tidak memungkinkan, maka
persalinan dilakukan secara seksio caesarea elektif.

Resiko dari trauma lahir tinggi pada persalinan pervaginam jika bayi lebih besar
dibandingkan panggul ibunya. Yang sering menjadi masalah adalah setelah kepala lahir, bahu
tersangkut dijalan lahir (distosia bahu), untuk itu jika janin masih hidup dapat dilakukan
episiotomy mediolateral yang cukup lebar dan janin di usahakan lahir, atau bahu diperkecil
dengan melakukan kleidotomi unilateral atau bilateral. Setelah dilahirkan dijahit kembali
dengan baik atau untuk cedera postkleidotomi di konsulkan ke bagian bedah.

Tanpa memandang besarnya semua bayi dari ibu diabetes sejak semula harus
mendapat pengamatan dan perawatan yang intensif, kadar gula darah pada bayi harus
ditentukan pada 1 jam post partum dan kemudian setiap 6-8 jam berikutnya, jika secara klinis
baik dan kadar gula darahnya normal. Mula-mula diberikan makanan oral atau sonde air
glukosa 5% dilanjutkan dengan ASI. Air susu formula yang dimulai pada umur 2-3 jam dan
11
diteruskan dengan interval makanan oral. Pemberian makanan harus dihentikan dan glukosa
diberikan dengan infus intravena perifer dengan kecepatan 4-8 mg/kgBB/menit untuk
mengatasi :1,2,3,4

1. Hipoglikemia

Tujuan utama pengobatan hipoglikemia adalah agar kadar glukosa serum tetap normal
pada kasus hipoglikemia tanpa gejala lakukan tindakan berikut :1

- Apabila kadar glukosa dengan dexrosix 25mg/dl maka bayi diberikan larutan
glukosa sebanyak 6 mg/kgBB/menit dan kemudian diperiksa tiap 1 jam hingga
normal dan stabil.

- Bila dextrosix menunjukkan hasil 25-46 mg/dl dan bayi tidak tampak sakit maka
diberi minum glukosa 5% lalu diperiksa tiap jam hingga stabil. Pada kasus
hipoglikemia dengan gejala diberikan laruran glukosa 10% sebanyak 2-4 ml/kgBB
intravena selama 2-3 menit hingga kadar glukosa stabil.

2. Hipokalsemia

Hipokalsemia dengan kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10%
sebanyak 0,2-0,5 ml/kgBB intravena yang harus diperhatikan selama pemberian adalah
aritmia jantung, bradikardi dan ekstravasasi cairan dan alat infus, kadar kalsium harus
dipantau tiap jam.1,4,5,6,7

3. Hiperbilirubinemia

Sejak bayi kadar bilirubin harus dipantau dengan teliti kalau perlu diberikan terapi
sinar atau transfusi darah.1,4,5,6,7

4. Polisitemia

Dicoba dengan penambahan minum sebanyak 20-40 ml/kgBB/hari disamping itu


dipantau Hb darah tiap 6-12 jam tanpa gejala, bila dengan gejala seperti gangguan nafas,
jantung atau kelainan neurologic harus dilakukan transfusi parsial dengan plasma beku
segar.1,4,5,6,7

12
2.7 KOMPLIKASI

Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek ibu.Yang
walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan
yang lebih dini sebelum aterm. Situasi ini biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu.
Penilaian yang seksama terhadap pelvisibu.Tingkat penurunan kepala janin dan diatas
serviks.Bersama dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Seringkali
akanmenunjukkan apakah induksi persalinan kemungkinan dan menimbulkan persalinan
pervaginam. Jika tidak maka persalinan dilakukan dengan seksiosesarea yang
direncanakan.Pada kasus-kasus Bordeline dapat dilakukan persalinan percobaan yang
singkat.Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayilebih besar dibandingkan panggul
ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu,ruptur uteri,serviks, vagina, robekan perineum
dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng mungkin terjadi.Jika terjadi
penyulit- penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah.Karena hal
inisebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana. Walau pun demikian,
yang perlu di ingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal
bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang
terampil.1,2,3,

Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena dapat
menyebabkancedera baik pada ibu maupun bayinya.Kesulitan yang dapat terjadi
adalah :1,2,3,4,5,6,7,8

1. Kesulitan pada ibu :

a. Robekan hebat jalan lahir


b. Perdarahan
c. Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria
d. Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat peregangan
maksimalstruktur tulang panggul. Keluhan keluhan tersebut bisa sembuh dengan
perawatan yang baik.
2. Kesulitan pada bayi :
a. Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut di jalan
lahir.

13
b. Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk melahirkan
bahu.
c. Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan adanya gangguan
motorik pada lengan.
d. Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat melahirkan
bahu.
e. Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan.

Makrosomia dapat meningkatkan resiko pada bayi sehingga mengalami hipoglikemia,


hipokalsemia, hiperviskositas, dan hiperbilirubinemia.1,2

1. Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada bayi dari ibu yang menderita penyakit DM karena
cadanganglukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin
sehinggarespon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus
makatransfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient
hiperinsulinisme) sehingga terjadi hipoglikem. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi
baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yangberakibat terjadinya hipoksia otak. Bila
tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakanpada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup
selama proses persalinandan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi
mengurangi cadangan glukosa yangada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa,
misalnya pada asfiksia, hipotermi,hipertermi, gangguan pernapasan. Istilah hipoglikemia
digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan
hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semuaneonatus tanpa
menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hipoglikemia. Umumnya hipoglikemia terjadi
pada neonatus umur 1 – 2 jam.1,2,3,4,5,6

2. Hipokalsemia
Bayi menderita hipokalsemia bila kadar kalsium dalam serum kurang dari 7 mg/dl
(dengan/tanpa gejala). Kejadiannya adalah kira-kira50% pada bayi dari ibu penderita DM.
Beratnya hipokalsemia berhubungan dengan beratnya diabetes ibu, kadar kalsium terendah
terjadi pada umur 24-72 jam.1,2,3,4,5,6

14
3. Polestemia dan Hiperviskositas
Penyebab polestemia kurang jelas akan tetapi mungkin disebabkan oleh
meningkatnya produksi sel darah merah yang sekunder disebabkan oleh hipoksia intra uterin
kronik pada ibu dengan penyakit vaskuler dan oleh transfusi plasenta intra uterin akibat
hipoksia akut pada persalinan atau kelahiran. Dengan adanya polisetemia akan menyebabkan
hiperviskositas darah dan akan merusak sirkulasi darah. Selain itu peningkatan sel darah yang
akan dihemolisis ini meningkatkan beban hederobinpotensial. Hiperviskositas mengakibatkan
menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan.1,2,3,4,5,6
4. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Bilirubin
pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.Bilirubin mulai meningkat
secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan
akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Pada bayi baru lahir, ikterus
yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:1,2,3,4,5,6
a. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang
bulan >10 mg/dL
c. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam
d. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL
e. Ikterus menetap pada usia >2 minggu
f. Terdapat faktor resiko
Peningkatan kadar bilirubin umumnys terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna

15
2.8 PENCEGAHAN

Selama perawatan antepartal dilakukan pengkajian ukuran pelvic ibu dan ukuran janin
yang sedang berkembang.Ukuran janin di tentukan dengan palpasi panjang crown-rump janin
dalam uterus. Sonografi pelvimetri dapat memberikan informasi lebih lanjut.
Bila terlihat uterus yang sangat besar, hidramnion atau ukuran janin yang sangat besar, atau
janin lebih dari satu merupakan hal yang perlu dipertimbangkan sebagai kemungkinan
penyebab. Hal-hal yang dilakukan untuk mengantisipasi makrosomia :1,2,3,4,5,10

- Melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur sehingga kenaikan berat badan


janin saat masih dalam kandungan dapat dikontrol dengan baik.
- Melakukan pemeriksaan kadar gula darah
- Konsultasikan pola makan dan asupan sampai gizi semasa hamil dengan dokter
- Sesuaikan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan antar 8-12 kg
- Lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung protein (ikan, sus,
daging, tahu, tempe) vitamin dan mineral (sayur dan buah-buahan)
- Kurangi makan makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti nasi, gula,
mie, roti/kue, dll.
- Melakukan USG secara rutin selama kehamilan, sehingga dapat memantau
penambahan berat badan bayi selama dalam kandungan dan dapat diambil
langkah-langkah untuk mencegah terjadinya bayi besar.

16
2.9 Distosia

2.9.1 Definisi

Ketidakmampuan melahirkan bahu pada persalinan normal. Dan


merupakan suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir,
bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan
sebab lain dari kesulitan tersebut (Siswishanto, 2011).

2.9.2 Epidemiologi

Insiden distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan pervaginam


dengan presentasi kepala (Siswishanto, 2011). Sedangkan menurut Cunningham
et all insiden dari distosia 0,9% dari 11.000 persalinan pervaginam yang
dikategorikan dostosia di Toronto General Hospital (2001). Insiden dari distosia
bahu bervariasi antara 0,6 sampai 1,4% (Cunningham et all, 2006).

2.9.3 Faktor resiko

Menurut Siswishanto, faktor resiko dari distosia bahu antara lain sebagai
berikut (2011)

- Persalinan post aterm


Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih
lebar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadi distosia bahu

- Makrosomia (˃4000 gr)


Pada keadaan ini terdapat perbedaan ukuran badan dan bahu, dimana
perbandingan antara bahu dan kepala lebih besar dibandingkan dengan
bayi tanpa makrosomia.

- Diabetes gestational
Adanya DOPE (Diabetes, Obesity,Prolonged pregnancy,
Excessivefetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko
kejadian.

17
Faktor resiko lain dari distosia antara lain (Cunningham et all,2001):
- Faktor resiko dari ibu : obesitas, multiparitas, kehamilan lewat bulan,
diabetes serta adanya riwayat distosia pada kehamilan sebelumnya.

- Faktor janin : peningkatan berat janin

2.9.4 Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapa ditimbulkannya
dapat dilakukan dengan cara (Siswishanto, 2011):

- Tawarkan untuk dilakukan dengan bedah sesar pada persalinan vaginal


beresiko tinggi, janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5
kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4kg) dengan riwayat distosia
bahu pada persalinan sebelyumnya, kala ii yang memanjang dengan
janin besar.
- Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
- Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi
- Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko
cedera pada janin
- Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia
diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts,
pertolongan persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila
perlu).
2.9.5 Diagnosis

Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya (Siswishanto,


2011):

- Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
- Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
- Dagu tertarik dan menekan perineum
- Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan
di kranial simfisis pubis

18
Begitu distosia dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus
segera dilakukan

2.9.6 Komplikasi

Pada janin :

- Cedera pleksus brachialis, merupakan kecacatan yang paling sering


ditemukan (mencapai 2/3 kasus).
Cedera pleksus brachialis dapat terjadi di bagian atas ataupun bawah
dari pleksus tersbeut. Cedera ini biasanya terjadi akibat adanya traksi
pleksus brakialis ke bawah pada persalinan dengan bahu depan.Hampir
80% kasus sembuh sempurna dalam waktu 13 bulan, dan diantaranya
yang mengalami defek residual tidak ada yang menderiyta defisit
sensorik maupun motorik berat pada tangan.

- Fraktur tulang (clavicula dan humerus)


Fraktur clavicla relatif lebih sering terjadi, dengan insiden sebesar
38%, sedangkan insiden untuk fraktur humerus sebesar 17%. Fraktur
tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila
didiagnosis dan diterapi dengan memadai.

- Hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak


- Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga bisa terjadi akibat
melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher
- Komplikasi distosia bahu pada janin dapat disertai dengan morbiditas
bahkan mortalitas janin yang signifikan (Cunningham et all, 2001).

Pada ibu:

- Perdarahan post partum biasanya disebabkan oleh atonia uteri, tapi


bisa juga disebabkan oleh laserasi jalan lahir (vagina dan cervix),
ataupun tindakan episiotomi. Infeksi pada masa nifas setelah seksio
sesarea juga menjadi masalah (Cunningham et all, 2001).

19
2.9.7 Penanganan

Saat menangani kasus distosia bahu, sebaiknya penolong ditemani oleh


seorang asisten. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan
bahwa bahu posterior sudah masuk ke oanggul. Bahu posterior yang belum
melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan
pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior
mausk oanggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert,
atau posisi daada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptur
uteri.Keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan
oleh waktu. Setelah kepala lahor akan terjadi penurunan pH arteria umbulikalis
dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, bayi yang sebekumnhya tidak
mengalami hipoksia tersedia waktu 4-5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak (Siswishanto, 2011).

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai


berikut (Siswishanto, 2011):

Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert

(Posisi McRobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubic,

tarikan kepala)

Manuver Rubin

(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan

suprapubic,tekanan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver Wood

20
a) Langkah pertama : Manuver McRobert

Dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert yaitu ibu


telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat
mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi).
Lakukan episisotomi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi
McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan
masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis ke arah
posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior
agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada
kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap.

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang


berlebihan karena akan mencederai pleksus brachialis. Setelah bahu
anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan
persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang
(Siswishanto, 2011).

Gambar 1. Posisi McRobert (Sumber : Cunningman, Gary et all. Distosia :


Kelainan Presentasi, Posisi, dan Perkembangan Janin. Dalam Cunningham, Gery
et all. Obstetri William Edisi 21. 2001; 508)

21
b) Langkah kedua : Manuver Rubin

Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit


daripada diameter oblique atau transversalnya, maka apabila bahu
dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblique atau
transversal untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh
melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi
bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung
atau melakukan tekanan suprapubic ke arah dorsal. Pada umumnya
sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah
dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert,
masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daaerah
ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblique atau
transversal. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang
membuat punggung bayi menghadap ke arah anterior (manuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk
melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior.
Ketika dilakukan penekanan suprapubic pada posisi punggung janin
anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior,
lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk
melahirkan bahu anterior (Siswishanto, 2011).

c) Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak,


atau manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan
penolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung
kanan berarti tangan kanan,dsb) ke vagina. Temukan bahu posterior,
telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa

22
dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan
buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan
membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu
anterir masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah
posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi


sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul
sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior
melewati promontorium. Pada posisi telentang atau litotomi, sendi
sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya
dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu
posterior diklahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan
kepala.

Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi


berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan
mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan
menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, dsb) yang
diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180
derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan
posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior
memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior.
dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dilahirkan.

Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan


selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan
infeksi pasca tindakan serta perawatan pasca tindakan. Perawatan
pascatindakan termasuk menuliskan laporan di lembar catatan medik
dan memberikan konseling pascatindaka (Siswishanto, 2011)

23
Gambar 2. Manuver Woods (Sumber : Cunningman, Gary et all. Distosia :
Kelainan Presentasi, Posisi, dan Perkembangan Janin. Dalam Cunningham,
Gery et all. Obstetri William Edisi 21. 2006; 508).

24
BAB III

KESIMPULAN

Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4.000
gram.Penyebab dari macrosomia adalah ibu yang menderita diabetes mellitus sebelum
dan selama kehamilan, ibu mempunyai riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetic dan
pengaruh kecukupan gizi.Tanda dan gejalanya adalah berat badan lahir lebih dari 4000
gram. Besar untuk usia gestasi atau tinggi fundus pada kehamilan aterm lebih dari 40 cm
dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari rata-rata. Komplikasi dari macrosomia adalah
resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lahir lebih besar dibandingkan panggul
ibunya perdarahan intracranial, distosia bahu, rupture uteri, serviks, vagina, robekan
perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi.

Distosia bahu adalah ketidakmampuan melahirkan bahu pada persalinan normal.


Dan merupakan suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan
bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir, bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut (Siswishanto, 2011).

Insiden distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan pervaginam dengan
presentasi kepala (Siswishanto, 2011). Sedangkan menurut Cunningham et all insiden
dari distosia 0,9% dari 11.000 persalinan pervaginam yang dikategorikan dostosia di
Toronto General Hospital (2001). Insiden dari distosia bahu bervariasi antara 0,6 sampai
1,4%.

25
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS PRIBADI
Nama Ny. N
Umur 31 tahun
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Suku Batak
Alamat Jl. Tani Aslino no.102 Deli serdang
Tanggal masuk 26 Mei 2019
Jam masuk 11:18 WIB
No.RM 01.08.66.96
Tanggal keluar 29 Mei 2019
Paritas G3P2A0

ANAMNESIS PENYAKIT
Ny.N, 31 tahun, G3P2A0, Batak, Islam, SLTA, Ibu Rumah Tangga i/d Tn R, 32
tahun, Batak, Islam, SMA, wiraswasta. Pasien datang ke RSUPM tanggal 26 Mei 2019
pukul 11:18 WIB dengan:
Keluhan utama: Pasien merupakan rujukan dari puskesmas dengan perkiraan bayi besar.
Telaah: Sebelumnya pasien telah melakukan pemeriksaan kehamilan dipuskesmas, dan
sudah diperkirakan bahwa berat bayi lebih dari 4000 gr sehingga ibu sudah diberitahu
untuk melahirkan dirumah sakit. Pada tanggal 27 april 2019 pasien datang kepoli Ibu
hamil. Dan direncanakan untuk operasi section caesarea pada tanggal 3 Mei 2019.
Mules-mules mau melahirkan tidak dijumpai, keluar lendir darah dari kemaluan
tidak dijumpai, keluar air-air dari kemaluan tidak dijumpai.
Selama hamil ini ibu mengaku adanya perubahan pola makan dimana nafsu
makan bertambah dibandingkan sebelum hamil, dalam sehari frekuensi makan berkisar 4-
6 kali dengan porsi yang lebih banyak dari sebelum hamil. Ibu juga mengalami kenaikan
26
berat badan selama kehamilan ini sebanyak kurang lebih 19 kg dari berat badan sebelum
hamil yaitu 63 kg.
Ayah (TB: 170 cm, BB: 89 kg, IMT: 30,7)
Ibu (TB: 155cm, BB sebelum hamil: 63 kg, IMT: 26,2)
RPT : Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-)
RPO : (-)

RIWAYAT HAID
HPHT : ? -?-2018
TTP : ?-?-2019
ANC : Bidan 3 x
: PIH 2x

RIWAYAT PERSALINAN
1. ♂, Aterm, 3000gr, PSP, bidan, klinik, 2 bulan meninggal
2. ♂, Aterm, 3800 gr, PSP + ektraksi vakum, bidan, klinik, 2 tahun, sehat
3. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS PRESENT

Keadaan umum Baik


Keadaan gizi Gizi lebih
Kesadaran Compos Mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Pernafasan per menit 20 x/menit
Nadi per menit 86 x/menit, regular
Suhu 36,7ºC

27
Anemia Tidak ada
Ikterus Tidak ada
Siaosis Tidak ada
Dispnoe Tidak ada
Edema Tidak ada
Tanda dehidrasi Tidak ada
Kelainan fisik Tidak ada
Antropometri Berat badan: 82 kg
Tinggi badan 155 cm

B. STATUS OBSTETRIKUS
G3P2Ao
Antenatal care : Bidan 3x
PIH 2x

Inspeksi Abdomen membesar asimetris


Palpasi
Leopold I 1 jari dibawah proc. xypoideus (40 cm)
Leopold II Kiri
Leopold III Kepala
Leopold IV Turunnya kepala 5/5
His (-)
a. Kekuatan (-)
Taksiran berat badan janin 4100-4200 Gram
Denyut jantung janin 142 x/I, regular
Genitalia Eksterna (+) normal

28
C. PEMERIKSAAN DALAM
Adekuasi panggul :
- Linea inominata teraba 2/3 anterior
- Promontorium tidak teraba
- Spina ischiadika tumpul
- Os sacrum cekung
- Os coxygeus mobile
- Arcus pubis >90o
Kesan : Panggul adekuat

D. STATUS GINEKOLOGIS
VT : Cx tertutup
ST : Lendir darah (-), air ketuban (-)

PEMERIKSAAN USG / TAS :


-JT, PK, AH
-FM (+), FHR(+)
-BPD : 99 mm
-FL : 95 mm
-AC : 359 mm
-Placenta fundal grade II
-Air ketuban cukup
-EBW 4150 gram
Kesimpulan : IUP (38-40 minggu) + PK + AH

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(27/5/2015)
• Hb : 10,40 gr/dl
• Ht : 32,10 %
• Leukosit : 8.100 mm3

29
• Trombosit : 231.000 mm3
• KGD adrandom : 107 mg/dl

DIAGNOSA SEMENTARA
MG + KDR (38-40 minggu) + PK + AH +Makrosomia +B. Inpartu

PROGNOSIS
Baik

RENCANA PERSALINAN
Sectio Caesarea

LAPORAN PERSALINAN SECTIO CAESARIA

30
Pada tanggal 26 Mei 2019 pukul 10:59 WIB dengan Sectio Caesarea a/i Makrosomia,
Lahir bayi perempuan dengan BB :5015 gr; PB : 52 cm; LK : 38 cm, LD: 40 cm
Apgar score 8/9; Anus (+)

- Ibu di baringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik
- Dibawah spinal anastesi dilakukan tindakan aseptic dan anti septik dengan
povidone iodine dan alkohol 70 % pada dinding abdomen, lalu di tutup doek steril
kecuali lapangan operasi.
- Dilakukan insisi pfanensteil mulai dari kutis, subkutis hingga fascia digunting kiri
dan kanan. Otot dan fascia dipisahkan otot dikuakkan tumpul.
- Peritoneum ditembus secara tumpul dan dikuakkan, tampak uterus gravidarum
kemudian dipasang hack blast.
- Insisi uterus low cervical berbentuk concave dan dikuakkan sesuai arah sayatan.
Tampak selaput ketuban intak dan dipecahkan, air ketuban jernih.
- Dengan meluksir kepala lahir bayi perempuan, dengan BB : 5015 gr; PB : 52cm;
LK : 38 cm, LD: 40 cm, Apgar score 8/9; anus (+).
- Tali pusat di klem di kedua tempat lalu digunting diantaranya
- Placenta dilahirkan secara PTT. Kesan : lengkap
- Cavum uteri dibersihkan dengan kassa terbuka, kesan:bersih
- Uterus dijahit continuous interlocking dan dilakukan reperitonealisasi, evaluasi
perdarahan kesan: tidak ada perdarahan aktif
- Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
- Luka operasi ditutup dengan supratule, kassa sterile dan hipafix
- Keadaan ibu post sc stabil.

TERAPI

31
- IVFD Ringer Laktat + oksitosin 10-10-5-5 IUà20 gtt/i
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Injeksi Ranitidine 50 mg / 12 jam

RENCANA
 Awasi Vital Sign, perdarahan pervaginam, kontraksi uterus
 Cek darah rutin 2 jam post sc

NEONATUS
1. Jenis kelahiran Tunggal
2. Lahir tanggal 26 Mei 2019 Pukul 10:59 WIB
3. Keadaan lahir Hidup
4. Nilai APGAR 8/9
5. Bantuan pernafasan Tidak ada
6. Jenis kelamin Perempuan
7. Berat badan (g) 5015 gram
8. Panjang badan (cm) 52 cm
9. Lingkar Kepala 38 cm
Lingkar dada 40 cm
Kelainan bawaan Tidak ada
Trauma Tidak ada
Konsul Anak dan Anestesi

PEMANTAUAN POST SECTIO CAESAREA (KALA IV)

Jam (WIB) 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

TD (mmHg) 140/90 140/90 130/90 130/80 130/80


HR (x/menit) 90 94 90 84 80

32
RR (x/menit) 16 20 18 20 20
Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
Uterus
TFU (cm) setentang setentang setentang setentang setentang
pusat pusat pusat pusat pusat

Perdarahan 5 cc 10 cc 5 cc 5 cc 5 cc

HASIL LABORATORIUM 2 JAM POSTSC


• Hb : 11,10 mg/dl
• Ht : 34,40
• Leukosit : 13.600 mm3
• Trombosit : 233.000 mm3

33
Tanggal 04-06-2015 05-06-2015 06-06-2015
Keluhan
Nyeri luka operasi - -
utama
status Sens: CM Sens: CM Sens: CM
present TD : 140/100mmHg TD : 140/90mmHg TD : 140/90mmHg
HR : 80x/menit HR :88x/menit HR : 80x/menit
ANALISA KASUS
RR : 20x/menit RR : 20x/menit RR : 20x/menit
TEORI KASUS
Temp: 37,1 ˚C Temp: 36,8 ˚C Temp: 36,7o C
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir Pada kasus ini bayi lahir
Anemis : - Anemis :- Anemis :-
lebih dari 4.000 gram. dengan berat badan 5015 gr.
Sianosis : - Sianosis : - Sianosis :-
Faktor risiko makrosomia:
Ikterik : - Ikterik :- Pada kasus
Ikterik : - ini factor
- Bayi dari ibu yang menderita
Dypsnoe :- diabetesDypsnoe
sebelum: hamil
- dan risikonya: adalah
Dypsnoe -
bayi dari ibu yang menderita
Oedema :- diabetesOedema
selama kehamilan.
:- - Factor: genetic
Oedema -
- Faktor
status genetikAbdomen : Abdomen : - Riwayat
Abdomen : melahirkan bayi
- Ibu yang mempunyai
lokalisata riwayat melahirkan
Soepel, peristaltik (+) bayi
Soepel, besar (+)
peristaltik besar
Soepel, sebelumnya
peristaltik(+)
- normal gizi.
Pengaruh kecukupan normal normal
- Pengaruh kecukupan gizi
- TFU pertama.
Bukan kehamilan : 2 jari dibawah TFU : 3 jari dibawah TFU : 3 jarikehamilan
- Bukan dibawah anak
umbilikus, kontraksi umbilikus, kontraksi umbilikus, kontraksi
pertama.
kuat. kuat. kuat.
Manifestasi Klinis Pada pasien ini manifestasi
L/O : tertutup verban
 Pada saat kehamilan : klinisnya adalah :
kesan: kering L/O : tertutup verban L/O : tertutup verban
d. Uterus lebih besar dari biasanya atau tidak sesuai  Pada saat kehamilan:
P/V : (-) kesan: kering kesan: kering
denganLochia
usia gestasi
: (+) rubra P/V : (-)
- Uterus lebih besar dari
P/V : (-)
e. Tinggi BAK
fundus :pada
(+) viakehamilam aterm
Lochia : (+) lebih
rubra dari Lochia
biasanya atau tidak sesuai
: (+) rubra
40cm kateter 45cc/jam, BAK : (+) cukup BAKdengan: (+)usia gestasi
cukup
f. Taksiran beran
warna badan
kuning janin (TBBJ)
jernih BAB : lebih dari 4000
(-) , Flatus (+) - Tinggi
BAB : (+) fundus pada
gram BAB : (-) , Flatus (+) ASI : (+) ASI kehamilam
: (+) aterm lebih
ASI :lahir
 Pada bayi baru (+) : dari 40 cm
e. Berat badan lebih dari 4000 gram - Taksiran beran badan
Diagnosis
f. Badan Post sc a/idan kulit kemerahan
montok Post sc a/i Post janin
sc a/i (TBBJ) 4850 gram
Makrosomia + Nifas Makrosomia + Nifas Makrosomia+NifasH
g. Organ internal membesar (hepatosplenomegali,  Pada bayi baru lahir:
hari 1 hari 2 ari 3
splenomegaly, kardiomegali) - Berat badan bayi 5015 gr
h. Lemak tubuh banyak - Badan bayi montok dan
Therapi -IVFD Ringer Laktat + -Cefadroxil 500 mg -Cefadroxil 500 mg
kulit kemerahan
oksitosin 5-5 à20 gtt/i 2x1 2x1
- Lemak tubuh banyak
-Injeksi Cefotaxime 1 -Asam mefenamat -Asam mefenamat
gr / 12 jam 500mg 3x1 500mg 3x1
-Injeksi Ketorolac 30 -B.complex 2x1 -B.complex 2x1 34

mg / 8 jam
-Injeksi Ranitidin 50
mg / 12 jam
Diagnosis berdasarkan: Pada pasien ini dilakukan
1. Penilaian faktor-faktor resiko penegakan diagnosis
2. Palpasi uterus dengan maneuver Leopold, berdasarkan berdasarkan :
rumus : - Penilaian faktor-faktor
- Penentuan berat janin dengan rumus JohnsonThousack resiko
- Penentuan berat janin dengan formula Dare’s - Palpasi uterus dengan
- Penentuan berat janin dengan formula Niswander maneuver Leopold,
3. Pemeriksaan USG berdasarkan rumus
Johnson Thousack
- Pemeriksaan USG

PERMASALAHAN

1. Sejauh mana kompetensi dokter umum pada kasus makrosomia?


2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?
3. Apakah pada kasus ini bisa dilakukan persalinan pervaginam?

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL et all. Williams Obstetri; ed. 2. New
York: McGray Hill-Companies, 2010. Hal. 900-906
2. Hariadi, R. Makrosomia. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya, 2004.
3. Pernoll ML. Benson and Pernoll’s handbook of Obstetrics and Ginekology 10 th
Edition. New York: McGray Hill, 2001, hal:219-222
4. Jazayeri A. Macrosomia. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/262679-overview (Acces Juny 10th 2015).
5. Nahum GG. Estimation of fetal weight. Medscape Reference. .
http://emedicine.medscape.com/article/262865-overview (Acces Juny 10th 2015).
6. Prawirohardjo, sarwono. Diabetes Melitus Gestasional. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; 2006, hal: 290-299
7. Mayoclinic. Fetal Macrosomia.
http://www.mayoclinic.org/disease-condition/fetal-macrosomia
/basics/definitin/con-20035423
8. KC, Kamana et al. Gestasional Diabetes Mellitus and Macrosomia: A literature
Review. http://www.karger.com/article/fulltext/371628(acces: Juny 12th 2015)
9. Guidelines, ACOG Issues on Fetal Macrosomia.
http://www.aafp.org/afp/2001/0701/p169.html (acces: Juny 12th 2015)
10. Manuaba, Sp.OG(K), Prof. dr.I.B.G, dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC,
Jakarta:2007
11. Taksiran Berat badan janin. Repository usu.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41532/4/Chapter%20II.pdf
12. Gestational Diabetes and Obesity Lead to Macrosomia. Reference
http://www.medscape.com/viewarticle/724328

36

Anda mungkin juga menyukai