Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

P4A1 Post SC a/I MAKROSOMI

Oleh :

Larasati Gilang Puji Astuti, S.Ked


NIM. I830912320024

Pembimbing :

dr. Iwan Darma Putra, SpOG - KFER

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD ULIN/FK UNLAM
BANJARMASIN

2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................3

BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................15

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 27

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

American College of Obstetricians and Gynecologists menyimpulkan bahwa

kata makrosomia tepat digunakan pada janin yang, saat lahir, memiliki berat 4500

gram atau lebih.1 Untuk Indonesia, jika berat bayi 4.000 gram adalah makrosomia.

Morbiditas dan mortalitas bayi makroosmia lebih tinggi daripada berat badan normal,

dikarenakan proses persalinanya yang memerlukan intervensi medis.2 Kejadian

makrosomia adalah sangat bervariasi antara 8 sampai 10 persen total dari kelahiran.3

Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi besar:

(1) ukuran orang tua besar, terutama obesitas pada ibu; (2) pertambahan berat badan

ibu yang berlebihan selama kehamilan, porsi makanan yang dikonsumsi ibu hamil

akan berpengaruh pada berat badan ibu. Asupan gizi yang berlebih bisa

mengakibatkan bayi lahir dengan berat di atas rata-rata; (3) ibu dengan diabetes

milletus, tingginya gula darah ibu bisa berpengaruh pada berat badan bayi; (4)

multiparitas, ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya lebih

besar daripada anak pertama; (5) ibu hamil dengan riwayat melahirkan bayi

makrosomia, ibu yang sebelumnya pernah melahirkan bayi makrosomia berisiko 5-10

kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingkan ibu yang

belum pernah melahirkan bayi makrosomia; (6) janin laki-laki; (7) ras dan etnik.1-3

Persalinan janin makrosomia berhubungan dengan persalinan lama,

meningkatnya kemungkinan untuk operasi sesar, distosia bahu, dan trauma pleksus

brakialis yang dapat menjadi permanen. Komplikasi pada ibu hamil adalah sebagai

1
hasil proses persalinan yaitu perdarahan postpartum, robekan perineum atau sfingter

anus, rupur uterus dan serviks dan infeksi post partum. 1,4

Berikut akan dilaporkan kasus Ny. SA dengan diagnosis P4A1 post SC a/i

makrosomia yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Makrosomia

2.1. Definisi

Bayi besar atau istilah latin dikenal makrosomia adalah bayi dengan berat badan

lebih dari 4.500 gram atau untuk Indonesia berat badan bayi 4.000 gram. Menurut

Cunningham semua neonatus dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa

memandang usia gestasi dianggap sebagai makrosomia.2,4

2.2. Epidemiologi

Insiden makrosomia telah meningkat di negara maju, meskipun makrosomia kurang

umum di negara-negara berkembang. Pada umumnya, berat bayi lahib>4000 gram

terjadi pada 10% dari seluruh persalinan, sedangkan berat bayi lahir > 4500 gram terjadi

1% dari seluruh persalinan. Survey kematian perinatal yang dilakukan bagian kedokteran

obstetric dan ginecology Spayol menunjukkan bahwa insiden bayi dengan berat lahir

>4000 gram adala 6,7% dan 0,8% bayi dengan berat lahir >4500 gram.5

Berdasarkan data WHO pada 23 negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika

latin, presetase berat lahir >4000 gram bervariasi dari yang rendah 0,5% di India sampai

yang tertinggi 14,9 % di Aljazair.6 di Indonesia, berdasarkan data Riskesdes tahun 2010,

persentase berat lahir >4000 gram adalah 6,4%.7 Pada tahun 2013 dilaporkan persentase

berat lahir > 4000 gram adalah pada laki-laki (5,6 %) dan pada perempuan (3,9%).8

2.3 Etiologi

Penyebab bayi mengalami makrosomia adalah:

a. Diabetes mellitus (DM)

3
Diabetes mellitus mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar (makrosomi) dengan

berat lahir mencapai 4000-5000 gram atau lebih. Namun bisa juga sebaliknya, bayi lahir

dengan berat lahir rendah, yakni dibawah 2000- 2500 gram. Dampak yang lebih parah yaitu

mungkin janin meninggal dalam kandungan karena mengalami keracunan.

Kehamilan merupakan sesuatu keadaan diabetogenik dengan resistensi insulin yang

meningkat dan ambilan glukosa perifer yang menurun akibat hormone plasenta yang

memiliki aktifitas anti- insulin. Dengan cara ini janin dapat menerima pasokan glokosa

secara kontiniu. Insidensinya 3-5% dari seluruh kehamilan. Melalui difusi terfasilitasi dalam

membrane plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energy

hormonal (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga

hiperinsulinemia hingga janin juga mengalami gangguan metabolic (hipoglikemia,

hipomagnesemia. Hipokalsemia, hiperbillirubinemia) dan sebagainya. Seorang ibu dengan

riwayat sakit gula, bila hamil harus melakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar gula

darah untuk mencegah terjadinya komplikasi kematian bayi di dalam rahim. Pemeriksaan

kadar gula darah sebaiknya dilakukan saat usia kehamilan 24-28 minggu, bila kadar gula

darah tidak normal, nilai kadar gula harus diturunkan dalam batas aman atau normal dengan

menggunakan obat penurun gula darah tablet tidak dibenarkan, sebab bisa membahayakan

bayi.

b. Keturunan (orang tuanya besar)

Seorang ibu hamil gemuk berisiko 4 sampai 12 kali untuk melahirkan bayi besar.

Bayi besar dapat disebabkan berat badan ibu yang berlebihan baik sebelum hamil (obesitas)

maupun kenaikannya selama hamil lebih dari 15 kg. Dalam penelitian yang dipublikasikan

dalam jurnal kebidanan dan kandungan tersebut, peneliti melibatkan melibatkan partisipan

lebih dari 40.000 wanita Amerika dan bayinya. Setelah dianalisis, diperoleh data bahwa satu

4
dari lima wanita mengalami peningkatan bobot berlebih semasa hamil, yang membuatnya

berisiko dua kali lipat melahirkan bayi besar.

c. Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya

Bila Ibu hamil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia sebelumnya, maka ia

berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingakn

wanita yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia karena umumnya berat seorang bayi

yang akan lahir berikutnya bertambah sekitar 80 sampai 120 gram. Bayi besar (bayi dengan

berat badan lahir lebih dari 4000 gram) dan sering terjadi pada ibu yag telah sering

melahirkan (multipara) dibandingakan dengan kehamilan pertama.3

Menurut Bobak (2005) pola peningkatan berat pada ibu hamil yang

direkomendasikan mencapai 1 sampai 2 kg selama trimester pertama kemudian 0,4 kg per

minggu selama trimester kedua dan ketiga. Selama trimester kedua, peningkatan terutama

terjadi pada ibu, sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan merupakan pertumbuhan

janin.1

2.4 TANDA DAN GEJALA

Berat badan lebih dari 4000 gram pada saat lahir

Wajah menggembung, pletoris (wajah tomat)

Besar untuk usia gestasi

Riwayat intrauterus dari ibu diabetes dan polihidramnion1,9

2.5 DIAGNOSIS MAKROSOMIA

Tiga metode utama untuk memprediksi makrosomia yaitu penilaian faktor risiko,

pemeriksaan klinis, dan ultrasonografi. Pemeriksaan leopold dan pengukuran tinggi fundus

merupakan pemeriksaan utama untuk memperkirakan berat janin. Jika presentasi kepala,

5
penentuan taksiran berat janin dapat dihitung berdasarkan tinggi fundus uteri dengan rumus

Johnson.1,10

Jika kepala sudah masuk panggul:

Taksiran berat janin = (TFU-11) x 155 gram Jika kepala belum masuk panggul

Taksiran berat janin = (TFU-12) x 155 gram

Akurasi USG dalam memprediksi taksiran berat janin tidak lebih baik dibanding

dengan pemeriksaan leopold. USG merupakan pemeriksaan tambahan yang membantu

dalam mengekslusi diagnosis makrosomia karena memiliki spesifitas yang cukup tinggi (90

persen) namun sensitiftasnya hanya 60 persen.

6
2.6 PENANGANAN MAKROSOMIA

1. Sectio caesarea

Sectio caesarea elektif pada kasus yang diduga makrosomia merupakan cara untuk

mencegah terjadinya kegagalan kemajuan persalinan dan mencegah trauma lahir. SC

dipertimbangkan untuk kasus suspek makrosomia dengan taksiran berat janin lebih dari

5000 gram pada ibu hamil tanpa diabetes dan suspek makrosomia dengan taksiran berat

janin lebih dari 4500 gram pada ibu hamil dengan diabetes. Sectio caesaria sekunder

dilakukan karena partus percobaan gagal atau timbul indikasi untuk menyelesaikan

persalinan sesegera mungkin. 1,10

2. Partus percobaan

Persalinan pervaginam bukanlah kontraindikasi pada ibu hamil tanpa diabetes dengan

taksiran berat janin kurang dari 5000 gram. Komplikasi seperti distosia bahu dan trauma

plexus brachialis tidak hanya disebabkan karena berat lahir saja namun dipengaruhi juga

oleh faktor anatomi maternal. Riwayat obstetri, proses selama persalinan, ukuran pelvis, dan

tanda-tanda DKP harus digunakan untuk menentukan intervensi. Pada janin dengan taksiran

berat lebih dari 4500 gram, kala II memanjang dan kala II macet merupakan indikasi untuk

dilakukannya SC. 1,10

2.7 KOMPLIKASI

Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena dapat

menyebabkan cedera baik pada ibu maupun bayinya. Kesulitan yang dapat terjadi adalah :

1. Kesulitan pada ibu :

a) Robekan hebat jalan lahir

b) Perdarahan

7
c)Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria.

d)Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat peregangan

maksimal struktur tulang panggul. Keluhan keluhan tersebut bisa sembuh dengan

perawatan yang baik. 1,10

2. Pada Bayi

a) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut

di jalan lahir.

b) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk

melahirkan bahu.

c) Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan adanya

gangguan motorik pada lengan.

d) Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat

melahirkan bahu.

e) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan. Makrosomia dapat

meningkatkan resiko pada bayi mengalami hipoglikemia, hipokalsemia,

hiperviskostas, dan hiperbilirubinemia. 5,6

f) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut

di jalan lahir.

g) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk

melahirkan bahu.

h) Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan adanya

gangguan motorik pada lengan.

i) Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat

melahirkan bahu.

8
j) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan. Makrosomia dapat

meningkatkan resiko pada bayi mengalami hipoglikemia, hipokalsemia,

hiperviskostas, dan hiperbilirubinemia.1,10

k) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut

di jalan lahir.

l) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk

melahirkan bahu.

m) Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan

adanya gangguan motorik pada lengan.

n) Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat

melahirkan bahu.

o) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan. Makrosomia dapat

meningkatkan resiko pada bayi mengalami hipoglikemia, hipokalsemia,

hiperviskostas, dan hiperbilirubinemia. 5,6

9
A. Sectio Caesarea

2.1.Definisi

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus. 1

2.2.Klasifikasi

Menurut Benson dan Pernoll, jenis-jenis seksio caesarea yang sering dilakukan

adalah: 11

1. Seksio Sesarea Segmen Bawah

Tindakan ini dilakukan dengan insisi melintang pada peritoneum uterus kira-

kira 1 cm dari perlekatan kandung kemih. Kemudian dipisahkan ruang yang

menghubungkan antara kandung kemih dan segmen bawah rahim sepanjang 3-4 cm

dengan diseksi tumpul dan menarik kandung kemih ke arah simfisis pubis sehingga

segmen bawah rahim tampak. Lalu insisi vertikal di garis tengah segmen bawah

rahim untuk memasuki uterus lebih jauh. Setelah itu pelahiran janin, plasenta, dan

selaput ketuban.

2. Seksio Sesarea Klasik

Seksio sesarea klasik merupakan tindakan yang paling sederhana. Indikasi

seksio sesarea klasik adalah plasenta previa, letak janin melintang, atau oblik dan jika

persalinan cepat sangat dibutuhkan. Tindakan ini dilakukan melalui insisi vertikal

pada bagian bawah korpus uteri (di atas lipatan vesikouteri) melalui peritoneum

10
viseral ke dalam miometrium. Setelah masuk ke dalam kavum uterus, insisi diperluas

ke arah kaudal dan kranial. Lalu pelahiran bayi, plasenta, dan selaput ketuban.

3. Seksio Sesarea Ekstraperitonial

Tindakan seksio sesarea ekstraperitoneal adalah tindakan dimana memasuki

uterus tanpa membuka peritoneum.

2.3 Epidemiologi

Sectio caesarea primer lebih sering terjadi pada nulipara daripada wanita

multipara. Indikasi paling umum untuk sectio caesar primer pada wanita nulipara

adalah disproporsi sefalopelvik (CPD). CPD biasanya mengacu pada kondisi di mana

kepala janin terlalu besar untuk masuk melalui panggul ibu.12

Di Indonesia, disproporsi sefalopelvik (CPD) merupakan indikasi Sectio Caesarea

terbanyak. Winkjosastro (2005) menyebutkan bahwa indikasi umum SC antara lain:

disproporsi sefalopelvik (CPD) sebesar 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%,

riwayat SC sebelumnya 11%, kelainan letak janin 10%, dan preeklamsia dan

hipertensi 10%.1

2.4.Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea menjadi 2 kelompok besar yaitu indikasi absolut dan

indikasi nonabsolut. 13

Indikasi absolut dilakukannya tindakan sectio caesarea adalah disproporsi

fetopelvik yang nyata, perdarahan akibat plasenta previa atau solutio plasenta,

kegagalan persalinan percobaan, malpresentasi janin (melintang, oblik, dan muka),

dan ruptur uteri. 13

11
Indikasi nonabsolut dilakukannya tindakan sectio caesarea antara lain: kegagalan

kemajuan persalinan, gagal induksi, riwayat sectio caesarea, fistula urogenital,

preeklampsi atau eklampsi, permintaan ibu, gawat janin, dan presentasi bokong. 13

2.5. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea

Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain:

1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama

dan 30 menit pada 4 jam kemudian.

2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.

3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.

4) Pemberian antibiotika.

Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan, namun

pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

5) Mobilisasi

Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur

dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat

berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.

Tujuan mobilisasi post partum adalah untuk melancarkan pengeluaran lochea,

mengurangi infeksi peurperium, mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan

fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, serta meningkatkan kelancaran

peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa

metabolisme.

12
6) Pemulangan

Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima

setelah operasi. 1,2

2.6. Komplikasi

Menurut Sibuea (2007), seksio caesarea memiliki beberapa komplikasi tertentu,

yaitu: 14

1. Komplikasi ibu selama dan setelah persalinan

a. Komplikasi berat

Berupa perlukaan usus, perlukaan kandung kemih, jahitan luka abomen terbuka

sampai peritoneum, luka sayatan dinding abdomen bernanah, peritonitis, pneumonia

paska operasi, aspirasi saat pembiusan, komplikasi anestesi spinal, hematoma

perianal, perlukaan vagina sampai rektum.

b. Operasi ulangan

Berupa pengeluaran plasenta dengan tangan, kuretase paska persalinan,

jahitan ulang luka perineum.

c. Perdarahan

d. Perihisterektomi

Berupa histerektomi postpartum, histerorafi pada kasus uterus ruptur, seksio

sesarea dengan histerektomi.

e. Kematian ibu

Kematian ibu intrapartum, kematian ibu sewaktu seksio caesarea, kematian

ibu postpartum, kematian ibu pasca seksio caesarea.

13
2. Komplikasi neonatal dini

a. Asfiksia ringan dan sedang

Bayi lahir dengan APGAR Score 4-7 pada menit pertama.

b. Asfiksia berat

Bayi lahir dengan APGAR Score 3 atau kurang pada menit pertama.

c. Kematian neonatal dini

Kematian bayi pada hari ke tujuh atau kurang.

14
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. SA

Umur : 40 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jln. Aes Nasution Gg.Mufakat RT.02

MRS tanggal : 1 Maret 2020

B. Anamnesis

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 03 Maret 2020 pukul 14.30

WITA di Ruang Cempaka hari perawatan ketiga.

1. Keluhan utama :

Post operasi

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang sendiri mengaku hamil 9 bulan, mengeluhkan kencang-

kencang sejak ±8 jam sebelum masuk rumah sakit, keluar lendir darah sejak

±3 jam sebelum masuk rumah sakit, keluar air-air (-), gerak janin (+).

15
Riwayat penyakit keluarga:

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan

serupa, hamil diluar kandungan (-), batu saluran kemih (-), tekanan darah tinggi (-

), kencing manis (-), asma (-), alergi (-).

3. Riwayat Haid:

Menarche umur 12 tahun, siklus haid 28 hari, lama haid 5-7 hari, tidak ada

keluhan selama haid.

Hari Pertama Haid Terakhir: 09- 05 - 2019

Taksiran partus: 16-02-2020

Usia kehamilan: 42 minggu

4. Riwayat perkawinan:

1. Suami 1 2001- 2004

2. Suami 2 2005- sekarang

5. Riwayat Obstetri:

1. 2001/8 minggu/ abortus/ kuret (+) (suami 1)

2. 2005/9 bulan/ spontan belakang kepala/ dukun kampung/ perempuan/

3800 gram (suami 2)

3. 2014/9 bulan/ spontan belakang kepala/ dukun kampung/ laki-laki/

3200 gram (suami 2)

4. 2016/ 9 bulan/ spotan belakang kepala/ Rumah Sakit Ansari Saleh/

laki-laki/ 4800 gram (suami 2)

5. Hamil ini

16
6. Riwayat pemakaian kontrasepsi:

Pasien menggunakan kb suntik 3 bulan, berhenti sejak 1 tahun yang lalu

7. Riwayat Antenatal Care:

Pasien memeriksakan kandungannya tiap bulan ke Puskesmas selama 9

kali dan ke dokter spesialis kandungan 1x. Pada pemeriksaan dikatakan

kehamilan risiko tinggi karena grandemultiapara.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6

Tinggi badan : 167 cm

Berat badan : 83 kg

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg

Nadi : 83 kali/menit

RR : 20 kali/menit

T : 36,8oC

Kulit : Turgor kulit baik, Kelembapan cukup

Kepala/leher

Kepala : Bentuk normal

Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva anemis (-), sklera tidak

ikterik, pupil isokor (+/+), edema palpebra (-/-).

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

tidak ada ganguan pendengaran.

17
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada

sekret, tidak ada epistaksis.

Mulut : Bibir tidak kering, perdarahan gusi tidak ada, tidak ada

trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil,

lidah tidak ada kelainan.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

Thoraks :

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.

Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : Vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS

kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

Abdomen:

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : defand muskular (-)

Perkusi : hipertimpani (-).

18
Auskultasi : BU (+) normoaktif

Ekstremitas :

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).

D. Pemeriksaan khusus obstetrik

1. Inspeksi : bekas SC (+) tertutup kassa

2. Palpasi : TFU 2 jari bpst

3. Pemeriksaan Dalam : tidak dilakukan

E. Pemeriksaan Tambahan

- Laboratorium :

Hasil laboratorium tanggal 01 Maret 2020 pukul 14.20 WITA (sebelum operasi)

PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11.9 12.0-16.0 g/dl

Leukosit 11.7 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 4.22 4.00-5.30 juta/ul

Hematokrit 34.6 37.0-47.0 vol%

Trombosit 377 150-450 ribu/ul

RDW/CV 14.5 12.1-14.0 %

MCV,MCH.MCHC

MCV 82.8 75.0-96.0 Fl

19
MCH 28.2 28.0-32.0 Pg

MCHC 34.4 33.0-37.0 %

HITUNG JENIS

Basofil% 82.0 75.0-96.0 fl

Eosinofil% 2.8 1.0-3.0 pg

Neutrofil% 69.1 33.0-37.0 %

Limfosit% 20.1 20.0-40.0 %

Monosit% 7.7 2.0-8.0 %

Basofil# 0.03 <1.00 Ribu/ul

Eosinofil# 0.31 <3.00 Ribu/ul

Neutrofil# 7.68 2.50-7.00 Ribu/ul

Limfosit# 2.24 1.25-4.00 Ribu/ul

Monosit# 0.86 0.30-1.00 Ribu/ul

HEMOSTASIS

Hasil PT 10.7 9.9-13.5 detik

INR 0.99 -

Control Normal PT 10.8 -

Hasil APTT 29.7 22.2-37.0 detik

KIMIA

DIABETES

20
Glukosa Darah 96 <200.00 Mg/dl
Sewaktu

IMUNO-
SEROLOGI

Anti HIV Rapid Non Reaktif Non Reaktif UI/ml

HEPATITIS

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif -

Hasil laboratorium tanggal 1 maret 2020 pukul 23.30 WITA (post operasi)

PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10.9 12.0-16.0 g/dl

Leukosit 14.7 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 3.84 4.00-5.30 juta/ul

Hematokrit 31.8 37.0-47.0 vol%

Trombosit 278 150-450 ribu/ul

RDW/CV 14.5 12.1-14.0 %

MCV,MCH.MCHC

MCV 82.8 75.0-96.0 Fl

MCH 28.4 28.0-32.0 Pg

MCHC 34.3 33.0-37.0 %

21
HITUNG JENIS

Basofil% 82.8 75.0-96.0 Fl

Eosinofil% 1.5 1.0-3.0 Pg

Neutrofil% 34.4 33.0-37.0 %

Limfosit% 13.2 20.0-40.0 %

Monosit% 6.7 2.0-8.0 %

Basofil# 0.03 <1.00 Ribu/ul

Eosinofil# 0.22 <3.00 Ribu/ul

Neutrofil# 11.51 2.50-7.00 Ribu/ul

Limfosit# 1.93 1.25-4.00 Ribu/ul

Monosit# 0.98 0.30-1.00 Ribu/ul

- Foto thorax :-

- Lain-lain :-

F. Diagnosis

DK : P4A1 post SC + MOW atas indikasi makrosomia

G. Penatalaksanaan

22
Pasien kemudian dilakukan operasi sectio caesarea + MOW pada tanggal 1

maret 2020 pada pukul 17.00 WITA. Lahir bayi perempuan, BB 4580 gram, PB

50 cm, anus (+), kelainan kongenital (-), dan skor APGAR 7-8-9.

Terapi Post SC

Cek DR 6 jam post op

Inf. Ringer laktat 500 cc+ drip oxytocyn

Inj.Asam Traneksamat 3x500 mg

Inj.Ceftriaxone 2x1 gram

Inj,Ketorolac 3x30 mg

23
FOLLOW UP
a. Follow up tanggal 01 Maret 2020
01/03/2020
SUBJECTIV
E Kencang (+) Keluar air-air (+) Keluar lendir darah (+)

OBJECTIVE
Vital Signs TD: 120/80 N:86x/m RR:20x/m T:36,8C
Status - Leopold I : Teraba lunak, TFU 41 cm
Obstetri - Leopold II : punggung kanan
- Leopold III: presentasi kepala
- Leopold IV : masuk PAP
- His : 4 kali/10 menit, lama 5-10 detik
- DJJ : 142 kali/menit
- Pemeriksaan Dalam : - Portio : konsistensi lunak, arah posterior
- Pembukaan : 3 cm
- Kulit ketuban : (-)
- Bagian terbawah : kepala
- Penurunan : Hodge I
- Petunjuk : UUK

Assessment G5P3A1 H 42/43 minggu + JTHIU + preskep + postterm + inpartu kala 1 fase
laten+ grandemultipara+ TBJ 4495 gram+ makrosomia+
KRT usia >35 tahun
Management
IVFD RL 20 tpm
Obs. KU/Kel/Flx
Cek DL, HBsAg, GDS
Rencana SC cito+ MOW 01/03/2020
SUBJECTIV

24
E Nyeri post op (+)

OBJECTIVE
Vital Signs TD: 110/80 N:88x/m RR:22x/m T:36,8C
Status Kontraksi uterus: baik
Obstetri v/v: fluksus (-)
Assessment P4A1 Post SC + MOW ai Makrosomia
Management
Terapi Post Op :
- IVFD RL 500 cc + Drip Oxytocin 20 IU 20 TPM s/d 24 jam post SC
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Asam traneksamat 3x500 mg
- Inj. Ketorolac 3x30 mg
- Cek DR 6 jam post SC

25
Follow up (tanggal 2-4 Maret 2020)

SUBJECTIV 02/03/2020 03/03/2020 04/03/2020


E
Nyeri post op (+) Nyeri post op (<) Keluhan (-)
Perdarahan (-) Perdarahan (-)

OBJECTIVE
Vital Signs TD: 110/70 TD: 120/80 TD: 110/80
N:88x/m N:90x/m N:80x/m
RR:20x/m RR:18x/m RR:18x/m
T:36,7C T:36,4C T:36,5C
Status Kontraksi uterus: baik Kontraksi uterus: baik Kontraksi uterus: baik
Obstetri v/v: fluksus (-) v/v: fluksus (-) v/v: fluksus (-)

Assessment P1A0 Post SC + MOW ai Makrosomi

Management
IVFD RL 500 cc + Venflon PO. SF 2x300 mg
Drip Oxytocin 20 IU Inj. Ceftriaxone 2x1 gr PO. Asam mefenamat
20 TPM s/d 24 jam PO. Asam mefenamat 3x500 3x500 mg
post SC mg PO. Cefadroxil 2x500
Inj. Ketorolac 3x30 mg PO. SF 2x300 mg mg
Inj.Ceftriaxone 2x1 gr Diet TKTP
Inj.Asam Traneksamat Aff DC Pasien BLPL
3x1amp Mobilisasi bertahap
Mobilisasi bertahap

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dilaporkan seorang wanita berusia 40 tahun dengan diagnosis

awal G5P3A1 H42-43 mgg + JTHIU + Preskep + Post term+ Inpartu kala I fase

laten+ Grandemultipara+ TBJ 4495 gr+ Makrosomia. Dalam penegakan diagnosis

pada kasus ini didukung oleh anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa diagnosis ditegakkan

berdasarkan keluhan subjektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah

dilakukan.

Dari anamnesis didapatkan identitas ibu. Pada kasus ini umur ibu yakni 40

tahun, dan merupakan kehamilan kelima, dengan riwayat persalinan makrosomia,

kencang-kencag (+), keluar lendir darah (+). Berdasarkan HPHT usia kehamilan

pasien saat ini 42-43 minggu (post term). Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan

tinggi fundus uteri 41 cm, sehingga menurut rumus Johnson Tossec sebesar 4495

gram dan berdasarkan USG dimana perkiraan berat badan yang didapat yaitu sebesar

4700 gram.

Kepustakaan mengatakan bahwa bayi makrosomia adalah bayi dengan berat

badan lahir lebih atau sama dengan 4000 gram.1 Namun untuk menentukan bayi

makrosomia merupakan hal yang sulit. Menurut kepustakaan ada tiga metode utama

yang dapat digunakan untuk memprediksi bayi makrosomia. Ketiga metode utama

27
tersebut adalah penilaian faktor-faktor risiko, palpasi uterus dengan manuver

Leopold, pemeriksaan ultrasonografi (USG). Namun masing-masing ketiga metode

tersebut memiliki kelemahan. Meskipun faktor-faktor risiko makrosomia telah dapat

dikenali, namun meskipun wanita hamil memiliki satu atau dua faktor risiko

kemungkinan mendapatkan bayi makrosomia hanya 32%. Sedangkan ada 34% bayi

makrosomia lahir dari ibu yang tidak memiliki faktor risiko apapun dan 38% lahir

dari ibu dengan satu faktor risiko.15,16 Penentuan makrosomia dengan cara palpasi

Leopold juga memiliki kelemahan. Pemeriksaan fisik dengan manuver leopold dapat

dipengaruhi oleh habitus ibu hamil, adanya hidramnion, kehamilan kembar, dan

adanya tumor dalam uterus. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mean error

dengan metode palpasi adalah 300 gram. Pemeriksaan dengan USG tidaklah lebih

unggul namun sejumlah penelitian menuliskan bahwa pemeriksaan USG lebih akurat

sedikit dibandingkan metode-metode lainnya.16

Pada kasus ini didiagnosa dengan suspek makrosomia oleh karena didapatkan

taksiran berat badan janin antara hasil perhitungan dengan rumus Johnson Tossec

dengan hasil pemeriksaan USG lebih dari 4000 gram. Taksiran berat badan janin

menurut rumus Johnson Tossec yaitu tinggi fundus uteri dikurangi n (n=11 bila

kepala janin masih di atas spina isciadika, n=12 bila kepala janin di bawah spina

isciadika) dikalikan dengan 155.3 Kesalahan TBBA dengan rumus ini terjadi ketika

pemeriksa kurang tepat menentukan tinggi fundus uterus. Hal ini dapat terjadi pada

ibu dengan obesitas sehingga memiliki lapisan lemak yang tebal pada dinding

abdomen atau dapat juga terjadi ketika sedang pemeriksaan leopold uterus dalam

keadaan kontraksi. Sedangkan kesalahan taksiran juga dapat dipengaruhi oleh hasil

28
USG. Hasil pemeriksaan USG tidaklah 100% akurat. Hal ini dipengaruhi beberapa

faktor antara lain keahlian/kompetensi dokter yang melakukan pemeriksaan, posisi

janin yang tengkurap, kehamilan kembar, ketajaman/resolusi alat USG kurang baik,

air ketuban yang sedikit (oligohidramnion).

Diagnosa pasti makrosomia hanya dapat ditentukan setelah bayi lahir. Pada

kasus ini terbukti bayi tersebut adalah bayi makrosomia karena seteleh ditimbang

berat badan bayi tersebut adalah 4540 gram. Penyebab makrosomia pada kasus ini

diduga akibat obesitas maternal dimana berat ibu 83 kg, sesuai teori yang mengatakan

bahwa faktor resiko terjadinya makrosomia adalah berat badan ibu yang > 70 kg.

Untuk menyingkirkan penyebab lain terjadinya makrosomia pada ibu ini dapat

dilakukan pemeriksaan OTTG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya diabetes

gestasional yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya bayi

makrosomia. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut.

Kemungkinan tidak dilakukannya pemeriksaan tersebut karena dari hasil pemeriksaan

GDS pada pasien ini menunjukkan hasil dalam batas normal yaitu 96 gr/dL.

Penyebab makrosomia pada kasus ini diduga akibat riwayat melahirkan

makrosomia sebelumnya, bila ibu hamil memiliki riwayat melahirkan makrosomia

sebelumnya maka ia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi

makrosomia dibandingkan wanita yang tidak memiliki riwayat melahikan bayi

makrosomia sebelumnya, karena umumnya berat bayi yang akan lahir berikutnya

bertambah sekitar 80-120 gram. Makrosomia lebih sering terjadi pada ibu yang telah

sering melahirkan (multipara) dibandingkan dengan kehamilan pertama.

29
Menurut kepustakaan persalinan pada bayi makrosomia adalah melalui sectio

cesarea.1,16 Hal ini untuk menghindari kompilkasi-komplikasi yang dapat terjadi

selama persalinan pervaginam. Persalinan pervaginam dapat dilakukan pada janin

makrosomia pada kondisi kepala bayi sudah berada pada bidang Hodge IV dan pada

keadaan panggul ibu cukup luas selain itu penolong harus mempersiapkan diri

terhadap kemungkinan yang dapat terjadi selama persalinan misalnya distosia bahu.

Penolong harus mampu untuk melakukan teknik-teknik yang sesuai untuk melahirkan

bayi dengan aman. Traksi yang terlalu kuat harus dihindarkan dan bahu dapat

dilahirkan dengan melakukan manuver McRobert dan atau dilakukan penekanan pada

suprapubik.17 Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea dengan

memperhitungkan keadaan janin yang masih baik dan ibu dalam keadaan inpartu kala

I fase laten. Selain itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea

daripada persalinan pervaginam karena mempertimbangkan faktor-faktor resiko yang

ada pada pasien ini yaitu usia pasien sudah 40 tahun dan berat badan 82 kg. Jadi

sectio cesarea pada pasien ini sudah tepat.

Salah satu indikasi dari dilakukannya seksio sesarea adalah ditakutkan

terjadinya komplikasi pada persalinan pervaginam dengan makrosomia dimana dapat

terjadi persalinan lama akibat distosia bahu ataupun cephalo-pelvic disproportion

yang dapat menimbulkan trauma hebat bagi ibu dan bayi. Komplikasi yang lain yang

juga dapat terjadi pada makrosomia ialah perdarahan post partum, tapi pada kasus ini

tidak terjadi.

Indikasi sectio caesarea menjadi 2 kelompok besar yaitu indikasi absolut dan

indikasi nonabsolut. Indikasi absolut dilakukannya tindakan sectio caesarea adalah

30
disproporsi fetopelvik yang nyata, perdarahan akibat plasenta previa atau solutio

plasenta, kegagalan persalinan percobaan, malpresentasi janin (melintang, oblik, dan

muka), dan ruptur uteri. Indikasi nonabsolut dilakukannya tindakan sectio caesarea

antara lain: kegagalan kemajuan persalinan, gagal induksi, riwayat sectio caesarea,

fistula urogenital, preeklampsi atau eklampsi, permintaan ibu, gawat janin, dan

presentasi bokong.13

Setelah persalinan, terapi yang diberikan pada pasien adalah injeksi ceftriaxon

2x1, injeksi ketorolac 3x1, dan injeksi asam traneksamat 3x1. Pada hari kedua pasca

persalinan, pasien sudah mulai dianjurkan untuk mobilisasi. Tujuan mobilisasi post

partum adalah untuk melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi

peurperium, mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat

gastrointestinal dan alat perkemihan, serta meningkatkan kelancaran peredaran darah,

sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. 2

Pasien kemudian diperbolehkan pulang pada tanggal 4 Maret 2020. Hal ini

sesuai dengan teori dimana penatalaksanaan post operasi sectio caesarea antara lain

pemantauan perdarahan dan urin; pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan

post partum; pemberian antibiotika; mobilisasi dimana pada hari pertama setelah

operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2

kali, dan pada hari kedua, penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi

dengan bantuan. Apabila tidak terdapat komplikasi pada pasien, pasien dapat

dipulangkan.18

31
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.SA dengan diagnosis P4A1 Post SC a/i

Makrosomia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

follow up dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan pada

pasien adalah operasi section caesarea. Lahir bayi perempuan, BB 4540 gram, PB

56 cm, anus (+), kelainan kongenital (-), dan skor APGAR 7-8-9. Terapi yang

diberikan post operasi yaitu injeksi ceftriaxon 2x1, injeksi ketorolac 3x1, dan

injeksi asam traneksamat 3x1.

Pasien dirawat selama 4 hari terhitung dari tanggal 1 Maret 2020 sampai

dengan 4 Maret 2020 di Ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien

diperbolehkan pulang atas izin dokter.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG et al. Obstetri Williams 23 ed. USA: The McGraw-Hill


Companies Inc, 2010.
2. Prof. Dr. Manuabba. 2015. Pengantar Kuliah Obstetri, EGC: Jakarta.

3. Rukiyah,A Y., Yulianti L. 2015. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan,


Trans Info Media: Jakarta.
4. Reece EA, Hobbins JC. Clinical Obstetrics The Fetus & Mother Third
Edition. United State: Blackwell Publishing, 2007: 520-521.
5. Asim Kurjak, Chervenak, Frank A. 2006. Textbook of Perinatal Medicine 2nd
Edition. Informa Healthcare UK Ltd.
6. Koyanagi A et al. 2013. Macrosomia in 23 developing countries: An analysis
of a multicountry, facility based, cross-sectional survey. Lancet; 381-476.
7. Kemenkes RI: Badan Penelitian dan Pengembangan . 2010. Riset Kesehatan
Dasar 2010. Jakarta: KEMENKES RI
8. Kemenkes RI: Badan Penelitian dan Pengembangan . 2013. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta: KEMENKES RI
9. Martaadisoebrat, Djamhoer. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi Edisi 2. EGC: Jakarta.
10. Behrman, Kliegman, Arvin, Editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, Sp.A(K) et
al: Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, 2000. EGC.
11. Benson RC, Martin LP. Handbook of Obstetrics and Gynecology. 9th ed.
USA: McGraw-Hill Companies. Jakarta: EGC, 1994.
12. James MN and Lisa CK. The active management of impending cephalopelvic
disproportion in nulliparous women at term: a case series. Journal of
Pregnancy 2010: 1-5.
13. Stanton C, Ronsmans C, Bailey P, Belizan J, Buekens P, et al.
Recommendations for routine reporting on indications for cesarean delivery in
developing countries. Birth, 2008; 35: 204-211.
14. Sibuea DH. Manajemen Seksio Sesarea Emergensi; Masalah dan Tantangan.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2007.
15. Chauhan SP, Grobman WA, Gherman RA et al. Suspicion and treatment of
the macrosomic fetus: A revies. Am J Obstet Gynecol. 2005; 193, 332-346.
16. Zamorski MA, Biggs WS. Management of suspected fetal macrosomia.
American Family Physician Vol 63 Number 2, January 2001.
17. Resnik R. Fetal macrosomia: 3 managements dilemmas. The Journal of
Family Practice 2003: 15.
18. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul dalam Sinopsis obstetri. Jakarta:
EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai