Oleh :
Pembimbing :
2020
ii
DAFTAR ISI
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
kata makrosomia tepat digunakan pada janin yang, saat lahir, memiliki berat 4500
gram atau lebih.1 Untuk Indonesia, jika berat bayi 4.000 gram adalah makrosomia.
Morbiditas dan mortalitas bayi makroosmia lebih tinggi daripada berat badan normal,
makrosomia adalah sangat bervariasi antara 8 sampai 10 persen total dari kelahiran.3
(1) ukuran orang tua besar, terutama obesitas pada ibu; (2) pertambahan berat badan
ibu yang berlebihan selama kehamilan, porsi makanan yang dikonsumsi ibu hamil
akan berpengaruh pada berat badan ibu. Asupan gizi yang berlebih bisa
mengakibatkan bayi lahir dengan berat di atas rata-rata; (3) ibu dengan diabetes
milletus, tingginya gula darah ibu bisa berpengaruh pada berat badan bayi; (4)
multiparitas, ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya lebih
besar daripada anak pertama; (5) ibu hamil dengan riwayat melahirkan bayi
makrosomia, ibu yang sebelumnya pernah melahirkan bayi makrosomia berisiko 5-10
kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingkan ibu yang
belum pernah melahirkan bayi makrosomia; (6) janin laki-laki; (7) ras dan etnik.1-3
meningkatnya kemungkinan untuk operasi sesar, distosia bahu, dan trauma pleksus
brakialis yang dapat menjadi permanen. Komplikasi pada ibu hamil adalah sebagai
1
hasil proses persalinan yaitu perdarahan postpartum, robekan perineum atau sfingter
anus, rupur uterus dan serviks dan infeksi post partum. 1,4
Berikut akan dilaporkan kasus Ny. SA dengan diagnosis P4A1 post SC a/i
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Makrosomia
2.1. Definisi
Bayi besar atau istilah latin dikenal makrosomia adalah bayi dengan berat badan
lebih dari 4.500 gram atau untuk Indonesia berat badan bayi 4.000 gram. Menurut
Cunningham semua neonatus dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa
2.2. Epidemiologi
terjadi pada 10% dari seluruh persalinan, sedangkan berat bayi lahir > 4500 gram terjadi
1% dari seluruh persalinan. Survey kematian perinatal yang dilakukan bagian kedokteran
obstetric dan ginecology Spayol menunjukkan bahwa insiden bayi dengan berat lahir
>4000 gram adala 6,7% dan 0,8% bayi dengan berat lahir >4500 gram.5
Berdasarkan data WHO pada 23 negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika
latin, presetase berat lahir >4000 gram bervariasi dari yang rendah 0,5% di India sampai
yang tertinggi 14,9 % di Aljazair.6 di Indonesia, berdasarkan data Riskesdes tahun 2010,
persentase berat lahir >4000 gram adalah 6,4%.7 Pada tahun 2013 dilaporkan persentase
berat lahir > 4000 gram adalah pada laki-laki (5,6 %) dan pada perempuan (3,9%).8
2.3 Etiologi
3
Diabetes mellitus mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar (makrosomi) dengan
berat lahir mencapai 4000-5000 gram atau lebih. Namun bisa juga sebaliknya, bayi lahir
dengan berat lahir rendah, yakni dibawah 2000- 2500 gram. Dampak yang lebih parah yaitu
meningkat dan ambilan glukosa perifer yang menurun akibat hormone plasenta yang
memiliki aktifitas anti- insulin. Dengan cara ini janin dapat menerima pasokan glokosa
secara kontiniu. Insidensinya 3-5% dari seluruh kehamilan. Melalui difusi terfasilitasi dalam
membrane plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energy
hormonal (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga
riwayat sakit gula, bila hamil harus melakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar gula
darah untuk mencegah terjadinya komplikasi kematian bayi di dalam rahim. Pemeriksaan
kadar gula darah sebaiknya dilakukan saat usia kehamilan 24-28 minggu, bila kadar gula
darah tidak normal, nilai kadar gula harus diturunkan dalam batas aman atau normal dengan
menggunakan obat penurun gula darah tablet tidak dibenarkan, sebab bisa membahayakan
bayi.
Seorang ibu hamil gemuk berisiko 4 sampai 12 kali untuk melahirkan bayi besar.
Bayi besar dapat disebabkan berat badan ibu yang berlebihan baik sebelum hamil (obesitas)
maupun kenaikannya selama hamil lebih dari 15 kg. Dalam penelitian yang dipublikasikan
dalam jurnal kebidanan dan kandungan tersebut, peneliti melibatkan melibatkan partisipan
lebih dari 40.000 wanita Amerika dan bayinya. Setelah dianalisis, diperoleh data bahwa satu
4
dari lima wanita mengalami peningkatan bobot berlebih semasa hamil, yang membuatnya
Bila Ibu hamil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia sebelumnya, maka ia
berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi makrosomia dibandingakn
wanita yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia karena umumnya berat seorang bayi
yang akan lahir berikutnya bertambah sekitar 80 sampai 120 gram. Bayi besar (bayi dengan
berat badan lahir lebih dari 4000 gram) dan sering terjadi pada ibu yag telah sering
Menurut Bobak (2005) pola peningkatan berat pada ibu hamil yang
minggu selama trimester kedua dan ketiga. Selama trimester kedua, peningkatan terutama
terjadi pada ibu, sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan merupakan pertumbuhan
janin.1
Tiga metode utama untuk memprediksi makrosomia yaitu penilaian faktor risiko,
pemeriksaan klinis, dan ultrasonografi. Pemeriksaan leopold dan pengukuran tinggi fundus
merupakan pemeriksaan utama untuk memperkirakan berat janin. Jika presentasi kepala,
5
penentuan taksiran berat janin dapat dihitung berdasarkan tinggi fundus uteri dengan rumus
Johnson.1,10
Taksiran berat janin = (TFU-11) x 155 gram Jika kepala belum masuk panggul
Akurasi USG dalam memprediksi taksiran berat janin tidak lebih baik dibanding
dalam mengekslusi diagnosis makrosomia karena memiliki spesifitas yang cukup tinggi (90
6
2.6 PENANGANAN MAKROSOMIA
1. Sectio caesarea
Sectio caesarea elektif pada kasus yang diduga makrosomia merupakan cara untuk
dipertimbangkan untuk kasus suspek makrosomia dengan taksiran berat janin lebih dari
5000 gram pada ibu hamil tanpa diabetes dan suspek makrosomia dengan taksiran berat
janin lebih dari 4500 gram pada ibu hamil dengan diabetes. Sectio caesaria sekunder
dilakukan karena partus percobaan gagal atau timbul indikasi untuk menyelesaikan
2. Partus percobaan
Persalinan pervaginam bukanlah kontraindikasi pada ibu hamil tanpa diabetes dengan
taksiran berat janin kurang dari 5000 gram. Komplikasi seperti distosia bahu dan trauma
plexus brachialis tidak hanya disebabkan karena berat lahir saja namun dipengaruhi juga
oleh faktor anatomi maternal. Riwayat obstetri, proses selama persalinan, ukuran pelvis, dan
tanda-tanda DKP harus digunakan untuk menentukan intervensi. Pada janin dengan taksiran
berat lebih dari 4500 gram, kala II memanjang dan kala II macet merupakan indikasi untuk
2.7 KOMPLIKASI
Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena dapat
menyebabkan cedera baik pada ibu maupun bayinya. Kesulitan yang dapat terjadi adalah :
b) Perdarahan
7
c)Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria.
maksimal struktur tulang panggul. Keluhan keluhan tersebut bisa sembuh dengan
2. Pada Bayi
a) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut
di jalan lahir.
b) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk
melahirkan bahu.
melahirkan bahu.
f) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut
di jalan lahir.
g) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk
melahirkan bahu.
melahirkan bahu.
8
j) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan. Makrosomia dapat
k) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut
di jalan lahir.
l) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk
melahirkan bahu.
melahirkan bahu.
9
A. Sectio Caesarea
2.1.Definisi
2.2.Klasifikasi
Menurut Benson dan Pernoll, jenis-jenis seksio caesarea yang sering dilakukan
adalah: 11
Tindakan ini dilakukan dengan insisi melintang pada peritoneum uterus kira-
menghubungkan antara kandung kemih dan segmen bawah rahim sepanjang 3-4 cm
dengan diseksi tumpul dan menarik kandung kemih ke arah simfisis pubis sehingga
segmen bawah rahim tampak. Lalu insisi vertikal di garis tengah segmen bawah
rahim untuk memasuki uterus lebih jauh. Setelah itu pelahiran janin, plasenta, dan
selaput ketuban.
seksio sesarea klasik adalah plasenta previa, letak janin melintang, atau oblik dan jika
persalinan cepat sangat dibutuhkan. Tindakan ini dilakukan melalui insisi vertikal
pada bagian bawah korpus uteri (di atas lipatan vesikouteri) melalui peritoneum
10
viseral ke dalam miometrium. Setelah masuk ke dalam kavum uterus, insisi diperluas
ke arah kaudal dan kranial. Lalu pelahiran bayi, plasenta, dan selaput ketuban.
2.3 Epidemiologi
Sectio caesarea primer lebih sering terjadi pada nulipara daripada wanita
multipara. Indikasi paling umum untuk sectio caesar primer pada wanita nulipara
adalah disproporsi sefalopelvik (CPD). CPD biasanya mengacu pada kondisi di mana
disproporsi sefalopelvik (CPD) sebesar 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%,
riwayat SC sebelumnya 11%, kelainan letak janin 10%, dan preeklamsia dan
hipertensi 10%.1
Indikasi sectio caesarea menjadi 2 kelompok besar yaitu indikasi absolut dan
indikasi nonabsolut. 13
fetopelvik yang nyata, perdarahan akibat plasenta previa atau solutio plasenta,
11
Indikasi nonabsolut dilakukannya tindakan sectio caesarea antara lain: kegagalan
preeklampsi atau eklampsi, permintaan ibu, gawat janin, dan presentasi bokong. 13
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
4) Pemberian antibiotika.
5) Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat
metabolisme.
12
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
2.6. Komplikasi
yaitu: 14
a. Komplikasi berat
Berupa perlukaan usus, perlukaan kandung kemih, jahitan luka abomen terbuka
b. Operasi ulangan
c. Perdarahan
d. Perihisterektomi
e. Kematian ibu
13
2. Komplikasi neonatal dini
b. Asfiksia berat
Bayi lahir dengan APGAR Score 3 atau kurang pada menit pertama.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. SA
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMP
B. Anamnesis
1. Keluhan utama :
Post operasi
kencang sejak ±8 jam sebelum masuk rumah sakit, keluar lendir darah sejak
±3 jam sebelum masuk rumah sakit, keluar air-air (-), gerak janin (+).
15
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan
serupa, hamil diluar kandungan (-), batu saluran kemih (-), tekanan darah tinggi (-
3. Riwayat Haid:
Menarche umur 12 tahun, siklus haid 28 hari, lama haid 5-7 hari, tidak ada
4. Riwayat perkawinan:
5. Riwayat Obstetri:
5. Hamil ini
16
6. Riwayat pemakaian kontrasepsi:
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Berat badan : 83 kg
Nadi : 83 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36,8oC
Kepala/leher
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
17
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada
Mulut : Bibir tidak kering, perdarahan gusi tidak ada, tidak ada
Thoraks :
Paru
Jantung
Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS
kanan.
Abdomen:
18
Auskultasi : BU (+) normoaktif
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).
E. Pemeriksaan Tambahan
- Laboratorium :
Hasil laboratorium tanggal 01 Maret 2020 pukul 14.20 WITA (sebelum operasi)
HEMATOLOGI
MCV,MCH.MCHC
19
MCH 28.2 28.0-32.0 Pg
HITUNG JENIS
HEMOSTASIS
INR 0.99 -
KIMIA
DIABETES
20
Glukosa Darah 96 <200.00 Mg/dl
Sewaktu
IMUNO-
SEROLOGI
HEPATITIS
Hasil laboratorium tanggal 1 maret 2020 pukul 23.30 WITA (post operasi)
HEMATOLOGI
MCV,MCH.MCHC
21
HITUNG JENIS
- Foto thorax :-
- Lain-lain :-
F. Diagnosis
G. Penatalaksanaan
22
Pasien kemudian dilakukan operasi sectio caesarea + MOW pada tanggal 1
maret 2020 pada pukul 17.00 WITA. Lahir bayi perempuan, BB 4580 gram, PB
50 cm, anus (+), kelainan kongenital (-), dan skor APGAR 7-8-9.
Terapi Post SC
Inj,Ketorolac 3x30 mg
23
FOLLOW UP
a. Follow up tanggal 01 Maret 2020
01/03/2020
SUBJECTIV
E Kencang (+) Keluar air-air (+) Keluar lendir darah (+)
OBJECTIVE
Vital Signs TD: 120/80 N:86x/m RR:20x/m T:36,8C
Status - Leopold I : Teraba lunak, TFU 41 cm
Obstetri - Leopold II : punggung kanan
- Leopold III: presentasi kepala
- Leopold IV : masuk PAP
- His : 4 kali/10 menit, lama 5-10 detik
- DJJ : 142 kali/menit
- Pemeriksaan Dalam : - Portio : konsistensi lunak, arah posterior
- Pembukaan : 3 cm
- Kulit ketuban : (-)
- Bagian terbawah : kepala
- Penurunan : Hodge I
- Petunjuk : UUK
Assessment G5P3A1 H 42/43 minggu + JTHIU + preskep + postterm + inpartu kala 1 fase
laten+ grandemultipara+ TBJ 4495 gram+ makrosomia+
KRT usia >35 tahun
Management
IVFD RL 20 tpm
Obs. KU/Kel/Flx
Cek DL, HBsAg, GDS
Rencana SC cito+ MOW 01/03/2020
SUBJECTIV
24
E Nyeri post op (+)
OBJECTIVE
Vital Signs TD: 110/80 N:88x/m RR:22x/m T:36,8C
Status Kontraksi uterus: baik
Obstetri v/v: fluksus (-)
Assessment P4A1 Post SC + MOW ai Makrosomia
Management
Terapi Post Op :
- IVFD RL 500 cc + Drip Oxytocin 20 IU 20 TPM s/d 24 jam post SC
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Asam traneksamat 3x500 mg
- Inj. Ketorolac 3x30 mg
- Cek DR 6 jam post SC
25
Follow up (tanggal 2-4 Maret 2020)
OBJECTIVE
Vital Signs TD: 110/70 TD: 120/80 TD: 110/80
N:88x/m N:90x/m N:80x/m
RR:20x/m RR:18x/m RR:18x/m
T:36,7C T:36,4C T:36,5C
Status Kontraksi uterus: baik Kontraksi uterus: baik Kontraksi uterus: baik
Obstetri v/v: fluksus (-) v/v: fluksus (-) v/v: fluksus (-)
Management
IVFD RL 500 cc + Venflon PO. SF 2x300 mg
Drip Oxytocin 20 IU Inj. Ceftriaxone 2x1 gr PO. Asam mefenamat
20 TPM s/d 24 jam PO. Asam mefenamat 3x500 3x500 mg
post SC mg PO. Cefadroxil 2x500
Inj. Ketorolac 3x30 mg PO. SF 2x300 mg mg
Inj.Ceftriaxone 2x1 gr Diet TKTP
Inj.Asam Traneksamat Aff DC Pasien BLPL
3x1amp Mobilisasi bertahap
Mobilisasi bertahap
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dilaporkan seorang wanita berusia 40 tahun dengan diagnosis
awal G5P3A1 H42-43 mgg + JTHIU + Preskep + Post term+ Inpartu kala I fase
pada kasus ini didukung oleh anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
berdasarkan keluhan subjektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah
dilakukan.
Dari anamnesis didapatkan identitas ibu. Pada kasus ini umur ibu yakni 40
kencang-kencag (+), keluar lendir darah (+). Berdasarkan HPHT usia kehamilan
pasien saat ini 42-43 minggu (post term). Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
tinggi fundus uteri 41 cm, sehingga menurut rumus Johnson Tossec sebesar 4495
gram dan berdasarkan USG dimana perkiraan berat badan yang didapat yaitu sebesar
4700 gram.
badan lahir lebih atau sama dengan 4000 gram.1 Namun untuk menentukan bayi
makrosomia merupakan hal yang sulit. Menurut kepustakaan ada tiga metode utama
yang dapat digunakan untuk memprediksi bayi makrosomia. Ketiga metode utama
27
tersebut adalah penilaian faktor-faktor risiko, palpasi uterus dengan manuver
dikenali, namun meskipun wanita hamil memiliki satu atau dua faktor risiko
kemungkinan mendapatkan bayi makrosomia hanya 32%. Sedangkan ada 34% bayi
makrosomia lahir dari ibu yang tidak memiliki faktor risiko apapun dan 38% lahir
dari ibu dengan satu faktor risiko.15,16 Penentuan makrosomia dengan cara palpasi
Leopold juga memiliki kelemahan. Pemeriksaan fisik dengan manuver leopold dapat
dipengaruhi oleh habitus ibu hamil, adanya hidramnion, kehamilan kembar, dan
adanya tumor dalam uterus. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mean error
dengan metode palpasi adalah 300 gram. Pemeriksaan dengan USG tidaklah lebih
unggul namun sejumlah penelitian menuliskan bahwa pemeriksaan USG lebih akurat
Pada kasus ini didiagnosa dengan suspek makrosomia oleh karena didapatkan
taksiran berat badan janin antara hasil perhitungan dengan rumus Johnson Tossec
dengan hasil pemeriksaan USG lebih dari 4000 gram. Taksiran berat badan janin
menurut rumus Johnson Tossec yaitu tinggi fundus uteri dikurangi n (n=11 bila
kepala janin masih di atas spina isciadika, n=12 bila kepala janin di bawah spina
isciadika) dikalikan dengan 155.3 Kesalahan TBBA dengan rumus ini terjadi ketika
pemeriksa kurang tepat menentukan tinggi fundus uterus. Hal ini dapat terjadi pada
ibu dengan obesitas sehingga memiliki lapisan lemak yang tebal pada dinding
abdomen atau dapat juga terjadi ketika sedang pemeriksaan leopold uterus dalam
keadaan kontraksi. Sedangkan kesalahan taksiran juga dapat dipengaruhi oleh hasil
28
USG. Hasil pemeriksaan USG tidaklah 100% akurat. Hal ini dipengaruhi beberapa
janin yang tengkurap, kehamilan kembar, ketajaman/resolusi alat USG kurang baik,
Diagnosa pasti makrosomia hanya dapat ditentukan setelah bayi lahir. Pada
kasus ini terbukti bayi tersebut adalah bayi makrosomia karena seteleh ditimbang
berat badan bayi tersebut adalah 4540 gram. Penyebab makrosomia pada kasus ini
diduga akibat obesitas maternal dimana berat ibu 83 kg, sesuai teori yang mengatakan
bahwa faktor resiko terjadinya makrosomia adalah berat badan ibu yang > 70 kg.
Untuk menyingkirkan penyebab lain terjadinya makrosomia pada ibu ini dapat
GDS pada pasien ini menunjukkan hasil dalam batas normal yaitu 96 gr/dL.
sebelumnya maka ia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi
makrosomia sebelumnya, karena umumnya berat bayi yang akan lahir berikutnya
bertambah sekitar 80-120 gram. Makrosomia lebih sering terjadi pada ibu yang telah
29
Menurut kepustakaan persalinan pada bayi makrosomia adalah melalui sectio
makrosomia pada kondisi kepala bayi sudah berada pada bidang Hodge IV dan pada
keadaan panggul ibu cukup luas selain itu penolong harus mempersiapkan diri
terhadap kemungkinan yang dapat terjadi selama persalinan misalnya distosia bahu.
Penolong harus mampu untuk melakukan teknik-teknik yang sesuai untuk melahirkan
bayi dengan aman. Traksi yang terlalu kuat harus dihindarkan dan bahu dapat
dilahirkan dengan melakukan manuver McRobert dan atau dilakukan penekanan pada
suprapubik.17 Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea dengan
memperhitungkan keadaan janin yang masih baik dan ibu dalam keadaan inpartu kala
I fase laten. Selain itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea
ada pada pasien ini yaitu usia pasien sudah 40 tahun dan berat badan 82 kg. Jadi
yang dapat menimbulkan trauma hebat bagi ibu dan bayi. Komplikasi yang lain yang
juga dapat terjadi pada makrosomia ialah perdarahan post partum, tapi pada kasus ini
tidak terjadi.
Indikasi sectio caesarea menjadi 2 kelompok besar yaitu indikasi absolut dan
30
disproporsi fetopelvik yang nyata, perdarahan akibat plasenta previa atau solutio
muka), dan ruptur uteri. Indikasi nonabsolut dilakukannya tindakan sectio caesarea
antara lain: kegagalan kemajuan persalinan, gagal induksi, riwayat sectio caesarea,
fistula urogenital, preeklampsi atau eklampsi, permintaan ibu, gawat janin, dan
presentasi bokong.13
Setelah persalinan, terapi yang diberikan pada pasien adalah injeksi ceftriaxon
2x1, injeksi ketorolac 3x1, dan injeksi asam traneksamat 3x1. Pada hari kedua pasca
persalinan, pasien sudah mulai dianjurkan untuk mobilisasi. Tujuan mobilisasi post
Pasien kemudian diperbolehkan pulang pada tanggal 4 Maret 2020. Hal ini
sesuai dengan teori dimana penatalaksanaan post operasi sectio caesarea antara lain
pemantauan perdarahan dan urin; pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan
post partum; pemberian antibiotika; mobilisasi dimana pada hari pertama setelah
operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2
kali, dan pada hari kedua, penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi
dengan bantuan. Apabila tidak terdapat komplikasi pada pasien, pasien dapat
dipulangkan.18
31
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.SA dengan diagnosis P4A1 Post SC a/i
pasien adalah operasi section caesarea. Lahir bayi perempuan, BB 4540 gram, PB
56 cm, anus (+), kelainan kongenital (-), dan skor APGAR 7-8-9. Terapi yang
diberikan post operasi yaitu injeksi ceftriaxon 2x1, injeksi ketorolac 3x1, dan
Pasien dirawat selama 4 hari terhitung dari tanggal 1 Maret 2020 sampai
32
DAFTAR PUSTAKA