Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dari beberapa penelitian epidemologis di Indonesia didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Diperkirakan angka kejadian DM dalam kehamilan adalah 0,3-0,7%. Wijono melaporkan rasio 0,18% di RSCM di Jakarta (1). Pada tahun terakhir ini terjadi peningkatan kejadian DM dengan sebab yang belum jelas, tetapi faktor lingkungan dan faktor predisposisi genetik memegang pengaruh. Kehamilan sendiri merupakan beban baik dari pihak ibu hamil seperti kenaikan kortisol, maupun dari plasenta janin yang mengeluarkan steroid dan human placental lactogen yang menyebabkan resistensi insulin dengan akibat gangguan toleransi glukosa. Penyakit ini menyebabkan perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang dipengaruhi kehamilan serta persalinan. Sudah jelas bahwa metabolisme glukosa dipengaruhi oleh kehamilan, hal ini terbukti dengan meningkatnya lactat dan piruvat dalam darah, akan tetapi kadar gula puasa tidak meningkat. Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam masa kehamilan karena penderita datang untuk pertama kalinya ke dokter atau diabetesnya menjadi tambah jelas oleh karena kehamilan (1). Diabetes mellitus dalam kehamilan masih merupakan masalah yang memerlukan penanganan khusus karena angka kematian perinatal yang relative tinggi. Sebelum tahun 1922, tidak ada bayi dari ibu yang menderita DM dalam kehamilan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam dua dekade terakhir ini angka kematian perinatal pada DMG telah dapat ditekan, sejak ditemukan insulin oleh Banting dan Best tahun 1921. Dari laporan peneliti menyebutkan dengan penurunan kadar glukosa darah penderita DMG, maka angka kematian perinatal juga akan menurun (1). Angka lahir mati terutama pada kasus dengan diabetes mellitus yang tidak terkendali dapat terjadi 10 kali dibandingkan kehamilan normal. Angka kematian

Keperawatan Maternitas II

Page 1

perinatal bayi dengan ibu DM gestasional sangat tergantung pada keadaan hiperglikemia ibu. Di klinik yang maju sekalipun angka kematian dilaporkan 35% dengan angka morbiditas fetal 4%. Sedangkan angka kematian fetal di bagian perinatologi FK UI/RSCM dari tahun 1994-1995 adalah 5/10.000 kelahiran (1).

1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat : a. Memahami tentang bayi yang dilahirkan dari ibu dengan DM b. Memahami akibat perubahan metabolisme pada bayi dari ibu dengan DM c. Memahami manifestasi klinis pada bayi dari ibu dengan DM d. Memahami penapisan dan kriteria diagnosis pada bayi dari ibu dengan DM e. Memahami penatalaksanaan pada bayi dari ibu dengan DM f. Memahami komplikasi pada bayi dari ibu dengan DM g. Memahami asuhan keperawatan pada bayi dari ibu dengan DM

1.3 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain : a. Bagaimana bayi yang dilahirkan dari ibu dengan DM ? b. Bagaimana akibat perubahan metabolisme pada bayi dari ibu dengan DM ? c. Bagaimana manifestasi klinis pada bayi dari ibu dengan DM ? d. Bagaimana penapisan dan kriteria diagnosis pada bayi dari ibu dengan DM ? e. Bagaimana penatalaksanaan pada bayi dari ibu dengan DM ? f. Bagaimana komplikasi pada bayi dari ibu dengan DM ? g. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dari ibu dengan DM ?

Keperawatan Maternitas II

Page 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Bayi yang Dilahirkan dari Ibu Diabetes Peninggian kadar insulin sementara pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita diabetes tejadi pada ibu mereka yang kontrol metaboliknya tidak adekuat. Manifestasi ini sering terjadi pada bayi yang dilahirkan dengan berat lebih dari 4,5 kg, namun kadang juga terjadi pada bayi yang dilahirkan dengan berat lahir yang sesuai untuk masa gestasinya. Selama masa intra uterin, kadar glukosa darah ibu yang selalu tinggi, berpengaruh hingga fetus juga mengalami hiperglikemia. Hal ini menstimulasi sel pankreas sehingga insulin pun dibentuk dan kadarnya meningkat. Insulin yang meningkat ini menyebabkan deposit lemak terjadi dan berakibat secara klinis bayi akan tampak bulat, gemuk, dan mengalami pletora (2). Pada saat dilahirkan, bayi tiba-tiba mengami pemutusan hubungan dari darah ibu dan tidak lagi menerima efek hiperglikemia dari ibunya. Hal ini menyebabkan bayi mengalami hipoglikemia yang terjadi tiba-tiba, disebabkan karena sel pankreas tidak dapat segera menyesuaikan kondisi perubahan keadaan hiperglikemia menjadi hipoglikemia, pada saat itu sel pankreas masih mengeluarkan insulin, meskipun kadar glukosa telah mencapai 70 mg/dl, sehingga pada jam-jam pertama setelah kelahiran, bayi akan mengalami hipoglikemia yang harus segera diatasi karena dapat menyebabkan kematian. Pada bayi ini,

pemecahan lemak bebas manjadi keton, tidak terjadi dan biasanya bayi sensitif terhadap pemberian glukagon (2).

2.2 Epidemiologi Angka prevalen gestasional diabetes sukar dicari karena berbagai faktor mempengaruhi perhitungan ini, seperti faktor rasial, atau perbedaan etnik, usia ibu dan obesitas serta perbedaan dalam kriteria diagnosa gestasional diabetes. Namun diperkirakan penyakit diabetes sebelum kehamilan kira-kira 0,2%-0.3% dari

Keperawatan Maternitas II

Page 3

seluruh kehamilan yang terjadi, sedangkan gestasional diabetes terjadi pada 2%3% dari ibu-ibu yang hamil. Kontrol metabolik yang baik pada ibu dengan gestasional diabetes dapat menurunkan sekian kali lipat kelainan pada neonatus bahkan angka mortalitas pun akan menurun beberapa kali lipatnya (2). Penelitian secara retrospektif, sudah menunjukkan kelainan janin, kematian janin dalam kandungan, kematian perinatal dan bayi yang cacat pada mereka yang berhasil hidup, secara bermakna lebih tinggi pada kehamilan pada ibu yang menderita diabetes. Namun, demikian kini dengan kontrol metabolik yang baik, angka kelainan janin dan angka kematian janin menurun dan sama dengan angka kejadian pada kehamilan yang normal (2). Secara umum, bayi yang dilahirkan dari ibu dengan gestasional diabetes (diabetes yang bermanifestasi saat kehamilan) ternyata komplikasinya lebih sedikit dibandingkan bayi dari ibu yang klinis menderita diabetes sebelum kehamilannya, dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang telah menderita komplikasi mikrovaskuler juga gangguan komplikasinya berbeda dari bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan diabetes yang belum mengalami komplikasi mikrovaskuler (2).

Morbiditas dan Mortalitas Pernatal Kehamilan dengan diabetes dihubungkan dengan peningkatan morbiditas pernatal. Bayi dari ibu diabetes mempunyai permasalahan yang unik dan membutuhkan penanganan khusus (1). 1) Makrosomia Batasan makrosomia adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lebih dari 4000 gr seperti yang terlihat pada gambar 1.

Keperawatan Maternitas II

Page 4

Gambar 1. Contoh bayi makrosomia Dari berbagai penelitian didapatkan kesan bahwa hiperinsulinemia dan peningkatan penggunaan zat makanan bertanggung jawab pada peningkatan ukuran badan janin, hipotesis perdersen menyebutkan bahwa hiperglikemia maternal merangsang hiperinsulinemia janin dan makrosomia.

Gambar 2. Pengaruh insulin terhadap pertumbuhan janin


Keperawatan Maternitas II Page 5

Komplikasi dari persalinan pervaginam pada bayi makrosomia bisa dihindari bila ukuran janin diketahui lebih dulu dengan pemeriksaan USG. Persalinan pervaginam harus dipertimbangkan baik-baik mengingat besarnya risiko terjadinya distosia bahu. Namun demikian bila dipertimbangkan tindakan seksio kaisar dikerjakan untuk berat janin lebih dari 4000 gram maka angka seksio kaisar akan mencapai 50% pada ibu diabetes yang tergantung insulin. 2) Kematian Janin dalam rahim Kadar glukosa maternal yang tidak stabil bisa menyebabkan terjadinya janin mati dalam rahim, yang merupakan kejadian khas pada ibu dengan diabetes. Janin yang terpapar hiperglikemia cendrung mengalami asfiksia dan sidosis walaupun mekanisme yang pasti belum jelas, tetapi diduga keto-asidosis mempunyai hubungan yang erat dengan matinya janin. Bila kadar glukosa darah meternal dalam batas normal, kematian janin dalam rahim jarang terjadi. Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan kecepatan metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan-keadaan seperti hiperglikemia, keto-asidosis, pre-eklampsia dan penyakit vaskuler yang dapat menurunkan aliran darah utero-plasenter serta oksigenasi janin. Frekuensi janin mati dalam rahim atau bayi lahir mati berkisar antara 1520%. Usaha untuk menghindari kematian janin tiba-tiba dalam rahim yaitu dengan melakukan terminasi kehamilan beberapa minggu sebelum aterm. Tetapi tindakan ini sering menimbulkan mortalitas neonatal karena prematuritas iatrogenik. 3) Sindrom gawat napas Persalinan prematus umumnya dihubungkan dengan timbulnya sindroma gawat napas (SGN) yang sering akibat penyakit membran hialin. Penyakit membran hialin pada bayi dari ibu diabetes bukan karena prematuritas, tetapi juga karena maturasi paru yang terlambat akibat hiperinsulinemia janin yang menghampat produksi surfaktan. Hiperinsulinemia juga menggangu pengaruh pematang paru dari kortisol. Termasuk dalam usaha pencegahan terjadinya SGN adalah kontrol metabolisme glukosa dengan hati-hati, persalinan spontan saat aterm, persalinan pervaginam dan monitor janin selama kehamilan lebih awal (misalnya karena

Keperawatan Maternitas II

Page 6

retardasi pertumbuhan, gawat janin) memungkinkan dan paru-paru belum matang pada uji cairan amnion, maka pemberian kortikosteroid, TRH (Thyroid Releasing Hormone) atau tiroksin intraamnion dapat memerlukan pengawasan ketat terhadap glukosa meternal dan adanya hiperinsulinemia. 4) Malformasi kongenital Malformasi kongenital merupakan salah satu penyebab utama dari mortalitas pernatal pada kehamilan dengan diabetes, yaitu sekitar 30 sampai 40% dari semua mortalitas perinatal. Insidens malformasi kongenital sekitar 7,5 12,9 % dari kehamilan dengan diabetes. Berbagai macam malformasi kongenital yang bisa terjadi dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 1. Malformasi kongenital pada bayi dari ibu diabetes

Kardiovaskuler Transposisi pembuluh darah besar Defek septum ventrikel Defek septum atrium Ventrikel kiri hipoplastik Situs invesus Anomali aorta Sistem syaraf pusat Anensefali Ensefalokel Meningomielokel Mikrosefali Skeleta Sindroma regresi kaudal Spina bifida Genitourinaria Ginjal absen (sindroma potter) Ginjal polikistik Ureter ganda

Keperawatan Maternitas II

Page 7

Gastrointestinalis Fistula trakheoesofageal Atresia saluran cerna Anus imperforata

5) Abnormalitas metabolisme neonates Hiperinsulinemia akan menekang glukoneogenesis dan glikogenolisis janin. Kadar glukosa normal pada bayi aterm diatas 30-35 mg % dan bayi preterm diatas 20-25 mg %. Glukosa menurun sampai kadar yang rendah 1 -1 jam setelah kelahiran. Bila didapatkan hipoglikemia pada bayi yang dilahirkan, pengobatannya ialah dengan penyuntikan glukosa 20% 4 ml/kg bb, kemudian disusul dengan pemberian infus glukosa 10%. Oleh karena bahaya hipoglikemia pada bayi baru lahir dari ibu diabetes, maka pengawasan glukosa neonatal sangat penting. Early feeding membantu mencegah terjadinya hipoglikemia. Hipokalsemia bisa terjadi pada hari ke 2-3 kehidupan, yang umumnya asimtomatik. Polisitemia biasanya bersamaan dengan hiperviskositas yang dihubungkan dengan hipoksia yang merangsang eritropoietin dan pada akhirnya merangsang eritropoesis. Sedang hiperbilirubinemia dihubungkan dengan polisitemia yang disertai peningkatan break down dan turn over sel darah merah. 6) Gangguan neurobehavioral Katonuria maternal, khususnya bila manifes bisa trimester III,

dihubungkan dengan rendahnya IQ dan gangguan neuropsikiatri, walaupun hal ini dipertentangkan. Dan gangguan tersebut baru bisa diketahui setelah umur 4-5 tahun dengan permeriksaan yang teliti.

2.3 Akibat Perubahan Metabolisme pada Bayi Tabel 2 di bawah ini mnunjukkan kelainan yang mungkin terjadi pada bayi dan ibu diabetes, pada saat antenatal, perinatal, neonatus, dan periode abak dan remaja. Meskipun tidak semua namun sebagian merupakan akibat dari kondisi

Keperawatan Maternitas II

Page 8

hiperglikemia, dan hiperinsulinemia pada fetus. Faktor lain yang diduga berpengaruh seperti hipoglikemia, hiperosmolalitas, hiperkenemia, gangguan mioinositol dan metabolisme asam arachidonat, radikal bebas, gangguan pembentukan matriks selular dan inhibitor somatomedin diketahui mengganggu organogenesis. Kondisi intrauterin ini diduga berpengaruh jangka panjang untuk anak dan ibu diabetes. Pentingnya diperhatikan dan menetapnya efek perubahan lingkungan metabolik pada ibu hamil dengan diabetes yang tidak terkontrol (2). Tabel 2. Kelainan yang terjadi pada bayi dari ibu diabetes (2) Kelainan Antenatal Kematian janin Trombosis utero Malformasi Kongenital Makrosomia Kelainan Pernatal Trauma in kelahiran Gangguan metabolik: Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagnesemia RDS Polisitemia Hiverviskositas Trombosis Gangguan Kardiovaskuler Hipertrofi kardiovaskuler Sirkulasi persisten Kelainan jantung kongenital fetal Kelainan Neonatal Kelainan masa anak dan remaja Obesitas Diabetes Gangguan intelektual Autoantibodi

1.

Kelainan-kelainan antenatal a. Gangguan organogenesis Kejadian gangguan meningkat pada ibu dengan diabetes. Diduga ini

berkaitan dengan adanya gangguan vaskuler pada ibu hamil dengn diabetes yang

Keperawatan Maternitas II

Page 9

tidak terkontrol disertai dengan hiperinsulinemia, sehingga dapat menurunkan PO2 arteri ibu. b. Malformasi kongenital Meskipun kematian perinatal menurun pada kehamilan ibu dengan diabetes karena perawatan antenatal yang lebih baik, kelainan malformasi kongenital akan menjadi masalah yang muncul. Penelitian terdahulu menunjukkan dua sampai empat kali lipat kejadian malformasi ini pada kehamilan dengan diabetes. Patogenesis kelainan kongenital ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga faktor genetik tidak memegang peran, karena tidak ada peningkatan kejadian defek pada bayi-bayi dari ayah yang diabetes, sehingga diduga kuat hal ini terjadi karena lingkungan intrauterin selama periode organogenesis. Biasanya kelainan/anomali muncul sebelum minggu ketujuh gestasi, dimana pada saat itu kehamilan belum terdeteksi dan yang diderita belum ditangani dengan intensif. Ini mungkin yang menyebabkan kemungkinan kematian perinatal menurun, karena penanganan perinatal ibu dengan diabetes yang lebih intensif namun, kelainan malformasi pada fetus tetap sudah tejadi. Dengan demikian angka kejadian malformasi kongenital ini tetap meningkat. Pada wanita dengan diabetes, dianjurkan untuk mengikuti keluarga berencana sehingga kehamilan seyogyanya dapat direncanakan hingga kelainan diabetesnya dapat dikontrol dengan ketat. Bila hal ini terjadi maka kejadian malformasi kongenital akan menurun. Berbagai malformasi ditemukan pada bayi-bayi ibu diabetes, antara lain pada malformasi pada jantung dan otak, sindrom regresi caudal dan berbagai multisistem malformasi. Kelainan jantung kongenital diantaranya transposisi pembuluh besar, koarktasio aorta, defek septal atrial dan ventrikuler, lima kali lebih banyak pada bayi yang dilahirkan oleh ibu diabetes. Yang tersering teruatam adalah hipertropi pada semua miokardial. Dengan meningkatnya pertumbuhan jaringan, defak pada septum ventrikel akan makin nyata dan morbiditas kelainan ini meningkat bersamaan dengan makin menebalnya septum tersebut.

Berkurangnya output untuk jantung, hambatan aliran keluar (outflow) dari ventrikel kiri dan kematian tiba-tiba dapat terjadi. Kelainaan anomali dengan unilateral atau bilateral agenesis ginjal dilaporkan terjadi pada bayi ibu diabetes.

Keperawatan Maternitas II

Page 10

Oleh karena itu USG ginjal perlu dianjurkan terutama bila ditemukan juga adanya defek pada pharyngeal pouch cardiac ketiga dan keempat. Di samping itu perlu dievaluasi pula fungsi imunologi dan para tiroidnya. Problem kardiak pada bayibayi ini selalu memberikan gejala. Namun demikian studi terhadap perubahan fungsi diastolik yang merupakan indikasi memburuknya fungsi relaksasi dan compliance ventrikel pada bayi-bayi yang tanpa gejala dan tanpa hipertrofi septal atau ventrikel menunjukkan adanya disfungsi miokardium yang tersembunyi (subtile) dan ini berbahaya karena kelainan akan bermanifestasi bila bayi mengalami stres. Kelainan otak dapat terjadi termasuk anensefale, meningomielokel, holoprosensefale. Displasia septooptik, dan displasia oatak yang tidak biasa pernah dilaporkan. Sindroma regresi caudal yang dilaporkan pada bayi ibu diabetes. Kelainan ini berupa kelainan yang bermanifestasi pada bagian bawah yang ekstremitas dan spinal berbentuk kelainan minimal hingga agenesis dari secrum dan kedua kaki. Bentuknya bisa berupa hipoglossia, sindroma hipodaktili, atresia jejunum, kompleks polisplenia dengan agenesis ginjal dan mesocardia, atresiabilier, malformasi lien dan malformasi colon. Anomali pada uterus trombosis dan ganggren pernah dilaporkan. c. Makrosomia Merupakan kelainan yang sering dijumpai pada bayi ibu diabetes. Pada ibu diabetes yang tidak terkontrol, berat lahir bayi-bayinya rata-rata 550 gr lebih berat dan 1,5 cm lebih panjang dari bayi normal pada 36-38 minggu masa gestasi. Kelebihan Bbini terutama karena meningkatnya kelebihan lemak subkutan dan pembesaran viscera (bagian dalam dada dan perut terutama hati dan jantung. Meskipun kontrol metabolik ibu dengan diabetes sudah cukup baik. Pada ibu gestasional diabetes dengan kontrol metabolik ketatpun insiden makrosomia masih dijumpai sebesar 17,9% terdapat bukti-bukti yang terus meningkat bahwa makrosomia berkaitan dengan kadar glukosa darah satu jam post prandial pada trimester ketiga. Saat ini direkomendasikan bahwa nilai kadar glukosa satu jam post prandial harus setinggi 130 ml/dl. Hal ini karena adanya hubungan antara kadar glukosa ibu yang rendah dengan berat lahir yang lebih kecil untuk usia

Keperawatan Maternitas II

Page 11

gestasinya. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian jangka panjang untuk menentukan nilai kadar glukosa yang optimal sehingga tidak menimbulkan makrosemia atau justru terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin. Faktor lain yang mungkin berpengaruh menimbulkan makrosemia adalah munculnya antibodi pada ibu terhadap insulin. Maternal imunoglobulin g ternyata dapat mengangkut insulin ibu masuk ke dalam darah fetuss. Hasil penelitian yang berusaha mencari hubungan antara antibodi terhadap insulin maternal dan makrossomia ternyata menjadi perdebatan. Suatu penelitian perspektif dengan kontrol antara manusia dan insulin binatang selama kehamilan ternyata kadar antibodi terhadap insulin dari maternal atau fetus berhubungan dengan jenis insulin yang dipakai. Namun demikian dengan diabetes tipe 1 yang dipilih secara acak menggunakan insulin manusia, sebelum 20 minggu gestasi, ternyata bayibayinya sedikit yang mengalami besar untuk masa gestasinya. Respon C peptida terhadap rangsangan glukosa atau asam amino sangat rendah pada usia tiga bulan. Cara pemberian insulin juga menjadi pokok penelitian dalam rangka pembentukan antibodi terhadap insulin. Pada suatu percobaan dengan kontrol, produksi antibodi insulin dibandingkan pada ibu yang hamil dengan diabetes gestasional yang menggunakan injektor jet dan injeksi dengan jarum biasa. Yang menggunakan injektor jet ternyata mempunyai hubungan dengan berkurangnya pembentkan antibodi terhadap insulin dan keanekaragaman nilai glukosa post prandial dibandingkan yang menggunakan jarum injeksi.

2.

Kelainan saat pernatal Makrosomia yang terjadi, menimbulkan komplikasi pada ibu maupun pada

janin yang dilahirkan. Ibu yang melahirkan bayi makrosomia, mempunyai resiko tinggi untuk mengalami penyulit persalinan, karena mungkin harus dilakukan seksio caesar dan dapat terjadi laserasi perineal berat. Makrosomia dapat menimbulkan kelahiran yang traumatis, mungkin karena adanya distosia bahu yang berakibat timbulnya trauma lahir atau asfiksia. Akibat trauma lahir dapat berbentuk cefalhematom, perdarahan subdural, fraktur clavicula, trauma pleksus brachialis, laserasi hepar dan lien. Sebagai upaya untuk

Keperawatan Maternitas II

Page 12

memperkirakan resiko trauma lahir pada bayi-bayi dari ibu diabetes, dilakukan perkiraan ukuran jaringan lunak humerus janin menggunakan USG. Bahu bayi yang besar berpotensi menimbulkan keulitan pada persalinan. Pengukuran ini berguna untuk membedakan bayi yang besar dengan obesitas trunkal dari bayi yang secara simetris besar.

3.

Kelainan neonatal Setelah lahir, bayi dari ibu diabetes mempunyai risiko munculnya

kelainan-kelainan klinis. Ini misalnya gangguan metabolism karena hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia, distress pernapasan, kelainan hematologi seperti polisitemia, dengan hiperbilirubinemia, hiperviskositas, thrombosis vena renalis, masalah kardiovaskuler seperti sirkulasi fetus persisten atau karena kardio miopati hipertropi. a. Hipoglikemia Penyebab hipoglikemia pada bayi diabetes ternyata multi faktoral. Segera setelah lahir, glukosa yang ada segera digunakan karena keadaan

hiperinsulinemia. Pada kondisi ini, tubuh tidak mampu untuk memobilisaasi glukosa dari sumber lain meskipun sumber glikogen dan jaringan lemak cukup besar. Glucagon pada keadaan ini tertekan, demikian pula reseptor insulin sebagai respon hiperinsulinemia. Semua faktor diatas berkontribusi menimbulkan hiperinsulinemik hipoglikemia; dan tidak ada substrat alternative untuk metabolism enersi otak. Karena hipoglikemia pada bayi-bayi ibu diabetes ini lebih sering tidak bergejala, maka pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan secara serial pada 72 jam pertama setelah lahir, tidak saja pada bayi-bayi yang jelas dari ibuibu yang diabetes tetapi juga pada bayi dengan berat lahir besar untuk masa gestasinya yang mungkin diabetes ibu tidak terdeteksi/tidak ada riwayat diabetes. Sebaiknya tidak menggunakan glukostrip untuk menentukan kadar glukosa darah, karena faktor yang mengganggu banyak seperti polisitemia, jumlah darah yang sedikit, dapat menyebabkan negatif palsu.

Keperawatan Maternitas II

Page 13

Gejala hipoglikemia pada bayi baru lahir terdiri dari gemetaran, tidak mau menyusui, pucat, bradikardi, sianosis, kejang dan apnea. Bayi yang tidak bergejala namun mengalami hipoglikemia dari pemeriksaan serial, hanya diberikan makan dini saja (early feeding). Bayi dengan gejala memerlukan pemberian glucagon 30 g/kgbb iv atau im atau dapat diberikan bolus dextrose 10% dengan dosis 20ml/kgbb, diikuti dengan infuse dextrose dengan GIR (Glucose Infusion Rate) 48 mg/kgbb/menit. GIR dapat ditambah menjadi 8-15 mg/kgbb/menit. Namun bila telah melampaui 12 mg/kgbb/menit, atau bila hipoglikemia lebih dari 72 jam dan GIR tidak dapat diturunkan secara bertahap, maka perlu dipikirkan penyebab hipoglikemia lain. b. Hipokalsemia & hipomagnesemia Neonatal hipokalsemia dini (serum-kalsium < 7 mg/dl) terjadi pada 50% bayi-bayi ibu dengan diabetes. Terjadi pada tiga hari pertama kelahiran dan disebabkan dengan berbagai kondisi yang terjadi pada bayi ibu diabetes. Kondisi ini antara lain prematuritas, afiksia saat lahir, trauma kelahiran, gangguan pernapasan (respiratory distress) dan pemberian magnesium sulfat pada ibunya. Kekerapan dan beratnya hipokalsemia berhubungan dengan tingkat kontrol diabetes ibunya dan diperberat dengan adanya afiksia. Hipokalsemia sering berkaitan dengan hiperfosfatemia dan hipomagnesemia. Penyebab kelainan ini diduga karena terjadi hipoparateroit fungsional. Kadar hormon paratiroid biasanya rendah pada hipokalsemia dan lambat dalam mengantisipasi, dibandingkan dengan bayi dengan kadar kalsium naormal. Yang menarik volume mineral tulang yang diukur dengan photon absorptiometri secara bermakna memang menurun pada bayi ibu yang diabetes. Hipokalsemia pada bayi ini biasanya tidak bergejala atau gejalanya sangat minim, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan serial pada 72 jam pertama kelahiran. c. Sindroma gangguan pernapasan Berdasarkan penelitian oleh Robert dkk pada tahun 1975, terdapat 5-6 kali lipat kejadian gangguan pernapasan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu diabetes dibandingkan ibu yang normal. Hal ini mungkin berkaitan dengan seringnya kelahiran premature, operasi Caesar dan afiksia neonatorum saat kelahiran.

Keperawatan Maternitas II

Page 14

Apakah hiperglikemia dan hiperinsulin juga berperan pada maturitas paru masih kontroversi. Terdapat penelitian yang memperkuat hubungan antara kondisi kehamilan ibu diabetes dengan maturitas paru janin, namun banyak pula penelitian yang tidak menemukan hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, kelainan ini masih menjadi perdebatan para ahli. Namun semua bayi yang dilahirkan ibu diabetes harus dimonitor apakah mengalami gangguan pernapasan pada jam-jam pertama kelahiran. d. Kelainan hematologi Kelainan hematologis yang terjadi pada ibu diabetes antara lain: polisitemia, hiperviskositas, hiperbilirubinemia, Biasanya polisitemia pada bayi ibu diabetes lebih jelas dibandingkan bayi lain, disebabkan karena peninggian eritropoetin. Konsentrasi eritropoetin plasma ternyata mempunyai korelasi langsung dengan insulin plasma baik padam ibu diabetes maupun kontrol. Insulin mempengaruhi langsung pada eritropoetin terbukti bahwa insulin merangsang pertumbuhan progenitor eritrosit pada darah umbilical atau secara tidak langsung meningkatkan eritropoetin melalui hipoksia jaringanyang terjadi pada kelahiranbayi ibu diabetes. Polisitemia sendiri dapat terjadi pada kondisi hiperviskositas dan ini dapat berdampak buruk pada susunan saraf sentral, paru, dan sirkulasi ke ginjal. Sirkulasi fetus persisten dan thrombosis vena renalis merupakan sequalac pada bayi ibu diabetes. Peniggian bilirubin indirek (hiperbilirubinemia) pada bayi-bayi ini bisa disebabkan karena enzim hepar yang belum matang, disamping karena bertambahnya katabolisme hemoglobin. e. Kelainan kardiovaskular Masalah kardiovaskular pada ibu diabetes terkait dengan kelainan congenital jantung atau kardiomiopati hipertrofik serta meningkatnya sirkulasi fetus persisten. Kelainan-kelainan diatas juga diduga terkait dengan afiksia dalam kandungan, polisitemia, hiperviskositas dan hipoglikemia. Dengan hipoksia yang sering terjadi pada bayi-bayi ini mungkin terjadi kelambatan penurunan resistensi pembuluh darah paru.

Keperawatan Maternitas II

Page 15

2.4 Manifestasi Klinis Bayi dari ibu diabetes dan bayi dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan sering memiliki kesamaan yang mengherankan satu sama lain. Mereka cenderung besar dan montok akibat bertambahnya lemak tubuh dan membesarnya organ dalam, mukanya sembab dan kemerahan (plethoric) seperti bayi yang sedang mendapat kortikosteroid, namun, bayi ini berat badannya bisa normal atau rendah, terutama jika mereka dilahirkan sebelum cukup bulan atau jika ibu menderita penyakit vaskular (3). Bayi cenderung gelisah, gemetar, dan mudah terangsang selama usia 3 hari pertama, walaupun hipotania, lesu, dan daya isap jelek dapat juga terjadi. Mereka mungkin menderita salah satu dari berbagai menifestasi hipoglikemia. Pemunculan dini tanda-tanda ini lebih mungkin dihubungkan dengan dengan hipoglikemia dan pemunculannya yang lambat (belakangan) tampaknya diakibatkan hipokalsemia; kelainan-kelainan ini juga dapat terjadi bersamaan. Asfiksia perinatal atau hiperbilirubinemia dapat memperlihatka tanda-tanda yang sama. Kadang-kadang, hipomagnesemia dapat disertai hipoksemia (3). Sekitar 75% bayi dari ibu diabetes dan 25% bayi dari ibu yag menderita diabetes selama kehamilan menderita hipoglikemia, tetapi hanya sebagian kecil yang simtomatik. Kemungkinan bayi menderita hipoglikemia menjadi lebih besar dan kadar glukosa mungkin lebih rendah pada tali pusat yang lebih dekat ke plasenta atau kadar kadar glukosa darah ibu sewaktu puasa. Biasanya, titik terendah kadar glukosa darah bayi dicapai antara 1 samapai 3 jam; penyembuhan spontan mulai pada umur 4-6 jam (3). Banyak bayi dari ibu yang diabetes menderita takipnea selama usia 5 hari, yang dapat merupakan menifestasi sementara dari hipoglikemia, hipotermia, polisitermia, gagal jantung, takipnea sementara, atau edema otak karena tarauma lahir atau asfiksia bayi dari ibu yang diabetes memperlihatkan insidens sindrom kegawatan pernapasan yang lebih besar daripada bayi ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama; insidens yang lebih besar mungkin terkait dengan pengaruh anatagonis anatara kortisol dan insulin pada sintesis surfaktan (3).

Keperawatan Maternitas II

Page 16

Kardiomegali lazim ada (30%), dan gagal jantung terjadi pada 5-10% bayi dari ibu diabetes. Hipertrofi sekat asimetris dapat terjadi, manifestasinya serupa dengan stenosis subaorta hipertropi idopatik. Trauma lahir juga terjadi akibat makrosomia janin (3). Perkembangan neurologis dan pusat osifikasi cenderung menjadi imatur dan berhubungan dengan besar otak (yang bertambah) dan umur kehamilan bukan dengan berat badan total. Ada juga kenaikan insidens hiperbilirubinemia, polisitemia, dan trombosis vena renalis; trombosis vena renalis harus dicurigai bila ada massa di panggul, hematuria dan trombositopenia (3). Insidens anomali kongenital bertambah 3 kali pada bayi yang ibunya menderita diabetes; malformasi jantung (VSD, ASD, transposisi pembuluh darah besar, koarktasio aorta) dan agenesis lumbosakral adalah yang paling lazim terjadi. Anomali tambahan meliputi cacat pipa saraf, hidronefrosis, agenisis ginjal, atresia duodenum atau anorektum, dan holoprosensefali. Pada bayi ini dapat juga timbul kembung perut yang disebabkan oleh pelambatan sementara pada

perkembangan sisi kiri kolom, sindrom kolon kiri kecil (3).

2.5 Penapisan dan Kriteria Diagnosis Karena prevalensi dari diabetes dalam kehamilan tinggi, maka perawatan antepartum yang optimum memerlukan uji diagnostik yang sensitiv pada semua wanita hamil. Metode diagnostic harus cepat dan praktis. O, Sullivan dan

Mahan malaporkan bahwa pemeriksaan yang sederhana pada semua wanita hamil lebih berguna dalam nengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko terkena biabetes daripada indicator-indikator kain seperti riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat obstetric sebelumnya atau obesitas (1). Untuk mengidentifikasi pasien dengan intoleransi glukosa uji penapisan dari O, Sullivan dengan menggunakan 50 g glukosa oral pada kehamilan 26 minggu dan pemeriksaan plasma 1 jam dianjurkan pemakaianya. Pasien-pasien yang beresiko tinggu untuk mendapat diabetes mellitus dalam kehamilan juga penapisan pada kehamilan 12,18,32 minggu. Pasien-pasien tersebut yang kadar

Keperawatan Maternitas II

Page 17

gulanya lebih dari 150 mg% setelah diberikan uji toleransi glukosa tersebut sebaiknya harus diobati (1). Sekali ditemukan pada pasien glukosa toleransi abnormal maka penderita tersebut dirujuk ke klinik untuk mendapatkan konseling mengenai pengaturan diet. Masih terdapat kontroversi mengenai perbedaan cara skrining DMG antara kelompok dengan faktor resiko dan tanpa faktor resiko (1). American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1986)

merekomendasikan bahwa penapisan hanya perlu untuk wanita-wanita resiko tinggi yaitu yang berumur lebih dari 30 tahun, ada riwayat keluarga dengan diabetes, pernah melahirkan bayi makrosomia, bayi dengan malformasi atau bayi lahir mati, wanita hamil yang gemuk, hipertensi atau glukosuria (1). Sementara itu, karena masih belum adanya keseragaman dalam membuat kriteria diagnosis diabetes dalam kehamilan, maka American Collage of Obstetricians and Gyenecologists (Hughes, 1972) membuat standarisasi. Seseorang dianggap menderita diabetes bila tes toleransi glukosanya

menunjukkan hasil sebagai berikut (1): Puasa : normal atau kurang dari 100 mg% 1 / 2 jam : lebih dari 150 mg % 1 jam : lebih dari 160 mg % 2 jam : 120 mg % atau lebih 3 jam : normal atau lebih dari 120 mg %

2.6 Penatalaksanaan Pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita DM, dilakukan pemeriksaan darah tali pusat untuk mengukur kadar glukosa darah dan hematokrit bayi. Selain itu, persiapan resusitasi neonatus harus dilakukan dengan baik. Masalah yang mungkin timbul pada bayi adalah (4): Penanganan bayi dari ibu DMG harus dilakukan dengan seoptimal mungkin, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut (4): Pada tingkat Polindes, BIDMG harus dikelola sejak dilahirkan. Evaluasi dilakukan segera setelah lahir, meliputi (4):
Keperawatan Maternitas II Page 18

Penghitungan nilai APGAR Pemeriksaan keadaan umum bayi Pemeriksaan fisik untuk melihat adanya cacat bawaan Pemeriksaan plasenta Pemeriksaan kadar glukosa Pemeriksaan hematokrit tali pusat Pengawasan lanjut Pemeriksaan fisik diulang untuk melihat perubahan yang terjadi pada janin seperti gemeteran, apnea, kejang, tangis lemah, malas minum dan adanya tanda sindroma gawat nafas, kelainan jantung, kelainan ginjal, trauma lahir pada extremitas, kelainan metabolik dan kelainan saluran cerna. Untuk mencegah hipoglikemia bayi diberi minum (dosis 60-90 ml/kg BB hari), dibagi dalam beberapa dosis, dimulai sejak jam pertama selanjutnaya tiap 12 jam. o Pada tingkat Puskesmas, BIDMG harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia sesuai penanganan diatas. o Pada tingkat Rumah Sakit, BIDMG harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia sesuai penanganan diatas ditambah dengan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan dan memantau adanya kelainan BIDMG. Kadar glukosa serum tali pusat diperiksa pada 1, 2, 4, 8, 12, 24, 36 dan 48 jam setelah kelahiran. Apabila kadar reflectancemeter < 45 mg/dl, harus diperiksa kadar glukosa serum. Kadar kalsium dan magnesium harus diperiksa pada umur 6, 12, 24 dan 48 jam. Hematokrit harus diperiksa dari tali pusat dan pemeriksaan selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam. Kadar serum bilirubin harus diperiksa bila bayi tampak kuning. Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi. Mengatasi kelainan metabolik. a. Hipoglikemia (5) Pengelolaan Hipoglikemia

Keperawatan Maternitas II

Page 19

1. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda hipoglikemi Pasang jalur IV jika belum terpasang. Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit. Infus glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan. Periksa kadar glukose darah satu jam setelah bolus glukose dan kemudian tiap tiga jam : Jika kadar glukose darah masih kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), ulangi pemberian bolus glukose seperti tersebut di atas dan lanjutkan pemberian infus. Jika kadar glukose darah 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), lanjutkan infuse dan ulangi pemeriksaan kadar glukose setiap tiga jam sampai kadar glukose 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih. Bila kadar glukose darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah setelah kadar glukose darah kembali normal. Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian cairan infus setiap hari secara bertahap. Jangan menghentikan infus glucose dengan tiba-tiba. 2. Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L)-45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda Hipoglikemia Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut, tangani seperti tersebut di atas. Periksa kadar glukose darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian minum berikutnya :

Keperawatan Maternitas II

Page 20

Jika kadar glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), atau terdapat tanda hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas. Jika kadar glukose darah masih antara 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), naikkan frekuensi pemberian minum ASI atau naikkan volume pemberian minum dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Jika kadar glukose darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih, lihat tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah di bawah ini. Frekuensi pemeriksaan glukose darah setelah kadar Glukose darah normal Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan pemeriksaan kadar glukose darah setiap 12 jam selama bayi masih memerlukan infus. Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut di atas. Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar glukose darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan: Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut diatas. Jika kadar glukose darah tetap normal selama waktu tersebut, maka pengukuran dihentikan. Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali sehari, siang dan malam. Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari, periksa kadar glukose pada: saat bayi datang atau pada umur 3 jam; tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai kadar glukose dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan berturutturut. Bila kadar glukose 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemi (tremor atau letargi), tangani untuk hipoglikemi (lihat Hipoglikemi); Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah lain, bayi dapat minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3.

Keperawatan Maternitas II

Page 21

Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. b. Hipokalsemia Bila dengan kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 1 ml/kgBB intravena, kadar kalsium dipantau setiap 12 jam dan selama pemantauan diperhatikan adanya bradikardia, aritmia jantung dan ekstravasasi cairan dari alat infus karena dapat menyebabkan nekrosis kulit (4). c. Hipomagnesemia Dapat dikoreksi dengan larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 1,2 ml/kgBB/hari intramuskuler dalam dibagi dalam 2-3 dosis (4). d. Pengobatan terhadap kelainan hematologis Pada keadaan hiperbilirubinemia, dilakukan pemantauan terhadap kadar bilirubun serum dengan seksama sejak bayi mulai kuning, bila perlu diberikan terapi sinar atau transfuse tukar. Pada polisitemia, apabila kadar hematokrit darah vena 60-70% tanpa gejala, diberikan tambahan minum sebanyak 20-40 ml/kgBB/hari. Kadar hematokrit diperiksa setiap 6-12 jam, sampai nilainya dibawah 65%. Bila kadar Hematokrit > 70% dan timbul gejala, harus dilakukan transfusi tukar parsial dengan plasma beku segar (4). e. Asfiksia Oleh karena sebagian besar bayi yang dilahirkan dari ibu diabetes menderita asfiksia dengan derajat yang berbeda-beda, maka prosedur resusitas tergantung derajat asfiksianya. Dan jika ada asfiksia, maka resusitas harus segera dilaksanakan seperti pada gambar 3 berikut (1).

Keperawatan Maternitas II

Page 22

2.7 Komplikasi Komplikasi pada bayi dari ibu DMG: makrosomia, hipoglikemia neonatal, mortalitas neonatal, mortalitas perinatal, malformasi kongenital,

hiperbilirubinemia, polisitemia, hipokalsemia, dan sindrom distress pernapasan. Hipoglikemia neonatal dapat terjadi sampai beberapa jam setelah kelahiran (6).

2.8 Asuhan Keperawatan I. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan terhadap bayi dari ibu diabetes adalah mengkaji tanda RDS, hiperbilirubinemia, trauma lahir, kelainan kongenital, hipokalsemia. Pengkajian keperawatan yang cermat dan terus menerus serta perawatan yang intensif sangat penting dalam penurunan bahaya potensial. ( untuk pengkajian buat per system dan berikan penjelasan pada kondisi abnormal/gangguan) II. Diagnosa Keperawatan ( tambahkan diagnose keperawatan untuk penanganan umum pada bayi baru lahir, dan tambahkan diagnose untuk resiko hipoglikemia) Adapun diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada bayi dari ibu dengan DM adalah sebagai berikut (19,20,21): No. 1. Diagnosa Keperawatan NOC NIC Ventilation assistance Monitor respirasi dan status oksigenasi Pertahankan pola napas Monitor efek dari

Gangguan ventilasi spontan b.d Respiratory faktor metabolik. status: ventilation

Definisi: penurunan cadangan Vital signs energi yang menyebabkan

ketidakmampuan individu untuk mempertahankan pernapasan

perubahan posisi pada oksigenasi Upaya resusitasi diperlukan. memulai jika

yang adekuat untuk menyokong kehidupan.

Keperawatan Maternitas II

Page 23

Monitor

kelemahan

otot-otot pernapasan Auskultasi suara napas Fasilitasi posisi untuk ventilasi 2. Risiko asfiksia Respiratory status Resuscitation: fetus Monitor fetus, airway vital signs status:

Faktor risiko: faktor internal Respitory (proses penyakit) Definisi: peningkatan ventilation risiko Respiratory

menggunakan

auskultasi dan palpasi atau monitor elektronik fetus, jika diperlukan. Observasi dari

asfiksia yang tidak disengaja status: (udara yang tidak adekuat patency

tersedia untuk inhalasi)

ketidaknormalan tandatanda frekuensi jantung fetus. Menggunakan oksigen 6-8 L suplai jika

terjadi ketidaknormalan pada pola napas atau pola detak jantung. Mengevaluasi kembali detak jantung janin . Pemberian intravena diperlukan. 3. Ketidakefektifan pola napas b.d Respiratory imaturitas neurologis . Definisi: inspirasi status: ventilation dan/atau -Respiratory rate Respiratory Monitoring - Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Catat pergerakan cairan jika

ekspirasi yang tidak memberi -Ritme resporatori ventilasi adekuat -Kedalaman

Keperawatan Maternitas II

Page 24

inspirasi -Volume tidal -Kapasitas vital -Penggunaan otototot aksesori pernapasan -Bunyi napas abnormal Retraksi dada -Dyspnea pada saat istirahat

dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals - Monitor suara nafas, seperti dengkur - Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot - Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) - Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan - Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama - auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya Monitor position O2 respirasi dan

Keperawatan Maternitas II

Page 25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan keperawatan pada bayi dari ibu dengan DM. Untuk dosen yang mengampu atau dosen yang memberikan tugas dalam pembuatan makalah ini agar dapat menjelaskan pada mahasiswa lebih detail lagi pada bagian yang masih kurang pada pembahasan yang dilakukan pada saat diskusi.

Keperawatan Maternitas II

Page 26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Syamhudi B. Refrat: Bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Laboratorium Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang, 2008. Soenggoro EP. Bayi dari Ibu Diabetes. Berkala Ilmiah Kesehatan Fatmawati 2006; 7 (18): 750-756. Nelson. Ilmu kesehatan anak vol 1. Jakarta : EGC, 1999. Suparman E. Diabetes mellitus dalam kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran 2003; 139: 22-26. Indarso F. Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu yang bermasalah. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006. Sharmilakrishna T., Naidu JN., and Rajeswari DR. Gestasional diabetes mellitus: an overview. International Journal of Applied Biology and pharmaceutical Technology 2011; 2(1): 226-232. Wiley, Blackwell. Nursing Dianoses Definition and Classification 2009-2011. 2009. United States of America: Mosby Elsevier. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier, 2009. Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier, 2009

2.

3. 4.

5.

6.

7.

8.

9.

Keperawatan Maternitas II

Page 27

Anda mungkin juga menyukai