Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama kehamilan akan dijumpai perubahan anatomi dan fisiologi dalam
tubuh ibu. Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan hemodinamika
akibat perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan. Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau
kedua-duanya1 yang tidak hanya terjadi pada orang tua dan remaja, tapi juga
pada ibu hamil.
Diabetes mellitus gestasional adalah perubahan metabolism karbohidrat,
lemak, dan potein yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat akibat
defek sekresi atau kerja insulin, dan pertama kali diketahui pada saat hamil.2
diabetes mellitus gestasional terjadi apabila fungsi pankreas tidak cukup untuk
mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan
hormone. Diabetes mellitus gestasional (GDM) merupakan komplikasi dan
gangguan metabolisme pada kehamilan yang paling sering terjadi pada
kehamilan, ditemukan pada 5-9% dari kehamilan3.
Menurut International Diabetes Federation, 2019 prevalensi diabetes
secara global sebesar 8,3% atau mencapai 463.000.000 diantaranya terjadi
pada perempuan (9%) dan laki-laki (9.65%). Sedangkan Indonesia termasuk
dalam sepuluh negara dengan penderita diabetes tertinggi, prevalensi 10,7%4.
Diabetes melitus pada kehamilan dapat menyebabkan masalah global, karena dapat
meningkatkan angka kematian maupun dampak lainnya. Menurut WHO terdapat
sekitar 585.000 ibu meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 28,1%
diantaranya dikarenakan oleh Diabetes Mellitus, prevalensi diabetes mellitus
gestasional di indonesia sebesar 1,9%- 3,6% pada kehamilan umumnya. Pada ibu
hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi diabetes gestasional
sebesar 5,1%6.
Ibu hamil dengan diabetes melitus gestasional akan menimbulkan berbagai
komplikasi pada ibu maupun janin. Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya
preeklamsia, seksio sesaria, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di
kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya
macrosomia, trauma persalinan, hyperbilirubinemia, hipoglikemia,
hipokalsemia, polisitemia, hyperbilirubinemia neonatal, sindroma distress
respirasi, serta meningkatnya mortalitas atau kematian janin. Sedangkan pada
kasus diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan
risiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes
mellitus sudah dapat di tegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol
dengan baik, maka janin berisiko mempunyai kelainan kongenital6 .
Oligohidramnion terjadi pada sekitar 1-5% kehamilan aterm Pada
kehamilan lebih dari 40 minggu kehamilan, insidensinya mungkin lebih dari
12% karena volume cairan ketuban menurun secara progresif setelah 41
minggu kehamilan.7 Dari 1815 ibu di Kecematan Seberang Ulu pada tahun
2008, yang menjadi sampel penelitian didapatkan ibu dengan oligohidramnion
sebanyak 22, normal sebanyak 1789 dan polihidramnion sebanyak 48.
Oligohidramnion dapat menyebabkan terjadinya deformitas janin, kompresi
tali pusat maupun fetal distress. Oleh karena untuk membantu meningkatkan
harapan hidup dan menurunkan angka kematian, diharapkan lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan7

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda dapat memahami kasus Diabetes
Melitus Gestasional (DMG) yang disertai oligohidramnion.
2. Diharapkan muncunya pola berpikir yang kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinis tentang
kasus Diabetes Melitus Gestasional (DMG) yang disertai
oligohidramnion..
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang obstetri dan
ginekologi.
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat
diaplikasikan pada kegiatan kepaniteraan klinik senior dalam
penegakkan diagnosis yang berpedoman pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Gestasional


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus gestasional adalah perubahan metabolism
karbohidrat, lemak, dan potein yang mengakibatkan kadar gula
darah meningkat akibat defek sekresi atau kerja insulin, dan
pertama kali diketahui pada saat hamil.6
Diabetes merupakan komplikasi medik yang sering terjadi pada
kehamilan. Ada dua macam perempuan hamil dengan diabetes, yaitu3:
- Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui
sejak sebelum perempuan tersebut hamil (pregestasional).
- Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui
setelah perempuan tersebut hamil (diabetes mellitus
gestasional)

2.2.2 Epidemiologi6
Prevalensi global diabetes mellitus diperkirakan akan mencapai
380 juta pada tahun 2025. Pada tahun 2002 di Amerika terdapat lebih dari
131.000 perempuan hamil yang menderita komplikasi diabetes mellitus.
Jumlah ini merupakan 3.3% dari seluruh kelahiran hidup dan lebih dari
90% nya menderita diabetes mellitus gestasional.
Insiden diabetes mellitus gestasional di Indonesia sekitar 1,9-3,6%
dan 40-60% wanita yang pernah mengalami diabetes mellitus gestasional
pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus
atau gangguan toleransi glukosa.

2.2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat memicu kejadiaa diabetes mellitus
gestasional adalah9:

4
 Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal).
 Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black, penduduk
asli Amerika, atau Asia).
 Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah
yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).
 Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki
diabetes).
 Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
 Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati.
 Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya.
 Polihidramnion
Selain itu, faktor risiko kejadian diabetes mellitus gestasional dapat dibagi
menjadi 3, yaitu10:
1. Maternal demographic and physical factor
- Etnis
- Usia tua
- Riwayat diabetes dalam keluarga
- Short stature
- Berat badan lahir rendah
- Riwayat paritas
2. Maternal clinical factor
- Obesitas
- Diet tinggi daging
- Pertambahan berat badan yang berlebihan saat hamil
- Tidak beraktivitas
- Polycystic ovarian syndrome
- α-Thalassemia trait
- Hipertensi
- Multigravida
3. Riwayat kehamilan sebelumnya
- Makrosomia
- Stillbirth
- Riwayat diabetes mellitus gestasional pada kehamilan sebelumnya

5
2.2.4 Patofisiologi
Selama awal kehamilan, toleransi glukosa normal atau sedikit meningkat
dan sensitivitas perifer (otot) terhadap insulin serta produksi glukosa basal
hepatik normal akibat peningkatan hormon estrogen dan progesteron maternal
pada awal kehamilan yang meningkatkan hiperplasia sel β pankreas, sehingga
meningkatkan pelepasan insulin. Hal ini menjelaskan peningkatan cepat insulin
di awal kehamilan sebagai respons terhadap resistensi insulin.11
Pada trimester kedua dan ketiga, peningkatan hubungan fetomaternal
akan mengurangi sensitivitas insulin maternal sehingga akan menstimulasi sel-sel
ibu untuk menggunakan energi selain glukosa seperti asam lemak bebas, glukosa
maternal selanjutnya akan ditransfer ke janin. Dalam kondisi normal kadar
glukosa darah fetus 10-20% lebih rendah daripada ibu, sehingga transpor glukosa
dari plasenta ke darah janin dapat terjadi melalui proses difusi sederhana ataupun
terfasilitasi.11
Selama kehamilan, ditandai dengan adanya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, yang ada beberapa perempuan akan menjadi faktor predisposisi
untuk terjadinya diabetes mellitus selama kehamilan. Resistensi ini berasal dari
hormone diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormon
pertumbuhan (growth hormon), corticotropin releasing hormon, placental
lactogen, dan progesteron. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta
metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan
nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus gestasional
apabila fungsi pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin
yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan. 6
Kebutuhan insulin tinggi selama fase akhir kehamilan normal dan hanya
berbeda sedikit antara wanita normal yang hamil dan wanita penderita diabetes
mellitus gestasional hamil. Meskipun demikian, pada penderita diabetes mellitus
gestasional respons insulin secara konsisten berkurang terhadap pasokan nutrien.
Sejumlah defek fungsi sel β pankreas juga ditemukan pada wanita dengan
riwayat diabetes mellitus gestasional; mayoritas penderita diabetes mellitus
gestasional mengalami disfungsi sel β akibat resistensi insulin kronik sebelum
kehamilan.6

6
Defek pengikatan insulin pada reseptornya di otot skeletal bukan
penyebab resistensi insulin pada wanita penderita diabetes mellitus gestasional.
Banyak defek lain seperti gangguan pensinyalan insulin, berkurangnya ekspresi
PPARγ, dan berkurangnya transpor glukosa yang dimediasi insulin telah
ditemukan pada otot skelet ataupun sel lemak pada wanita penderita diabetes
mellitus gestasional. Di antara defek di atas, belum diketahui pasti penyebab
primer ataupun fundamental terjadinya defek kerja insulin pada diabetes mellitus
gestasional. Temuan terbaru menunjukkan adanya defek post-reseptor jalur
pemberian sinyal insulin pada plasenta wanita hamil yang mengalami diabetes
dan obesitas. Temuan lain menunjukkan bahwa gangguan postreseptor pemberian
sinyal insulin di bawah regulasi maternal bersifat selektif dan tidak diregulasi
oleh janin.6
Diet dan gaya hidup juga berperan pada kejadian diabetes mellitus
gestasional. Diet banyak daging merah, daging yang diproses, produk biji-bijian
yang dirafinasi, gula, kentang goreng, dan pizza, berasosiasi kuat dengan
kejadian diabetes mellitus gestasional. Sebaliknya diet buah-buahan, sayuran
hijau, produk unggas, dan ikan, berasosiasi terbalik dengan kejadian diabetes
mellitus gestasional. Wanita yang mengonsumsi >6 porsi daging merah dalam
seminggu memiliki risiko 1,7 kali menderita diabetes mellitus gestasional
dibandingkan wanita yang hanya mengonsumsi <1,5 porsi daging merah per
minggu. Kombinasi diet berindeks glikemi tinggi dan rendah serat meningkatkan
risiko diabetes mellitus gestasional 2,15 kali dibandingkan diet berindeks
glikemik rendah dan kaya serat. Wanita yang mengonsumsi >5 porsi minuman
berpemanis gula/minggu memiliki risiko 22% lebih tinggi menderita diabetes
mellitus gestasional dibandingkan yang hanya mengonsumsi 1 porsi. Suatu
penelitian melaporkan kombinasi 3 hal, yaitu tidak merokok, >150 menit
aktivitas fisik sedang dalam seminggu, dan makanan sehat menurunkan risiko
diabetes mellitus gestasional sebesar 41%, jika ditambah indeks massa tubuh <25
sebelum kehamilan, maka risiko kejadian diabetes mellitus gestasional akan
berkurang 52%.11

2.2.5 Diagnosis dan Skrining6,11


Skrining awal diabetes mellitus gestasional adalah dengan cara
melakukan pemeriksaan beban 50 gram glukosa pada kehamilan 24 – 28 minggu.
Untuk tes ini pasien tidak perlu puasa.

7
Diabetes mellitus pada kehamilan, didiagnosis bila memenuhi satu atau
lebih kriteria di bawah ini

Tabel 2.2 Kriteria diabetes mellitus pada kehamilan dilihat dari glukosa darah
Tes Kadar Glukosa (mmol/L) Kadar Glukosa (mg/dL)
Glukosa darah
≥ 7.0 126
puasa
Glukosa darah 2
jam pasca
≥ 11.1 200
pembebanan 75
gram glukosa
Glukosa darah
sewaktu (dengan ≥ 11.1 200
gejala yang khas)

Sedangkan pada diabetes mellitus gestasional ditegakkan berdasarkan


kriteria satu dari nilai kadar glukosa darah di bawah ini pada saat dilakukan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTOG):
Tabel 2.3 Kriteria diabetes gestasional dilihat dari glukosa darah
Tes Kadar Glukosa (mmol/L) Kadar Glukosa (mg/dL)
Glukosa darah
5.1 - 6.9 92 - 125
puasa
Glukosa darah 2
jam pasca
≥ 10 180
pembebanan 75
gram glukosa
Glukosa darah
sewaktu (dengan 8.5 - 11 153 - 199
gejala yang khas)

Cara pemeriksaan TTOG:


1. Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari,
kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan
2. Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian
diikuti pemberian beban glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam 200 ml air
diminum dalam waktu paling lama 5 menit
3. Dilanjutkan pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian

8
Algoritme diagnosis diabetes mellitus gestasional 11

Ibu hamil

Apakah memiliki faktor risiko?


Obesitas, riwayat diabetes mellitus gestasional sebelumnya,
glukosuria, riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang,
riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi > 4000 gram dan
riwayat preeklamsia

Ya Tidak

Periksa GDS atau glukosa TTOG di usia kehamilan 24-


gawah puasa di kunjungan 28 minggu
antenatal pertama

Apakah GDP > 92 mg/dL


Apakah GDS > 200 mg/dL atau kadar gula darah
(disertai gejala klasik setelah 1 jam > 180 mg/dL
hiperglikemia) atau GDP > atau kadar gula darah
126 mg/dL atau kadar gula setelah 2 jam > 153
setelah 2 jam TTGO > 200 mg/dL?
mg/dL atau HbA1C > 6.5%?

Ya Tidak

Ya Tidak

Diabetes
Diabetes Mellitus Normal
Mellitus Gestasional

9
2.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan diabetes mellitus
gestasional bertujuan untuk3:
1. Melakukan penatalaksanaan kehamilan trimester ketiga dalam upaya
mencegah bayi lahir mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin
kejadian morbiditas ibu dan janin akibat persalinan.
2. Memantau pertumbuhan janin secara berkala dan terus menerus (misalnya
dengan USG) untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan ukuran
janin sehingga dapat di tentukan saat dan cara persalinan yang tepat.
3. Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin (misalnya dengan
amniosintesis) apabila ada rencana terminasi (seksio sesarea) pada
kehamilan 39 minggu.
4. Pemeriksaan antenatal di anjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32
sampai 40 minggu. Pemeriksaan antenatal dilakukan terhadap ibu hamil
yang kadar gula darahnya tidak terkontrol, yang mendapat pengobatan
insulin, atau yang menderita hipertensi. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan nonstress test, profil biofisik, atau modifikasi pemeriksaan
pemeriksaan profil biofisik seperti nonstress test dan indeks cairan
amnion.
Penanganan yang paling umum dan sering digunakan secara klinis adalah
pemeriksaan konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi gula darah dapat
dipertahankan seperti kehamilan normal. Pada perempuan dengan diabetes
mellitus gestasional harus dilakukan pengamatan gula darah preprandial dan
postprandial. Fourth International Workshop Conference Gestational
Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahankan konsentrasi gula
darah kurang dari 95 mg/dl (5,3 mmol/l) sebelum makan dan kurang dari 140
dan 120 mg/d (7,8 dan 6,7 mmol/l), satu atau dua jam setelah makan.6
Pendekatan dengan pengaturan pola makan bertujuan menurunkan
konsentrasi glukosa serum maternal, dengan cara membatasi asupan

10
karbohidrat hingga 40%-50% dari keseluruhan kalori, protein 20%, lemak
30%-40% (saturated < 10%), makan tinggi serat. Kenaiakan berat badan
selama kehamilan diusahakan hanya sekitar 11-12,5 kg saja. Program
pengaturan gizi dan makanan yang dianjurkan oleh Ikatan Diabetes Amerika
(American Diabetes Association) adalah pemberian kalori dan gizi yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan mengurangi hiperglikemi
ibu. Kalori harian yang dibutuhkan bagi perempuan dengan berat badan
normal pada paruh kedua kehamilan adalah 30 kcal/kg berat badan normal.6
Bila Indeks Massa Tubuh (body mass index) lebih dari 30 kg/m2, maka
dianjurkan asupan rendah kalori sampai 30-33 % (sekitar 25 kilo Kalori per
kg). Diet ini akan mencegah terjadinya ketonemia. Olahraga teratur akan
memperbaiki control kadar gula darah pada perempuan hamil dengan diabetes
mellitus gestasional walaupun pengarunya terhadap hasil perinatal belum
jelas.3
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan
pemeriksaan glukosa atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang
mempunyai konsentrasi gula darah yang tinggi harus di rawat lebih seksama
dan biasanya diberi insulin. Terapi insulin dapat menurunkan kejadian
macrosomia janin dan morbiditas perinatal.6
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin
ditujukan untuk mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari
140 mg/dL sampai mencapai kadar glikemi di bawah rata-rata dan hasil
perinatal yang lebih baik, ketimbang dilakukannya upaya mempertahankan
konsentasi gula darah praprandial kurang dari 105 mg/dL, tetapi keadaan janin
tidak di perhatikan.6
Kejadian macrosomia daoat deturunkan dengan cara oemberian insulin
untuk mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dL
(4.4 mmol/L). oleh karena itu, dalam merancang penatalaksanaan pemberian
insulin harus dipertimbangkan ketepatan waktu pengukuran gula darah,
konsentrasi target glukosa dan karakteristik pertumbuhan janin.6
Sebagai alternative pemberian obat antidiabetic seperti metformin dan
sulfonylurea dapat dipakai untuk mengendalikan gula darah.6

11
Skema tatalaksana pada diabetes mellitus gestasional11

Diabetes Mellitus
Gestasional

GDP <130 mg/dL GDP ≥ 130 mg/dL

Pengaturan gizi (diet)


selama 1 minggu

GDP < 105 dan GD 2 GDP > 105 dan GD 2


Jam PP < 120 Jam PP > 120

Lanjut terapi nutrisi Terapi nutrisi + insulin

2.2.7 Komplikasi6
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu, yaitu:
1. Preeklampsia atau Eklampsia
2. Komplikasi proses persalinan
3. Risiko diabetes mellitus tipe di kemudian hari
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi, yaitu:

12
1. Makrosomia (ukuran bayi besar)
2. Distosia bahu
3. Stillbirth
4. Kelainan kongenital
5. Lahir prematur
6. Pertumbuhan janin terhambat
7. Hipoglikemia (glukosa darah rendah saat lahir)
8. Hiperbilirubinemia (kuning setelah lahir)
9. Hipokalsemia

2.2.8 Prognosis1
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya
yang mempunyai diabetes mellitus gestasional memiliki tingkat
kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan diabetes mellitus
gestasional memiliki peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa
depan.
Wanita yang membutuhkan insulin pengobatan sewaktu kehamilan
kerana didiagnosa dengan diabetes mellitus gestasional mempunyai risiko
tinggi untuk mendapat diabetes kerana telah mempunyai antibodi yang
terkait dengan diabetes (seperti antibodi terhadap dekarboksilase glutamat,
islet sel antibodi dan / atau antigen insulinoma2), berbanding wanita
dengan dua kehamilan sebelumnya dan pada wanita yang gemuk.
Wanita membutuhkan insulin untuk mengelola gestational diabetes
memiliki resiko 50% terkena diabetes dalam lima tahun ke depan.
Tergantung pada populasi yang diteliti, kriteria diagnostik dan panjang
tindak lanjut, risiko dapat bervariasi sangat besar. Risiko tampaknya
tertinggi dalam 5 tahun pertama, mencapai dataran tinggi setelahnya.
Penelitian lain menemukan risiko diabetes setelah diabetes mellitus
gestasional lebih dari 25% setelah 15 tahun.

2.2 Presentasi Bokong


2.2.1 Definisi

13
Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah
dimana letak bayi sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada
pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah
atau di daerah pintu atas panggul atau simfisis. 6 Presentasi bokong
adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya kaki,
atau kombinasi keduanya. Klasifikasi letak sungsang dibagi
menjadi :
1. Letak bokong murni : presentasi bokong murni, dalam bahasa
inggris “ Frank breech ". Bokong saja yang menjadi bagian
depan, sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.13

Gambar 2. Frank breech


2. Letak bokong kaki : Presentasi bokong kaki di samping bokong
teraba kaki, dalam bahasa inggris " Complete breech ". Disebut letak
bokong kaki sempurna atau tidak sempurna jika disamping bokong
teraba kedua kaki atau satu kaki saja.

Gambar 3. Complete breech


3. Letak lutut

14
Presentasi lutut.

Gambar 4. Presentasi lutut

4. Letak kaki
Presentasi kaki, dalam bahasa inggris kedua letak yang terakhir ini
disebut " Incomplete breech presentation ".

Gambar 5. Incomplete breech

2.2.2 Etiologi
Penyebab dari letak sungsang sering kali tidak ada
penyebab yang bisa diidentifikasikan, tetapi berbagai kondisi
berikut ini mendorong terjadinya presentasi bokong diantaranya:14
a. Persalinan prematur. Presentasi bokong relatif sering terjadi
sebelum usia gestasi 34 minggu sehinggga presentasi
bokonglebih sering terjadi pada persalinan prematur.
b. Tungkai ekstensi. Versi sefalik spontan dapat terhambat jika
tungkai janin mengalami ekstensi dan membelit panggul.
c. Kehamilan kembar. Kehamilan kembar membatasi ruang yang
tersedia untuk perputaran janin, yang dapat mennyebabkan
salah satu janin atau lebih memiliki presentasi bokong

15
d. Polihidroamnion. Distensi rongga uterus oleh cairan amnion
yang berlebihan dapat meyebabkan presentasi bokong.
e. Hidrosefalus. Peningkatan ukuran kepala janin lebih cenderung
terakomodasi didalam fundus.
f. Abnormalitas uterus. Distorsi ronggauterus oleh septum atau
jaringan fibroid dapat menyebabkan presentasi bokong.

g. Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat


mengurangi luas ruangan dalam rahim.
h. Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin
mengubah posisinya menjadi sungsang
i. Multiparitas. Pernah melahirkan anak sebelumnya sehingga
rahim elastis dan membuat janin berpeluang untuk berputar
i. Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas
bergerak
j. Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu
telah melahirkan beberapa anak sebelumnya, sehingga rahim
sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk
berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya

2.2.3 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi
janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang
lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif banyak, sehingga
memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian
janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang atau letak lintang. 14
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat
dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karna bokong dengan
kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong
dipaksa menempati ruang yang lebih luas dari fundus uteri,
sedangkan kepala berada di ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat di mengerti mengapa pada

16
kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak
seperti itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang. 14

2.2.4 Diagnosis
Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan
palpasi abdomen. Manuver leopold perlu dilakukan pada setiap
kunjungan perawatan antenatal bila umur kehamilannya > 34
minggu. Untuk memastikan apabila masih terdapat keraguan pada
pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan pemeriksaan dalam vagina dan
atau pemeriksaan ultrasonografi. Keberhasilan untuk menemukan
adanya presentasi bokong pada masa kehamilan sangat penting oleh
karena adanya prosedur versi luar yang direkomendasikan guna
menurunkan insidensi persalinan dengan presentasi selain kepala dan
persalinan bedah sesar. Pemeriksaan yang hanya menunjukan adanya
presentasi bokong saja belum cukup untuk membuat perkiraan
besarnya risiko guna pengambilan keputusan caara persalinan yang
hendak dipilih. Taksiran berat jain, jenis keadaan bokong, keadaan
selaput ketuban, ukuran dan struktur tulang panggul ibu, keadaan
hiperekstensi kepala janin, kemajuan persalinan, pengalaman
penolong, dan ketersediaan fasilitas pelayanan intensif neonatal
merupakan hal-hal yang penting untuk diketahui. Klasifikasi
presentasi bokong dibuat terutama untuk kepentingan seleksi pasien
yang akan dicoba persalinan vaginal. Terdapat tiga macam presentasi
bokong, yaitu bokong murni (60-70% kasus), bokong komplit (10%
kasus), dan kaki. varian presentasi kaki adalah presentasi bokong
inkomplit, kaki komplit, kaki inkomplit, dan lutut. Janin dengan
presentasi kaki dan variannya direkomendasikan untuk tidak
dilakukan percobaan persalinan vagina. 14
Diagnosa kehamilan letak sungsang dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan yaitu :

17
1) Pemeriksaan abdomminal
a) Letaknya adalah memanjang
b) Diatas panggul teraba massa lunak, irreguler dan tidak terasa
seperti kepala, di curigai adalah bokong. Pada presentasi
bokong murni otot-otot paha terengang di atas tulang-tulang di
bawahnya, memberikan gambaran keras menyerupai kepala
dan menyebabkan keselahan diagnosa.
c) Punggung ada di sebelah kanan dekat garis tengah. Bagian-
bagian kecil ada disebelah kiri. Jauh dari garis tengah dan
belakang.
d) Kepala teraba difundus uteri, mungkin kepala sukar di raba bila
kepala ada di bawah hepar atau iga-iga. kepala lebih keras dan
lebih bulat dari pada bokong dan kadangkadang dapat
dipantulkan (ballottement). Kalau di fundus uteri taraba masa
yang dapat dipantulkan, harus dicurigai presentasi bokong.
e) Benjolan kepala tidak ada dan bokong tidak dapat dipantulkan.
2) Denyut jantung janin
Denyut janin terdengar paling keras pada atau diatas umbilikus
dan pada sisi yang sama dengan punggung pada RSA (Right Sacrum
Anterior) denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadran
kanan atau perut ibu. Kadang-kadang denyut jantung janin terdengar
dibawah umbilikus, dalam hal ini banyak diagnosa yang dibuat
dengan palpasi jangan dirubah oleh sebab itu denyut jantung janin
terdengar tidak ditempat biasa.
3) Pemeriksaaan dalam
a) Bagian terendah teraba tinggi
b) Tidak teraba kepala yang keras, rata dan teratur dengan garis-
garis sutura dan fontanella. Hasil pemeriksaan negatif ini
menunjukan adanya mal presentasi.
c) Bagian terendahnya teraba lunak dan inreguler. Anus dan tuber
ishiadicum terletak pada satu garis. Bokong tidak teraba, yang
teraba hanya bagian muka.

18
d) Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik
dibawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksan, hanya dapat
teraba bagian kepala seperti tulang yang keras.
e) Sacrum ada di kuadran kanan dan panggul dan daimeter
bitrochanteria ada pada diameter obliqua kanan.
f) Kadang-kadang teraba kaki dan harus dibedakan dengan
tangan.
4) Pemeriksaan Sinar X
Sinar X berguna baik untuk menegakkan diagnosa maupun
untuk menentukan perkiraan ukuran dan konfigurasi panggul ibu.
Pemeriksaan sinar X harus dikerjakan pada semua primigravida dan
pada multipara yang mempunyai riwayat persalinan sukar atau bayi-
bayi yang lahirkan sebelum kecil semua, sinar X menunjukkan
dengan tepat sikap dan posisi janin, demikian pula kalainan-kelainan
seperti hydrochepalus. Ultrasonografi Pemeriksaan seksama dengan
ultrasonografi akan memastikan letak janin yang tidak normal. Letak
sungsang dikenal pula dengan istilah kelahiran bokong dengan empat
kemungkinan. Kemungkinan pertama, ditemukan bokong sempurna
atau bokong kaki, jika kedua tungkai terlipat didepan perut. Kedua,
bokong murni, kalau kedua tungkai menekuk lurus kearah depan
tubuh hingga bekerja sebagai badai mengurangi kebebasan gerak
lahir. Terakhir, bokong lutut, satu atau dua lutut menghadap jalan
lahir.6

2.2.5 Mekanisme Persalinan


Kepala adalah bagian janin yang terbesar dan kurang elastis,
pada presentasi kepala, apabila kepala dapat dilahirkan, maka bagian
janin lainnya relative mudah dilahirkan. Tidak demikian halnya pada
presentasi bokong. Hal inilah yang menjadikan persalinan vaginal
pada presentasi bokong lebih berisiko. Pemahaman tentang
mekanisme persalinannya akan membantu dalam memberikan upaya
pertolongan persalinan yang berhasil.6

19
Bokong akan memasuki pangguk (engagement dan descent)
dengan diameter bitrokanter dalam posisi oblik. Pinggul janin bagian
depan (anterior) mengalami penurunan lebih cepat disbanding
pinggul belakangnya (posterior). Dengan demikian, pinggul depan
akan mencapai pintu tengah panggul terlebih dahulu. Kombinasi
antara tahanan dinding panggul dan kekuatan mendorong ke bawah
(kaudal) akan menghasilkan putaran paksi dalam yang membawa
sacrum ke arah transversal (pukul 3 atau 9), sehingga posisi diameter
bitrokanter di pintu bawah panggul menjadi anteroposterior.6
Penurunan bokong berlangsung terus setelah terjadinya
putaran paksi dalam. Perineum akan meregang, vulva membuka, dan
pinggul depan akan lahir terlebih dahlu. Pada saat itu, tubuh janin
mengalami putaran paksi dalam dan penurunan, sehingga mendorong
pinggul bawah menekan perineum. Dengan demikian, lahirlah
bokong dengan posisi diameter bitrokanter anteroposterior, diikuti
putaran paksi luar. Putaran paksi luar akan membuat posisi diameter
bitrokanter dari anterposterio menjadi transversal. Kelahiran bagian
tubuh lain akan terjadi kemudian baik secara spontan maupun
dengan bantuan (manual aid).6

2.2.6 Penanganan
1. Presentasi Bokong pada Kehamilan
Tujuan penanganan pada masa kehamilan adalah mencegah
malpresentasi pada waktu persalinan. Pada saat ini ada 3 cara
yang dipakai untuk mengubah presentasi bokong menjadi
presentasi kepala yaitu versi luar, moksibusi dan / atau
akupunktur, dan posisi dada lutut pada ibu. 14
2. Persalinan pada presentasi bokong
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis
untuk menilai lebih tepat apakah persalinan sungsang dapat
dilahirkan per vaginam atau per abdominal.

20
Tabel 2.4 Score Zattuchini dan Andros
Skor 0 1 2
Paritas Primigravida multigravida -
Usia kehamilan >39 minggu 38 minggu 37 minggu
Taksiran berat >3630 3176-3629 <3176
Riwayat tidak pernah 1 kali 2 kali / lebih
presentasi
bokong
Pembukaan <2 cm 3 cm >4 cm
Station -3 -2 -1

Keterangan:
Skor <3 : persalinan per abdominal
Skor 4 : Evaluasi Kembali
Skor >5 : Dilahirkan pervaginam

Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian


karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen
sampai dengan kematian bayi. Menghadapi kehamilan letak sungsang
dapat diambil tindakan melalui versi luar ketika hamil. Persalinan
diselesaikan dengan pertolongan pervaginam dengan pertolongan
fisiologis secara brach, ekstraksi parsial (secara klasik, Mueller,
loevset), persalinan kepala (secara mauriceau veit smellie,
menggunakan forcep ekstraksi). Ekstraksi bokong totalis (ekstraksi
bokong, ekstraksi kaki) atau pertolongan persalinan dengan sectio
caesaria.
a. Pervaginam
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai
syarat yang harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap,
kulit ketuban sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan
janin < 3600 gram. Terdapat situasi-situasi tertentu yang membuat
persalinan pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu memilih
persalinan pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi
proses persalinan yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di
fasilitas yang tidak memungkinkan dilakukan bedah sesar,

21
presentasi bokong yang tidak terdiagnosis hingga kala II dan
kelahiran janin kedua pada kehamilan kembar. Persalinan
pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra indikasi
persalinan pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki,
hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, tidak
adanya informed consent, dan tidak adanya petugas yang
berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan. 6
1) Persalinan spontan (spontaneous breech)
Yaitu janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri
(cara bracht). Pada persalinan spontan bracht ada 3 tahapan yaitu
tahapan pertama yaitu fase lambat, fase cepat, dan fase lambat.
Berikut ini prosedur melahirkan secara bracht : Ibu dalam posisi
litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva, dilahirkan dengan
kekuatan ibu sendiri. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan
selanjutnya dilakukan seperti pada persalinan spontan pervaginam
pada presentasi belakang kepala.

Gambar 6. Bracht
2) Partial Extraction/ Manual Aid
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu
dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
a) Mueller
(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil
dilakukan traksi curam ke bawah sejauh mungkin sampai
bahu depan di bawah simfisis dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
(2) Setelah bahu dan lengan depan lahir, maka badan janin

22
yang masih dipegang secara femuro-pelvis ditarik ke atas
sampai bahu belakang lahir (Wiknjosastro, 2007).

Gambar 7. Mueller

b) Klasik
(1) Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan
penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas
sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
(2) Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan
ke dalam jalan lahir dengan jari telunjuk menelusuri bahu
janin sampai pada fossa cubiti kemudian lengan bawah
dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin
(3) Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada
pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan
penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama
lengan dapat dilahirkan

Gambar 8. Klasik

23
c) Lovset
(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil
dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar
setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu
depan
(2) Sambil melakukan traksi, badan janin diputar kembali ke
arah yang berlawanan setengah lingkaran demikian
seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.

Gambar 9. Lovset
d) Mauriceau
(1) Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin
dimasukkan ke dalam jalan lahir.
(2) Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk
serta jari ke empat mencengkeram fossa canina sedangkan
jari yang lain mencengkeram leher.
(3) Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong
seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari
ke tiga penolong mencengkeram leher janin dari arah
punggung.
(4) Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke
bawah sambil seorang asisten melakukan fundal pressure.
(5) Saat suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin
dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion
sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata,

24
dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya seluruh kepala. 6

Gambar 10. Mauriceau

3) Full Extraction
Yaitu janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga
penolong. Ekstraksi sungsang dilakukan jika ada indikasi dan
memenuhi syarat untuk mengakhiri persalinan serta tidak ada
kontra indikasi. Indikasi ekstraksi sungsang yaitu gawat janin, tali
pusat menumbung, persalinan macet.
2.3 Oligohidramnion
2.3.1 Cairan Ketuban
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk
proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum
ibu, artinya kadar dicairan amnion merupakan hasil difusi dari
ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, vernik
kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat
bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.15
2.3.2 Fisiologi Cairan Ketuban
Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan
ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk oleh sel amnionya.
Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk oleh difusi

25
ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip
dengan plasma janin. Selanjutnya setelah trimester ke II, terjadi
pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma
janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh:
1) Sel amnion
2) Air kencing janin
3) Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak
7-14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc
dalam sehari.16

Menurut Manuaba, dkk komposisi yang membentuk air ketuban


adalah:16
1. Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier tetapi
bervariasi sebagai berikut:
a. Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu
b. Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah
sekitar 800-1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan
sekitar 150 cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion
2. Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk
air ketuban yaitu
a. Ginjal janin sehingga dijumpai:
(1) Urea
(2) Kreatinin
(3) Asam urat
b. Deskuamasi kulit janin
(1) Rambut lanugo
(2) Vernik kaseosa
c. Sekresi dari paru janin
d. Transudat dari permukaan amnion plasenta. Komposisinya mirip

26
plasma maternal, komposisi umum air ketuban yaitu (1) Air sekitar
99% (2) Bahan sekitar organik 1% (3) Berat jenis 1007-1008 gram
e. Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
(1) Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth
Faktor dalam bentuk Transforming Growth Faktor alfa.
Fungsi kedua hormon ini ikut serta menumbuh-
kembangkan paru janin dan sistem gastrointestinalnya.
(2) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan
endothelin-1 berfungsi untuk memberikan rangsangan
pembentukan surfaktan yang sangat bermanfaat saat
bayi mulai bernapas diluar kandungan.

3. Sirkulasi air ketuban janinSirkulasi air ketuban sangat penting artinya


sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap.
Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen penting sebagai
berikut:
a)  Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
b)  Jumlah produksi air kencing
c)  Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai
dengan tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm
mencapai 500 cc/hari.16
2.3.3 Definisi
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc.
Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena
pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan
amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim.16
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa
hal diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term,
gangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum
sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air
ketuban intrauteri “oligohidramnion” dengan kriteria :16
1) Jumlah kurang dari 500 cc

27
2) Kental
3) Bercampur mekonium.

2.3.4 Epidemiologi
Oligohidramnion terjadi pada sekitar 1-5% kehamilan aterm
Pada kehamilan lebih dari 40 minggu kehamilan, insidensinya
mungkin lebih dari 12% karena volume cairan ketuban menurun
secara progresif setelah 41 minggu kehamilan.7 Dari 1815 ibu di
Kecematan Seberang Ulu pasa tahun 2008, yang menjadi sampel
penelitian didapatkan ibu dengan oligohidramnion sebanyak 22,
normal sebanyak 1789 dan polihidramnion sebanyak 4.17

2.3.5 Etiologi dan Patofisiologi

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion


adaiah kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan postterm,
insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan
anriprosraglandin). Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih
(kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan
kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 2l jarang
memberikan kelainan pada saluran kemih, sehingga tidak
menimbulkan oligohidramnion.
Insufisiensi plasenta oleh sebab apa pun dapat menyebabkan
hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion. Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apa pun
akan berpengaruh buruk kepada janin.6

2.3.6 Manifestasi Klinis


a. Rahim lebih kecil dari sesuai dengan tuanya kehamilan

28
b. Bunyi jantung anak sudah terdengar sebelum bulan ke-5 dan
terdengar dengan lebih jelas (dengan stetoskop)
c. Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu dan sering berakhir
dengan partus prematurus.
2.3.7 Diagnosis

Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat


dilakukan tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop.16
Indikasi amnioskopi adalah:
a. Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
b. Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
c. Bad Obstetrics History
d. Terdapat kemungkinan IUGR
e. Kelainan ginjal
f. Kehamilanpostdate
Hasil yang diharapkan adalah:
a. Kekeruhan air ketuban
b. Pewarnaan dengan mekonium

Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:


a. Terjadi persalinan prematur
b. Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
c. Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
d. Terjadi infeksi asendens

Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan


Ultrasonografi yang dapat menentukan:

a. Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm


b. AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
c. AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion

29
2.3.8 Tatalaksana

30
Gambar 2. Tatalaksana Oligohidramnion
Untuk mengurangi tekanan langsung otot rahim terhadap tali
pusat/ plasenta yang menimbulkan fetal distress dilakukan upaya
“amniotic infusion” suatu terapi yang bersifat sementara untuk
mengurangi kompresi dan ada kemungkinan untuk meningkatkan
persalina pervaginam.16
Bentuk amniotic infusion adalah:
a. Bolus amniotic infusion:
 Berikan infus sebanyak 10-15 cc/ menit sampai tercapai
jumlah 800 cc

31
 Tetesan dikurangi sampai terdapat tambahan 250 cc untuk
mengurangi kompresi terhadap tali pusat dan lainnya.
Teknik bolus amniotic infussion, dapat menurunkan kejadian
fetal distress dan meningkatkan kemungkinan persalinan per
vaginam
b. Continous amniotic infusion
 Diberikan 10 cc/ menit selaama 1 jam
 Diikuti 3 cc/ menit sampai tercapai kompresi menghilang
Amniotic infusion ada kemungkinan berhasil, tetapi jika tetap
terjadi fetal distress, peningkatan bandle tidak terjadi penurunan,
maka tindakan obstetrinya adalah dilakukan seksio sesarea16

2.3.9 Komplikasi
Menurut Manuaba, dkk. Komplikasi oligohidramnion dapat dijabarkan
sebagai berikut:16
1) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali
akibat persalinannya oleh karena:
a)  Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b)  Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi
persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan
jalan lahir.
2) Komplikasi terhadap janinya
Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung
terhadapat janinnya:
I. Deformitas janin adalah: (a) Leher terlalu menekuk-miring
(b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat (c) Deformitas
ekstermitas (d) Talipes kaki terpelintir keluar.
II. Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan
fetal distress. Fetal distress menyebabkan makin
terangsangnya nervus vagus dengan dikeluarkannya

32
mekonium semakin mengentalkan air ketuban
(a)  Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat
lahir terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektase paru
(b)  Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya
menyebabkan kematian janin intrauterin
III. Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan
terjadinya hubungan langsung antara membran dengan janin
sehingga dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang
janin intrauterin. Dapat dijumpai ektermitas terputus oleh
karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.

2.3.10 Prognosis

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan


hanya separuh janin berhasil bertahan hidup. Sering terjadi
persalinan prematur dan kematian neonatus. Oligohidramnion
dilaporkan berkaitan dengan perlekatan amnion dan bagian bagian
janin serta dapat menyebabkan cacat yang serius termasuk amputasi.
Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami
tekanan dari semua sisi dan menunjukan penampilan yang aneh
disertai cacat muskuloskletal seperti jari tabuh.18

2.4 Achondroplasia19
2.4.1 Definisi
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot
(1878). Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros:
tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan. Secara harfiah
Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,
walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki
kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan
kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang.

33
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan
oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3
(fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom
4p16.3. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-
tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama
tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan
karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan
nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis,
Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.
2.4.2 Epidemiologi
Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering
dijumpai. Insiden yang paling umum menyebabkan Akondroplasia
adalah sekitar 1/26.000 sampai 1/66.000 kelahiran hidup.
Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance, namun kira-
kira 85-90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation
atau mutasi gen yang spontan. Ini artinya bahwa kedua orang tua
tanpa Akondroplasia, bisa memiliki anak dengan Achondroplasia. Jika
salah satu orang tua mempunyai gen Akondroplasia, maka anaknya
50% mempunyai peluang untuk mendapat kelainan Achondroplasia
yang diturunkan heterozigot Achondroplasia. Jika kedua orang tua
menderita Achondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak
normal 25%, anak yang menderita Achondroplasia 50% dan 25% anak
dengan homozigot Achondroplasia (biasanya meninggal).
Achondroplasia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan
dengan frekuensi yang sama.

2.4.3 Etiologi
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal
pada gen FGFR3 ( fibroblast  growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16. Gen FGFR3 berfungsi memberi
instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam
pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan

34
tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada
gen FGFR3 bertanggung jawab pada hampir semua kasus
Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada
nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Perubahan basa nukleat glisin
menjadi arginin ini terjadi pada posisi 380. Sebesar 1% kasus
disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini
mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya,
sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang
dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung
berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas.
Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk
kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk
hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit
akanmengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut
terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan
membentuk pelat pertumbuhan ( growth plate) dan
pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui
differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya
mutasi gen FGFR3 pada  Achondroplasia menyebabkan
gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan
perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan
( growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tulang terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis
kranium dan bagian tengah wajah (midface) karena bagian-
bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga
kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi
intramebranosa, sedangkan mandibula dibentuk melalui
osifikasi periosteal dan aposisi Basis kranium yang kurang
berkembang pada penderita  Achondroplasia  berpengaruh
pada perkembangan maksila, karena pertumbuhan basis
kranium akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah.

35
Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari pertumbuhan basis
kranium adalah bagian penting dalam pertumbuhan maksila ke
anterior. Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis
kranium secara normal pada penderita  Achondroplasia,
memberikan karakteristik midface deficiency atau hypoplasia
midface. Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi
retrognatik, sedangkan mandibula normal atau sedikit
prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III.
Hypoplasia midface  juga menyebabkan penyempitan saluran
pernafasan atas sehingga meningkatkan resiko gangguan
pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan
tulang dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi
langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk
kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi
membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi matur
membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik
kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada
regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses
ini akan membentuk pelat pertumbuhan ( growth plate) dan
pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui
differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya
mutasi gen FGFR3 pada  Achondroplasia menyebabkan
gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan
perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan
( growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tulang terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah
basis kranium dan bagian tengah wajah (midface) karena
bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral.
Rongga kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi
intramebranosa, sedangkan mandibula dibentuk melalui

36
osifikasi periosteal dan aposisi Basis kranium yang kurang
berkembang pada penderita Achondroplasia  berpengaruh pada
perkembangan maksila, karena pertumbuhan basis kranium
akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat
perlekatan maksila ke ujung anterior basis kranium,
perpanjangan atau pertumbuhan basis kranium akan mendorong
maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari
pertumbuhan basis kranium adalah bagian penting dalam
pertumbuhan maksila ke anterior. Kegagalan perkembangan
atau pertumbuhan basis kranium secara normal pada penderita
Achondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency
atau hypoplasia midface. Hal ini yang mengakibatkan maksila
menjadi retrognatik, sedangkan mandibula normal atau sedikit
prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III.
Hypoplasia midface  juga menyebabkan penyempitan saluran
pernafasan atas sehingga meningkatkan resiko gangguan
pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga.
 Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal
dominant inheritance namun sekitar 85-95% kasus merupakan
mutasi genetik yang spontan. Apabila salah satu orang tuanya
mengalami penyakit ini maka anaknya memiliki potensi terkena
penyakit ini sebanyak 50 persen. Dan apabila kedua orang dua
terjangkit penyakit ini maka kemungkinan keturunannya
mengalami penyakit ini lebih besar lagi. Mutasi pada
Achondroplasia sangat erat kaitannya dengan kenaikan umur
sang ayah, penelitian menujukan bahwa mutasi gen pada
achondroplasia tertutama diturunkan dari sang ayah dan terjadi
saat pembentukan sperma (spermatogenesis).

2.4.5 Patofisiologi
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal
pada gen FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan

37
pendek kromosom 4p16.3. Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi
dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan
pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi
endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab
pada hampir semua kasus Akondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi
mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1%
kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini
mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan
tulang dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung
berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas.
Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit
yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit.
Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian
sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler.
Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan
pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan
maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 pada
Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi
endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi
tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis
kranium dan bagian tengah wajah (midface) karena bagian-bagian ini
dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga kranium dan maksila
dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula
dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi

2.4.6 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari achondroplasia adalah:

1. Postur tubuh pendek:

38
Laki-laki: tinggi sekitar 131 cm
Wanita: tinggi sekitar 124 cm
2. Memiliki tangan dan kaki yang pendek dengan lengan dan paha atas
yang pendek, pergerakan siku terbatas.
3. Kepala besar (macrocephaly) dengan dahi yang lebar.
4. Memiliki jari-jari yang pendek. Tangan terlihat bercabang tiga, akibat
jari manis dan jari tengah menyimpang.

2.4.7 Diagnosis dan Tatalaksana

Diagnosa achondroplasia  dapat didasarkan pada ciri-


ciri atau karakteristik fisik yang khas. Karakteristik tersebut
dapat dilihat oleh radiologi (X-ray), USG, dan teknik
pencitraan lain. Dengan pencitraan USG, diagnosis
achondroplasia sudah dapat diduga kuat sebelum kelahiran.
Diagnosis molekul achondroplasia  sebelum kelahiran
mungkin dilakukan jika ada kecurigaan diagnosis atau
peningkatan risiko (seperti orangtua memiliki riwayat
achondroplasia). Dalam suatu keluarga dengan kedua orang
tua memiliki achondroplasia, diagnosis prenatal mungkin
sangat berguna. Tujuannya adalah untuk membedakan
achondroplasia homozigot yang fatal (dengan dua salinan dari
gen yang cacat) dengan achondroplasia heterozigot (dengan
satu salinan gen achondroplasia) dari normal. Diagnosis
sebelum kelahiran dilakukan dengan memeriksa sel yang
diperoleh dengan chorionic villus sampling (CVS) atau
amniocentesis.
Sedangkan, untuk pengobatan sindrom achondroplasia,
saat ini telah tersedia banyak pilihan pengobatan untuk
penderita achondroplasia. Pilihan pengobatan tersebut adalah:

1. Terapi peptida BMN-111

BMN-111 adalah analog dari tipe C natriuretic peptide


(CNP), sebuah peptida siklik kecil yang merupakan
regulator positif dari pertumbuhan tulang. Hal ini

39
dihasilkan dan memiliki reseptor di lempeng
pertumbuhan, dan bersama dengan reseptor faktor
pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR3) mengatur pertumbuhan
tulang normal. Selain bertubuh pendek, ada komplikasi
dalam achondroplasia yang terkait dengan kompresi tulang
(misalnya penyempitan foramen magnum, stenosis tulang
belakang, penyempitan saluran pernapasan atas) dari
jaringan saraf atau jaringan lain.

2. Operasi

Intervensi bedah kadang-kadang diperlukan untuk


memperbaiki kelainan rangka tertentu. Beberapa operasi
yang dapat dilakukan adalah
 Fusi tulang belakang  —  Operasi ini diindikasikan

untuk pasien dengan signifikan kyphosis tulang


belakang.
 Laminektomi —  Membedah operasi kanal spinal
untuk mengurangi tekanan pada sumsum tulang
belakang dan stenosis tulang belakang. Stenosis
tulang belakang dan penyempitan kanal spinal
merupakan komplikasi paling serius dari
achondroplasia.
 Osteotomi  —  tulang kaki dipotong dan diikat
dalam posisi anatomi yang benar. Prosedur ini
diindikasikan untuk pasien dengan deformitas
yang parah pada lutut atau bengkok kaki.

40
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


A. Identifikasi Pasien
Nama Pasien : Ny. F
Tanggal Lahir : 07 Oktober 1996
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. K. H. Azhari Lr. Masaid RT 025 RW 002 N0. 133
Kelurahan 13 Ulu, Seberang Ulu II, Palembang
No. Rekam Medis : 54-52-94
MRS : 29 Maret 2021
B. Identifikasi Suami Pasien
Nama Suami : Tn. D
Tanggal Lahir : 19 Januari 1995
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Jl. K. H. Azhari Lr. Masaid RT 025 RW 002 N0. 133
Kelurahan 13 Ulu, Seberang Ulu II, Palembang
3.2 Anamnesa
Autoanamnesa tanggal 31 Maret 2021 (10.00 WIB)
A. Keluhan utama :
Os hamil kurang bulan datang ke PONEK RSMP dengan keluhan
memiliki penyakit kencing manis disertai air ketuban semakin sedikit
sejak 12 jam SMRS

41
B. Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang tanpa disertai rasa sakit perut. Perut mules yang
menjalar dari perut ke pinggang disertai keluar darah dan riwayat keluar
air air disangkal. Gerakan bayi masih dirasakan oleh pasien.
Pasien mengalami keluhan kencing berlebihan, seringkali lapar,
dan buang air kecil berlebihan saat malam sejak usia kandungan tiga
bulan. Riwayat lemas badan, kesemutan, gatal, mata kabur, gatal di vulva
disangkal. Riwayat kelebihan berat badan sebelum kehamilan,
melahirkan bayi dengan BB>4kg, riwayat kencing manis di kehamilan
sebelumnya disangkal. Pasien melakukan aktivitas harian rumah tangga
seperti biasa.
Pasien mengatakan memeriksakan kandungan nya ke klinik dan
puskesmas, dari hasil pemeriksaan darah diketahui pasien menderita
kencing manis sejak usia kandungan 3 bulan. Dari hasil USG 12 jam
SMRS dikatakan posisi bayi letak bokong dan air ketuban sedikit.
Pasien menyangkal ada riwayat merokok, konsumsi obat-obatan
terlarang, dan konsumsi alcohol. Pasien tidak pernah mengalami penyakit
darah tinggi selama kehamilan, penyakit kelainan bentuk sel darah
merah, maupun riwayat kista disangkal. Riwayat trauma, keputihan,
sejak awal kehamilan, demam disangkal. Riwayat perut diurut-urut juga
disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit jantung (-) Hipertensi (-)
Penyakit Ginjal (-) Diabetes mellitus (-)
Asma (-) Tuberkulosis (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit jantung (-) Hipertensi (-)
Penyakit Ginjal (-) Diabetes mellitus (+)
Asma (-) Tuberkulosis (-)
E. Riwayat Menstruasi

42
Usia haid Pertama : 15 tahun
Siklus haid : 28 hari, tidak teratur teratur
Lama haid : 5-7 hari
Keluhan saat haid :-
HPHT : 16 Juli 2020
TP : 23 April 2021

F. Riwayat Perkawinan
Lama Pernikahan : 5 tahun
Usia Menikah : 20 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi
H. Riwayat ANC
Pasien melakukan ANC 4x selama hamil di klinik dan puskesmas
I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan Pertama

3.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 31 Maret 2021
1. Status Generalisata
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu Tubuh : 36,8oC
Berat Badan Sebelum Hamil : 55 kg
Berat Badan Saat Hamil : 65 kg
Tinggi Badan : 153 cm

Pemeriksaan Fisik
Kep : Normocephali

43
ala

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik(-/-)


Telinga : Simetris
Hidung : Deviasi (-), secret (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Tho : Simetris , retraksi dinding dada (-)
rax Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
: Palpasi : iktus cordis teraba ICA 5 linea
Cor midclavicula
Perkusi : batas jantung jelas
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
: Inspeksi : simetris
Palpasi : stem fremitus normal
Pul Perkusi : sonor (+)
mo Auskultasi : vesikuler (+) normal, wheezing
: (-), ronchi (-)
Inspeksi : datar, scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Abd Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
ome : Palpasi : hepar dan lien dalam batas normal
n Superior : edema (-/-), akral hangat
Inferior : edema (-/-), akral hangat

Ekstremitas
2. Status Obstetrik
Pemeriksaan luar
Inspeksi : Cembung, abdomen melebar, Striae gravidarum (-), Linea
Nigra (+), bekas operasi (-)

44
Leopold I : Keras, bundar, melenting (kesan kepala), TFU 4
jari
dibawah processus xyphoideus
Leopold II : Bagian kiri teraba punggung, bagian kanan teraba
bagian-
bagian kecil (ekstremitas)
Leopold III : Teraba lunak, kurang bundar, tidak melenting
(bokong)
Leopold IV : belum masuk PAP
- His :-
- DJJ : 150 x/menit
- TFU : 29 cm
- TBJ : (29-13) x 155 = 2.480 gram

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher :

 Konsistensi portio : Kaku


 Posisi portio : medial
 Pembukaan : 0 cm
 Pendataran : 0%
 Ketuban : (+)
 Presentasi : bokong
 Penunjuk : sacrum
 Molase :0
 Hodge :I

3.4. Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap dan Kimia darah
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,6 g/dl 12,0-14,0 g/dl

45
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 251gr/dL <180 mg/dl

Tabel 3.3 Hasil pemeriksaan Laboratorium (31 Maret 2021)


Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
Glukosa Darah 189 gr/dL <180 mg/dl
Sewaktu

3.5. Diagnosis Kerja


G1P0A0 Hamil 36-37 Minggu dengan Diabetes Melitus Gestasional Belum
Inpartu Partus Janin Tunggal Hidup Presentasi Bokong disertai
Oligohidramnion dan Achondroplasia

3.6. Penatalaksanaan
 Observasi keadaan umum, tanda vital dan DJJ
 Rencana pemeriksaan penunjang laboratorium (pemeriksaan darah
lengkap, kimia darah, dan urin rutin)
 Rapid Test
 IVFD RL gtt 20x/menit
 Dexamethason 2 x 2 amp (IV)
 Rencana sectio sesarea (elektif)
 Novorapid 1x8 unit
 Loperamid 3x20 unit

III.7 Follow Up Pre-SC

Waktu Subjective, Objective, Assesment Planning


29 April S : (-) P:
O : KU: Tampak sehat  Observasi KU, TVI

46
Pukul Sens: Compos Mentis  Cek Gula Darah
10.00 TD: 120/70 mmHg
WIB N: 89 x/menit Th/
RR: 22 x/menit -
T: 36,8oC -IVFD RL gtt 20 x/menit
- Cek Hb post operasi
Hasil Lab - Dexamethason 2x2amp
BSS 251 gr/dL (IV)
BSS: 226 gr/dL - Novorapid 1x8
unit
A : G1P0A0 hamil 36-37 Minggu
dengan Diabetes Melitus - Loperamid 3x20
Gestasional Belum Inpartu Partus
unit
Janin Tunggal Hidup Presentasi
Bokong disertai Oligohidramnion
dan Achondroplasia

III.8 Laporan Operasi


Tanggal 31 Maret 2021
Operator : Dr. dr. Aryani Azis, Sp. OG (K).
MARS
Anestesi : dr. Susi Handayani, Sp. An
- Operasi dimulai pukul 09.00 wib
- Dilakukan anestesi spinal
- Dilakukan tindakan aseptic antiseptic
- Insisi tiap lapisan abdomen
- Bayi lahir : Perempuan , berat badan 2420 gram dan panjang badan 31 cm
apgar score 8/9 (pukul: 09.30 wib)
- Lahir plasenta pukul: 09.35 wib
- Dilakukan jahit uterus- tiap lapisan abdomen sampai ke kutis
- Operasi selesai pukul: 09.50 wib
- Diagnosis pasca bedah: P1A0 Post SC a/i Presentasi Bokong disertai
Oligohidramnion
- Tindakan: section caesarea transperitonealis

47
3.8 Keadaan Ibu Pasca Operasi
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Temperature : 36,7˚C
Kontraksi uterus : Baik
TFU : sepusat
3.9. Penatalaksanaan Pasca Operasi
- IVFD RL + 2 amp oxytocin gtt 20x/m
- Inj. Ceftriaxone 3x1 amp
- Inj. Metronidazole 3x1 amp
- Inj. Asam Traneksamat 3x1
- Inj. Ketorolac 4x1
- Inbion 1x1
- Pronalges supp. 4 x 100 mg

3.10. Follow Up
Waktu Subjective, Objective, Assesment Planning
1 April S : Nyeri bekas operasi P:
O : KU: Tampak sakit ringan  Observasi KU, TVI
Pukul Sens: Compos Mentis  Cek Hb post operasi
10.00 TD: 110/70 mmHg  Cek Gula Darah
WIB N: 85 x/menit
RR: 20 x/menit Th/
T: 36,8oC -Observasi KU,TVI
TFU 1 jari dibawah umbilicus -IVFD RL 500 cc gtt 20
Kontraksi baik x/menit + 2amp oxytocin
- cek Hb post operasi
Hasil Lab - diet TKTP
Hb: 10,6 gr/dL - Mobilisasi bertahap
Th/
A : P1AO post SC a/i presentasi -Ceftriaxone 2x1 gram/ iv
bokong disertai oligohidramnion (skin test)
dan achondroplasia -Metronidazole 3x500 mg/
kocor
-Cefadroxil 2x500mg/oral
-Asam tranexsamat 3x1 iv
-Tramadol 3x50 mg /iv

48
-Asam Mefenamat 3x 500
mg
-Inbion 1x1 /oral

02 April S : Nyeri bekas operasi P:


O : KU: Tampak sakit ringan  Observasi KU, TVI
Pukul Sens: Compos Mentis dan perdarahan
10.00 TD: 110/70 mmHg  aff infus bila injeksi
WIB N: 80 x/menit habis
RR: 22 x/menit
 aff kateter
T: 36,8oC
TFU 2 jari dibawah umbilicus  diet tktp
Kontraksi baik  Mobilisasi bertahap
 ASI on demand
A : P1AO post SC a/i presentasi
bokong disertai oligohidramnion Th/
dan achondroplasia -Cefadroxil 2x500mg/oral
-Asam Mefenamat 3x 500
mg
-Inbion 1x1 /oral

03 April S : Nyeri bekas operasi P:


O : KU: Tampak sakit ringan  Observasi KU, TVI
Pukul Sens: Compos Mentis dan perdarahan
10.00 TD: 120/70 mmHg  diet tktp
WIB N: 88 x/menit  Mobilisasi bertahap
RR: 20 x/menit
T: 36,8oC  ASI on demand
TFU 3 jari dibawah umbilicus Th/
Kontraksi baik -Cefadroxil 2x500mg/oral
-Asam Mefenamat 3x 500
A : P1AO post SC a/i presentasi mg
bokong disertai oligohidramnion -Inbion 1x1 /oral
dan achondroplasia

49
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Apakah Penegakkan Diagnosis pada Pasien ini Sudah Benar?


Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien berinisial Ny. F berusia 24
tahun beralamat di Jl. K. H. Azhari Lr. Masaid Palembang, dengan G1P0A0
hamil 36-37 minggu belum inpartu janin tunggal hidup presentasi bokong
disertai oligohidramnion dan achroplasia
Berdasarkan hasil anamnesis, Pasien datang ke PONEK RS
Muhammadiyah Palembang dengan keluhan memiliki riwayat kencing
manis dan air ketuban sedikit. Pasien menyangkal adanya mules dirasakan
menjalar ke pinggang, keluarnya lendir dan darah dan keluar air-air tidak
ada. Gerakan janin masih terasa aktif. Berdasarkan keluhan di atas, pada
pasien ini belum mengalami inpartu. Karena tidak adanya kontraksi uterus
yang semakin lama semakin sering disertai adanya keluar darah dan lendir
(bloodyshow).

50
Selain itu, pasien mengatakan telah memeriksakan kandungannya ke
klinik dan puskesmas, dari hasil pemeriksaan darah diketahui pasien
menderita kencing manis sejak usia kandungan 3 bulan. Diabetes mellitus
gestasional adalah perubahan metabolism karbohidrat, lemak, dan potein
yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat akibat defek sekresi atau
kerja insulin, dan pertama kali diketahui pada saat hamil. 3 Skrining awal
diabetes mellitus gestasional adalah dengan cara melakukan pemeriksaan
beban 50 gram glukosa pada kehamilan 24 – 28 minggu
Faktor risiko pada diabetes melitus gestasional, yaitu kelebihan
berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal), Gangguan
toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang
tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes), sebelumnya
melahirkan bayi lebih dari 4 kg, dan mendapat diabetes kehamilan dengan
kehamilan sebelumnya, Tidak beraktivitas, Polycystic ovarian syndrome, α-
Thalassemia trait, hipertensi dan multigravida. Pasien. Pasien mengalami
keluhan kencing berlebihan, seringkali lapar, dan buang air kecil berlebihan
saat malam sejak usia kandungan tiga bulan. Riwayat lemas badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, gatal di vulva disangkal. Riwayat kelebihan
berat badan sebelum kehamilan, melahirkan bayi dengan BB>4kg, riwayat
kencing manis di kehamilan sebelumnya disangkal. Pasien melakukan
aktivitas harian rumah tangga seperti biasa. Sehingga pada pasien ini belum
ditemukan risk factor dari diabetes mellitus gestasional.
Dari hasil USG 12 jam SMRS dikatakan posisi bayi letak bokong
dan air ketuban sedikit. Dari hasil pemeriksaan fisik diketahui bahwa tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 87 x/menit, laju pernapasan 20 x/menit, suhu
tubuh 36,5oC. tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82 x/menit, laju pernapasan
20 x/menit, suhu tubuh 36,5oC, berat badan 58 kg, tinggi badan150 cm.
Dari pemeriksaan luar leopold I teraba bagian bulat, keras, mudah
digerakkan, melenting (kepala) TFU 29 cm, 4 jari di bawah processus
xyphoideus, leopold II teraba bagian memanjang, keras datar seperti papan di
kanan (punggung janin) dan teraba bagian lunak bagian yang kecil-kecil,
bagian ekstremitas di kiri (ekstremitas janin), leopold III: teraba bagian

51
lunak, tidak mudah digerakkan dan tidak melenting teraba bokong, leopold
IV belum masuk PAP, His tidak ada, DJJ didapatkan 150x/menit. Hasil
laboratorium nilai BSS 251gr/dL.
Pada status tertulis G1P0A0 hamil 36-37 minggu dengan DM
Gestasional belum inpartu Janin Tunggal Hidup presentasi bokong disertai
oligohidramnion dan achondroplasia. Jika ditinjau dari segi penulisan
diagnosis obstetri pada pasien ini sudah tepat, dimana diawali dengan
diagnosis ibu yang terdiri dari diagnosis kehamilan, persalinan lalu diikuti
dengan diagnosis janin dan riwayat penyakit penyerta. Penegakan diagnosis
DM Gestasional memenuhi kriteria kadar gula darah 200mg/dL. Sedangkan
presentasi bokong adalah presentasi janin dalam uterus terutama bokong
janin lebih dulu memasuki rongga panggul, terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bawah kavum uteri. Risiko janin
dalam hal kematian perinatal cukup besar dalam persalinan bokong
pervaginam. Dua per tiga kematian ini adalah hasil dari kelainan bawaan atau
infeksi dan satu per tiga dari trauma dan asfiksia. 10 Presentasi bokong adalah
janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau
kombinasi keduanya. Penyebabnya belum diketahui namun dapat disebakan
dari faktor ibu dan juga faktor janin.
Untuk oligohidramnion, diketahui melalui ultrasonografi (USG) yang
dapat menentukan Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm. Pada kasus
achondroplasia  dapat didasarkan pada ciri-ciri atau karakteristik fisik
yang khas. Karakteristik tersebut dapat dilihat oleh radiologi (X-ray),
USG, dan teknik pencitraan lain. Dengan pencitraan USG, diagnosis
achondroplasia sudah dapat diduga kuat sebelum kelahiran.
Pada pasien ini kehamilan telah dilakukan tindakan section caesarea
dan lahirlah bayi perempuan, berat bayi lahir 2420 gram, panjang badan lahir
31 APGAR score menit pertama 8, menit kelima 9. Plasenta lengkap.
Berdasarkan kurve Lubchencho, diagnosa neonatusnya adalah bayi kurang
bulan tidak sesuai masa kehamilan. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan
usia gestasi dari HPHT.

52
4.2. Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat?
Tatalaksana yang dilakukan kepada pasien sudah tepat, tatalaksana
yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan observasi KU, TVI, His, DJJ.
Dengan mengobservasi kondisi tanda vital ibu agar keadaan ibu tetap stabil
dan tidak menurun. His dipantau untuk melihat reaksi pemberian tokolitik.
Denyut jantung janin di observasi untuk memantau keadaan/kesejahteraan
janin.
Pasien juga diberikan tatalaksana IVFD RL gtt 20x/menit, dimana
ringer laktat memiliki komposisi elektrolit dan konsentrasi yang sangat
serupa dengan cairan ekstraseluler tubuh dan diindikasikan untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada pasien dalam kasus ini perlu
di berikan infus ringer laktat sudah tepat karena untuk mempertahankan
kadar elektrolit ibu agar tetap stabil. Selain itu adapun tujuan pemberian
infus yaitu untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki
volume komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk
pemberian obat-obatan ke dalam tubuh, memberikan nutrisi pada saat sistem
pencernaan diistirahatkan.
Pasien di terapi dengan injeksi dexamethasone 10mg/24 jam selama
2 hari sudah sesuai dimana, berdasarkan teori pada pasien dengan kehamilan
36 minggu perlu dipertimbangkan untuk diberikan injeksi kortikosteroid
untuk tujuan kematangan paru janin sehingga mengurangi risiko terjadinya
RDS (Respiratory Distress Syndrome) mortalitas bayi prematur. Pada pasien
ini pemberian Deksametason dilakukan secara intravena, namun secara teori
pemberian secara intramuskular lebih dipilih karena rute intramuskular
memiliki pelepasan yang lebih lambat dengan durasi yang lebih lama.
Administrasi intravena tidak direkomendasikan karena akan memberi
paparan kortikosteroid terhadap wanita hamil dan janin nya dengan
konsentrasi tinggi pada tahap awal sehingga meningkatkan efek samping
akibat penetrasi deksametason secara cepat ke plasenta.
Pemberian kortikosteroid sebelum paru matang akan memberikan
efek berupa peningkatan sintesis fosfolipid surfaktan pada sel pneumosit
tipe II dan memperbaiki tingkat maturitas paru. Kortikosteroid bekerja

53
dengan menginduksi enzim lipogenik yang dibutuhkan dalam proses sintesis
fosfolipid surfaktan dan konversi fosfatidilkolin tidak tersaturasi menjadi
fosfatidilkolin tersaturasi, serta menstimulasi produksi antioksidan dan
protein surfaktan. Efek fisiologis glukokortikoid pada paru meliputi
peningkatan kemampuan dan volume maksimal paru, menurunkan
permeabilitas vaskuler, meningkatkan pembersihan cairan paru, maturasi
struktur parenkim, memperbaiki fungsi respirasi, serta memperbaiki respon
paru terhadap pemberian terapi surfaktan post natal.
Secara keseluruhan penatalaksanaan berdasarkan diagnosa sudah
diberikan secara adekuat. Pasien diberi insulin Novorapid 3x8 unit dan
Levemir 1x20 unit. Penanganan yang paling umum dan sering digunakan
secara klinis adalah pemeriksaan konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi
gula darah dapat dipertahankan seperti kehamilan normal. Pada perempuan
dengan diabetes mellitus gestasional harus dilakukan pengamatan gula darah
preprandial dan postprandial. Fourth International Workshop Conference
Gestational Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahankan
konsentrasi gula darah kurang dari 95 mg/dl (5,3 mmol/l) sebelum makan
dan kurang dari 140 dan 120 mg/d (7,8 dan 6,7 mmol/l), satu atau dua jam
setelah makan. Terapi insulin dapat menurunkan kejadian macrosomia janin
dan morbiditas perinatal.
Pada post SC pasien memeperoleh tatalaksana Pada Post SC pasien
mendapatkan tatalaksana berupa antibiotik Ceftriaxone 2x1 gr (IV) skin
test. Tatalaksana pada pasien sudah tepat pemberian antibiotic Ceftriaxone
merupakan antibiotik spektrum luas yang termasuk ke dalam golongan obat
sefalosporin. Hal ini sesuai teori bahwa pemberian antibiotik profilaksis
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Ceftriaxone yang merupakan
golongan sefalosporin generasi ketiga yang merupakan antibiotik spectrum
luas yang tujuan nya diberikan untuk antibiotik profilaksis yang memiliki
sensitivitas terhadap bakteri gram negative maupun positif
Pemasangan kateter pada pasien ini ditujukan untuk mengetahui
input dan output cairan dari pasien untuk mengetahui apakah pasien
mengalami oligouria atau tidak. Penatalaksanaan sectio caesarea sudah

54
tepat pada pasien ini. Pasien ini memiliki indikasi untuk dilakukannya
tindakan sectio caesarea yaitu partus prematurus imminens dengan
presentasi bokong.
Pada post SC hari ke-1 pasien mendapatkan Cefadroxil 3x100
mg/oral, asam mefenamat 3 x 500 mg dan Inbion 1x1 tab. Pada hari kedua
post SC pasien tetap mendapatkan pengobatan yang sama yaitu antibiotik dan
analgetik. Pada hari kedua sudah dilepas kateter dan infus dan dilakukan diet
tinggi karbohidrat tinggi protein serta dilakukan mobilisasi bertahap pada
pasien dan direncanakan untuk pulang setelah keadaan stabil. Pemberian
antibiotik ceftriaxone dan metronidazole pada pasien ini sudah tepat. Resiko
infeksi dari tindakan seksio sesarea tersebut dapat diturunkan dengan adanya
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik ini dapat menurunkan resiko
endometritis sebesar 60-70% dan menurunkan resiko luka infeksi sebesar 30-
65%. Pasien mengeluh nyeri pada luka post SC sehingga mendapatkan
tatalaksana asam mefenamat. Asam mefenamat merupakan analgetik anti-
inflamasi non-steroid (NSAID) yang berfungsi menghambat enzim yang
memproduksi prostaglandin. Prostaglandin adalah senyawa yang dilepaskan
oleh tubuh dan menyebabkan rasa sakit dan reaksi peradangan. Pemberian
asama traneksamat adalah sebagai antifibrinolitik, inibitor sintetik fibrinolisis.
Bahan ini menghambat secara kompetitif pengaktifan plasminogen.
Merupakan obat yang digunakan dalam perdarahan.Pemberian suplemen
inbion membantu memenuhi kebutuhan kekurangan zat besi selama masa
menyusui dan mencegah anemia.
Sementara itu tatalaksana untuk oligohidramnion berdasarkan
teori, dapat dilakukan Amniotic infusion ada kemungkinan berhasil, tetapi
jika tetap terjadi fetal distress, peningkatan bandle tidak terjadi penurunan,
maka tindakan obstetrinya adalah dilakukan seksio sesarea14 Pada kasus
achroplasia dapat dilakukan Tindakan pembedahan ataupun terapi peptide
BMN-111

55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan


terapi yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diabetes mellitus gestasional adalah perubahan metabolism karbohidrat,
lemak, dan potein yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat akibat
defek sekresi atau kerja insulin, dan pertama kali diketahui pada saat
hamil.3

56
2. G1P0A0 hamil 36-37 minggu dengan DM Gestasional belum inpartu
dengan Janin Tunggal Hidup Presentasi Bokong disertai Oligohidramnion
dan Achroplasia
Diagnosis pada pasien ini sudah tepat dimana diawali dengan diagnosis
ibu yang terdiri dari diagnosis kehamilan, persalinan lalu diikuti dengan
diagnosis janin dan riwayat penyakit penyerta.
3. Penanganan yang dilakukan terhadap pasien dengan DM Gestasional
belum inpartu dengan Janin Tunggal Hidup Presentasi Bokong disertai
Oligohidramnion dan Achroplasia sudah tepat.

5.2. Saran
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan ini, adapun saran yang dapat
penulis berikan yaitu:
1. Sebagai upaya pencegahan, dokter muda sebaiknya lebih giat dalam
melakukan penyuluhan kepada ibu hamil agar rutin melakukan Ante Natal
Care (ANC) baik di rumah sakit maupun di puskesmas agar mampu
mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk
pemantauan kesejahteraan janin.

57

Anda mungkin juga menyukai