Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

Disusun Oleh:
FAZA ADITYA KENCANA
1102014097

Pembimbing:
dr. Mathius S. Gasong, Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
BAGIAN ILMU OBSTETRIK GINEKOLOGI
RSAD. MOH. RIDWAN MEURAKSA
PERIODE 11 DESEMBER-18 JANUARI 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………….………………………………………………..1

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….....…..2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………........4

FAKTOR RESIKO………………………………………………………4

ETIOLOGI……………………………………………………………….4

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI……………………………..5

DIAGNOSIS……………………………………………………………...8

DAMPAK DIABETES GESTASIONAL TERHADAP JANIN………9

PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA……………………………..10

DAFTAR PUSTAKA …………………………………..........................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan


peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus di berbagai penjuru
dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang Diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan
jumlah penyandang diabetes melitus dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta
pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3
kali lipat pada tahun 2030. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2007 oleh departemen kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di
daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkesil
terdapat di provinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di provinsi Maluku Utara dan
Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa
terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di provinsi Jambi sampai 21,8% di dprovinsi
Papua Barat.
Data-data di atas menunjukan bahwa jumlah penyandang Diabetes di Indonesia
sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri
oleh dokter spesialis atau dokter subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga
kesehatan yang ada. Mengingat bahwa diabetes melitus akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya
ikut serta dalam usaha penanggulangan diabetes melitus, khususnya dalam upaya
pencegahan. Pada strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang Diabetes, peran
dokter umum menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan
primer. Kasus diabetes melitus sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas
oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer.

2
Penyandang diabetes yang berpotensi mengalami penyulit diabetes melitus
perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam atau
dokter spesialis dalam konsultan endokrin, metabolisme, dan diabetes di tingkat
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Demikian pula
penyandang diabetes dengan glukosa darah yang sukar dikendalikan dan penyandang
diabetes dengan penyulit, pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan
primer setelah penangan di rumah sakit rujukan selesai.

Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur


hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter, perawat, ahli gizi, dan
tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi
kepada pasien dan keluarganya bertujuan dengan cara memberikan pemahaman
mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan diabetes
melitus akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha
memperbaiki hasil pengelolaan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat
guna dan berhasil guna, serta untuk menekan angka kejadian penyulit diabetes
melitus, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penyandang diabetes.
Penyempurnaan dan revisi secara berkala dari standar pelayan, harus selalu dilakukan
dan disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, sehingga dapat diperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya bagi penyandang diabetes.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Risiko

Menurut American Diabetes Association (ADA) Guidelines, seorang wanita


dianggap memiliki risiko tinggi menderita diabetes gestasional memiliki satu atau
lebih dari kriteria berikut yaitu, menderita obesitas, riwayat kehamilan sebelumnya
dengan diabetes gestasional, memiliki intoleransi glukosa atau glukosuria, memiliki
anggota keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2. Wanita yang memiliki risiko rendah
untuk menderita diabetes gestasional bila berusia < 25 tahun, memiliki berat badan
normal sebelum hamil, tidak memiliki anggota keluarga pada tingkat pertama yang
menderita diabetes, tidak pernah memiliki riwayat toleransi glukosa yang abnormal,
tidak memiliki riwayat persalinan yang bermasalah sebelumnya, dan bukan
merupakan grup etnik dengan risiko tinggi menderita diabetes gestasional (Afrika-
Amerika, Hispanik, India-Amerika, Asia-Amerika, Pasifik).

Etiologi

Diabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan metabolisme


karbohidrat selama kehamilan, dimana keadaan resistensi insulin tidak diimbangi
dengan sekresi insulin yang adekuat. Insulin disekresi oleh sel  pankreas, ibu dengan
diabetes gestasional memiliki defek pada fungsi sel  pankreas ini. Ibu yang
menderita diabetes gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin kronis
karena disfungsi sel  pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel 
pankreas dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah
destruksi sel  pankreas oleh reaksi autoimun yang ditemukan pada diabetes tipe 1.

Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel  pankreas juga dapat disebabkan
oleh mutasi autosomal yang menyebabkan maturity onset diabetes of the young
(MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe, mutasi dapat terjadi pada gen yang
mengkode glukokinase (MODY 2), hepatocyte nuclear factor 1α (MODY 3) dan
insulin promoter factor 1 (MODY 4).

4
Selain karena adanya defek fungsi sel  pankreas, diabetes gestasional juga
dapat disebabkan karena adanya gangguan pada insulin signaling pathway, penurunan
ekspresi PPARγ dan penurunan transport glukosa yang dimediasi insulin pada otot
skelet dan adiposity.

Patogenesis dan Patofisiologi

Kehamilan merupakan suatu kondisi diabetogenik yang ditandai dengan


adanya resistensi insulin dan peningkatan respons sel  pankreas dan hiperinsulinemia
sebagai kompensasi. Resistensi insulin umumnya dimulai sejak trimester kedua
kehamilan dan keadaan ini terus berlangsung selama sisa kehamilan. Sensitivitas
insulin selama kehamilan dapat menurun hingga 80%. Hormon-hormon yang
disekresi oleh plasenta, seperti progesteron, kortisol, human placental lactogen (hPL),
prolaktin dan growth hormone, merupakan faktor yang berperan penting dalam
keadaan resistensi insulin saat kehamilan.

Progesteron dan estrogen dapat berpengaruh mempengaruhi resistensi insulin


secara langsung maupun tidak langsung. Kadar hPL semakin meningkat seiring
bertambahnya usia kehamilan, hormon ini bekerja seperti growth hormone yaitu
meningkatkan lipolisis. Lipolisis menyebabkan bertambahnya kadar asam lemak
bebas yang beredar dalam darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan resistensi
insulin di jaringan perifer. Pertumbuhan fetus bergantung pada kadar glukosa plasma
ibu. Adanya resistensi insulin menyebabkan tingginya kadar glukosa plasma ibu, yang
kemudian akan berdifusi ke dalam aliran darah janin melalui plasenta. Ibu yang
menderita diabetes gestasional tingkat resistensi insulin yang lebih tinggi daripada
kehamilan normal dan tidak dikompensasi dengan sekresi insulin yang adekuat.

5
Gambar 2.1 Pregestasional Diabetes dan Gestasional Diabetes

Pada wanita hamil, terdapat perubahan metabolisme, salah satu nya


metabolisme glukosa. Pada awal kehamilan, terjadi hyperplasia dari sel β pancreas
yang merupakan dampak dari meningkatnya hormone estrogen dan progesterone pada
ibu. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya kadar insulin pada awal kehamilan.
Pada trimester kedua dan ketiga, adanya faktor dari feto-plasenta membuat penurunan
sensitivitas insulin dari ibu. Karena Janin sangat membutuhkan transport glukosa
karena tidak bisa membentuk glukosa, sehingga janin membutuhkan suplai dari ibu.
Oleh sebab itu, dalam tubuh ibu terjadi peningkatan glukoneogenesis. Patofisiologi
dari Diabetes Gestasional dibagi menjadi dua : 1) Peranan unit feto-plasenta dan 2)
Peranan jaringan adipose

Peranan unit feto-plasenta

Dalam beberapa abad terakhir, terjadi diabetes gestasional disebabkan adanya


peningkatan resistensi insulin dan penurunan sensitivitas insulin selama kehamilan
yang merupakan efek dari meningkatkan hormone yang dihasilkan selama kehamilan,
seperti estrogen, progesterone, kortisol dan laktogen dalam sirkulasi maternal.
Sehingga semakin meningkatnya usia kehamilan, resistensi insulin semakin besar.

Hormon Plasenta

Plasenta mensintesa progesterone dan pregnenolone. Progesteron ini


memasuki sirkulasi janin, dan sebagai sumber pembentukan kortisol dan kortikosteron
di kelenjar adrenal janin. Peningkatan kortisol selama kehamilan normal
menyebabkan penurunan toleransi glukosa. Sedangkan pregnenolone ini merupakan
sumber pembentuk estrogen, dimana hormone ini mempengaruhi fungsi sel 
pankreas.

6
Selain estrogen dan progesterone, Human placental lactogen (hPL)
merupakan produk dari gen hPL-A dan hPL-B yang disekresikan ke sirkulasi
maternal dan janin. hPL ini akan terpengaruh oleh kadar glukosa, dimana tinggi bila
hipoglikemia, dan sebaliknya. Pada trimester kedua kehamilan, kadar hPL ini
meningkat 10x lipat, yang menandakan kondisi hipoglikemia. hPL ini menstimulasi
lipolisis, yang menyebabkan tingginya kadar asam lemak dalam sirkulasi, ditujukan
untuk membentuk glukosa yang dibutuhkan oleh janin. Asam lemak ini berfungsi
antagonis dengan fungsi insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa
dalam sel.

Peranan jaringan adipose

Dalam decade terakhir, adipositokin, yang merupakan produk dari jaringan


adiposity diduga berperan dalam regulasi metabolism maternal dan resitensi insulin
selama kehamilan. Adipositokin, termasuk leptin, adiponektin, Tumor Necrosis
Factor- alpha, IL-6, resistin, visfatin dan apelin ini diproduksi intrauterine.

Adiponektin

Adiponektin ini mempunyai efek sensitisasi insulin dengan cara menurunkan


trigliserida jaringan. Trigliserida jaringan ini berperan dalam resistensi insulin, karena
mengganggu aktivasi insulin-stimulated phosphatidylinositol 3-kinase dan translokasi
Glucose transporter 4 (GLUT-4) serta uptake glukosa. Dalam sebuah penelitian oleh
Yamauchi et al, pada wanita hamil dengan diabetes gestasional, ditemukan penurunan
adiponektin, yang secara sinergis meningkatkan resistensi insulin dibandingkan
wanita hamil dengan kadar glukosa normal.

TNF-alpha

Selain adiponektin, adipositokin lain yang diproduksi oleh plasenta dan


jaringan lemak subkutan yang dihubungan dengan diabetes gestasional adalah TNF-
alpha. TNF-alpha ini merupakan predictor dari resistensi insulin selama kehamilan
dan merupakan cerminan terbalik dari sensitivitas insulin, tergambarkan bahwa TNF-
alpha ini ditemukan rendah pada awal kehamilan, dan tinggi pada akhir kehamilan.
Hal ini sejalan dengan sensitivitas insulin yang terus menurun pada akhir kehamilan.

7
Pada sebuah penelitian in-vitro, TNF-alpha ditemukan menurunkan signal
reseptor insulin, sehingga pada kehamilan lanjut terjadi penurunan sensitivitas insulin.
Sebagai tambahan, TNF-alpha ini juga menurunkan kadar adiponektin di adiposit.

Diagnosis

Sampai saat ini, masih banyak perdebatan dalam mendiagnosis diabetes


gestasional. Ada banyak pihak yang menyusun pendekatan dalam diagnosis hal ini.
Tabel 2.1 memaparkan pendekatan diagnosis secara single-step yang dipublikasi oleh
The International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups (IADPSG).
Pendekatan yang dipublikasi ini tidak disetujui oleh The American College of
Obstreticians and Gynecologits yang menggunakan pendekatan two-step dalam
melakukan skrining dan diagnosis diabetes gestasional. Namun, kedua pendekatan
diagnosis tersebut dilakukan pada wanita hamil di atas 24 minggu.

Tabel 2.1 Diagnosis Diabetes Gestasionalc

Jenis pengukuran glukosa Ambang batas


Gula darah puasa 92 mg/dL
1 jam post 75 g glukosa 180 mg/dL
2 jam post 75 g glukosa 153 mg/dL

Tabel 2.2 Diagnosis Diabetes Gestasionalc

Pemberian glukosa per oral


Waktu 100 gram glukosa 75 gram glukosa
Puasa 95 mg/ dL 95 mg/ dL
1 jam 180 mg/ dL 180 mg/ dL
2 jam 155 mg/ dL -
3 jam 140 mg/ dL 95 mg/ dL
Tabel 2.2 menggambarkan tentang kriteria diagnosis diabetes gestasional yang
telah disetujui oleh WHO, ADA (American Diabetes Association) dan The American
College of Obstetricians and Gynecologists. Untuk syarat diagnosis, pemberian

8
glukosa di lakukan pagi hari setelah 8 jam puasa dan setelah 3 hari tidak diet
berpantang dan berolahraga.

Dampak Diabetes Gestasional terhadap janin

Makrosomia

Gambar 2.2 Perbandingan Lingkar kepala/lingkar perut pada penderita diabetes

gestasional

Bayi yang lahir dari ibu diabetes gestasional disebut makrosomia. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan intrauterine. Dari gambar di atas, terlihat bahwa
pada ibu dengan diabetes gestasional, pertumbuhan janin terganggu dengan pertumbuhan
abdomen tidak seimbang dengan pertumbuhan kepala dinilai dari besar lingkar kedua hal
tersebut. Hal ini dapat berdampak pada metode persalinan yang digunakan. Karakteristik
bayi makrosomia adalah penumpukan lemak pada bahu dan batang tubuh, sehingga
merupakan predisposisi terjadinya distosia bahu.

Hipoglikemia

Neonatus pada ibu yang diabetes ini akan mengalami penurunan glukosa yang terjadi di
extrauteri. Glukosa darah < 45 mg/dL merupakan hal yang dapat ditemui pada neonatus
dari ibu yang mempunyai kondisi glukosa yang tidak stabil.

9
Pencegahan dan Tatalaksana Diabetes Gestasional

Seperti telah diutarakan sebelumnya, wanita dengan diabetes gestasional akan


memiliki komplikasi yang buruk, tidak hanya saat melahirkan, namun juga adanya
kemungkinan untuk progresi kerusakan vaskular yang cukup signfikan. Pada trimester
pertama, hiperglikemia dapat meningkatkan resiko terjadinya malformasi pada fetus.
Kemudian, pada kehamilan lanjut, hiperglikemia juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya makrosomia dan komplikasi metabolik lainnya saat lahir. Untuk sang ibu,
dapat terjadi gangguan retinopati, hipertensi, gangguan ginjal kronis, dan penyakit-
penyakit jantung. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang tepat dan teknik
screening yang tepat. Namun demikian, tidak terdapat bukti yang cukup kuat untuk
melakukan screening dalam pengobatan diabetes gestasional. Namun di Amerika
Serikat, menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), lebih
dari 90% tempat praktek sudah melakukan screening, dan sudah terbukti memberikan
hasil yang lebih baik.

Salah satu teknik screening yang telah dilakukan di banyak tempat di Amerika Serikat
adalah dengan glucose challenge test yang dilakukan pada saat pemeriksaan
antepartum. Pada pemeriksaan antepartum pertama, wanita dengan resiko diabetes
gestasional yang tinggi dilakukan 50-g glucose challenge test dengan batas 130
mg/dL (sensitivitas 90%) atau 140 mg/dL (sesnitivitas 80%). Apabila pada
pemeriksaan ini didapatkan hasil positif, maka dilakukan 100-g three hour oral
glucose challenge test untuk mendiagnosis diabetes gestasional. Diagnosis ditentukan
apabila 2 hasil pemeriksaan glukosa darah melebihi batas, dimana pemeriksaan
meliputi, glukosa puasa, 1 jam glukosa, 2 jam glukosa, dan 3 jam glukosa, dengan
batas sesuai pada tabel 1. Pada rekomendasi WHO, digunakan 75-g oral glucose
tolerance test.

10
Tabel 2.3. Nilai glukosa untuk diagnosa diabetes gestasional

Tes Diagnostik Puasa 1 jam 2 jam 3 jam


(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
100-g oral glucose 95 180 155 140
tolerance test
75-g oral glucose 126 - 140 -
tolerance test

Sebelum membicarakan mengenai terapi dan tatalaksana, perlu diketahui


target nilai glukosa normal pada wanita hamil. Setelah dilakukan studi observasional,
maka didapatkan hasil untuk glukosa puasa yaitu dibawah 96 mg/dL, untuk glukosa 1
jam postprandial yaitu dibawah 140 mg/dL dan untuk 2 jam post prandial yaitu
dibawah 120 hingga 127 mg/dL.

Terapi lini utama untuk wanita dengan diabetes gestasional adalah dengan
modifikasi diet, atau dikenal juga dengan terapi nutrisi. Teknik ini dilakukan dengan
ahli nutrisi, dimana melibatkan penghitungan karbohidrat yang dibutuhkan, serta
rekomendasi makanan spesifik. Selain hanya melalui diet, juga dapat dilakukan
olahraga yang cukup untuk tatalaksana diabetes gestasional. Keuntungan dari terapi
ini adalah aman, praktis, dan intervensi yang dilakukan tidak memakan biaya terlalu
besar.

Penggunaan obat-obatan (farmakoterapi) dilakukan apabila hasil terapi nutrisi


tidak adekuat. Kontrol glukosa yang tidak adekuat, tidak tercapainya berat badan yang
diharapkan, dan apabila pasien terus menerus merasa lapar. Obat-obatan yang dapat
digunakan antara lain,

1. Insulin. Insulin merupakan terapi farmakologis lini utama untuk diabetes


gestasional. Dapat digunakan baik dengan cara bolus, maupun dengan insulin
pump. Penggunaan bolus analog (aspart, lispro) menunjukan perkembangan
yang cukup signifikan dan aman digunakan saat kehamilan. Kecuali pada
dosis yang sangat tinggi, dipastikan tidak melewati plasenta. Tidak ditemukan
efek samping maternal maupun fetal sampai saat ini.

11
2. Metformin. Sejumlah penelitian sudah melakukan penelitian terhadap
metformin. Data yang didapatkan yaitu adanya penurunan resiko terjadinya
abori spontan pada wanita hamil dengan polycystic ovary syndrome (PCOS).

Selain itu, penggunaan obat antihiperglikemik oral seperti sulfonylurea glyburide.


Yang buruk namun tidak seperti kedua obat sebelumnya, penggunaan obat ini
memiliki beberapa kontroversi, termasuk mengenai kemampuan obat untuk melalui
plasenta.

Untuk pencegahan terjadi hal yang tidak diinginkan, pada pemeriksaan antenatal
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, diantaranya,

1. Pemeriksaan retina, dilakukan pada pemeriksaan antenatal pertama dan


diulang kembali pada 28 minggu bila pada pemeriksaan pertama didapatkan
hasil normal.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal.
3. Pemeriksaan malformasi kongenital, dilakukan pada minggu ke 18-20.
4. Pemeriksaan perkembangan fetus, dilakukan setiap 4 minggu dari usia 28
hingga 36 minggu.

Penanggulangan Obstetri pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup
dikuasai dengan diet saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat
diharapkan partus spontan sampai kehamilan 40 minggu, lebih dari itu sebaiknya
dilakukan induksi persalinan karena prognosisnya menjadi lebih buruk. Apabila
diabetes berat dan memerlukan pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri
lebih dini kehamilan 36-37 minggu. Lebih-lebih kehamilan disertai komplikasi, maka
dipertimbangkan untuk menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi
atau sectio secarea dengan terlebih dahulu melakukan amniosentesis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. Pathophysiology of Gestatinal Diabetes Mellitus


: The Past, the Present and the Future.In: Radenkovic M, editor. Gestational
Diabetes. Croatia: InTech. 2011.

Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C. Maternal


Physiology. Williams Obstetrics. 23rd ed. McGraw-Hill; 2010. p. 111–4.

Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to


Mother and Offspring. Rev Diabet Stud. 2009;5(4):194–202.

National Institute for Health and Clinical Excellence. Diabetes in pregnancy.


NICE 2008.

Serlin DC, Lash RW. Diagnosis and management of Gestational Diabetes


Mellitus. Am Fam Physician 2009;80(1):57-62

Tracy L, Setji M, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational Diabetes Mellitus. Clin
Diabetes. 2005;23(1):17–24.

Thompson D, Berger H, Feig D, Gagnon R, Kader T, Keely E, et al.Diabetes and


Pregnancy. Can J Diabetes 2013;37:168-83

13

Anda mungkin juga menyukai