Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN PORSI MAKAN NASI LANSIA DENGAN PENYAKIT

DIABETES MELLITUS DI MASA PANDEMI

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

METODOLOGI PENELITIAN

Yang dibina oleh

DR. Nikmatur Rohma, M.Kes.

Oleh :

Bagus Febbryyansyah (1811011037)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
April, 2021
BAB I
PENDAHULUAN

HUBUNGAN PORSI MAKAN NASI LANSIA DENGAN PENYAKIT


DIABETES MELLITUS DI DESA WIROLEGI

1.1 LATAR BELAKANG

Kejadian Diabetes Melitus di Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2007


sebesar (5,7%) menjadi (6,9%) pada tahun 2013. Diabetes Melitus pada lansia merupakan
masalah yang penting untuk dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis faktor hubungan pola makan karbohidrat, lemak, protein
nabati, protein hewani dengan DM pada lansia terhadap risiko kejadian DM lansia. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih secara
purpossive berdasarkan kriteria usia 60-90 tahun, tidak memiliki komplikasi penyakit lain,
masih mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden, yakni sejumlah 165
subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara. Analisis
menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan multivariat menggunakan
Regresi logistic sederhana dengan menggunakan program komputer. Distribusi frekuensi
berdasarkan kejadian DM sebesar (53,3%), pola makan karbohidrat sering (>3x/hari)
(58,2%), pola makan lemak sering (>3x/hari) (55,8%), pola makan protein hewani jarang
(3x/hari memiliki peluang risiko terkena DM sebanyak 2 kali lebih tinggi dibandingkan pola
makan karbohidrat yang jarang <3x/hari. Sehingga lansia diharapkan agar dapat
meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dirinya dengan cara melakukan pemeriksaan
kadar gula darah setiap bulan, mengubah pola hidup yang kurang sehat menjadi pola hidup
yang sehat, seperti mengatur pola makan yang seimbang dengan mengurangi konsumsi
karbohidrat, lemak serta meningkatkan makanan yang banyak mengandung serat seperti:
sayur - sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan. Untuk penderita DM yang
baru terdiagnosis perlu secara rutin berkonsultasi pada ahli gizi agar program diet dapat
terlaksana dengan baik, melakukan olahraga ringan, mengikuti promosi kesehatan mengenai
diabetes mellitus yang diberikan oleh tenaga kesehatan, berobat rutin bagi lansia yang sudah
terdiagnosa diabetes mellitus guna mengurangi risiko terkena diabetes mellitus (Suprapti,
2018). Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik karena adanya masalah
pada pengeluaran insulin. Insulin yang diproduksi oleh pankreas kurang, akibatnya terjadi
ketidakseimbangan gula dalam darah sehingga meningkatkan konsentrasi kadar gula darah .
Diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Penyebab paling banyak ditemui
adalah pola hidup yang tidak sehat. Contoh pola hidup yang tidak sehat yaitu makan makanan
yang banyak mengandung gula/lemak, sedikit mengandung karbohidrat dan/serat serta jarang
melakukan aktivitas fisik. Pola hidup remaja kini cenderung kurang teratur yang berisiko
menyebabkan diabetes di kemudian hari. Sebanyak 87% remaja gemar mengkonsumsi fast
food maupun junk food. Remaja pada umumnya lebih tertarik mengkonsumsi makanan dari
luar rumah seperi di kantin sekolah dan pedagang kaki lima. Makanan/jajanan yang tersedia
di pedagang kaki lima dan kantin sekolah tersebut umumnya mengandung lemak yang tinggi
serta rendah akan serat, vitamin dan mineral. Perkembangan teknologi juga menyebabkan
berkurangnya aktivitas fisik remaja tersebut. Pola hidup merupakan kebiasaan yang
dilakukan dan dapat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Penderita DM tipe 2
dianjurkan melakukan aktifitas fisik 30 menit dalam sehari sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu seperti berjalan kaki dan lari ringan. Seseorang yang jarang melakukan aktifitas
fisik mengalami kelebihan energi yang dikonsumsi, karena sedikitnya energi yang
dikeluarkan tubuh, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan energi yang disimpan pada
jaringan adipose. Kondisi ini dapat memicu risiko diabetes mellitus tipe 2 akibat terjadinya
resistensi insulin (Silalahi, 2019). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, berbagai faktor genetik dan
lingkungan torsi dapat menyebabkan hilangnya progresif Massa sel β dan / atau fungsi yang
menunjukkan berkembang biak secara klinis sebagai hiperglikemia. Sekali hiperglikemia
terjadi, pasien dengan semua bentuk diabetes berisiko untuk berkembang- oping komplikasi
kronis yang sama, meskipun tingkat perkembangannya mungkin berbeda. Identifikasi
individu ter- apies untuk diabetes di masa depan akan kembali quire karakterisasi yang lebih
baik dari banyak jalur menuju kematian atau disfungsi sel β (8). Karakterisasi dari jalur yang
mendasari- ofisiologi lebih berkembang pada tipe 1 diabetes dibandingkan diabetes tipe
2. Sekarang jelas dari studi kerabat tingkat pertama dari pasien dengan diabetes tipe 1 yang
keberadaan dua pulau atau lebih yang terus-menerus autoantibodies adalah pra- diktor
hiperglikemia klinis dan diabetes Tes. Tingkat kemajuan adalah ketergantungan usia saat
pertama kali mendeteksi autoantibodi, numberofautoantibodies, autoantibody spesifisitas, dan
titer autoantibodi. Glu-level cose dan A1C naik jauh sebelum onset klinis diabetes, membuat
diagnosis nosis mungkin terjadi sebelum onset DKA. Tiga tahap berbeda tipe 1 di- abetes
dapat diidentifikasi dan berfungsi sebagai kerangka kerja untuk penelitian masa depan dan
pembuatan keputusan regulasi (8,9). Sana sedang diperdebatkan apakah progresif lambat
diabetes autoimun dengan onset dewasa harus disebut autoimun laten di- abetes pada orang
dewasa (LADA) atau apakah Prioritas klinis adalah kesadaran yang memperlambat kerusakan
sel-β imun berarti mungkin ada menjadi durasi panjang dari sekre insulin marginal- kapasitas
tory. Untuk tujuan kelas ini-sification, semua bentuk diabetes dimediasi ole kerusakan sel β
autoimun termasuk di bawah rubrik diabetes tipe 1. Jalan menuju kematian sel β dan dis-
fungsi kurang terdefinisi dengan baik dalam tipe 2 diabetes, tetapi kekurangan insulin sel β
se- cretion, sering kali dalam pengaturan in-resistensi sulin, tampaknya menjadi faktor
persekutuan. Karakterisasi dari subtipe penyakit heterogen ini ketertiban telah dikembangkan
dan divalidasi bertanggal di Skandinavia dan Utara Penduduk Eropa tapi belum telah
dikonfirmasi pada etnis dan ras lain kelompok-kelompok resmi. Diabetes tipe 2 dikaitkan
dengan cacat sekretori insulin terkait untuk peradangan dan stres metabolik di antara
kontributor lainnya, termasuk faktor genetik. Klasifikasi masa depan skema untuk diabetes
kemungkinan akan fokus tentang patofisiologi yang mendasari-ing disfungsi sel β (8,10,11)
(associatation, 2020).
Diabetes Mellitus termasuk kelompok gangguan metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan insulin yang disebabkan gangguan kerja dan atau
sekresi insulin. Diabetes mellitus merupakan permasalahan kesehatan yang dianggap penting
karena termasuk penyakit tidak menular yang menjadi target tata laksana oleh para pemipin
dunia. Jumlah kasus DM semakin bertambah sampai beberapa tahun yang akan datang.
Lansia dengan DM yang cukup lama pada umumnya memiliki kualitas hidup yang kurang
baik karena memiliki pengaruh negatif terhadap fisik dan psikologis para penderita. Penderita
DM ini biasanya sudah tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan tidak dapat
beraktifitas sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti bermaksud meneliti Kejadian
Diabetes Mellitus Tipe II Pada Lanjut Usia di Indonesia. (Fibra Milita, 2018). Diabetes
Mellitus menurut klasifikasinya dibagi menjadi dua tipe. DM tipe 1 ialah diabetes yang
ditunjukkan dengan insulin yang berada di bawah garis normal. Di samping itu, DM tipe 2
ialah diabetes yang disebabkan kegagalan tubuh memanfaatkan insulin sehingga mengarah
pada pertambahan berat badan dan penurunan aktivitas fisik, berbeda dengan diabetes
kehamilan yang ditemukan untuk pertama kalinya selama kehamilan yang disebut dengan
hiperglikemia. 2 Ruis mengatakan bahwa Berbagai macam komplikasi dapat muncul akibat
Diabetes Mellitus yang tidak ditangani dengan baik. Selain itu, DM juga salah satu faktor
penyebab Gangguan Fungsi Kognitif (GFK). (Alya Azzahra Utomo, 2020)

Angka kejadian diabetes mellitus di seluruh dunia mengalami peningkatan. Pada


tahun 2014 diperkirakan terdapat 422 juta orang dewasa yang mengidap diabetes mellitus tipe
2. Angka kejadian diabetes mellitus meningkat baik di negara maju maupun negara
berkembang. Estimasi penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4
juta penduduk dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa.
Kondisi ini menempatkan Indonesia menjadi negara keempat dengan jumlah penderita
diabetes mellitus terbanyak di dunia (Kemenkes, RI, 2019). Sensus Perkeni 2015 pada
penduduk ≥ 15 tahun meningkat sebanyak 10,9%. Jawa Timur berada pada urutan kelima
provinsi di Indonesia dengan prevalensi diabetes mellitus tertinggi mencapai 2,6% di tahun
2018 meningkat dari tahun 2013 sebesar 2,1%. Sedangkan di Jawa Timur, prevalensi diabetes
mellitus berada pada kisara 1,25% dari seluruh jumlah penduduk (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang dapat
menimbulkan komplikasi pada berbagai macam organ tubuh. Komplikasi ini tidak hanya
mempengaruhi kadar gula darah namun juga menurunkan kapasitas fungsional penderitanya.
Komplikasi diabetes dapat muncul dalam berbagai gejala seperti retinopati, neuropati
nefropati bahkan diabetic foot. Selain menurunkan kapasitas fungsional, komplikasi akibat
diabetes mellitus dapat meningkatkan biaya perawatan. Dengan kata lain dapat dikatakan
komplikasi akibat diabetes mellitus dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Pengobatan yang diberikan ditujukan supaya mampu mempertahankan kesehatan dan harga
diri klien. Kualitas hidup diartikan sebagai cara pandang individu tentang kehidupannya.
ZuritaCruz et al (2018) menyebutkan bahwa kualitas hidup saat ini harus dijadikan patokan
sebagai outcome perawatan. Saat kita berbicara tentang kualitas hidup pada klien dengan
penyakit kronis, maka sejatinya kualitas hidup adalah evaluasi menyeluruh tentang kualitas
hidup klien yang ditentukan oleh karakteristik klien dan juga faktor eksternal. Berbagai
macam faktor yang diketahui mempengaruhi kualitas hidup diabetisi antara lain adalah
adanya distres terkait diabetes mellitus, keteraturan pengobatan, adanya depresi, lama
menderita penyakit diabetes mellitus, penggunaan insulin, status pernikahan dan adanya
penyakit penyerta (Zurita_Cruz et al, 2018). Menderita diabetes mellitus tipe 2 dapat
dikatakan menjadi tantangan psikologis tersendiri karena penderita diabetes mellitus tidak
hanya harus beradaptasi dengan penyakitnya namun juga harus mampu mengontrol supaya
dapat . Manajemen pengontrolan penyakit seperti tindakan berupa monitoring gula darah,
pengobatan, perubahan gaya hidup dan pencegahan komplikasi perlu dilakukan dalam waktu
lama bahkan seumur hidup. Tindakan manajemen pengontrolan gejala penyakit dan
pencegahan komplikasi merupakan contoh perilaku kesehatan yang dilakukan oleh penderita
diabetes mellitus. Saat diabetisi termotivasi untuk melakukan perilaku sehat diharapkan
gejala diabetes mellitus yang dialami dapat terkontrol sehingga dapat mempertahankan kadar
gula darah dalam rentang normal dan dengan demikian kualitas hidup klien meningkat.
Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara perilaku sehat dan kadar gula serta
kualitas hidup diabetisi di Kabupaten Jember.
DM juga merupakan salah satu penyebab utama penyakit ginjal dan kebutaan pada
usia di bawah 65 tahun, dan juga amputasi (Marshall dan Flyvbjerg, 2006 dalam Hill, 2011).
Selain itu, diabetes juga menjadi penyebab terjadinya amputasi (yang bukan disebabkan oleh
trauma), disabilitas, hingga kematian. Dampak lain dari diabetes adalah mengurangi usia
harapan hidup sebesar 5-10 tahun. Usia harapan hidup penderita DM tipe 2 yang mengidap
penyakit mental serius, seperti Skizofrenia, bahkan 20% lebih rendah dibandingkan dengan
populasi umum. Diabetes dan komplikasinya membawa kerugian ekonomi yang besar bagi
penderita diabetes dan keluarga mereka, sistem kesehatan dan ekonomi nasional melalui
biaya medis langsung, kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Termasuk komponen biaya
utama adalah rumah sakit dan perawatan rawat jalan, faktor lain yang membutuhkan biaya
besar adalah kenaikan biaya untuk insulin analog 1 yang semakin banyak diresepkan
meskipun sedikit bukti bahwa insulin tipe tersebut memberikan efek yang signifikan
dibandingkan insulin manusia yang lebih murah (Infofatin 2018).
Upaya pencegahan DM yang didasari oleh pengetahuan DM akan lebih langgeng di
bandingkan perilaku yang tidak didasarkan oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan titik tolak terjadinya perubahan perilaku seseorang yang akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang. Tingkat pengetahuan yang kurang merupakan
salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam kesehatan
karena mereka yang mempunyai pengetahuan yang rendah cenderung sulit untuk mengikuti
anjuran dari petugas kesehatan (Basuki, 2009). Pendidikan kesehatan tentang DM adalah
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan pencegahan DM bagi
masyarakat yang bertujuan menunjang perubahan perilaku sehingga tercapai kualitas hidup
yang lebih baik (Hokkam, 2009). Pendidikan kesehatan yang diberikan secara terusmenerus
dapat berkontribusi terhadap keberhasilan pencegahan DM. Semakin sering seseorang
mendapatkan pendidikan kesehatan tentang DM, maka akan semakin baik pula pencegahan
DM. (Fahrun Nur Rosyid, 2019).
Kunci mencegah penyakit DM tipe 2 adalah dengan melakukan pola hidup sehat.
Bentuk usaha yang dapat dilakukan sejak remaja yaitu tidak melakukan/meniru kebiasaan
dalam masyarakat yang dapat meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus (DM) tipe 2.
Perilaku remaja sejak dini akan mempengaruhi tingkat kesehatannya dimasa tua nanti.
Proporsi remaja di Indonesia pada 2010 sebesar 18% atau sekitar 43,5 juta jiwa. Sebanyak
426.786 remaja usia 10-19 di Surabaya. Jumlah remaja yang sangat besar memiliki risiko
yang sangat besar pula terhadap penyakit diabetes melitus. Pola hidup merupakan kebiasaan
yang dilakukan dan dapat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Penderita DM tipe 2
dianjurkan melakukan aktifitas fisik 30 menit dalam sehari sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu seperti berjalan kaki dan lari ringan. Seseorang yang jarang melakukan aktifitas
fisik mengalami kelebihan energi yang dikonsumsi, karena sedikitnya energi yang
dikeluarkan tubuh, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan energi yang disimpan pada
jaringan adipose. Kondisi ini dapat memicu risiko diabetes mellitus tipe 2 akibat terjadinya
resistensi insulin Konsumsi sayur dan buah juga dapat mengurangi risiko DM tipe 2.
Rekomendasi untuk konsumsi sayur yaitu 3 porsi/hari, konsumsi buah 2 porsi/hari, Manfaat
dari mengonsumsi buah dan sayur yaitu menurunkan absorbsi kolesterol dan lemak. Tidak
merokok dapat mengurangi risiko penyakit diabetes mellitus tipe 2, karena seseorang yang
lebih sering terpapar dengan asap rokok lebih berisiko menderita penyakit ini dibanding
dengan orang yang tidak/jarang terpapar oleh asap rokok. Kondisi ini disebabkan karena
merokok menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang menyebabkan meningkatnya kadar
gula darah. Selain faktor fisik, faktor psikososial juga dapat mempengaruhi risiko DM tipe 2.
Menurut Shawn Talbott, dijelaskan bahwa pada umumnya individu yang sedang stress
cenderung memiliki berat badan berlebih. Orang yang mengalami stres psikososial
merupakan salah satu faktor risiko menderita DM (pre-diabetic risk factor). Upaya
pengendalian faktor risiko penyakit DM tipe 2 yang telah dipromosikan adalah aksi
CERDIK, yaitu dengan melakukan: 1) Cek kesehatan secara teratur untuk mengendalikan
berat badan, periksa tekanan darah, gula darah, dan kolesterol secara teratur, 2) Enyahkan
asap rokok dan jangan merokok, 3) Rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari,
4) Diet seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, 5) Istirahat yang
cukup dan, 6) Kelola stres dengan baik dan benar. (Silalahi, 2019)
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengaruh porsi makan nasi pada lansia?


2. Apa pengertian Diabetes Milletus?
3. Bagaimana hubungan porsi makan nasi pada lansia dengan penyakit Diabetes
Milletus?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Dapat mengetahui pengaruh porsi makan nasi lansia pada lansia.
2. Dapat mengetahui pengertian Diabetes Milletus.
3. Bagaimana hubungan porsi makan nasi lansia dengan penyakit Diabetes Milletus.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil peneliti ini di harapkan agar dapat memperkaya dan menambah ilmu
pengetahuan dan merupakan satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Bagi Peneliti
Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dan tak terlupakan dalam
mengaplikasikan suatu ilmu yang telah di peroleh selama pendidikan.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Di harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tingkat pengetahuan yang lebih
baik pada tingkat masyarakat dalam pentingnya mengatur pola makan nasi.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kerangka Teoritis

A. Diabetes Milletus

1. Genetik 1. Gangguan penglihatan


2. Usia DM Tipe 2 2. Gangguan persarafan
3. Obesitas purifier
4. Diet buruk 3. Gangguan rongga mulut
5. Aktifitas fisik Hiperglikemia
4. Penyakit ginjal
kurang

Penatalaksanaan

- Diet - Aktifitas fisik/ -


- Edukasi Latihan Farmokol

- Jalan kaki dengan - Jalan kaki - OHO - Insulin


mendedgarkan musik

- Kelelahan terdistraksi - ↑ Kerja otot rangka - pemicu - sensitivitas


oleh musik Sekresi insulin
insulin

- ↑ Kenyamanan, - ↑ Sensitifitas membrane


stimulus bergerak aktif terhadap insulin

- ↓Kortisol - ↑ Penyerapan glukosa oleh


otot

Endhorphin↑

- ↓ Glukosa darah

Sumber : WHO,2016; PERKENI, 2015; Sugiharto, 2009; Johnson et al., 2001


3.2 Kerangka Konseptual

Jalan kaki dengan mendegarkan


music pada penderita DMTipe 2

Kadar Gula Darah

Jalam kaki tanpa mendegarkan music


pada penderita DM Tipe 2

3.3 Hipotesis

a. H0 : Tidak ada perbedaan penurunan kadar gula darah antara kelompok yang
melakukan jalan kaki dengan mendegarkan music dan kelompok yang
melakukan jalan kaki tanpa mendegarka music.
b. Ha : Ada perbedaan penurunan kadaar gula darah antara kelompok yang
melakukan jalan kaki dengan mendegarkan music dan kelompok yang
melakukkan jalan kaki tanpa mendegarkan musik.
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1 Desain Penelitian
Dalam menyelesaikan penelitian ini, Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional, artinya Penelitian cross sectional yang sering disebut juga
penelitian transversal, merupakan penelitian epidemiologi yang paling sering dikerjakan pada
bidang kesehatan. Walaupun sebenarnya paling lemah, hal ini disebabkan karena secara
epidemiologi paling mudah dan sederhana, tidak dijumpai hambatan yang berupa pembatasan
tertentu. Pendekatan ini dalam rangka memepelajari dinamika korelasi antara factor-faktor
risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan model
pendekatan point time. Studi cross sectional ditandai dengan ciri-ciri bahwa pengukuran
variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) dilakukan secara simultan atau
pada saat yang bersamaan. Variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan efek
diobservasi sekaligus pada saat yang sama. Pengertian saat yang sama disini bukan berarti
pada satu saat observasi dilakukan pada semua subjek untuk semua variabel, tetapi tiap
subjek hanya diobservasi satu kali saja, dan faktor risiko dan efek diukur menurut keadaan
atau status waktu diobservasi.
4.2 populasi, sampel, dan sampling
A. Pupulasi
Populasi pada penelitian ini menggunakan kriteria usia lansia umur 60-90 tahun.
B. Sampel
Sampel dipilih secara purpossive berdasarkan kriteria usia 60-90 tahun, tidak
memiliki komplikasi penyakit lain, masih mampu berkomunikasi dengan baik,
bersedia menjadi responden, yakni sejumlah 165 subjek.
C. Sampling ex. Acak dan tidak acak
Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara. Analisis
menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan multivariat
menggunakan Regresi logistic sederhana dengan menggunakan program komputer.
4.3 Definisi operasional isinya table parameter,intrumen,alat ukur
Analisis menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan
multivariat menggunakan Regresi logistic sederhana dengan menggunakan program
komputer. Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian DM sebesar (53,3%), pola makan
karbohidrat sering (>3x/hari) (58,2%), pola makan lemak sering (>3x/hari) (55,8%), pola
makan protein hewani jarang (3x/hari memiliki peluang risiko terkena DM sebanyak 2 kali
lebih tinggi dibandingkan pola makan karbohidrat yang jarang <3x/hari. Sehingga lansia
diharapkan agar dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dirinya dengan cara
melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap bulan, mengubah pola hidup yang kurang
sehat menjadi pola hidup yang sehat, seperti mengatur pola makan yang seimbang dengan
mengurangi konsumsi karbohidrat, lemak serta meningkatkan makanan yang banyak
mengandung serat seperti: sayur - sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan.
Untuk penderita DM yang baru terdiagnosis perlu secara rutin berkonsultasi pada ahli gizi
agar program diet dapat terlaksana dengan baik, melakukan olahraga ringan, mengikuti
promosi kesehatan mengenai diabetes mellitus yang diberikan oleh tenaga kesehatan, berobat
rutin bagi lansia yang sudah terdiagnosa diabetes mellitus guna mengurangi risiko terkena
diabetes mellitus [ CITATION Dwi181 \l 1057 ].
4.4 tempat penelitian
Penelitian ini dilakukkan di Desa Wirolegi Kabupaten Jember yang terletak di Jl.Sritanjung,
Kecamatan Sumbersari .
4.5 waktu penelitian
Waktu pengambilan data penelitian mulai dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan
bulan September 2021.
4.6 Etika penelitian :confideniti
A. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for persons) Prinsip ini merupakan
bentuk penghormatan terhadap martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki kebebasan
untuk berkehendak atau memilih dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi pada
keputusannya sendiri. Tujuan prinsip ini adalah:
1) Menghormati otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia yang mampu menalar
pilihan pribadinya harus diperlakukan dengan menghormati kemampuannya untuk
mengambil keputusan mandiri (self determination)
2) Melindungi manusia yang otonominya terganggu yaitu manusia yang bertergantungan
(dependent) atau rentan (vurnerable) harus dilindungi dari kerugian dan penyalahgunaan
(harm dan abuse)
B. Berbuat baik (benificience) Prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia
dan untuk tidak mencelakakannya. Prinsip etik berbuat baik juga menyangkut kewajiban
membantu orang lain, dengan mengupayakan manfaat yang maksimal, dan kerugian yang
minimal. Syarat dari prinsip ini adalah :
1) Risiko penelitian harus wajar (reasonable) dibanding manfaat yang diharapkan.
2) Desain penelitian harus memenuhi persyaratan ilmiah (scientific sound)
3) Para peneliti mampu melaksanakan penelitian dan sekaligus mampu menjaga
kesejahteraan subyek penelitian.
4) do no harm (nonmaleficence/tidak merugikan).
5) Keadilan (justice)
4.7 Alat pengumpulan data
Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara.
4.8 Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara. Analisis menggunakan
univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan multivariat menggunakan Regresi logistic
sederhana dengan menggunakan program komputer. Distribusi frekuensi berdasarkan
kejadian DM sebesar (53,3%), pola makan karbohidrat sering (>3x/hari) (58,2%), pola makan
lemak sering (>3x/hari) (55,8%), pola makan protein hewani jarang (3x/hari memiliki
peluang risiko terkena DM sebanyak 2 kali lebih tinggi dibandingkan pola makan karbohidrat
yang jarang <3x/hari.
4.9 Rencana Analisis Data
Sehingga lansia diharapkan agar dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
dirinya dengan cara melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap bulan, mengubah pola
hidup yang kurang sehat menjadi pola hidup yang sehat, seperti mengatur pola makan yang
seimbang dengan mengurangi konsumsi karbohidrat, lemak serta meningkatkan makanan
yang banyak mengandung serat seperti: sayur - sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-
kacangan. Untuk penderita DM yang baru terdiagnosis perlu secara rutin berkonsultasi pada
ahli gizi agar program diet dapat terlaksana dengan baik, melakukan olahraga ringan,
mengikuti promosi kesehatan mengenai diabetes mellitus yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, berobat rutin bagi lansia yang sudah terdiagnosa diabetes mellitus guna
mengurangi risiko terkena diabetes mellitus [ CITATION Dwi181 \l 1057 ].
DAFTAR PUSTAKA

Alya Azzahra Utomo, Andira Aulia R, Sayyidah Rahmah, Riski Amalia. "Faktor Risiko
Diabetes Mellitus Tipe 2: A Systematic Rewiev." Jurnal Kajian dan
Pengembangan Kesehatan Masyarakat, 2020: Vol. 01, No. 1, Hal. 44 - 52.

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR/article/view/7132/4414

Associatation, American Diabetes. “ Classification and Diagnosis of Care in Diabetes.”


Diabetes journal, 2020: 1-18, Volume 43.

https://care.diabetesjournals.org/content/diacare/43/Supplement_1/S14.full.pdf

Fibra Milita, Sarah Handayani, Bambang Setiaji. “Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II pada
Lanjut Usia di Indonesia.” Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 2018: Vol. 17, No.
1, ISSN : 0216 – 3942, e- ISSN : 2549 – 6883.

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Silalahi, Limsah. “Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2.” Journal of Health Promotion ad Health Education, 2019: Vol. 7 No. 2 (2019)
223-232 doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.223-232.

https://www.researchgate.net/publication/338428198_Hubungan_Pengetahuan_dan_T
indakan_Pencegahan_Diabetes_Mellitus_Tipe_2

Suprapti, Dwi. “Hubungan Pola Makan Karbohidrat, Protein , Lemak, Dengan Diabetes
Melitus Pada Lansia.” Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, 2018:
Volume 15 No.1.

http://digilib.stikesicme-jbg.ac.id/ojs/index.php/jib/article/view/449

Zurita-Cruz JN, Manuel-Apolinar L, Arellano-Flores ML, Gutierrez-Gonzalez A, Najera-


Ahumada AG, Cisneros-González N. Health and quality of life outcomes
impairment of quality of life in type 2 diabetes mellitus: A cross-sectional study.
Health Qual Life Outcomes. 2018;16(1):1-7. doi:10.1186/s12955-018-0906-y

https://hqlo.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12955-018-0906-y.pdf

Anda mungkin juga menyukai