Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN HOME VISIT

PELAYANAN KOLABORATIF DAN KOMPREHENSIF

Tutorial 3 (A)

Faris Wijaya Purnama 201610330311112


Firda Auliya C.K 201610330311164
Aprillyanti Izzah 201610420311009
Elma Rinza S. 201610410311147
Alifah F. K 201610410311046
Maulidia Risma Hanani 201610490311007

Interprofessional Education
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Interprofessional education (IPE) merupakan bentuk edukasi kolaborasi, kerjasama,
serta komunikasi di antara tim kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
perawatan pasien kedepannya. Hal tersebut harus dilakukan dengan saling menghormati
dan memahami serta memiliki wawasan tentang berbagai peran dan kompetensi
profesional kesehatan yang terlibat dalam kolaborasi dalam sistem perawatan kesehatan.
IPE sendiri memiliki berbagai karakteristik yakni multi disiplin profesi kesehatan,
kolaborasi dalam pembelajaran, interaksi aktif antara peserta didik, serta intensif
mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu, pentingnya menanamkan IPE sejak masa
preklinik sehingga mempermudah pelaksanaannya bila sudah terjun ke lapangan, atau
dapat dikatakan melaksanakan Interprofessional collaboration (IPC).
Salah satu implementasi dari IPE sendiri bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK)
dan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) di Universitas Muhammadiyah Malang adalah
dengan adanya pelaksanaan IPE secara bersamaan pada blok akhir di semester tujuh.
Seluruh mahasiswa FK dan FIKES bergabung dalam proses pembelajaran baik kuliah
pakar maupun tutorial dan salah satu tugas bersamanya adalah pelaksanaan home visit ke
pasien yang telah ditentukan. Pada home visit kali ini, kami mendapatkan pasien diabetes
mellitus tipe 2 yang sudah diderita sejak 2 tahun terakhir.

2. DIABETES MELLITUS
A. Epidemiologi
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan diabetes dengan tipe predominan, mencapai
90% dari seluruh kasus diabetes. Terjadi pergeseran pola epidemiologi dari Amerika dan
Eropa ke negara-negara Afrika dan Asia karena semakin tingginya gaya hidup sedentari
di negara-negara tersebut. Mayoritas penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah orang
dengan obesitas (Oakley, 2014).

2
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 secara global diperkirakan sekitar 422 juta orang
pada tahun 2014, dan diproyeksikan meningkat ke angka 552 juta pengidap di tahun
2030. Ada 10 besar negara-negara yang memiliki pengidap diabetes terbanyak di dunia,
antara lain: India, China, USA, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia dan
Bangladesh (Schwart et al., 2006).
Pada tahun 2000, ada 8,4 juta pengidap diabetes di Indonesia, dan diproyeksikan
mencapai 21,3 juta penderita di tahun 2030. Hampir 80% prevalensi diabetes adalah DM
2 (Cheong, 2016).

B. Etiologi
Etiologi diabetes mellitus tipe 2 melibatkan faktor, yaitu:
● Faktor Genetik
Faktor genetik diabetes mellitus tipe 2 kompleks dan belum sepenuhnya
dimengerti. Terdapat beberapa varian genetik yang diasosiasikan dengan terjadinya
disfungsi sel-sel β pankreas dan resistensi insulin. Sekitar 10% varian timbulnya DM
2 berhubungan dengan faktor herediter ini (Bilings, 2012).
Sekitar 2-5% orang dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki defek gen yang
bersifat autosom dominan. Orang yang memiliki defek gen ini akan mengalami
diabetes mellitus tipe 2 pada usia muda, dikenal sebagai maturity onset diabetes of the
youth.
● Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Faktor lingkungan dan gaya hidup sedentari merupakan salah satu penyebab
semakin meningkatnya insidensi diabetes mellitus tipe 2. Gaya hidup dengan asupan
karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik yang inadekuat ketika digabungkan
dengan faktor genetik akan menyebabkan terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Bilings,
2012).
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatnya risiko mendapatkan diabetes
mellitus tipe 2:
● Jenis kelamin, umur, ras (Orang asia termasuk golongan yang rentan terkena
diabetes mellitus tipe 2), BMI (Obesitas: >80% orang-orang dengan obesitas
adalah juga penderita diabetes mellitus tipe 2), lingkar pinggang, riwayat hipertensi,
riwayat gula darah tinggi, riwayat keluarga positif diabetes, dan tingkat pendidikan
(Yosmar, Almasdy, & Rahma, 2018).
● Intake dan gaya hidup sedentari yang tidak sehat sehari hari. Seperti konsumsi
daging olahan, produk gandum utuh, pola makan, minuman yang dimaniskan
dengan gula. Peningkatan konsumsi daging dan minuman yang dimaniskan
dengan gula dihubungkan dengan gaya hidup tidak sehat menunjukkan hubungan
yang sangat signifikan dengan DM tipe 2, seperti aktivitas fisik, peningkatan
BMI, merokok dan pola makan yang tidak sehat (Bellou, et al., 2018).
● Riwayat berat badan lahir rendah
● Sindrom ovarium polikistik
● Tanda klinis resistensi insulin, seperti pada acanthosis nigricans.
● Penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan gagal jantung.
● Dislipidemia.
● Impaired glucose regulation.
● Diabetes mellitus gestasional.
● Metabolisme asam amino: konsentrasi asam amino puasa yang tinggi dalam darah
meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 hingga empat kali (Oakley, 2014).
D. Patogenesis

Gambar 2.2 Patofisiologi diabetes (Skyler, et al., 2017)

● Diabetes Mellitus Tipe 1


Diabetes Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel penghasil insulin secara
otomatis di pankreas oleh sel T CD4 + dan CD8 + dan makrofag yang
menginfiltrasi. Beberapa gambaran menunjukkan diabetes mellitus tipe 1 sebagai
penyakit autoimun :
1. Adanya sel-sel imunokompeten dalam infiltrasi pulau pankreas;
2. Asosiasi kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (kebal respons) gen
dari kompleks histokompatibilitas utama (MHC; antigen leukosit manusia
HLA);
3. Kehadiran autoantibodi spesifik sel pulau pankreas;
4. Perubahan imunoregulasi yang dimediasi sel T, khususnya dalam
kompartemen sel T CD4 +;
5. Keterlibatan produksi sel TH1 interleukin dalam proses penyakit;
6. Respon terhadap imunoterapi dan;
7. Seringnya terjadi penyakit autoimun spesifik organ lainnya pada individu
yang terpengaruh atau anggota keluarga mereka (Baynest, 2015).
Penghancuran sel β pankreas secara autoimun, menyebabkan defisiensi
sekresi insulin yang menyebabkan gangguan metabolisme yang terkait dengan
DM tipe 1. Selain hilangnya sekresi insulin , fungsi sel α pankreas juga abnormal
dan ada sekresi glukagon yang berlebihan pada pasien DM tipe 1. Biasanya,
hiperglikemia menyebabkan sekresi glukagon berkurang, namun, pada pasien
dengan DM tipe 1, sekresi glukagon tidak ditekan oleh hiperglikemia. Glukosa
yang dihasilkan memperburuk defek metabolik karena defisiensi insulin.
Meskipun kekurangan insulin adalah cacat utama pada DM tipe 1, ada juga cacat
dalam pemberian insulin. Kekurangan insulin menyebabkan lipolisis yang tidak
terkontrol dan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma, yang menekan
metabolisme glukosa dalam jaringan perifer seperti otot rangka. Ini mengganggu
pemanfaatan glukosa dan defisiensi insulin juga menurunkan ekskresi sejumlah
gen yang diperlukan jaringan target untuk merespons secara normal terhadap
insulin seperti glukokinase dalam hati dan kelas GLUT 4 transporter glukosa
dalam jaringan adiposa menjelaskan bahwa gangguan metabolisme utama yang
diakibatkan oleh defisiensi insulin pada DM tipe 1 adalah gangguan metabolisme
glukosa, lipid dan protein (Baynest, 2015).

● Diabetes Mellitus Tipe 2


Pada diabetes tipe 2 terjadi gangguan sekresi insulin melalui disfungsi sel β
pada pankreas dan resistensi insulin. Dalam situasi dimana resistensi terhadap
insulin mendominasi, massa sel β mengalami transformasi yang mampu
meningkatkan pasokan insulin dan mengkompensasi permintaan yang berlebihan.
Dalam hal ini konsentrasi insulin plasma (baik puasa maupun terdapat stimulasi
makan) biasanya meningkat dengan tingkat keparahan resistensi insulin,
konsentrasi insulin plasma tidak cukup untuk mempertahankan homeostasis
glukosa normal. Mengingat hubungan antara sekresi insulin dan sensitivitas kerja
hormon dalam mengontrol homeostasis glukosa, praktis tidak mungkin untuk
memisahkan kontribuSi masing-masing untuk etiopatogenesis DM tipe 2.
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia akhirnya menyebabkan gangguan
toleransi glukosa. Kecuali untuk “maturity onset diabetes of the young (MODY)”,
cara pewarisan untuk diabetes mellitus tipe 2 belum jelas. MODY, diwariskan
sebagai sifat dominan autosom, dapat terjadi akibat mutasi pada gen glukokinase
pada kromosom 7p. MODY didefinisikan sebagai hiperglikemia yang didiagnosis
sebelum usia 25 tahun dan dapat diobati selama lebih dari lima tahun tanpa
insulin dalam kasus dimana antibodi sel (ICA) negatif (Baynest, 2015).

E. Penatalaksanaan
Tatalaksana DM bertujuan untuk :
● Menghilangkan keluhan dan tanda DM
● Mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target glukosa darah (jangka
pendek)
● Mencegah serta menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati (jangka panjang) (Khatib, 2006).

1. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Prinsip pengaturan diet pada penyandang DM adalah menu seimbang sesuai


kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing pasien, serta pentingnya keteraturan
jadwal, jenis, dan jumlah makanan. Kebutuhan kalori dilakukan dengan
memperhitungkan kalori basal. Kebutuhan kalori ini besarnya 25 (perempuan) –
30 (laki-laki)/KgBB ideal, ditambah atau dikurangi beberapa faktor seperti jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
● Karbohidrat: 45-65% total asupan energi
● Lemak: 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan lemak trans, seperti
daging berlemak, konsumsi kolesterol <200 mg/hari)
● Protein: 10-20% total asupan energi (seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, kacang-kacangan, tempe dan tahu)
● Natrium: <3 g atau 1 sdt garam dapur (pada hipertensi, natrium dibatasi 2,4 g)
● Serat: ± 25 g/hari (kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta karbohidrat
tinggi serat)
● Pemanis alternatif: tetap perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari (Tanto, et al, 2014)

2. Latihan Fisik

Di dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia PERKENI, 2011 menyarankan bahwa setiap diabetisi melakukan
kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu selama
30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, berkebun, dll.
Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Untuk mereka yang relatif
sehat intensitas latihan fisik bias ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi (Setiati, et al., 2014).

3. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis dapat berupa ADO atau insulin. Berdasarkan cara kerjanya
ADO dibagi menjadi:
● Golongan insulin sensitizing
● Golongan sekretagok insulin
● Penghambat alfa glukosidase
● DPP-IV inhibitor (Setiati, et al., 2014)
Tabel 1. Obat Antidiabetik Oral (PERKENI, 2011)

Golongan Nama Generik Nama Mg/tab Dosis Harian Lama Frek /


Dagang (mg) Kerja hari
Waktu

(jam)

Sulfonilurea Glibenclamid Daonil 2,5-5 2,5-5 12-24 1-2


Sebelum
Glipizide Minidiab 5-10 5-20 10-16 1-2 makan
Glucotrol-XL 5-10 5-20 12-16 1

Gliclazide Diamicron 80 80-320 10-20 1-2


Diamicron 30-60 30-120 24 1
MR

Glikuidon Glurenorm 30 30-120 6-8 2-3

Glimepiride Amaryl 1-2-3-4 0,5-6 24 1


Gluvas 1-2-3-4 1-6 24 1
Amadiab 1-2-3-4 1-6 24 1
Metrix 1-2-3-4 1-6 24 1

Glinid Repaglinide Dexanorm 1 1,5-6 - 3

Nateglinid Starlix 120 360 - 3

Tiazolidindion Pioglitazone Actos 15-30 15-45 24 1 Tidak


Deculin 15-30 15-45 24 1 bergantung
Pionix 15-30 15-45 18-24 1 jadwal
makan

Penghambat Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama


alfa glucosidase Eclid 50-100 100-300 3 suapan
pertama

Biguanid Metformin Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3 Bersama /


Glumin 500 500-3000 6-8 2-3 sesudah
makan
Metformin XR Glucophage- 500-750 500-2000 24 1
XR
Glumin-XR 500 24 1

Penghambat Vildagliptin Galvus 50 50-100 12-24 1-2 Tidak


DPP-IV bergantung
Saxagliptin Onglyza 2,5, 50, 25-100 24 1
jadwal
100
makan
Linagliptin Trajenta 5 5 24 1

Obat kombinasi Metformin + Glucovance 250/1,25 Total 12-24 1-2 Bersama /


tetap Glibenclamid 500/2,5 glibenclamid sesudah
500/5 maks 20 makan
mg/hr

Glimepiride + Amaryl-Met 1/250 2/500 2


Metformin FDC 2/500 4/1000

Pioglitazon + Pionix M 15/500 Total 18-24 1


Metformin 30/850 pioglitazon
maks 45
mg/hr

Sitagliptin + Janumet 50/500 Total 1


Metformin 50/1000 sitagliptin
maks 100
mg/hr

Vidagliptin + Galvusmet 50/500 Total 12-24 2


Metformin 50/850 vidagliptin
50/1000 maks 100
mg/hr

Selain ADO, terapi farmakologi lainnya adalah insulin. Terapi insulin


diindikasikan pada:
● DM tipe I
● Penurunan berat badan yang cepat
● Hiperglikemi berat disertai ketosis
● KAD
● Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
● Hiperglikemi dengan asidosis laktat
● Gagal dengan ADO dosis optimal
● Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
● Kehamilan dengan DM/DM gestasional yang tidak terkendali dengan
pengaturan diet
● Kontraindikasi ADO

Tabel 2 Jenis Insulin (Khardori, 2019)

Insulin Onset Durasi

Rapid-Acting Aspart (Novolog) 5-15 menit 3-5 jam


Glulisin (Apidra) 5-15 menit 3-5 jam
Lispro (Humalog) 5-15 menit 4 jam

Short-Acting Regular (Humulin R, Novolin 0,5-1 jam 4-6 jam


R, Myxredlin)

Intermediate-Acting NPH (Humulin N, Novolin N) 3-4 jam 16-24 jam

Long-Acting Detemir (Levemir) 3-4 jam 24 jam


Glargine (Lantus, Lantus 3-4 jam >24 jam
SoloStar, Toujeo, Toujeo Max, 42 jam
Basaglar)
Degludec (Tresiba)

F. Komplikasi
Gejala diabetes tipe 2 tergolong sulit dideteksi, bahkan hingga terjadinya komplikasi.
Beberapa komplikasi yang dapat dialami pasien diabetes tipe 2 meliputi:
● Penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti serangan jantung, dan stroke.
● Kerusakan saraf (neuropati diabetik). Kondisi ini sering terjadi pada kaki, dengan
gejala yang muncul dapat berupa mati rasa hingga nyeri. Pada pria, kerusakan
pada saraf juga berkaitan dengan terganggunya fungsi seksual.
● Kerusakan ginjal (nefropati diabetik). Kerusakaan yang parah dapat menyebabkan
gagal ginjal.
● Kerusakan mata (retinopati diabetik). Kerusakaan pada pembuluh darah retina
berpotensi menyebabkan gangguan penglihatan.
● Gangguan pendengaran.
● Gangguan kulit, seperti lebih mudah terjangkit infeksi bakteri maupun virus.
● Penyakit Alzheimer.
(American Diabetes Association, 2018, Type 2 Diabetes)
(NHS Choices UK, 2017, Health A-Z. Type 2 Diabetes)

G. Prognosis
Prognosis pada pasien dengan diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh tingkat
kontrol penyakit mereka. Hiperglikemia kronis dikaitkan dengan peningkatan risiko
komplikasi mikrovaskular, seperti yang ditunjukkan dalam Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT) pada individu dengan diabetes tipe 1 dan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada orang dengan tipe 2 diabetes.
Di UKPDS, lebih dari 5000 pasien dengan diabetes tipe 2 ditindaklanjuti hingga
15 tahun. Mereka yang berada dalam kelompok yang dirawat secara intensif memiliki
tingkat perkembangan komplikasi mikrovaskular yang jauh lebih rendah daripada
pasien yang menerima perawatan standar. Tingkat penyakit makrovaskuler tidak
berubah kecuali pada kelompok metformin-monoterapi pada orang gemuk, di mana
resiko infark miokard menurun secara signifikan.
Pasien dengan diabetes memiliki kewajiban seumur hidup untuk mencapai dan
mempertahankan kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan kisaran referensi.
Dengan kontrol glikemik yang tepat, resiko komplikasi mikrovaskuler dan neuropati
menurun secara nyata. Selain itu, jika hipertensi dan hiperlipidemia diobati secara
cepat dan tepat, resiko komplikasi makrovaskular juga berkurang.
DM tipe 1 dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas prematur yang tinggi.
Lebih dari 60% pasien DM tipe 1 tidak mengalami komplikasi serius dalam jangka
panjang, tetapi banyak sisanya mengalami kebutaan, penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD), dan, dalam beberapa kasus, kematian dini. Resiko ESRD dan retinopati
proliferatif dua kali lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita ketika timbulnya
diabetes terjadi sebelum usia 15 tahun (Khardori, 2019).
BAB 2. PEMBAHASAN

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. E

Usia : 48 tahun

Alamat : Jl. Silikat 3 no. 23, Blimbing Malang

Kasus : Diabetes Mellitus

2. Form Model Pelayanan Kolaboratif dan Komprehensif

KEGIATAN KEGIATAN URAIAN KETERANGAN

ASESSMEN AWAL Assessment ● Keluhan pasien : Lemas,


gemetaran, Pusing,
Awal Medis
kesemutan seluruh
ekstremitas inferior dari
(femoralis - pedis).
● Diketahui menderita gula
darah tinggi sejak 2008
● Keluhan bertambah berat
bila pasien banyak
beraktivitas.
● Keluhan menjadi lebih
ringan bila beristirahat dan
minum obat.
● Belum pernah memiliki
keluhan serupa.
● Rutin minum obat yang
diberikan oleh dokter dan
sesuai dosis.
● Kontrol ke dokter ketika
terjadi keluhan
● Pasien memiliki riwayat
penyakit lainnya : Mudah
lelah
● Keluarga pasien ada yang
memiliki riwayat penyakit
serupa, Ibu dan Neneknya.
Assessment  Mengobservasi tanda-
tanda vital
Awal
Keperawatan

Assessment Perempuan 48 tahun dengan


DM tipe dua sudah 11
Awal Farmasi
tahun.

S : Mengeluh Mudah lelah


dan sering kali terasa pusing.

O : GDP 260 mg/dl

Terapi Obat : Metformin dan


glimepirid
Pasien patuh minum obat
karena dalam 11 tahun,
sempat terhenti beberapa
bulan pada tahun 2012.
Namun sekarang sudah mulai
rutin.

Assessment
Awal
Fisioterapi

LABORATORIUM Cek Darah GDP : 260 Tanggal


Pemeriksaan
:Juni 2019

RADIOLOGI / - - -
IMAGING

PENUNJANG LAIN - - -

KONSULTASI

ASSESSMENT Assessment ● Kadar gula darah sudah ● Obat DM


LANJUTAN stabil (Metformin
Medis
dan
glimepirid)
Assessment - -

Keperawatan

Assessment ● kadar gula darah pasien


stabil (obat yang
Farmasi
diberikan metformin
dan glimepirid)

Assessment Pemeriksaan spesifik:


Fisioterapi

Riwayat - -
Penyakit
Keluarga

Persepsi ● Tanggapan keluarga saat


Keluarga mengetahui pasien sakit
Terhadap adalah sangat mendukung
Masalah
pasien untuk sembuh.
Kesehatan
Pasien ● Keluarga pasien melakukan
bentuk dukungannya untuk
pasien: Anaknya mengantar
dan menemani kontrol,
suami yang tinggal bersama
pasien ikut menjaga pola
hidup pasien.
Stres dan ● Berhenti melakukan
Perubahan pekerjaan berat.
dalam ● Pola hidup
Keluarga lebih diperhatikan (tidak
Selain Masalah mengonsumsi minuman
Kesehatan manis lagi, konsumsi gula
Pasien menggunakan gula aren.

DIAGNOSIS Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II. Sejak 2008


Medis

Diagnosis Diabetes Millitus Type 2


Keperawatan

Diagnosis Diabetes Mellitus type 2.


Farmasi

Diagnosis
Fisioterapi

Daftar Masalah Tidak terdapat masalah


Keluarga keluarga.

Faktor
Pendukung

Faktor
Penghambat

DISCHARGE
PLANNING
TERINTEGRASI

EDUKASI Edukasi / ● Aktifitas Fisik setiap hari, ● Pasien


TERINTEGRASI Informasi dianjurkan berolahraga melakukan
Medis (Jogging / Senam / Renang / aktivitas fisik
Bersepeda didalam atau setiap pagi
diluar ruangan) dengan seperti
intensitas sedang dengan menyapu
durasi minimal 150 menit halaman
perminggu. (semampunya).

Edukasi / ● Perbanyak konsumsi sayur


Konseling Gizi dan buah.
● Mengurangi konsumsi gula,
lemak.

Edukasi  Mengurangi
Keperawatan mengkonsumsi makan-
makanan manis dan
lebih dirutinkan untuk
berolahraga dan
menjaga aktifitas.
 Menjaga gaya hidup
Edukasi Bila dilihat dari asesmen awal,
Farmasi
pasien di edukasikan untuk
tetap meminum obat sesuai
dengan aturan dokter
sedangkan untuk pengobatan
non-farmakologinya, pasien
dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi makanan yang
manis yang nantinya akan
menyebabkan gula darah
pasien meningkat.

Edukasi -
Fisioterapi

TERAPI Injeksi - -
MEDIKAMENTOSA
Cairan Infus - -

Obat Oral ● Metformin Pasien patuh


● Glimepirid minum obat →
Sejak terdiagnosis
DM 2008, pasien
Sempat
terhenti pada
tahun 2012
karena ada
masalah yang
sempat
mengganggu
psikis pasien.
Obat Lain -

TATALAKSANA / Tatalaksana / ● Diet


INTERVENSI Intervensi ● Latihan fisik
Medis ● Kontrol gula darah

Tatalaksana /  Terapi non farmakologis,


Intervensi terapi yang diberikan yang
Keperawatan menyangkut perubahan
gaya hidup, diet, dan
monitoring kadar gula
darah.
- Perubahan gaya hidup,
pasien dianjurkan untuk
olahraga dan dapat
membantu mengatasi
resistensi urin
- Diet
-
Tatalaksana / ● Terapi non-farmakologi
Intervensi seperti tidak mengkonsumsi
Farmasi makanan tinggi glukosa.

Tatalaksana /
Intervensi
Fisioterapi
MONITORING DAN Dokter DPJP ● Monitoring kadar gula
EVALUASI darah.

Keperawatan  Monitoring kadar gula


darah
 Monitoring Nutrisi
Gizi

Farmasi ● Kadar gula darah dikontrol


.

Fisioterapi

OUTCOME / HASIL Medis ● Kadar gula darah terkontrol


(normal).

Keperawatan  Mampu mengontrol


kadar gula darah normal
- Kadar gula darah dalam
rentang normal
 Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Gizi

Farmasi ● Kadar gula darah kembali


normal.

Fisioterapi

KRITERIA PULANG

RESUME Ringkasan Riwayat obat yang pernah Pasien patuh


PERAWATAN Perawatan dikonsumsi : minum obat →
PASIEN ● Metformin Sejak terdiagnosis
● Glimepirid memiliki kadar
● Simvastatin gula dalam darah
● (awalnya glibenklamid) yang tinggi

Kontrol Hanya dilakukan ketika


dirasa ada hal yang
dikeluhkan pasien.(kadar
gula darah, kolesterol, asam
urat).
Perawatan Tidak ada.
Lanjutan
Pelibatan
Kesmas /
Unsur Lain
BAB 3. PENUTUP

A. Kesimpulan
Seluruh profesi berperan penting dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien, berbagai
asesmen yang dilakukan seluruh anggota tim medis dapat saling melengkapi dan
memaksimalkan perawatan pasien.

B. Saran
Diharapkan seluruh mahasiswa meningkatkan kemampuannya dalam belajar secara
interprofesi, sehingga mempunyai kesiapan untuk berkolaborasi dengan profesi lain saat
terjun di luar pendidikan akademik.
DAFTAR PUSTAKA

Bellou, V., Belbasis, L., Tzoulaki, I., & Evangelou, E. (2018). Risk factors for type 2 diabetes
mellitus: An exposure-wide umbrella review of meta-analyses. PLOS ONE, 13(3), 1-27.
Baynest, H. W. (2015). Classification, Pathophysiology, Diagnosis and Management of
Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes & Metabolism, 6(5), 1-9.
Khardori, R. (2019). Type 2 Diabetes Mellitus Medication. Medscape.
Khatib, O. M. (2006). Guidelines for the prevention, management and care of diabetes mellitus.
EMRO Technical Publications Series, 34.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A., Simadibrata, M., Stiyohadi, B., & Syam, A. (2014). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Skyler, J. S., Bakris, G. L., Bonifacio, E., Darsow, T., Eckel, R. H., Groop, L. Ratner, R. E.
(2016). Differentiation of Diabetes by Pathophysiology, Natural History, and Prognosis.
Diabetes, 66(2), 241–255.
Tanto, C., et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Yosmar, R., Almasdy, D., & Rahma, F. (2018). Survei Risiko Penyakit Diabetes Melitus
Terhadap Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 5(2), 134–141.
LAMPIRAN

A. DOKUMENTASI KEGIATAN HOME VISIT

Foto bersama pasien


Edukasi Terintegrasi

Anda mungkin juga menyukai