Anda di halaman 1dari 11

Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM


OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DI RS PARU SIDAWANGI, CIREBON, JAWA BARAT

CORRELATION LEVEL OF KNOWLEDGE OF THE ANTI-TUBERCULOSIS


MEDICATION ADHERENCE (OAT) IN THE PATIENTS WITH PULMONARY
TUBERCULOSIS IN SIDAWANGI LUNG HOSPITAL, CIREBON, WEST JAVA

Imas Nurhayati 1), Nurul Maziyyah1)


1)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
imasnurhayati16@gmail.com

INTISARI

Menurut Global Tuberculosis Control WHO Report tahun 2013, Indonesia merupakan
penyumbang Tuberkulosis (TB) terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Cina dengan angka
kematian 27/100.000 orang. Ketidakpatuhan penderita TB Paru dalam minum OAT
menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi, dan resiko
kekambuhan meningkat. Pengetahuan mengenai TB Paru sangatlah penting guna
menyadarkan pasien agar patuh minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru dengan kepatuhan minum OAT
pada penderita tuberkulosis di RS Paru Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental secara analitik korelasi dengan


pendekatan Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan di RS Paru Sidawangi, Cirebon,
Jawa Barat pada bulan Juni-Juli 2015 menggunakan purposive sampling dan menghasilkan
responden sejumlah 42 orang. Tingkat pengetahuan dan kepatuhan pasien diukur
menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dan Morysky Medication Adherence Scale
(MMAS-8). Kemudian hubungan tingkat pengetahuan & kepatuhan dianalisis menggunakan
uji korelasi Pearson Product Moment dengan tingkat kebermaknaan sebesar 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tingkat


pengetahuan tinggi sebanyak 83,30%, tingkat pengetahuan sedang sebanyak 14,30% dan
tingkat pengetahuan rendah sebanyak 2,40%. Tingkat kepatuhan minum OAT tinggi pada
78,60% responden, tingkat kepatuhan sedang pada 14,30% responden dan tingkat kepatuhan
rendah pada 7,10% responden. Analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan minum OAT menunjukkan p value 0,000 (< 0,05) dengan nilai korelasi (r) =
1,000. Kesimpulan penelitian ini adalah sebagian besar pasien TB di RS Paru Sidawangi,
Cirebon, Jawa Barat memiliki tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat yang tinggi
serta ada hubungan yang sangat kuat antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum
OAT.

Kata kunci : Tuberkulosis Paru, Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Minum Obat.

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 1


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

ABSTRACT

Global Tuberculosis Control WHO Report 2013 declared that Indonesia is the 3rd
largest contributor of Tuberculosis (TB) in the world after India and China with mortality rate
27/ 100,000. TB patient who rarely consume OAT can cause low cure rates, high mortality
rate and increase risk of reccurence. Knowledge about TB is crucial to give awareness to
patients on the importance of taking medication regularly. The aim of this study is to
determine the correlation between knowledge of Pulmonary Tuberculosis with adherence to
take OAT in patient with pulmonary tuberculosis in Sidawangi hospital, Cirebon, West Java.
This study is a non-experimental with analytical correlation and cross sectional
approach. Sampling was done by using purposive sampling on June-July 2015 in Sidawangi
Lung Hospital, Cirebon, West Java with a result of 42 respondents available on that period.
The level of knowledge and patient adherence was measured by questionnaire for level of
knowledge, and Morysky Medication adherence Scale (MMAS-8). The correlation between
level of knowledge and adherence was analyzed by Pearson Product Moment Correlation test
with a significance level of 95%.
The result showed that the respondents with high level of knowledge was 83.30%,
14.30% with medium level of knowledge and 2.40% with low level of knowledge. The high
level of adherence to consume Anti Tuberculosis drugs was shown in 78,60% respondents,
the medium level of adherence was shown in 14,30% respondents and the low level of
adherence in 7,10% respondents. Analysis of the correlation between level of knowledge and
adherence level showed a p value of 0.000 (<0.05) with correlation value (r) = 1.000. It can
be concluded that most of TB patients in Sidawangi Lung Hospital, Cirebon, West Java had
high level of knowledge and adherence. There was a very strong correlation between level of
knowledge and the adherence level of the patients.

Keywords : Pulmonary tuberculosis, Level of knowledge, Adherence.

PENDAHULUAN ketiga jumlah kasus tuberkulosis terbesar


di dunia setelah India dan Cina yaitu
Tuberkulosis (TB) merupakan
hampir 700 ribu kasus dengan angka
salah satu penyebab kematian utama yang
kematian 27/100.000 penduduk. Menurut
diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis
KEMENKES, pada tahun 2013 di
adalah penyakit menular langsung yang
Indonesia jumlah kasus BTA positif
disebabkan oleh bakteri berbentuk batang
sebanyak 196.310, menurun
(basil) yang dikenal dengan nama
dibandingkan dengan tahun tahun 2012
Mycobacterium tuberculosis, yang
yang sebesar 201.301 kasus. Jumlah
sebagian besar (80%) menyerang paru-
tertinggi kasus TB terjadi di provinsi
paru (Depkes RI, 2005). Berdasarkan
Jawa Barat, Jawa timur, dan Jawa
Global Tuberculosis Control WHO Report
Tengah. Kasus terbesar di tiga provinsi
(2013), Indonesia berada di peringkat
tersebut hampir sebesar 40% dari

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 2


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. yang telah dijalaninya sudah berjalan lama,
Provinsi dengan prevalensi TB paru namun kondisi penyakit yang dideritanya
tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%. tidak kunjung sembuh (Sukardja, 2004).
Laporan CNR (Case Notification Rate) Sehingga pasien perlu memiliki
pada tahun 2012-2014 menunjukkan Jawa pengetahuan terhadap penyakit TB Paru,
Barat mengalami 141 kasus/100.000 yaitu dengan cara mengetahui
penduduk dan berdasarkan keberhasilan penyebabnya, tanda dan gejala ketika
pengobatan TB, Jawa Barat memiliki pasien terkena TB Paru, cara penularan
persentase sebesar 81% untuk keberhasilan serta pencegahan tertularnya TB Paru dari
pengobatannya. orang lain, dan bagaimana dampaknya jika
pasien tidak diobati atau pasien tidak patuh
Diagnosis yang tepat, pemilihan
dalam berobat.
obat serta pemberian obat yang benar dari
tenaga kesehatan ternyata belum cukup Di RS Paru Sidawangi, Jawa Barat
untuk menjamin keberhasilan suatu belum pernah dilakukan penelitian
pengobatan jika tidak diikuti dengan mengenai hubungan tingkat pengetahuan
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi tentang tuberkulosis paru terhadap
obat. Kepatuhan rata-rata pasien pada kepatuhan minum OAT pada penderita TB
pengobatan jangka panjang terhadap Paru. Berdasarkan latar belakang tersebut
penyakit kronik di negara maju hanya maka dilakukan penelitian untuk
sebesar 50% sedangkan di negara mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih terhadap kepatuhan minum OAT di RS
rendah (WHO, 2003). Ketidak patuhan Paru Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat.
pasien dalam pengobatan merupakan Sehingga diharapkan melalui penelitian ini
masalah kesehatan yang serius dan sering dapat diperoleh hasil seberapa besar
kali terjadi pada pasien dengan penyakit hubungan tingkat pengetahuan tentang TB
kronis, seperti pada penyakit Tuberkulosis Paru terhadap kepatuhan minum obat
Paru (Depkes RI, 2005). antituberkulosis pada penderita TB Paru di
RS Paru Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat.
Kebanyakan masyarakat Indonesia
masih banyak yang belum mengerti dan METODOLOGI
mengenal penyakit TB Paru. Hal ini terjadi Alat yang Digunakan
karena faktor pengetahuan pasien TB Paru Penelitian ini menggunakan instrumen
yang masih kurang. Pasien masih berupa kuesioner untuk mengetahui tingkat
menganggap bahwa meskipun pengobatan pengetahuan tentang TB Paru yang

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 3


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

sebelumnya dibuat oleh Alwi (2004) dan Sampel Penelitian


telah digunakan oleh Purnomo (2009). Sampel pada penelitian ini adalah
Pertanyaan pada kuesioner ini dibuat pasien TB Paru yang datang berobat ke RS
dalam 2 tipe yaitu favourable dan Paru Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat yang
unfavourable. Pengertian dari favourable memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
adalah pernyataan yang mendukung atau melalui teknik purposive sampling.
memihak objek penelitian, sedangkan Purposive sampling adalah metode
pernyataan unfavourable adalah pengambilan sampel yang dipilih dengan
pernyataan yang tidak mendukung atau cermat sehingga relevan dengan struktur
tidak memihak. Untuk mengetahui hal penelitian, dimana pengambilan sampel
tersebut responden diberi kuesioner yang dengan mengambil sampel orang-orang
terdiri dari 10 pertanyaan. Tingkat yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri
pengetahuan penderita TB Paru tentang spesifik dan karakteristik tertentu
penyakit TB Paru diukur dengan Skala (Djarwanto dan Subagyo, 1998).
Ordinal berdasarkan persentase jawaban
Analisis Data
benar dengan kategori tinggi, sedang,
Untuk menguji hubungan antara
rendah.
variabel tingkat pengetahuan penderita
Serta kuesioner Morisky Medication tentang penyakit TB Paru dengan kepatuhan
Adherence Scale (MMAS-8) adalah minum OAT menggunakan uji statistik
instrumen yang digunakan untuk menilai korelasi Pearson Product Moment dengan
kepatuhan terapi. Kuesioner ini tersusun tingkat kemaknaan sebesar 95%. Uji ini
atas 8 pertanyaan dan kategori respon digunakan untuk menguji variabel bebas
terdiri dari jawaban ya atau tidak dan 5 (pengetahuan tentang TB Paru) dan
skala likert untuk satu item pertanyaan variabel terikat (kepatuhan minum OAT).
terakhir. Nilai kepatuhan penggunaan obat Tingkat kuat dan lemahnya korelasi dapat
MMAS-8 adalah 8 skala untuk mengukur dilihat melalui rentang nilai KK
kebiasaan penggunaan obat dengan (Sugiyono, 1999) yaitu Korelasi sangat
rentang 0 sampai 8 dan dikategorikan lemah = 0,000 – 0,199; korelasi lemah =
menjadi 3 tingkatan kepatuhan yaitu 0,2 – 0,399; korelasi sedang = 0,4 – 0,599;
kepatuhan tinggi (nilai=8), kepatuhan korelasi kuat = 0,6 – 0,799; dan korelasi
sedang (nilai=6-7) dan kepatuhan rendah sangat kuat = 0,8 – 0,999.
(nilai=<6) (Morisky dkk., 2008).

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 4


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

HASIL PENELITIAN Penderita TB paru tidak perlu Valid


patuh dalam berobat dan minum
A. Hasil Uji Validitas dan obat.
Penularan penyakit TB paru dapat Tidak Valid
Reliabilitas Kuesioner melalui peralatan makan dan
minum.
Sebelum digunakan dalam penelitian, Penularan penyakit TB paru dapat Valid
melalui percikan dahak penderita
kuesioner disebarkan kepada 30 orang yang terhisap oleh orang lain.
Jenis pengobatan yang saya jalani Valid
responden non sampel penelitian, dengan sekarang adalah pengobatan
jangka panjang.
tetap memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner
ini diuji validitas dan reliabilitasnya Item pertanyaan yang valid dilihat jika
dengan menggunakan program SPSS r hitung positif dan r hitung > r tabel,
dengan melihat nilai pearson correlation. sebaliknya item pertanyaan dikatakan
Pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai r dikatakan tidak valid jika r hitung negatif
hitung > r tabel yaitu 0,3061. dan r hitung < r tabel (Ghozali, 2007).
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Butir item kuesioner tingkat pengetahuan
Tingkat Pengetahuan tentang TB Paru yang terdiri atas 16
Item pertanyaan Keterangan
pertanyaan tidak semuanya valid. Ada
Infeksi kuman mycobakterium Valid
TB selalu menyebabkan orang beberapa pertanyaan yang menunjukkan
menderita penyakit TB Paru. hasil tidak valid, yaitu pertanyaan nomor
Orang yang tinggal serumah Tidak Valid
dengan penderita TB paru mudah
2, 4, 5, 6, 8 dan 14. Butir item tidak valid
tertular.
dapat terjadi karena tidak adanya
Penyakit TB paru hanya dapat Valid
menyerang bagian paru saja. perbedaan jawaban dari responden dan
Berkeringat pada malam hari Tidak Valid
tanpa melakukan kegiatan bukan nilai r hitung < r tabel yaitu <0,3061 maka
merupakan gejala dari penyakit
TB paru. dari itu item yang tidak valid tidak
Penderita TB yang sering Tidak valid
influenza perlu diwaspadai digunakan sebagai data penelitian.
menderita Tb paru.
Orang yang gejala batuk terus- Tidak Valid
menerus dan berdahak 3 minggu Tabel 2. Uji Validitas Kuesioner
bisa langsung di obati sebagai
penderita TB paru. Kepatuhan Minum OAT
Lama pengobatan terhadap TB Valid
paru adalah 6 bulan. Item pertanyaan Keterangan
Apabila pengobatan di hentikan Tidak Valid
sebelum waktunya, obat dapat di Apakah anda kadang-kadang Valid
lanjutkan jika batuk kambuh lagi. lupa menggunakan obat atau
Pemberantasan penyakit TB paru Valid minum obat untuk penyakit anda?
hanya tanggung jawab Orang kadang-kadang tidak Valid
departement kesehatan saja. sempat minum obat bukan karena
Kebersihan lingkungan dapat Valid lupa. Selama 2 pekan terakhir ini,
menurunkan resiko penularan. pernahkah anda dengan sengaja
Perbaikan gizi masyarakat tidak Valid tidak menggunakan obat atau
ada pengaruhnya terhadap meminum obat anda?
pencegahan penyakit. Pernahkah anda mengurangi atau Valid
Penyakit TB paru merupakan Valid berhenti menggunakan obat atau
penyakit yang tidak bisa minum obat tanpa memberitahu
disembuhkan. dokter anda karena anda merasa

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 5


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

kondisi anda tambah parah ketika


menggunakan obat atau
meminum obat tersebut?
Usia
Ketika anda pergi berpergian atau Valid
meninggalkan rumah, apakah
anda kadang-kadang lupa <25
membawa obat anda?
26,19 %
42,86% 26-35
Apakah anda menggunakan obat Valid
anda atau minum obat kemarin ? 11,90% 36-45
Ketika anda merasa agak sehat, Valid >45
apakah anda juga kadang berhenti 19,05 %
menggunakan obat atau
meminum obat?
Minum obat setiap hari Valid Gambar 1. Distribusi Usia Responden di
merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian RS Paru Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat.
orang. Apakah anda pernah
merasa terganggu dengan
kewajiban anda terhadap Faktor usia diduga kuat memiliki
pengobatan tuberkulosis yang
harus anda jalani? hubungan dengan terjadinya kasus
Seberapa sering anda mengalami Valid
kesulitan menggunakan obat atau penyakit Tuberkulosis. Hasil penelitian
minum semua obat anda?
 Tidak pernah/jarang menunjukkan bahwa sekitar 75% penderita
 Sekali-kali
 Kadang-kadang Tuberkulosis adalah kelompok usia
 Biasanya
 Selalu
produktif (15-50) tahun. Orang-orang pada
usia produktif biasanya memiliki lebih
banyak aktivitas yang mengharuskan
Berdasarkan hasil analisis uji
bertemu dengan banyak orang sehingga
reliabilitas terdapat 10 item pertanyaan
kemungkinan tertular dari penderita lain
yang dapat digunakan untuk mengukur
juga lebih besar (Depkes RI, 2002).
tingkat pengetahuan pasien dengan total
nilai Cornbach Alpha sebesar 0,824 dan 8 b. Pendidikan
pertanyaan untuk mengukur kepatuhan 7,14%
4,76% Pendidikan
minum OAT dengan total nilai Cornbach
2,38% SD
Alpha 0, 688 dikatakan reliabel, karena
18,05% 38,10%
variabel dikatakan reliabel jika nilai SMP

Cornbach Alpha >0,60 (Ghozali, 2007).


28,57% SMA

B. Karakteristik Responden
a. Usia Gambar 2. Distribusi Pendidikan
Karakteristik umur responden Responden di RS Paru Sidawangi,
dikelompokkan berdasarkan kategori usia Cirebon, Jawa Barat.
menurut Depkes RI, 2009.

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 6


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

Dari hasil analisis yang didapatkan penelitian yang telah dilakukan oleh
bahwa persentase yang paling banyak Rokhmah pada tahun 2010, bahwa
yaitu pada responden yang memiliki perbedaan gender berdampak pada angka
tingkat pendidikan SD dan SMP, yaitu kejadian Tuberkulosis, baik pada proses
pendidikan yang termasuk rendah. penemuan kasus, diagnosis, maupun
Wilkinson dkk tahun 2007, membuktikan pengobatan.
pendidikan rendah tidak selalu
d. Pekerjaan
berhubungan dengan rendahnya
kepatuhan. Hubungan tingkat pendidikan Pekerjaan
dengan pengetahuan TB dan dampaknya
terhadap kepatuhan berobat bervariasi
diberbagai negara. Hal ini sejalan dengan 38% Bekerja
penelitian Suswanti (2007) bahwa tidak 62% Tidak Bekerja

ada hubungan antara tingkat pendidikan


dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB Paru.
Gambar 4. Distribusi Pekerjaan
c. Jenis Kelamin Responden di RS Paru, Sidawangi,

Jenis Kelamin Cirebon, Jawa Barat.

Pada responden yang terkena penyakit


Tuberkulosis Paru ada yang bekerja dan
48,62% Perempuan
ada yang tidak bekerja, responden yang
52,38% Laki-laki
bekerja sebanyak 16 orang (38,10%) dan
26 orang yang tidak bekerja (61,90%).
Dari hasil tersebut persentase lebih besar
Gambar 3. Distribusi Jenis Kelamin responden yang tidak bekerja dan
Responden di RS Paru Sidawangi, presentase lebih kecil adalah pada
Cirebon, Jawa Barat. responden yang bekerja. Hasil ini sesuai

Pada data di atas menunjukkan bahwa dengan usia dari responden yang

responden yang paling banyak adalah kebanyakan dalam usia dewasa tua dan

perempuan sebanyak 23 responden (52,38 dalam keadaan sakit, sehingga responden

%), sedangkan pada laki-laki ada 19 lebih memilih istirahat dan berhenti

responden (47,62 %). Menurut hasil bekerja (Azhari, 2015).

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 7


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

e. Tingkat Pengetahuan Penderita Para responden di RS Paru Sidawangi,


tentang Tuberkulosis Paru Cirebon, Jawa Barat dari segi riwayat
Tabel 1. Distribusi Responden pendidikan yang mereka miliki sebagian
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang besar yaitu tingkat SD dan SMP.
Tuberkulosis Paru Meskipun pendidikan mereka tidak sampai
ke tingkat tinggi namun mereka selalu
No Tingkat Jumlah Presentase
Pengetahuan Responden (%)
mendapatkan informasi yang cukup
1 Tinggi 35 83,30 mengenai pencegahan dan
2 Sedang 6 14,30 penanggulangan penyakit Tuberkulosis
3 Rendah 1 2,40
Paru yang diperoleh dari bimbingan yang
Jumlah 42 100,00
diberikan oleh petugas kesehatan setempat.
Seperti yang telah dikemukakan oleh
Dari hasil penelitian yang dilakukan
Notoatmodjo (2003) bahwa banyaknya
menunjukkan bahwa responden
informasi yang pernah diperoleh oleh
Tuberkulosis Paru di RS Sidawangi,
individu dapat menjadikan individu
Cirebon, Jawa Barat mempunyai tingkat
tersebut kaya dengan pengetahuan. Ada
pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 35
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
responden (83,30%) masuk dalam kategori
tingkat pengetahuan masyarakat salah
tingkat pengetahuan tinggi, lalu sebanyak
satunya adalah informasi, sehingga
6 responden (14,30%) masuk dalam
penderita mengetahui dengan jelas akan
kategori tingkat pengetahuan sedang dan
bahaya penyakit Tuberkulosis Paru. Hal
hanya 1 responden (2,40%) yang masuk
inilah yang menyebabkan tingkat
dalam kategori pengetahuannya rendah.
pengetahuan penderita Tuberkulosis Paru
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu mengenai penyakit Tuberkulosis Paru
dan ini terjadi setelah orang melakukan tinggi.
pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia yaitu indra penglihatan, indra
pendengaran, penciuman, rasa dan raba
dimana sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 8


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

f. Kepatuhan Minum Obat yang diresepkan serta pemberiannya


Antituberkulosis Paru (OAT) diikuti dengan benar.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan g. Hubungan antara Tingkat


Presentase Responden Berdasarkan Pengetahuan Tuberkulosis Paru
Kepatuhan Minum OAT dengan Kepatuhan Minum OAT
Dari hasil analisa data menggunakan
No Kepatuhan Jumlah Presentase (%)
Minum OAT
Pearson Moment Product dengan program
1 Tinggi 33 78,60 SPSS for windows versi 15.0 dengan
2 Sedang 6 14,30 tingkat kepercayaan 95% atau  : 0,05
3 Rendah 3 7,10 diperoleh hasil seperti terlihat tabel
Jumlah 42 100,00
dibawah ini.

Tabel 2. Hubungan Tingkat Pengetahuan


Data di atas menunjukkan bahwa
dengan Kepatuhan Minum OAT
responden yang memiliki tingkat
kepatuhan minum obatnya tinggi sebanyak Variabel p Value Nilai
Korelasi (r)
33 responden (78,6%), tingkat
Tingkat
kepatuhannya sedang sebanyak 6 Pengetahuan 0,000 (<0,05) 1,000
responden (14,3%) dan responden dengan
Kepatuhan
tingkat kepatuhan minum obatnya rendah Minum OAT

sebanyak 3 responden (7,1%).

Kepatuhan dalam minum OAT sangat Nilai p value menunjukkan hasil


berperan penting dalam proses 0,000 (< 0,05) dan nilai korelasi (r) =
penyembuhan penyakit Tuberkulosis Paru, 1,000 yang berarti bahwa ada hubungan
sebab hanya dengan meminum obat secara (korelasi) yang sangat kuat antara tingkat
teratur dan patuh maka penderita pengetahuan penderita Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru akan sembuh secara dengan kepatuhan minum OAT di RS Paru
total. Menurut Niven (2002) menyebutkan Sidawangi, Cirebon, Jawa Barat.
bahwa kepatuhan sangat dipengaruhi oleh
Interpretasi angka korelasi menurut
pengetahuan dan sikap agar menjadi biasa
Sugiyono (1999) adalah sebagai berikut:
dengan perubahan dengan mengatur,
0,000 – 0,199 korelasi sangat rendah;
meluangkan waktu dan kesempatan yang
0,200 – 0,399 korelasi rendah; 0,400 –
dibutuhkan untuk menyesuaikan diri.
0,599 korelasi sedang; 0,600 – 0,799
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 9


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

korelasi kuat; dan 0,800 – 1,000 korelasi pengetahuan. Dampaknya adalah item
sangat kuat. Hal ini berarti secara statistik kuesioner tingkat pengetahuan tidak
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan memiliki kelengkapan berbagai aspek
bermakna antara tingkat pengetahuan pengetahuan tentang TB Paru.
dengan kepatuhan minum OAT, bahwa
KESIMPULAN DAN SARAN
semakin tinggi pengetahuan seseorang
Kesimpulan
tentang Tuberkulosis Paru akan
1. Responden yang memiliki tingkat
berpengaruh terhadap kesadaran yang
pengetahuan tinggi sebesar 83,30%,
selanjutnya pada perilakunya, dalam hal
tingkat pengetahuan sedang sebesar
ini penderita Tuberkulosis Paru yang
14,30% dan tingkat pengetahuan
memiliki tingkat pengetahuan yang baik
rendah sebesar 2,40%.
mempunyai kesadaran dan pandangan
2. Tingkat kepatuhan minum OAT
positif mengenai pentingnya pengobatan
pasien Tuberkulosis Paru tinggi
yang teratur sampai selesai, yang pada
sebesar 78,60%, tingkat kepatuhan
akhirnya bisa mengalami kesembuhan
sedang sebesar 14,30% dan tingkat
yang optimal (Sukrisno, 2008).
kepatuhan rendah 7,10%.
KETERBATASAN PENELITIAN 3. Ada hubungan yang sangat kuat dan
bermakna antara Tingkat Pengetahuan
Penelitian yang dilakukan memiliki
penderita tentang penyakit
keterbatasan dimana pada hasil uji
Tuberkulosis Paru dan kepatuhan
validitas kuesioner tingkat pengetahuan,
minum OAT.
tidak semua item kuesioner dinyatakan
Saran
valid. Dalam kuesioner terdapat 6 aspek
1. Bagi tenaga kesehatan
yaitu pengertian, penularan, penyebab,
Memberikan informasi kepada pasien
tanda & gejala, pengobatan dan
TB Paru mengenai pentingnya
pencegahan. Setelah dilakukan uji validitas
pengetahuan kepatuhan minum obat
dan reliabilitas ternyata terdapat aspek
agar mengoptimalkan hasil terapi.
yang hilang karena dinyatakan tidak valid
2. Peneliti Selanjutnya
dan tidak reliabel, yaitu aspek tanda &
- Kuesioner tingkat pengetahuan perlu
gejala. Maka peneliti tidak bisa
dipersiapkan dengan baik agar dapat
memasukkan item pertanyaan mengenai
mengukur pengetahuan responden
aspek tanda & gejala, sehingga tidak ada
terkait semua aspek TB Paru secara
item pertanyaan mengenai tanda & gejala
lengkap. Yaitu dengan memperbaiki
TB Paru dalam kuesioner tingkat

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 10


Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah 22 Agustus 2016

kata-kata dalam item kuesioner yang 8. Sugiyono, 1999, Statistika Untuk


Penelitian Bisnis, Alfabeta,
tidak valid.
Bandung.
Melihat hubungan faktor-faktor 9. Djarwanto dan Subagyo, P., 1998,
Statistik Induktif Edisi Keempat,
lain terhadap peningkatan kepatuhan
BPFE, Yogyakarta.
pasien TB Paru untuk mengoptimalkan 10. Ghozali, I., 2007, Analisis
Multivariate SPSS, Badan Penerbit
terapi TB Paru. Seperti karakteristik
Universitas Diponegoro,
responden (usia, tingkat pendidikan, jenis Semarang.
11. Departemen Kesehatan RI, 2002,
kelamin dan pekerjaan) terhadap
Pedoman Nasional
kepatuhan minum OAT. Penanggulangan Tuberkulosis
Cetakan ke-8, Ditjen Bina Farmasi
DAFTAR PUSTAKA
& Alkes, Jakarta.
1. Departemen Kesehatan RI, 2005, 12. Wilkinson, M. Judith, 2007, Buku
Pharmaceutical Care Untuk Saku Diagnosis Keperawatan
Penyakit Tuberkulosis, Ditjen Bina dengan Intervensi NIC dan
Farmasi & Alkes, Jakarta. Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
2. World Health Organization Report, 13. Suswanti, E., 2007, Karakteristik
2013, Global Tuberculosis Control, Penderita Tuberkulosis Paru di
World Health Organization, Kabupaten Jember, Biomedis 2007,
Geneva. Vol.1, No.1.
3. Kementrian Kesehatan RI, 2013, 14. Azhari, M. Reza, 2015, Hubungan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Antara Pengobatan Tuberkulosis
Kementerian Kesehatan Tahun Pada Pasien Tuberkulosis dengan
2013, Kemenkes RI, Jakarta. Gizi Kurang Terhadap Kejadian
4. World Health Organization, 2003, Hepatitis Imbas Obat di Balai
Adherence to Long-Term Therapies Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Evidence for Action, World Health Surakata, Skripsi, Program Studi
Organization, Geneva. Pendidikan Dokter, UMS.
5. Departemen Kesehatan RI, 2005, 15. Notoatmojo, S., 2003, Pendidikan
Pharmaceutical Care Untuk dan Perilaku Kesehatan, Cetakan I,
Penyakit Tuberkulosis, Ditjen Bina Rineke Cipta, Jakarta.
Farmasi & Alkes, Jakarta. 16. Niven, N., 2002, Psikologi
6. Sukardja, 2004, Faktor-faktor yang Kesehatan : Pengantar untuk
Mempengaruhi Kesembuhan Perawat dan Profesional
Penderita TB Paru. Dalam Kesehatan Lain Edisi 2, EGC,
Masniari, Priyanti, Aditama, Jakarta.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI,
Jakarta.
7. Purnomo, E., 2009, Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Pasien Tuberkulosis (TB) Dengan
Kepatuhan Penataksanaan
Tuberkulosis (TB) Di Kecamatan
Umbulharjo Yogyakarta, Skripsi,
Program Studi Keperawatan UMY,
Yogyakarta.

Imas Nurhayati [Farmasi FKIK UMY] 11

Anda mungkin juga menyukai