Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP


PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI WILAYAH KERJA
UPT PUSKESMAS PETANG I TAHUN 2019

Oleh :
Gusti Ngurah Bagus Wira Gunawan (1702612160)
Florence Diana Thomas (1702612135)

Pembimbing :

dr. Luh Putu Ariastuti, MPH

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN


KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENELITIAN
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI WILAYAH KERJA
UPT PUSKESMAS PETANG I TAHUN 2019
Telah diujikan dihadapan Panitia Ujian Laporan Penelitian Pada Tanggal
4 Maret 2019

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Luh Putu Ariastuti, MPH

ii
ABSTRAK
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK DI WILAYAH KERJA
UPT PUSKESMAS PETANG I TAHUN 2019

Latar Belakang: Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang. Indonesia memiliki populasi yang padat disertai
berbagai penyait infeksi, keadaan ini membutuhkan antibiotik untuk
pengobatannya. Miskonsepsi dan rendahnya tingkat pengetahuan terhadap
penggunaan antibiotik dapat mengakibatkan swamedikasi yang tidak tepat.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di wilayah kerja UPT Puskesmas
Petang I. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
cross-sectional deskriptif dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling
pada masyarakat yang datang ke puskesmas dan kegiatan posyandu dengan basis
pengumpulan data melalui kuesioner. Hasil: Dari 70 responden yang didapat, yang
terbanyak adalah responden perempuan (51.4%); berusia 18-30 tahun (38.6%);
pendidikan terakhir SMA (61.4%); pekerjaan sebagai wiraswasta (40.0%); berasal
dari desa Petang (35.7%). Tingkat pengetahuan masyarakat dikategorikan menjadi
tinggi (22.9%), cukup (62.9%), dan rendah (14.3%). Simpulan: Tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di wilayah kerja UPT
Puskesmas Petang I secara keseluruhan dapat dikategorikan cukup.
Kata kunci: tingkat pengetahuan, antibiotik, puskesmas

iii
ABSTRACT
PUBLIC’S LEVEL OF KNOWLEDGE ON ANTIBIOTIC USE IN PETANG I
PUBLIC HEALTH CENTRE’S WORK AREA

Background: Infectious disease is still one of the public health problems in


developing countries. Indonesia has a dense population accompanied by various
infectious disease, this condition requires antibiotic for its treatment.
Misconceptions and lack of knowledge about antibiotic use can leading to
inappropriate self-medication. Objective: The purpose of this study was to
determine public’s level of knowledge on antibiotic use in Petang I Public Health
Centre’s work area. Method: The method used in this study was a descriptive cross-
sectional design with consecutive sampling technique in public who come to public
health centre and maternal and child health service using questionnaire. Result:
From 70 respondent obtained, most of them were female respondents (51.4%); aged
18-30 years old (38.6%); senior high school education (61.4%); employment as an
entrepreneur (40.0%); from Petang village (35.7%). The public’s level of
knowledge is categorized to be high (22.9%), moderate (62.9%), and low (14.3%).
Conclusion: public’s level of knowledge on antibiotic use in Petang I Public Health
Centre’s work area as a whole can be catagorized to moderate.
Keyword: knowledge level, antibiotic, public health centre

iv
KATA PENGANTAR

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya di Indonesia, keadaan ini membutuhkan antibiotik sebagai
pengobatan untuk penyakit tersebut. Miskonsepsi dan rendahnya tingkat
pengetahuan terhadap penggunaan antibiotik dapat mengakibatkan swamedikasi
yang tidak tepat. Pada tahun 2018, penyakit ISPA dan Faringitis masuk ke dalam
sepuluh besar penyakit di UPT Puskesmas Petang I, maka terdapat kecenderungan
masyarakat dalam penggunaan antibiotik untuk mengobati penyakit tersebut, baik
dari puskesmas, klinik swasta, atau praktek dokter pribadi. Memiliki pengetahuan
terhadap penggunaan antibiotik tersebut sangat penting untuk menghindari bahaya
efek samping dan resistensi, sehingga penulis melakukan penelitian mengenai
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penggunaan Antibiotik di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Petang I Tahun 2019, untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di wilayah kerja UPT Puskesmas
Petang I Tahun 2019 yang dilakukan pada bulan Februari 2019.

Terlaksananya penelitiain ini mulai perancangan sampai dengan penulisan laporan


hasil penelitian adalah berkat dukungan dari berbagai pihak baik lembaga maupun
individual. Kami menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada dr. Luh Putu
Ariastuti, MPH selaku pembimbing, atas segala nasehat bimbingan dan
masukannya untuk menyelesaikan laporan ini dan dr. Ni Luh Ketut Ayu Ratnawati
selaku kepala UPT Puskesmas Petang I atas segala masukan dan bantuannya. Kami
ucapkan terimakasih kepada sejumlah lembaga dan masyarakat yang telah berkenan
memberikan konstribusi pada saat melakukan penelitian yaitu staff UPT Puskesmas
Petang I dan masyarakat wilayah kecamatan Petang. Diharapkan hasil laporan ini
dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat menjadi inspirasi dalam
perencanaan kegiatan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia khususnya di
Bali.

Denpasar, 4 Maret 2019


Tim Peneliti

v
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
2.1 Antibiotik ....................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ............................................................................... 5
2.1.2 Aktifitas dan Spektrum ...................................................... 5
2.1.3 Golongan Antibiotik .......................................................... 6
2.1.4 Mekanisme Kerja Antibiotik .............................................. 7
2.1.5 Pemilihan dan Penggunaan Antibiotik ............................... 8
2.2 Pengetahuan ................................................................................... 11
2.2.1 Definisi ............................................................................... 11
2.2.2 Tingkat Pengetahuan .......................................................... 12
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan .............. 13
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan ................................................... 15
2.3 Pengetahuan Dalam Penggunaan Antibiotik.................................. 15
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP .......... 17
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 17
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................... 18

vi
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................ 19
4.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 19
4.2 Waktu Penelitian ............................................................................ 19
4.3 Lokasi Penelitian ............................................................................ 19
4.4 Populasi dan Sampel ...................................................................... 19
4.4.1 Populasi .............................................................................. 19
4.4.2 Sampel ................................................................................ 20
4.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 21
4.6 Variabel Penelitian ......................................................................... 21
4.6.1 Klasifikasi Variabel ............................................................ 21
4.6.2 Definisi Operasional Variabel ............................................ 22
4.7 Instrumen Penelitian....................................................................... 23
4.8 Penilaian Pengetahuan ................................................................... 23
4.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 25
5.1 Karakteristik Subjek ....................................................................... 25
5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Antibiotik ................. 27
5.3 Kelemahan Penelitian..................................................................... 32
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN......................................................... 34
6.1 Simpulan ........................................................................................ 34
6.2 Saran..... .......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ................................................... 22


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden .......................... 26
Tabel 5.2 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Terhadap
Antibiotik ................................................................................... 27
Tabel 5.3 Distribusi Hasil Pengetahuan Responden Terhadap
Antibiotik ................................................................................... 28

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Kuesioner Penelitian ................................ 38


Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ............................................................. 39

ix
1`

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang penting, khususnya di negara berkembang. Mortalitas akibat infeksi saluran

pernafasan akut, diare, cacar, AIDS, malaria, dan tuberkulosis tercatat lebih dari

85% dari seluruh mortalitas akibat infeksi di dunia (WHO 2001). Salah satu obat

yang sering digunakan untuk masalah tersebut adalah antimikroba, dimana salah

satunya adalah antibiotik yang merupakan obat yang digunakan pada infeksi akibat

bakteri (Kemenkes RI 2011). Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu

mikroba, salah satunya adalah fungi yang mempunyai fungsi menghambat atau

membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy 2008).

Indonesia yang terletak di Asia Tenggara, memiliki kepadatan populasi di

berbagai wilayah disertai dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi

pernafasan, diare, tifoid, faringitis, dan tuberkulosis dengan prevalensi yang tinggi

dalam beberapa tahun terakhir. Keadaan ini membutuhkan antibiotik sebagai

pengobatan untuk penyakit tersebut (Pradipta et al. 2015). Penggunaan antibiotika

secara bijaksana erat kaitannya dengan indikasi yang tepat, dosis yang adekuat,

serta tidak lebih lama dari yang dibutuhkan (Kemenkes RI 2011).

Miskonsepsi dan rendahnya tingkat pengetahuan terhadap penggunaan

antibiotik dapat mengakibatkan swamedikasi yang tidak tepat baik itu antibiotik

dengan peresepan atau tanpa peresepan. Pada negara berkembang, antibitoik

dipercaya sebagai “obat spesial” atau “obat yang kuat” yang bisa meringankan atau

1
2

mencegah semua jenis penyakit atau gejala. Tingkat pengetahuan dan kepercayaan

merupakan faktor sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan suatu individu,

termasuk perilaku terhadap penggunaan antibiotik (Widayati et al. 2012).

Pengetahuan masyarakat yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan

antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya

flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat (Utami 2011).

Penelitian yang dilakukan di Lithuania menyebutkan lebih dari 61,1% responden

memiliki pengetahuan rendah tentang antibiotik, sejumlah responden menganggap

antibiotik efektif terhadap infeksi virus (26%) atau infeksi bakteri dan virus

(21,7%), dan sebanyak 47,7% menganggap flu biasa sebagai indikasi tepat

penggunaan antibiotik (Pavydė et al. 2015). Penelitian yang dilakukan di Putrajaya,

Malaysia menyebutkan sebanyak 83% repsonden tidak mengetahui bahwa

antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan 82% responden tidak mengetahui

bahwa antibiotik tidak dapat mengobati batuk dan flu (Lim & Teh 2012). Hasil

penelitian di empat kecamatan (Megangsan, Gondokusuman, Umbulharjo, dan

Kotagede) di Yogyakarta menunjukan hanya 16% masyarakat Kotagede dan 8%

masyarakat Gondokusuman dalam kategori tinggi, selebihnya dalam kategori

sedang dan rendah (Hartayu et al. 2013).

Edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat merupakan hal yang

penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan agar tingkat pengetahuan

dan pemahaman masyarakat dapat mencapai tahap yang diinginkan, sehingga tidak

terjadi kesalahgunaan penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat (Wowiling

et al. 2013).
3

Terdapat dua kasus penyakit infeksi yang termasuk kedalam sepuluh besar

penyakit tahun 2018 di UPT Puskesmas Petang I yakni ISPA dan Faringitis dengan

jumlah kasus masing-masing 585 kasus dan 448 kasus. Dari data tersebut, peneliti

memperkirakan pemberian antibiotik pada kasus tersebut sama tingginya, maka

dari itu pentingnya mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang

penggunaan antibiotik yang diberikan tersebut sangat penting untuk menghindari

resiko penggunaan antibiotic yang salah dan terjadinya resistensi. Berdasarkan

uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan

mengetahui Tingkat Pengetahuan Terhadap Penggunaan Antibiotik pada

Masyarakat di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang I Kabupaten Badung.

Sebelumnya belum ada penelitian yang membahas tentang pengetahuan terkait

penggunaan antibiotik di wilayah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah

“Bagaimana Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penggunaan Antibiotik di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang I?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan

masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Petang I.
4

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penenlitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui gambaran masyarakat di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Petang I yang menggunakan antibiotik berdasarkan jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui gambaran masyarakat di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Petang I yang menggunakan antibiotik berdasarkan usia.

3. Untuk mengetahui gambaran masyarakat di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Petang I yang menggunakan antibiotik berdasarkan pendidikan.

4. Untuk mengetahui gambaran masyarakat di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Petang I yang menggunakan antibiotik berdasarkan pekerjaan.

5. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Petang I terhadap penggunaan antibiotik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk memberikan informasi

dan pengetahuan kepada masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang tepat.

Sehingga diharapkan tingkat pengetahuan masyarakat bertambah dan sekaligus

merubah perilaku dalam menggunakan antibiotik.

1.4.2 Manfaat Pendidikan dan Ilmu Kedokteran

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melihat gambaran

tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik. Selain itu,

penelitian ini juga berguna sebagai data dasar atau referensi penelitian berikutnya
5

dengan jumlah sampel penelitian yang lebih besar, waktu penelitian yang lebih

lama, ldan tempat penelitian yang lebih banyak.


6`

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik

2.1.1 Definisi

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat

membasmi mikroba jenis lain sebagai penyebab infeksi pada manusia. Antibiotik

memiliki sifat selektif setinggi mungkin, yakni bersifat sangat toksik untuk

mikroba, tetapi relatif tidak toksik bagi hospes (Setiabudy 2008)

2.1.2 Aktifitas dan Spektrum

Berdasarkan sifat aktifitasnya, antibitoika dibagi menjadi dua kelompok

yaitu antibiotika spektrum sempit dan luas. Antibiotik spektrum seperti benzil

penisilin, eritromisin dan klindamisin bekerja terhadap bakteri gram positif,

sedangkan streptomisin, gentamisin, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap

gram negatif. Antibiotik spektrum luas seperti sulfonamida, ampisilin, tetrasiklin,

sefalosporin dan kloramfenikol bekerja terhadap bakteri gram negatif maupun

positif (Setiabudy 2008; Tjay & Rahardja 2007).

Berdasarkan daya kerjanya dibagi menjadi dua kelompok yakni bakterisida,

yang membunuh bakteri, dan bakteriostati yang menghamba pertumbuhan bakteri.

Aktifitas ini memerlukan kadar minimal yang dikenal dengan kadar hambat

minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KHM), aktifitas antibiotik dapat

meningkat dari bakteriostatik ke bakterisida bila kadar antimikrobanya ditingkatkan

melebihi KHM (Neal 2006).

5
7

2.1.3 Golongan Antibiotik

Berdasarkna struktur kimianya, antibiotik digolongkan menjadi :

a. Penisilin

Penisilin pertama kali didapat dari jamur Penicillium pada tahun 1949.

Obat ini efektif melawan berbagai bakteri yang sebagian besar gram-

positif. Penisilin diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu

penisilin, penisilin antistafilokokus, penisilin dengan perluasan

spektrum (Katzung et al. 2007).

b. Sefalosporin

Serupa dengan penisilin tetapi lebih stabil terhadap beta laktamase dan

mempunyai spektrum yang lebih luas. Dibagi kedalam tiga generasi

yaitu generasi pertama contohnya sefazolin, sefadrosil, sefaleksin, dan

sefalotin, generasi kedua contohnya sefaklor, sefamandol, sefoksitin,

sefotetan, dan generasi ketiga yaitu sefoperazon, sefotaksim, seftazi,

seftizoksim, dan seftriakson. Generasi ketiga sangat aktif terhadap gram

negatif dan dapat melintasi blood-brain barrier (Katzung et al. 2007).

c. Makrolida

Makrolida biasanya diberikan secara oral dan memiliki spektrum sempit

dan efektif terhadap gram positif, dapat digunakan sebagai alternatif

pada pasien yang sensitif penisilin (Katzung et al. 2007).

d. Flurokuinolon

Golongan ini efektif terhadap bakteri gram negatif, dalam beberapa

tahun terakhir telah dipasarkan flurokuinolon baru yang mempunyai

daya kerja yang baik terhadap gram positif (Katzung et al. 2007).
8

e. Aminoglikosida

Aminoglikosid merupukan turunan dari genus Streptomyces dan

Misromonospora. Golongan ini bekerja menyerang sintesis protein sel

bakteri, distribusinya baik melalui parenteral (Katzung et al. 2007).

f. Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan turunan dari Streptomyces spp. Yang

mempunyai spektrum kerja sangat luas sehingga bisa digunakan untuk

bakteri gram positif maupun negatif (Katzung et al. 2007).

g. Sulfonamida dan Trimetropin

Sulfomida dan trimetropin merupakan obat yang mekanisme kerjanya

menghambat sintesis asam folat bakteri, sehingga basa purin dan DNA

pada bakteri tidak terbentuk (Katzung et al. 2007).

2.1.4 Mekanisme Kerja Antibiotik

Antibiotik memiliki mekanis kerja yang berbeda dalam membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme, antara lain :

a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Contohnya

penisilin, sefalosporin, carbapenem, monobactam, dan vancomycin

(Tjandrawinata 2014).

b. Antibiotik yang bekerja dengan merusak membran sel mikroorganisme,

dengan cara merusak permeabilitas membran sel sehingga terjadi

kebocoran bahan-bahan intrasel. Contohnya Polymyxin (Tjandrawinata

2014).
9

c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan

mempengaruhi subunit ribosom 30S dan 50S, menyebabkan terjadinya

hambatan dalam sintesis protein secara reversibel. Contohnya adalah

chloramphenicol yang bersifat bakterisidal, serta macrolide, tetracycline

dan clindamycine yang bersifat bakteriostatik (Tjandrawinata 2014).

d. Antibiotik yang mengikat subunit ribosom 30S, sehingga menghambat

sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel. Contohnya adalah

aminoglycoside yang bersifat bakterisidal (Tjandrawinata 2014).

e. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.

Contohnya adalah rifampicin yang menghambat sintesis RNA

polimerase dan kuinolon yang menghambat topoisomerase. Keduanya

bersifat bakterisidal (Tjandrawinata 2014).

f. Antibiotik yang menghambat enzim yang berperan dalam metabolisme

folat. Contohnya adalah trimethoprime dan sulfonamide. Keduanya

bersifat bakteriostatik (Tjandrawinata 2014).

2.1.5 Pemilihan dan Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum

sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama

pemberian yang tepat. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada informasi

tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik,

hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab, profil

farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik, melakukan de-eksalasi setelah


10

mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan

obat, dan cost effective dan tingkat keamanan (Kemenkes RI 2011).

Penggunaan antibiotik secara umum dibagi menjadi tiga yaitu untuk terapi

empiris, terapi definitif, dan terapi profilaksis atau preventif. Secara empiris

dilakukan apabila bakteri penyebab suatu penyakit belum dapat diketahui secara

pasti, dimana digunakan jenis antibiotik yang berspektrum luas yang dapat memberi

efek pada semua jenis patogen yang dicurigai. Sedangkan jika bakteri penyebab

sudah dapat diketahui secara pasti, maka pilihan terapi definitif yang harus

digunakan, dimana digunakan jenis antibiotik yang berspektrum sempit untuk

bakteri tertentu (Katzung et al. 2007; Mycek et al. 2001).

Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik yaitu :

a. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik

Resistensi adalah kemampuan bakteri unutk melemahkan dan

menetralisir daya kerja antibiotik melalui beberapa cara antara lain

(Drlica & Perlin 2011):

1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi

2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik

3. Mengubah fisio-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel

bakteri

4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan

sifat dinding sel bakteri

5. Pengeluaran antibiotik segera dari sel melalui mekanisme

transport aktif ke luar sel.


11

Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan Kadar Hambat Minimal

(KHM), peningkatan nilai tersebut menggambarkan tahap awal menuju

resisten. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa

terjadi dengan dua cara yaitu mekanisme Selection Pressure, yakni

perkembangbiakan bakteri resisten yang cepat pada individu, dan

mekanisme penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui

plasmid yakni penyebaran antar kuman sekelompok atau satu orang ke

orang lain (Kemenkes RI 2011).

Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten yakni

penggunaan antibiotik secara bijak dan meningkatkan ketaatan terhadap

prinsip-prinsip kewaspadaan standar (Kemenkes RI 2011).

b. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Pemahaman mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik

antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis yang

tepat. Antibiotik dapat menunjukkan aktifitasnya sebagai bakterisida

ataupun bakteriostatis bila memiliki beberapa sifat berikut (Kemenkes

RI 2011) :

1. Aktifitas mikrobiologi, yakni harus terikat pada tempat ikatan

spesifiknya.

2. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi, jika

semakin tinggi maka semakin banyak tempat ikatannya pada sel

bakteri.

3. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatan dalam waktu

yang cukup agar diperoleh efek yang adekuat.


12

4. Kadar hambat minimal, yang menggambarkan jumlah minimal

obat yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

c. Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat

Efek samping dapat berupa efek toksik, alergi, atau biologis. Efek

samping toksik oleh antibiotik seperti rifampicin, cotrimoxazole, dan

isoniazide berpotensi sebagai hematotoksik dan hepatotoksik.

Pemakaian chloramphenicol yang melampaui batas keamanan akan

menekan fungsi sumsung tulang dan berakibat anemia dan neutropenia,

dapat pula menyebabkan anemia aplastik. Efek samping alergi terutama

disebabkan oleh penggunaan penisilin dan cephalosporin, lebih sering

timbul berupa ruam dan urtikaria. Efek samping biologis terjadi karena

pengaruh antibiotik terhadap flora normal pada kulit maupun selaput

lendir, umumnya terjadi pada penggunaan obat antimikroba

berspektrum luas (Amin 2014).

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa

dimulai dari domain kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu stimulus atau

materi tentang objek diluarnya sehingga akan menimbulkan pengetahuan baru pada

subjek tersebut dan selanjutnya akan memunculkan respon batin dalam bentuk

sikap si subjek terhadap objek yang diketahuinya (Notoadmodjo 2015).


13

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan

yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan

(Notoadmodjo 2015) :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil kembali) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu, tahu

ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila


14

orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, atau

membuat bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri (Notoadmodjo 2015).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, antara lain :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang

lain tentang suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat

dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah

pula merekamenerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula

pengetahuanyang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap


15

seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru

diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

c. Usia

Dengan bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis

besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan

proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi

akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

e. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman

yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika

pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara

psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga

menimbulkan sikap positif.


16

f. Lingkungan dan Kebudayaan

Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga

kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan

(Mubarak 2007).

2.2.4 Pengukuran Pengetahuan

Budiman membuat kategori tingkat pengetahuan individu menjadi tiga

tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase yaitu sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan kategori baik bila nilainya ≥ 75%

b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%

c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55%

Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya ≤ 50% (Budiman &

Riyanto 2013)

2.3 Pengetahuan Dalam Penggunaan Antibiotik

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik

menjadi tidak rasional dan tidak sesuai anjuran, terutama faktor pengetahuan dan

kewaspadaan masyarakat terhadap antibiotik. Faktor lain yang berkaitan yakni

karakteristik demografi, termasuk jenis kelamin, usia, ras, tingkat pendidikan,

penghasilan keluarga, tempat tinggal, dan kurangnya informasi yang diberikan oleh
17

layanan kesehatan (Pavydė et al. 2015). Miskonsepsi dan kurangnya pengetahuan

dasar tentang antibiotik pada masyarakat dapat mengarah pada perilaku

penggunaan antibiotik tanpa peresepan. Namun pengetahuan sendiri tidak dapat

membentuk suatu kebiasaan, tetapi berperan penting dalam membentuk

kepercayaan dan sikap terhadap satu sisi kebiasaan. Dalam hal penggunaan

antibiotik, pengetahuan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan penggunaan yang

tidak sesuai dan merupakan masalah yang signifikan pada negara berkembang

(Widayati et al. 2012).

Beberapa penelitian telah dilakukan di berbagai wilayah, antara lain di

Eropa (Pavydė et al. 2015), di Asia Tenggara (Lim & Teh 2012), maupun di

Indonesia (Pulungan 2017; Syahputra 2018; Widayati et al. 2012; Khairunnisa et

al. 2019; Hartayu et al. 2013) mengenai tingkat pengetahuan masyarakat terhadap

antibiotik, dari penelitian-penelitian tersebut sebagian besar melaporkan masih

terdapat kesalahpahaman terhadap antibiotik.


18`

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Berpikir

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di

bidang kesehatan, penggunaan obat semakin marak pada masyarakat Indonesia,

termasuk antibiotik. Antibiotik saat ini merupakan obat yang paling sering

diresepkan, dijual, dan digunakan di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang,

antibiotik banyak yang tersedia tanpa resep dan menyebabkan seseorang

menggunakan antibiotik dengan tidak bijak atau sewenang-wenang. Antibiotik

digunakan dengan dosis yang salah, indikasi penyakit yang salah, interval

pemberian dosis yang salah dan waktu pemberian yang terlalu lama atau terlalu

singkat.

Konsekuensi dalam menggunakan antibotik dengan pengetahuan yang

kurang berpotensi mengarah kepada munculnya efek samping maupun resistensi,

yang berpengaruh pada kepatuhan berobat dan kesuksesan terapi. Mengingat bahwa

penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada masyarakat terus menjadi masalah

disetiap negara, maka diberlakukan pemberian informasi pengetahuan terkait

penggunaan antibiotik yang benar akan tetapi pemberian informasi tersebut masih

cukup langka, terutama di Indonesia.

17
19

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik Responden
- Jenis Kelamin Tingkat
- Usia Pengetahuan
- Pendidikan Responden
- Pekerjaan
- Asal Desa
20`

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross

sectional yang didukung oleh data primer, berupa data yang diperoleh langsung

melalui pengisian kuesioner yang dijawab oleh responden.

4.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2019.

4.3 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data penelitian bertempat di Kecamatan Petang,

Kabupaten Badung, melalui pengisian kuisioner oleh responden secara langsung.

Kecamatan Petang terdiri dari 5 desa (Sulangai, Petang, Pangsan, Getasan, Carang

Sari) dengan jumlah penduduk yaitu 19369 orang.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti

(Notoadmodjo 2015). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I, Kecamatan Petang.

19
21

4.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dan pengambilan

sampel dapat dilakukan dengan cara consecutive sampling (Notoadmodjo 2015).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Masyarakat yang berusia 18 tahun keatas

b. Masyarakat yang dapat berkomunikasi dengan baik.

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat

diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria ekslusi yang dimaksud adalah:

a. Masyarakat yang tidak bersedia menjawab kuesioner

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan rumus sampel minimal

(Lameshow, 1997).

𝑧𝑎2 × 𝑃𝑄
𝑛=
𝑑2

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diperlukan

z = 1,96 pada confidence level 95%

p = Proporsi tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik yaitu 0.16

(Hartayu et al. 2013)

q = 1-p

d = Deviasi yang diinginkan atau yang bisa ditolerir

Maka,

𝑧𝑎2 × 𝑃𝑄
𝑛=
𝑑2

1.962 × 0.16 × 0.84


𝑛=
0.12
22

𝑛 = 51.63 = 52

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan besar sampel minimal adalah 52

responden. Penambahan sejumlah responden dengan adanya kemungkinan

responden yang drop out menjadi 70 responden.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada

responden yang datang ke puskesmas dan mengikuti posyandu sampai memenuhi

besaran sampel minimum yang diperlukan.

4.6 Variabel Penelitian

4.6.1 Klasifikasi Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi

sebagai berikut :

1. Karakteristik responden, terdiri dari :

a. Jenis Kelamin

b. Usia

c. Pendidikan

d. Pekerjaan

e. Desa Asal

2. Tingkat pengetahuan responden


23

4.6.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional Kuesioner Penelitian

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Parameter


Operasional Ukur
Jenis Jenis kelamin Observasi Lembar a. Laki-laki
Kelamin responden kuesioner b. Perempuan
Usia (tahun) Total lama Observasi Lembar a. 18-30
waktu hidup kuesioner b. 31-40
responden c. 41-50
d. 51 tahun keatas
Pendidikan Jenjang Observasi Lembar a. Tidak sekolah
Terakhir pendidikan kuesioner b. SD
terakhir c. SMP
responden d. SMA
e. Sarjana
Jenis Jenis kegiatan Observasi Lembar a. PNS/TNI
Pekerjaan yang dilakukan kuesioner b. Wiraswasta
responden c. Ibu Rumah
untuk bertahan Tangga
hidup d. Petani
e. Mahasiswa/Pelajar
f. Lainnya
Desa Asal Tempat Observasi Lembar a. Sulangai
responden kuesioner b. Petang
tinggal c. Pangsan
d. Getasan
e. Carang Sari
Pengetahuan Wawasan, Observasi Lembar a. Baik (8-11
pemahaman kuesioner pertanyaan benar)
responden b. Cukup (4-7
terhadap pertanyaan benar)
penggunaan c. Kurang (0-3
antibiotik pertanyaan benar)
sejumlah 11
pertanyaan
24

4.7 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari penelitian

Yanti (2016) dan Baiq Umi (2015) yang telah melalui uji validitas dan uji

relaibilitas yang diberikan kepada responden (Pulungan 2017). Kuesioner terdiri

dari dua bagian yaitu :

a. Data demografi berupa biodata responden yang terdiri dari 5 poin, yaitu

jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, desa asal.

b. Pengetahuan responden terdiri dari 11 poin pertanyaan yang meliputi

pengetahuan umum mengenai pengertian antibiotik, indikasi, reaksi

alergi, efek samping, dan golongan antibiotik.

4.8 Penilaian Pengetahuan

Pada penilaian pengetahuan terdapat 11 (sebelas) soal pertanyaan, setiap

jawaban yang benar pada kuesioner diberi nilai 1, jawaban yang salah diberi nilai 0

dan tidak tahu diberi nilai 0. Skala pengukuran untuk pengetahuan dapat

dikategorikan :

a. Baik, bila nilai responden menjawab 8-11 pertanyaan dengan benar

b. Cukup, bila nilai responden menjawab 4-7 pertanyaan dengan benar

c. Kurang, bila nilai responden menjawab 0-3 pertanyaan dengan benar

4.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Empat tahapan dilakukan untuk pengolahan data, diantaranya editing,

coding, processing, cleaning, dan analisis menggunakan program SPSS Version


25

25.0 for Windows. Data penelitian yang telah diperoleh disajikan dalam tabel dan

dianalisis dengan :

1. Analisis Univariat

Variabel-variabel yang dianalisis secara univariat adalah jenis kelamin,

usia, pendidikan, pekerjaan, desa asal, dan tingkat pengetahuan yang

dikelompokkan berdasarkan baik, cukup, dan kurang. Tujuan variabel

tersebut dianalisis dengan cara univariat adalah untuk mengetahui

proporsi variabel dalam populasi. Kemudian data akan disajikan dalam

bentuk tabel dan grafik.


26`

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pada penelitian ini dikumpulkan saat kegiatan pelayanan di Puskesmas

Petang I berlangsung dan pada kegiatan posyandu di Banjar Senapan, Desa Carang

Sari, Kecamatan Petang. Peneliti memilih untuk mengambil data pada responden

yang datang ke puskesmas karena jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas

yang cukup banyak. Pengambilan data pada kegiatan posyandu di Banjar Senapan,

Carang Sari karena mengikuti jadwal kegiatan posyandu.

Kemudian data penelitian didapatkan melalui metode pengisian kuesioner

oleh responden yang memasuki kriteria penelitian hingga terpenuhi jumlah sampel

yang diinginkan sebesar 70 orang. Selama pengumpulan data, tidak ada sampel

yang mengalami drop out.

5.1 Karakteristik Subjek

Setelah mencapai jumlah minimum subjek penelitian, data responden akan

dikarakteristikan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekejaan, dan

desa asal. Berdasarkan jenis kelamin subjek dikategorikan menjadi dua, yakni laki-

laki dan perempuan. Berdasarkan usia, subjek dikategorikan menjadi empat, yaitu

(1) 18-30 tahun; (2) 31-40 tahun; (3) 41-50 tahun; (4) 51 tahun keatas. Pendidikan

dikategorikan menjadi lima, yaitu (1) Tidak Sekolah; (2) Tamat SD; (3) Tamat

SMP; (4) Tamat SMA; (5) Sarjana. Berdasarkan pekerjaan dikategorikan menjadi

(1) PNS/TNI; (2) Wiraswasta; (3) Ibu Rumah Tangga; (4) Petani; (5)

Mahasiswa/Pelajar; (6) Lainnya. Desa asal dikategorikan menjadi lima sesuai

25
27

jumlah desa di wilayah kerja Puskesmas Petang I, yaitu (1) Sulangai; (2) Petang;

(3) Pangsan; (4) Getasan; (5) Carang Sari. Berikut adalah hasil karakteristik subjek

penelitian yang disajikan dalam tabel 1.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteritik Responden

Karakteristik Frekuensi (n=70) Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki Laki 34 48.6
Perempuan 36 51.4
Usia
18-30 tahun 27 38.6
31-40 tahun 11 15.7
41-50 tahun 17 24.3
51 tahun keatas 15 21.4
Pendidikan
Tidak Sekolah 2 2.9
Tamat SD 5 7.1
Tamat SMP 10 14.3
Tamat SMA 43 61.4
Sarjana 10 14.3
Pekerjaan
PNS/TNI 6 8.6
Wiraswasta 28 40.0
Ibu Rumah Tangga 17 24.3
Petani 5 7.1
Mahasiswa/Pelajar 4 5.7
Lainnya 10 14.3
Desa Asal
Sulangai 8 11.4
Petang 25 35.7
Pangsan 10 14.3
Getasan 5 7.1
Carang Sari 22 31.4

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin,

yang terbanyak adalah perempuan sebanyak 36 responden (51.4%). Berdasarkan


28

usia yang terbanyak adalah responden dengan usia 18-30 tahun sebanyak 27

responden (38.6%). Pendidikan yang terbanyak adalah responden dengan

pendidikan terakhir SMA sebanyak 43 responden (61.4%). Berdasarkan pekerjaan,

responden terbanyak bekerja sebagai wiraswasta sebesar 28 responden (40.0%).

Berdasarkan desa asal, responden terbanyak berasal dari desa Petang sebanyak 25

responden (35.7%).

5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Antibiotik

Untuk pengujian tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Petang I terhadap penggunaan antibiotik, digunakan beberapa

pertanyaan mengenai pengetahuan umum tentang antibiotik melalui kuesioner,

dimana hasil pengukuran dari kuesioner ini menjadi informasi untuk mengetahui

sejauh mana pengetahuan responden mengenai antibiotik.

Tabel 5.2 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Terhadap Antibiotik

Tidak
Benar Salah
No Pertanyaan Tahu
(%) (%)
(%)

Antibiotik adalah obat yang digunakan 65 4 1


1
untuk membunuh bakteri (92.9) (5.7) (1.4)

Antibiotik dapat digunakan untuk


mengobati penyakit yang disebabkan 64 5 1
2
(91.4) (7.1) (1.4)
virus

Antibiotik dapat digunakan untuk 48 14 8


3
mengatasi penyakit flu, pilek, dan batuk (68.6) (20.0) (11.4)
29

Antibiotik harus digunakan untuk 39 24 7


4
mengobati demam (55.7) (34.3) (10.0)

36 9 25
5 Penisilin merupakan antibiotik
(51.4) (12.9) (35.7)

38 13 19
6 Antibiotik memiliki efek samping
(54.3) (18.6) (27.1)

Antibiotik dapat menyebabkan reaksi 38 13 19


7
alergi (54.3) (18.6) (27.1)

Antibiotik harus digunakan sesuai 69 1


8 0
dosis/petunjuk dokter (98.6) (1.4)

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai


dosis/petunjuk dokter dapat 56 4 10
9
menyebabkan antibiotik menjadi tidak (80.0) (5.7) (14.3)
efektif atau resistensi

Tidak masalah jika antibiotik dihentikan 38 22 10


10
ketika keluhan penyakit telah hilang (54.3) (31.4) (14.3)

Penggunaan antibiotik kurang dari yang


21 30 19
11 diresepkan adalah lebih baik daripada
(30.0) (42.9) (27.1)
jumlah keseluruhan yang diresepkan

Tabel 5.3 Distribusi Hasil Pengetahuan Responden Terhadap Antibiotik

No Kategori Jumlah Persentase (%)


1 Tinggi 16 22.9
2 Cukup 44 62.9
3 Rendah 10 14.3
30

Berdasarkan data Tabel 5.3 menunjukan bahwa sebagian besar dari 70

responden telah memiliki tingkat pengetahuan yang cukup (62.9%) terhadap

penggunaan antibiotik, hal tersebut juga dapat dilihat dari Tabel 5.2 dimana

responden berhasil menjawab 7 dari 11 pertanyaan dengan benar mengenai

antibiotik. Sebanyak 65 (92.9%) responden mengetahui antibiotik merupakan obat

yang digunakan untuk membunuh bakteri, tetapi hanya 5 (7.1%) dari mereka yang

mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat digunakan untuk membunuh virus. Hasil

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lain di Yogyakarta, Medan,

Kecamanatan Penyabungan Kota, Putra Jaya, dimana sebagian besar dari mereka

mengetahui antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri (76%, 83.7%, 75.2%,

78.3%) manakala sebanyak 71%, 65.3%, 37.3%, dan 83% yang tidak mengetahui

jika antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengobati penyakit akibat virus,

dimana hasil tersebut lebih baik daripada penelitian ini (Widayati et al. 2012;

Khairunnisa et al. 2019; Syahputra 2018; Lim & Teh 2012).

Dalam hal penggunaan antibiotik, hanya 14 (20.0%) responden yang

mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengatasi flu, pilek serta batuk, hasil ini

sesuai dengan penelitian di Medan, Kecamatan Penyabungan Kota, dan Putra Jaya

(76.5%, 56%, 82%) dimana sebagian besar responden tidak mengetahui jika

antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengobati flu, pilek, dan batuk. Sedangkan

hasil yang berbeda dilaporkan pada penelitian di Kelurahan Hutaraja, Muara Batang

dimana sebanyak 46.9% responden mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat

digunakan untuk mengatasi flu, pilek, dan batuk. Kemudian sebanyak 24 (34.3%)

mengetahui bahwa antibiotik tidak harus digunakan untuk mengobati demam

dimana hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Medan dan Kelurahan
31

Hutaraja, Muara Batang dimana sebanyak 40.8% dan 45.8% responden tidak

mengetahui bahwa antibiotik tidak harus diberikan untuk mengobati demam. Hasil

yang berbeda dilaporkan pada penelitian oleh Widayati et al (2012) di Yogyakarta

yang memperlihatkan lebih dari 50% responden mengetahui jika penggunaan

antibiotik pada demam bukan merupakan keharusan (Khairunnisa et al. 2019;

Pulungan 2017; Syahputra 2018; Lim & Teh 2012).

Hasil yang baik didapatkan pada pertanyaan mengenai jenis antibiotik dan

efek samping yang ditimbulkan, dimana sebanyak 36 (51.4%) responden

mengetahui penisilin merupakan antibiotik, 38 (54.3%) responden mengetahui jika

antibiotik memiliki efek samping dan dapat menyebabkan reaksi alergi. Hasil

tersebut sejalan dengan penelitian Lim dan Teh (2012) dimana 61.8% responden

mengetahui penisilin merupakan antibiotik, tetapi tidak lebih baik pada pertanyaan

efek samping dan reaksi alergi (≥50% dan 17.5%). Widayati (2012), Khairunnisa

et al. (2019), Pulangan (2017), dan Syahputra (2018) juga melaporkan hasil yang

serupa.

Terkait dengan perilaku penggunaan antibiotik, pada penelitian ini

didapatkan 69 (98.6%) responden mengetahui untuk mengikuti dosis/petunjuk

dokter dalam menggunakan antibiotik, sebanyak 56 (80.0%) responden menyadari

jika penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dosis/petunjuk dokter dapat

menyebabkan antibiotik menjadi tidak efektif, kemudian sebanyak 30 (42.9%)

responden mengetahui bahwa sebaiknya antibiotik digunakan seluruhnya sesuai

jumlah yang diberikan. Namun, hanya 22 (31.4%) responden yang mengetahui

bahwa antibiotik harus tetap digunakan hingga tuntas sesuai dosis yang diberikan

meskipun keluhan telah dirasa berkurang atau hilang. Hasil serupa dan lebih baik
32

dilaporkan pada penelitian di Kelurahan Hutaraja Muara Batang dimana sebanyak

77.1% responden menggunakan antibiotik sesuai dosis/petunjuk dokter, 45.8%

responden menyadari penggunaan antibiotik tidak sesuai dosis/petunjuk

menyebabkan ketidakefektifan, dan 51% responden mengetahui bahwa antibiotik

harus digunakan hingga tuntas sesuai dosis yang ditentukan. Sedangkan pada

penggunaan antibiotik seluruhnya sesuai jumlah yang diberikan (41.7%) tidak lebih

baik dibandingkan penelitian ini (Pulungan 2017). Pada penelitian Khairunnisa

(2019) juga melaporkan hasil yang serupa.

Hasil dari penelitian ini menunjukan pengetahuan tentang antibiotik di

masyarakat tergolong cukup namun belum sepenuhnya baik, seperti hasil yang

ditunjukkan pada poin pertanyaan pertama hingga keempat, terdapat inkonsistensi

pada sebagian besar responden dimana mereka mengetahui antibiotik adalah obat

untuk penyakit akibat bakteri tetapi disaat yang bersamaan tidak mengetahui bahwa

antibiotik tidak dapat mengobati penyakit akibat virus, flu, pilek, batuk dan bukan

merupakan obat yang diharuskan pada kondisi demam. Hal tersebut terjadi

kemungkinan karena masyarakat menganggap antibiotik merupakan “obat sakti”

atau “obat segala penyakit”, sehingga muncul kesalahpahaman pada masyarakat

terhadap indikasi atau disaat kapan antibiotik dapat digunakan (Widayati et al.

2012; Khairunnisa et al. 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Pavydė et al. (2015) memperlihatkan hasil

yang serupa, yang kemudian menemukan hubungan antara penilaian diri terhadap

pengetahuan antibiotik yang dimiliki dan pengetahuan antibiotik yang sebenarnya

dimana individu dengan pengetahuan antibiotik yang rendah akan berusaha untuk
33

meninggikan estimasi dan kepercayaan diri terhadap pengetahuannya. Hal tersebut

berefek buruk pada perilaku pengobatan sendiri dan resiko resistensi.

Penelitian yang dilakukan Pavydė et al. (2015) juga melaporkan bahwa

tenaga medis profesional sebagai sumber informasi utama memiliki peranan

penting dalam menyebarluaskan pengetahuan mengenai penggunaan antibiotik

kepada masyarakat, dan dibutuhkan instrumen yang baik dalam pelaksanaannya.

Pada UPT Puskesmas Petang I sendiri, upaya penyebaran informasi mengenai

antibiotik telah dilakukan melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

kepada pasien disaat pemberian obat seusai pelayanan, akan tetapi untuk kegiatan

penyuluhan atau promosi mengenai penggunaan antibiotik belum pernah dilakukan

selama ini. Pentingnya penyuluhan atau informasi mengenai antibiotik telah

dibuktikan di Inggris Raya dengan dilaksanakannya kampanye antibiotik pada

tahun 1999, kampanye tersebut menargetkan para ibu dan wanita muda yang saat

itu memiliki angka konsultasi yang tinggi dibanding pasien yang lain. Kampanye

tersebut sukses meningkatkan kewaspadaan terhadap resistensi dan menurunkan

ekspetasi dalam pengobatan antibiotik (Lim & Teh 2012).

5.3 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki kekurangan dalam prosesnya antara lain

kurangnya keterwakilan populasi karena pengambilan sampel menggunakan

metode non probability dikarenakan keterbatasan waktu pengumpulan data,

mungkin belum dapat menggambarkan tingkat pengetahuan keseluruhan

masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I. Selanjutnya pengambilan

data yang dilakukan pada masyarakat yang datang berkunjung ke puskesmas dan
34

kegiatan posyandu di Banjar Senapan, Desa Carang Sari, yang menyebabkan tidak

meratanya data yang didapat diantara lima desa yang ada di wilayah kerja UPT

Puskesmas Petang I ini sehingga mungkin kurang menggambarkan tingkat

pengetahuan masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut terjadi karena

keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam penyusunan laporan

penelitian ini. Selain itu, terdapat poin pertanyaan pada alat ukur kuesioner yang

sulit dimengerti oleh responden akibat kalimat yang digunakan kurang sederhana,

sehingga ada kemungkinan pasien menjawab dengan sembarangan.


35`

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Masyarakat yang menggunakan antibiotik di wilayah kerja UPT

Puskesmas Petang I lebih banyak berjenis kelamin perempuan (51.4%).

2. Masyarakat yang menggunakan antibiotik di wilayah kerja UPT

Puskesmas Petang I lebih banyak pada kelompok usia 18-30 tahun

(38.6%).

3. Masyarakat yang menggunakan antibiotik di wilayah kerja UPT

Puskesmas Petang I lebih banyak pada masyarakat yang mengenyam

pendidikan terakhir di SMA (61.4%).

4. Masyarakat yang menggunakan antibiotik di wilayah kerja UPT

Puskesmas Petang I lebih banyak pada masyarakat yang bekerja sebagai

wiraswasta (40.0%).

5. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di

wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I secara keseluruhan dapat

dikategorikan cukup, dan terdistribusikan dalam kategori tinggi

(22.9%), kategori cukup (62.9%), dan kategori rendah (14.3%).

34
36

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan kepada tenaga

kesehatan ataupun layanan kesehatan, yang di wilayah ini yakni UPT Puskesmas

Petang I, untuk melaksanakan kegiatan konseling dan penyuluhan, promosi, atau

meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang antibiotik yang

benar kepada masyarakat, terutama mengenai fungsi antibiotik dalam tujuan

pengobatan, bagaimana cara kerja antibiotik secara umum, dan penggunaan

antibiotik yang tepat dan rasional. Kegiatan tersebut diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat, sehingga dapat mengurangi dan

menghindari kesalahpahaman dalam menggunakan antibiotik dan juga membentuk

perilaku penggunaan antibiotik yang benar di masyarakat.

Diharapkan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat

pengetahuan ini, dengan jumlah sampel yang dapat lebih mewakili populasi dan

disertai dengan analisis data berupa Bivariat atau Multivariat.


37`

DAFTAR PUSTAKA

Amin, L., 2014. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. , pp.40–5.


Budiman & Riyanto, A., 2013. Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap
Dalam Penelitian Kesehatan, Salemba Medika.
Drlica, K. & Perlin, D.S., 2011. Antibiotic Resistance : Understanding and
Responding to an Emerging Crisis. Emerging Infectious Diseases, 17(10),
p.1984.
Hartayu, T.S., Wijoyo, Y. & Wijayanti, L.W., 2013. Pemahaman Masyarakat
Kecamatan Mergangsan, Gondokusuman, Umbulharjo Dan Kotagede
Yogyakarta Terkait Antibiotika. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas, 10(1),
pp.22–28. Available at: https://media.neliti.com/media/publications/229898-
pemahaman-masyarakat-kecamatan-mergangsa-dad6adbd.pdf.
Katzung, B., Master, S. & Trevor, A., 2007. Basic and Clinical Pharmacology 10th
ed.,
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Available at:
https://portal.dnb.de/opac.htm;jsessionid=H2uSKtE6sN-
0kUVlynbUIdqqRDVdbJooJckWsU1V.prod-
fly0?method=showFullRecord&currentResultId=%22daniela%22+and+%22
ulber%22%26any&currentPosition=0.
Khairunnisa, K., Tanjung, H.R. & Sumantri, I.B., 2019. Penilaian Pengetahuan,
Persepsi Dan Kepercayaan Masyarakat Kota Medan Terhadap Penggunaan
Antibiotik. Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM), 1(1), pp.291–
296.
Lim, K.K. & Teh, C.C., 2012. A Cross Sectional Study of Public Knowledge dan
Attitude towards Antibiotics in Putrajaya, Malaysia.
Mubarak, W., 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar Dalam Pendidikan, Graha Ilmu.
Mycek, M.J., Harvey, R.A. & Champe, P.C., 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar 2nd ed., Widya Medika, Jakarta.
Neal, M.J., 2006. At a Glance Farmakologi Medis 5th ed.,
Notoadmodjo, S., 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan 3rd ed.,

36
38

Pavydė, E. et al., 2015. Public knowledge, beliefs and behavior on antibiotic use
and self-medication in Lithuania. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 12(6), pp.7002–7016.
Pradipta, I.S. et al., 2015. Three Years of Antibacterial Consumption In Indonesian
Community Health Centers: The Application of Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Doses and Drug Utilization 90% Method to Monitor
Antibacterial Use. Journal of Family and Community Medicine, 22(2), p.101.
Available at: http://www.jfcmonline.com/text.asp?2015/22/2/101/155385.
Pulungan, P., 2017. Pengetahuan, Keyakinan dan penggunaan Antibiotik pada
Masyarakat di kelurahan Hutaraja Kecamatan Muara Batang Toru
Kabupaten Tapanuli Selatan, Medan.
Setiabudy, R., 2008. Antimikroba. In Farmakologi dan Terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syahputra, R.A., 2018. Pengetahuan, Persepsi dan Kepercayaan Masyarakat di
Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Terhadap
Penggunaan Antibiotik.
Tjandrawinata, R.R., 2014. Medicinus. , 27(3).
Tjay, T.H. & Rahardja, K., 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya Edisi ke-6,
Utami, E., 2011. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. El-Hayah.
WHO, 2001. WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Strategy for
Containment of Antimicrobial Resistance. World Health, WHO/CDS/CS(2),
p.105. Available at:
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:WHO+Gl
obal+Strategy+for+Containment+of+Antimicrobial+Resistance#0.
Widayati, A. et al., 2012. Knowledge and beliefs about antibiotics among people in
Yogyakarta City Indonesia: A cross sectional population-based survey.
Antimicrobial Resistance and Infection Control, 1(1), p.1.
Wowiling, C., Goenawi, L.R. & Citraningtyas, G., 2013. Pengaruh Penyuluhan
Penggunaan Antibiotika terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Kota
Manado. Pharmacon, 2(03), pp.24–28.
39

Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN
(INFORM CONSENT)

IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
1. Saya selaku responden penelitian telah mendapat penjelasan segala sesuatu
mengenai penelitian : Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap
Penggunaan Antibiotik di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang I Tahun
2019
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut penuh kesadaran dan tanpa
paksaan dari siapapun, bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
3. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah
4. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan
apapun.

Petang,
Yang membuat pernyataan

(...............................................)
40

Lampiran 2 No ID :

KUESIONER
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS
PETANG I
TAHUN 2019

I. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : L/P
3. Usia :
4. Pendidikan : a) Tidak sekolah
b) Tamat SD
c) Tamat SMP
d) Tamat SMA
e) Sarjana
5. Pekerjaan : a) PNS/TNI
b) Wiraswasta
c) Ibu Rumah Tangga
d) Petani
e) Mahasiswa/Pelajar
f) Lainnya (Sebutkan : ................)
6. Desa Asal : a) Sulangai
b) Petang
c) Pangsan
d) Getasan
e) Carang Sari
41

II. KUESIONER PENELITIAN

Tidak
No Pertanyaan Benar Salah
Tahu

Antibiotik adalah obat yang digunakan


1
untuk membunuh bakteri

Antibiotik dapat digunakan untuk


2 mengobati penyakit yang disebabkan
virus

Antibiotik dapat digunakan untuk


3
mengatasi penyakit flu, pilek, dan batuk

Antibiotik harus digunakan untuk


4
mengobati demam

5 Penisilin merupakan antibiotik

6 Antibiotik memiliki efek samping

Antibiotik dapat menyebabkan reaksi


7
alergi
42

Antibiotik harus digunakan sesuai


8
dosis/petunjuk dokter

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai


dosis/petunjuk dokter dapat
9
menyebabkan antibiotik menjadi tidak
efektif atau resistensi

Tidak masalah jika antibiotik dihentikan


10
ketika keluhan penyakit telah hilang

Penggunaan antibiotik kurang dari yang


11 diresepkan adalah lebih baik daripada
jumlah keseluruhan yang diresepkan

Anda mungkin juga menyukai