DI PUSKESMAS CISADEA
Disusun Oleh :
AKADEMI FARMASI
MARET 2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI PUSKESMAS CISADEA
(01 Maret – 28 Maret)
Disetujui Oleh:
Pembimbing, Pembimbing,
Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang Puskesmas Cisadea
Mengetahui, Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik Direktur
Nur Candra Eka Setiawan, S.Si., S.Pd., M.Pd. Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si., MP.
NIDN. 0721058503 NIDN. 0723118404
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit Soedarsono Pasuruan. Terlaksananya
PKL dan penyusunan laporan ini tidak lepas dari peran berbagai pihak. Terimakasih
penyusun haturkan kepada:
1. Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si. MP selaku Direktur Akademi Farmasi Putra
Indonesia Malang yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
mengikuti Kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
2. Ibu Puji Astuti, S.Si., MM., Apt. selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan
di Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.
3. Puskesmas Cisadea yang telah memberikan izin atau kesempatan kepada
penyusun untuk melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang
berlangsung selama 28 hari.
4. Ibu Hadira Nurul Aini, A.Md selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di
Puskesmas Cisadea.
5. Bapak Aris Budi Asmanto, selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di
Puskesmas Cisadea.
6. Bapak dan Ibu dosen di Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang yang
sebelumnya telah memberi bekal kepada penulis sebelum penulis menjalani
kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga laporan PKL
ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama bagi penulis dan pembaca
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................................42
BAB V PENUTUP................................................................................................................45
5.1 Kesimpulan............................................................................................................45
5.2 Saran......................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................46
LAMPIRAN.........................................................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu investasi termahal dalam hidup dan juga
merupakan satu anugerah dari Tuhan yang tidak ternilai harganya. Sebanyak apapun
harta yang dimiliki oleh seseorang tentu tidak akan ada artinya apabila orang tersebut
tidak mempunyai tubuh yang sehat. Menjaga kesehatan itu perlu agar tubuh selalu
sehat jasmani dan rohani akan tetapi tidak selamanya seseorang tersebut selalu berada
dalam keadaan sehat, ada kalanya seseorang harus jatuh sakit. Berbagai cara
dilakukan agar seseorang dapat kembali menjadi sehat, salah satu cara yang
dilakukan masyarakat pada umumnya adalah dengan memeriksakan diri ke tempat-
tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas.
1
perkembangan yaitu dari orientasi pada obat berubah menjadi orientasi pada pasien
dengan berdasarkan pada asas Pharmaceutical Care, yaitu bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi farmasis dalam pekerjaan kefarmasian untuk
mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan kualitas hidup pasien.
Pengalaman belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa didik untuk
mencapai keberhasilan dalam tujuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui
pendidikan di kelas, laboratorium maupun lapangan. Untuk mencapai pengalaman
belajar, pada tatanan yang nyata dan komprehensif sehingga mahasiswa dapat lebih
siap dan mandiri maka di laksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada mahasiswa
D3 Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Dengan adanya Praktek Kerja
Lapangan (PKL), para mahasiswa dapat mengetahui langsung kondisi dan situasi
pada dunia kerja, sehingga mampu belajar mengahadapi berbagai tatanan dalam dunia
kerja dan belajar untuk menganalisis suatu gejala dan masalah agar kelak dapat
diaplikasikan langsung pada pasien dengan diberi bimbingan dan pengarahan.
Praktek kerja lapangan (PKL) adalah salah satu proses untuk mengembangkan
keterampilan siswa dengan dunia kerja. Pendidikan ini adalah sistem terpadu.
Sehingga mahasiswa-mahasiswi mengenal lebih dekat dengan dunia kerja dan segala
aspek yang terkait di dalamnya. Mampu memahami tugas dan peran asisten apoteker
di Puskesmas sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan
kesehatan. Mampu mempraktekkan materi yang telah di dapat selama di kampus dan
PKL dan dapat mempunyai banyak pengalaman dalam dunia kerja antara materi teori
dan praktek langsung di lapangan kerja.
1.2 Tujuan
1.2.1. Melaksanakan salah satu peran, fungsi, dan kompetensi Ahli Madya Farmasi
yaitu dalam bidang pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi teknis
peracikan obat, kegiatan administratif dan manajerial.
2
1.2.2. Sebagai pembanding antara teori yang diberikan selama proses pendidikan
dengan praktek yang diperoleh di lapangan.
1.2.3. Untuk membekali mahasiswa-mahasiswi tentang dunia kerja serta
memantapakan kemampuan atau keahlian dibidangnya.
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
yang merupakan tahapan akhir dari suatu pelayanan kesehatan yang akan ikut
menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh tenaga medis kepada pasien. Upaya
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yaitu suatu kegiatan dalam upaya pemulihan
kesehatan. Upaya pencegahan (preventif) yaitu rangkaian kegiatan dalam rangka
pencegahan suatu penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan maupun
perorangan. Upaya peningkatan kesehatan (promotif) yaitu suatu upaya kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan merupakan konsep kesatuan
upaya kesehatan.
Hal tersebut menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan
termasuk puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama
adalah pelayanan yang bersifat pokok yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat termasuk di dalamnya pelayanan kefarmasian di puskesmas ditunjukkan
kepada semua penduduk dan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur
(Depkes RI, 2006).
Secara rasional standar wilayah kerja puskesmas adalah suatu kecamatan dengan
beberapa faktor yaitu: kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi, dan
keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja puskesmas. Apabila di suatu kecamatan terdapat lebih dari
satu puskesmas maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa atau kelurahan, dusun atau rukun
warga (Depkes RI, 2006).
5
seperti puskesmas hanya saja puskesmas keliling dilakukan oleh seorang dokter,
bidan, perawat, gizi, dan asisten apoteker.
6
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu pelayanan
kefarmasian yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan
evaluasi.
Kepala ruang farmasi di puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai.
7
Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi:
Perencanaan adalah proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk
menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Perencanaan kebutuhan untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola
obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh
Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan
perencanaan kebutuhan obat tahunan.
1. Perkiraan jenis dan jumlah obat serta perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Langkah-langkah metode
konsumsi :
8
1. Langkah Evaluasi :
a. Evaluasi rasionalitas pola pengobatan periode lalu.
b. Evaluasi suplai obat periode lalu.
c. Evaluasi data stock, distribusi, dan penggunaan obat periode lalu.
d. Pengamatan kecelakaan dan kehilangan obat.
3. Penetapan Perhitungan :
a. Penetapan periode konsumsi.
b. Perhitungan penggunaan tiap jenis obat periode lalu.
c. Lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan.
d. Lakukan koreksi terhadap stock out.
e. Hitung lead time untuk menentukan safety stock.
b. Metode Epidemiologi
Metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan,
frekuensi penyakit, dan standart pengobatan yang ada. Langkah-langkah perencanaan
dalam metode ini sebagai berikut :
a. Susun daftar masalah kesehatan / penyakit utama yang terjadi.
b. Lakukan pengelompokan pasien, misal : pengumpulan dan pengolahan
data.
c. Prinsip penggolongan umur harus sesederhana mungkin.
d. Tentukan frekuensi tiap penyakit per periode.
e. Susun standart terapi rata-rata / terapi ideal.
f. Estimasikan tipe dan frekuensi pengobatan yang diperlukan.
g. Susun daftar obat yang dikuantifikasikan.
h. Hitung jumlah episode pengobatan untuk setiap penyakit.
i. Hitung safety stock atau jumlah obat yang diperkirakan hilang.
Rumus Metode Epidemiologi (yang telah disederhanakan) :
CT = (CE x T) + SS – Sisa Stock
CT : Kebutuhan per periode waktu.
9
CE : Perhitungan standart pengobatan.
T : Lama kebutuhan (bulan / tahun).
SS : safety stock.
c. Metode Kombinasi
Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode
epidemiologi. Metode kombinasi berupa perhitungan kebutuhan obat atau alkes yang
mana telah mempunyai data konsumsi yang jelas namun kasus penyakit cenderung
berubah (naik atau turun). Gabungan perhitungan metode konsumsi dengan koreksi
epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi.
Metode kombinasi digunakan untuk obat dan alkes yang terkadang fluktuatif,
maka dapat menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit,
perubahan, jenis/ jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan kebijakan,
pelayanan kebijakan.
Rumus Metode Kombinas :
C kombinasi = (CA + CE) x T + SS – Sisa Stock
Keterangan :
CE : Perhitungan standart pengobatan.
CA : Kebutuhan rata-rata waktu (bulan).
T : Lama kebutuhan (bulan/ tahun).
SS : Safety Stock.
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas setiap
periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di puskesmas. Proses seleksi obat dan bahan
medis habis pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola
konsumsi dan periode sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan.
Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai juga harus mengacu pada daftar
obat esensial (DOEN) dan formularium nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan
tenaga kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara berjenjang.
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO). Selanjutnya instalasi kabupaten
atau kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas
di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan
10
memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok
berlebih.
11
ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Bentuk dan jenis sediaan
2. Stabilitas (suhu, cahaya, dan kelembaban)
3. Mudah atau tidaknya meledak atau terbakar
4. Narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus
5. Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan
pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit atau satelit farmasi puskesmas dan
jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis mutu, jumlah dan waktu yang
tepat.
Sub-sub unit di puskesmas dan jaringannya antara lain:
1. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan puskesmas
2. Puskesmas pembantu
3. Pukesmas keliling
4. Posyandu
5. Polindes
6. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau
kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:
1. Pengendalian persediaan
2. Pengendalian penggunaan
3. Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluarsa
4. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan
12
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan
bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan, dan digunakan di
puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
1. Bukti bahwa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai telah dilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
3. Sumber data untuk pembuatan pelaporan
4. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
dilakukan secara periodic dengan tujuan untuk:
Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat
dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan.
1. Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis
pakai
2. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
e. Penarikan Obat
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau
beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali
produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan
mengenai reaksi merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan
kembali produk dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat
tertentu.
Produk kembali obat adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian
dikembalikan ke industry farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan kemanan obat yang bersangkutan. Industry
farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan
pengujian produk kembalian serta pengembilan keputusan apakah produk kembalian
dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi. Produk
kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :
13
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat
dikembalikan ke dalam persediaan.
b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang.
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat di proses
ulang.
Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Bila
produk harus dimusnahkan, dokmentasi hendaklah mencakup berita acara
pemusnahan yang diberi tanggal dan di tandatangani oleh personil yang
melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan (CPOB, 2006).
f. Pemusnahan Obat
Pemusnahan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan yang
tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, ataupun mutunya sudah tidak memenuhi
standart. Tujuan dilakukan pemusnahan ini adalah untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh penggunaan obat atau perbekalan kesehatan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu keamanan dan kemanfaatan. Selain itu, pemusnahan
juga bertujuan untuk menghindari pembiayaan seperti biaya penyimpanan,
pemeliharaan, penjagaan atas obat atau perbekalan kesehatan lainnya yang sudah
tidak layak untuk disimpan.
Pemusnahan obat yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja
terutama dalam hal biaya penyimpanan, pemeliharaan, dan penjagaan atas obat. Salah
satu bagian di dalam organisasi yaitu system yang baik dan sesuai dengan prosedur
yang ada maka terwujudlah peningkatan efisiensi dan kelancaran kinerja. Selain itu
pemusnahan obat juga bertujuan untuk menjaga keselamatan kerja dan
menghindarkan diri dari pengotoran lingkungan. Secara umum, obat-obatan
kadaluarsa bukan merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat ataupun
lingkungan.
Pembuangan yang tidak layak dapat berbahaya jika kemudian menimbulkan
kontaminasi pada sumber air setempat. Obat-obatan kadaluarsa dapat diambil
pemulung atau anak-anak jika tempat pembuangan tidak diamankan. Terdapat
beberapa kelompok obat-obatan kadaluarsa atau tindakan penghancuran obat-obatan
yang tidak baik yang dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan masyarakat. Resiko
kesehatan yang terutama adalah :
a. Kontaminasi air minum harus dihindari.
14
b. Antibiotik, anti keganasan dan desinfektan yang tidak mengalami bio-
degradasi tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan air.
c. Pembakaran obat-obatan dengan sehu rendah atau di wadah terbuka dapat
menjadi penyebab terlepasnya bahan-bahan pencemar beracun ke udara.
d. Pemilahan dan pembuangan secara tidak tepat dan tidak aman dapat
mengakibatkan obat-obatan yang telah kadaluarsa dijual kembali ke
masyarakat.
Ada beberapa teknik dalam memusnahkan obat-obatan kadaluarsa yaitu :
a. Pengembalian pada penyumbang atau produsen.
b. Penimbunan.
c. Imobilisasi limbah : enkapsulasi.
d. Imobilisasi limbah : inersiasi.
e. Pembuangan melalui saluran pembuangan air.
f. Pembakaran dalam wadah terbuka.
g. Insenirasi suhu sedang.
h. Insenirasi suhu tinggi.
i. Dekomposisi kimiawi.
Terdapat tiga macam penimbunan yaitu :
a. Pembuangan terbuka sederhana dan tanpa pengendalian.
b. Penimbunan berteknologi.
c. Penimbunan berteknologi tinggi.
2.3 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan dan bahan medis
habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu dan
kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di
puskesmas.
2. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien
yang terkait dalam pelayanan kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan obat di puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
1. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat.
2. Pelayanan informasi obat (PIO).
3. Konseling.
15
4. Ronde atau visite pasien (khusus puskesmas rawat inap).
5. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO).
6. Pemantauan terapi obat (PTO).
7. Evaluasi penggunaan obat.
8. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat.
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
1. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan atau unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi :
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidak campuran obat).
Persyaratan klinis meliputi :
1. Ketetapan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping obat.
4. Kontraindikasi.
5. Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan
kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan atau meracik obat,
memberikan label atau etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan :
1. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis atau pengobatan.
2. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi pengobatan.
16
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat (contoh kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
3. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan :
1. Memberikan dan meyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif
dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
3. Membuat bulletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta
masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.
6. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
Fakor-faktor yang perlu diperhatikan :
1. Sumber informasi obat.
2. Tempat.
3. Tenaga.
4. Perlengkapan.
5. Konseling.
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien
yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap serta
keluarga psien.
Tujuan dilakukan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien atau keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara peyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan :
1. Membuka komunitas antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (openended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut dan lain-lain.
3. Memperagakan dan menyelesaikan mengenai cara penggunaan obat.
17
4. Verifikasi akhir yaitu, mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
1. Kriteria pasien.
2. Pasien rujukan dokter.
3. Pasien dengan penyakit kronis.
4. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
5. Pasien geriatrik.
6. Pasien pediatrik.
7. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas.
18
b. Memberikan informasi mengenai system pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian obat.
c. Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat
jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.
d. Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait
obat yang mungkin terjadi.
2. Untuk pasien lama dengan instruksi baru :
a. Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.
b. Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat.
c. Untuk semua pasien.
d. Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
e. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku yang akan digunakan dalam setian kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim :
1. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pengobatan
pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
2. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan atau keluarga
pasien terutama tentang obat.
3. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
4. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti obat
yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain-lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
2. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
3. Memahami teknik edukasi.
4. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga
dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care) agar terwujud
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat sehingga
tercapai keberhasilan terapi obat.
19
1. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan :
1. Menganalisis laporan efek samping obat.
2. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping obat.
3. Mengisi formulir monitoring efek samping obat (MESO).
4. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan :
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
20
1. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
2. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
21
puskesmas melaksanakan pelayanan kefarmasian di puskesmas melaksanakan
pelayanan kefarmasian berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) yang dibuat
secara tertulis, disusun oleh kepala ruang farmasi dan ditetapkan oleh kepala
puskesmas. SPO tersebut diletakkan di temoat yang mudah dilihat. Jenis SPO dibuat
sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang dilakukan pada puskesmas yang
bersangkutan.
22
Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan
tenaga kefarmasian maka puskesmas menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut :
1. Setiap tenaga kefarmasian di puskesmas mempunyai kesempatan yang sama
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
2. Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian harus memberikan masukan kepada
pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.
3. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jaabnya.
4. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
bagi tenaga kefarmasian.
5. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang diadakan oleh
organisasi profesi dan institusi pengembangan pendidikan berkelanjutan
terkait.
6. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan praktek, magang
dan penelitian tentang pelayanan kefarmasian di puskesmas.
Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi puskesmas berupaya
berkomunikasi efektif dengan semua pihak dalam rangka optimalisasi dan
pengembangan fungsi ruang farmasi puskesmas.
1. Sarana dan Prasarana
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep satu set meja dan
kusri serta satu komputer jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan
pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
Ruang pelayanan dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak
obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan
peracikan, timbangan obat, air minum untuk pengencer, sendok obat, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, thermometer ruangan, blanko salinan resep, etiket
23
dan label obat, buku cadangan pelayanan resep, buku-buku referensi atau standar
sesuai kebutuhan serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan
cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin
ruangan sesuai kebutuhan.
d. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-
buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling, formulir jadwal konsumsi obat (lampiran), formulir catatan pengobatan
pasien (lampiran) dan lemari arsip (filling cabinet) serta satu set computer jika
memungkinkan.
f. Ruang arsip
24
aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hokum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik.
25
BAB III
TINJAUAN UMUM INSTANSI PKL
Saat masih menjadi BKIA dipimpin oleh Ibu Dr. Darmawan (Alm). Kemudian
setelah berubah menjadi puskesmas berganti pimpinan yaitu oleh Ibu Dr. Melly
(1979-1986). Saat pertama menjadi Puskesmas sudah terdapat beberapa poli seperti
poli gigi, poli BP, poli KIA, poli KB, poli gizi, poli imunisasi, laboratorium, UGD,
loket atau ruangan RM dan juga Apotek yang terus ada dan masih terus di perbaiki
untuk kenyamanan sampai saat ini. Pergantian jabatan kepala puskesmas terus
dilakukan. Dr Hetty pada tahun 1987 sampai 1990 kemudian digantikan oleh Dr.
Soemarno kemudian berganti lagi oleh Dr. Gany dan selanjutnya oleh Dr, Eka
Setyabudi (Alm), setelah beliau wafat digantikan oleh Dr. Endah Listya Anggaeni
kemudian Drg. Satindi kemudian Dr. Ary Basuki yang menjabat kurang dari satu
tahun kemudian digantikan lagi oleh Drg. Satindi. Hingga keluar SOPK baru
siapapun tenaga kesehatan dengan minimal pendidikan Sarjana Strata 1 boleh
menjadi pemimpin puskesmas. Per tanggal 17 Januari 2017 Puskesmas Cisadea
dipimpin oleh Ibu Kustiningtyas, SKL sampai saat ini.
29
tetap dilayani dengan sepenuh hati. Di Puskesmas Cisadea mengadakan posyandu
setiap hari untuk batita, balita dan juga lansia. Ada 37 titik posyandu yaitu 28 di
Purwantoro dan 9 posyandu di Blimbing. Ada 29 tenaga kerja di Puskesmas Cisadea
yang meliputi 22 ASN, 1 bidan PPT, 3 bidan magang dan 2 tenaga bantu non ASN.
30
Sebelah Barat : kelurahan Mojolangu
Potensi alam di wilayah puskesmas Cisadea adalah letaknya pada dataran tinggi,
yaitu terletak antara 440-667 meter di atas permukaan laut. Dengan kondisi iklim
seperti di kota Malang lainnya yaitu pada tahun 2008 tercatat rata-rata suhu udara
minimum berkisar antara 22,90C sampai 24,10C dan suhu maksimum berkisar 280C.
31
e. Akademi 0 Mahasiswa
f. Perguruan Tinggi 242 Mahasiswa
g. Jumlah Ponpes 263 Santri
Kustyaningtyas
SUBS.KL
BAGIAN TATA USAHA
32
YUHANTI
KELOMPOK JABATAN
3.2 InstalasiFUNGSIONAL
Farmasi di Puskesmas Cisadea
TERTENTU
Instalasi farmasi di puskesmas Cisadea terdapat 2 orang AA yang bertanggung
jawab atas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di puskesmas tersebut. Apotek
puskesmas Cisadea melayani masyarakat pada setiap hari kerja dari senin sampai
dengan sabtu. Hari senin – kamis dimulai dari pukul 07.30 s/d 12.00 WIB. Hari
jum’at dimulai dari pukul 07.30 s/d 10.00 WIB dan pada hari sabtu dimulai dari
pukul 07.30 s/d 11.00 WIB. Resep di puskesmas Cisadea dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu : resep UMUM dan BPJS.
1. Penerimaan resep
33
5. Sediaan sirup kering disuspensikan terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada
pasien.
b. Obat racikan/puyer
3. Penyerahan obat
4. Informasi obat
Penyerahan obat kepada pasien disertai dengan informasi mengenai khasiat obat,
efek samping yang ditimbulkan serta cara penggunaan obat yang baik dan benar.
Orang yang menerima obat dipastikan adalah pasien itu sendiri atau keluarga pasien.
34
Membantu kegiatan luar gedung (pusling, puskedes, posyandu lansia)
Perencanaan dilakukan dengan mengacu pada obat yang sering digunakan pada
tahun sebelumnya serta kasus penyakit yang sering dialami oleh masyarakat setempat
kemudian petugas menentukan jumlah barang. Setelah itu, petugas menuliskan
dikirim ke dinas bidang farmasi makanan dan minuman untuk melakukan pengadaan
35
obat. Metode perencanaan obat terbagi menjadi 3 yaitu, metode konsumsi, metode
epidemiologi, dan metode kombinasi.
2. Permintaan
Permintaan obat dari puskesmas ke gudang farmasi kota (GFK) untuk tiap
puskesmas waktunya sudah di tentukan bagian GFK, permintaan menggunakan form
LPLPO.
3. Penerimaan obat
a. Obat diantar dari GFK ke puskesmas pada minggu ke-2 setiap bulannya.
b. Saat penerimaan perlu diperhatikan kesesuaian nama dan jumlah obat yang
tercantum dalam LPLPO dengan kenyataan yang diterima.
c. Jumlah obat yang diterima bisa kurang/pas dengan LPLPO yang telah diajukan.
d. Kemudian pemeriksaan fisik seperti tanggal kadaluarsanya dan bila ada
kerusakan akan segera di laporkan ke GFK agar dapat segera digantikan.
e. Kemudian jumlah obat yang diterima langsung dimasukkan ke dalam kartu
stock obat masing-masing.
4. Penyimpanan
a. Gudang
b. Penyimpanan obat
36
akan dikeluarkan terlebih dahulu, peyimpanan obat digudang juga disesuaikan
dengan bentuk sediaan. Untuk penyimpanan tablet, sirup, dan alat kesehatan disimpan
di tempat yang terpisah.
5. Distribusi
6. Pengendalian
a. Pengendalian persediaan
b. Pengendalian penggunaan
7. Administrasi
1. Pencatatan jumlah semua resep harian yang masuk dan pencatatan lama
pelayanan resep.
37
2. Mengarsipkan resep per harinya sesuai tanggal.
3. Melakukan pemusnahan resep yang telah disimpan selama tiga tahun dengan
cara dibakar.
8. Pengadaan Obat Psikotropika
38
Pemusnahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pihak puskesmas
dalam menindak lanjuti kerusakan obat dengan cara mengirim berita acara obat yang
rusak/ kadaluarsa ke dinas kesehatan dan gudang farmasi kota (GFK) untuk ditangani
selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penghapusan obat di puskesmas sudah sesuai dengan prosedur yang ada yaitu
penghapusan obat rusak/kadaluarsa di lakukan dengan mengirim berita acara obat
rusak/kadaluarsa ke dinas kesehatan melalui gudang farmasi kabupaten/kota untuk
ditindak lanjuti tetapi terkadang pula pihak puskesmas yang melakukan pemusnahan
obat dengan cara dibakar/ ditanam sesuai dengan kebijakan GFK dengan memberikan
kewenangan terhadap puskesmas untuk memusnahkannya.
39
BAB IV
PEMBAHASAN
42
Proses pengelolaan obat di puskesmas Cisadea sudah cukup baik mulai dari
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
dan proses administrasi.
Pada perencanaan perbekalan farmasi direncanakan untuk satu tahun yang akan
datang dengan perhitungan kebutuhan yang menggunakan acuan berdasarkan
penggunaan obat di tahun sebelumnya. Proses perencanaan sudah dilaksanankan
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Untuk permintaan perbekalan farmasi yang
sudah habis dilakukan dengan menggunakan formulir LPLPO yang kemudian lembar
formulir dikirim ke dinas bidang farmasi makanan dan minuman. Pengadaan
dilakukan terhadap obat yang sudah habis agar tidak terjadi kekosongan obat yang di
butuhkan. Selain itu, petugas pengadaan akan menghubungi bagian gudang famasi
untuk konfirmasi pengambilan barang yang akan diminta. Kemudian petugas akan
mengecek kembali jenis obat dan jumlahnya sesuai dengan fromulir permintaan.
Setelah obat diterima maka dilakukan penyimpanan pada gudang obat di puskesmas
Cisadea dengan mencatat jumlah barang yang masuk pada kartu stock. Setelah itu,
obat akan didistribusikan ke bagian kamar obat untuk pelayanan resep maupun untuk
penggunaan posyandu.
Pelayanan resep di puskesmas Cisadea mencakup resep umum dan BPJS. Pada
proses pelayanan sudah dilakukan cukup baik mulai dari skrining resep. Pengambilan
obat, peracikan, dan penulisan etiket. Setelah obat selesai disiapkan atau diracik maka
obat di cek dahulu agar tidak terjadi kesalahan. Selain itu, nama dan alamat pasien
dipastikan benar dan sesuai dengan orang yang menerima obat. Untuk pemberian KIE
sudah cukup baik karena pada saat penyerahan obat kepada pasien disertai dengan
informasi aturan pemakaian dan cara penggunaan obat khususnya sediaan
suppositoria, tetes mata, dan tetes telinga.
Pelayanan resep di puskesmas cisadea di bagi dalam 3 jenis yaitu, umum, BPJS
dan narkotika. Untuk resep umum obat yang biasanya keluar yaitu, amoksilin, asam
mefenamat, vitamin, ibuprofen, metfromin, glibenclamid, dll. Untuk resep BPJS
hampir sama dengan resep umum biasanya yang keluar yaitu, amoksisilin, captopril,
NAC, HCT, vitamin, dll. Untuk resp narkotika yang tersedia di puskesmas Cisadea
43
hanya diazepam. Namun pengeluaran obat narkotika sangat jarang, apabila keluar
jumlahnya hanya sedikit.
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah kami melaksanakan praktek kerja lapangan di puskesmas Cisadea selama
1 bulan yang dimulai dari tanggal 1 maret sampai dengan 27 maret 2017, kami
banyak mempelajari tentang bagaimana cara memberikan pelayanan-pelayanan
kefarmasian yang ada di puskesmas Cisadea. Sistem pengelolaan obat di puskesmas
Cisadea berjalan dengan baik. Puskesmas Cisadea juga aktif dalam
menyelenggarakan upaya-upaya kesehatan dan penyuluhan-penyuluan di lingkungan
masyarakat di wilayah kerjanya.
5.2 Saran
1. Perlu adanya meja peracikan obat.
2. Sebaiknya untuk persediaan obat di gudang puskesmas perlu adanya pemesanan
obat yang lebih banyak lagi agar tidak terjadi kekosongan obat yang terlalu lama.
3. Sebaiknya pada gudang penyimpanan obat dilengkapi dengan alat pengukur suhu
ruangan agar suhu obat yang disimpan dapat terjaga.
45
DAFTAR PUSTAKA
Aditiya, Winni 2012, Laporan Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kelayan Timur,
Banjarmasin.
Anonim, 2014, Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 30 tahun 2014, tentang Standart
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta.
Anonim, 2014, Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014, tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Anonim, 2016, Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 44 tahun 2016, tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas, Jakarta.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Lokasi Puskesmas Cisadea
47
Lampiran 2. Gambar Denah Bangunan Puskesmas Cisadea
48
Lampiran 3. Gambar Resep Umum Poli Periksa
49
Lampiran 4. Gambar Resep BPJS Poli Gigi
50
Lampiran 5. Gambar Resep Umum Poli KIA
51
Lampiran 6. Gambar Etiket
52
Lampiran 7. Gambar Rak Penyimpanan Obat
53
Lampiran 8. Gambar Lemari Penyimpanan OKT
54
Lampiran 9. Gambar Meja Peracikan Obat
55
Lampiran 10. Gambar Penyimpanan Obat Di Lemari Pendingin
56
Lampiran 11. Gambar Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi
57
Lampiran 12. Gambar Penyimpanan BMHP di Gudang Farmasi
58