Anda di halaman 1dari 63

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK KERJA PROFESI DI


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERIODE BULAN MARET TAHUN 2019

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019

i
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK KERJA PROFESI DI


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERIODE BULAN MARET TAHUN 2019

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019

ii Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di

Universitas Indonesia.

Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung

jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia

kepada saya.

Penyusun,

Farrah Fedricia Sabrina

iii Universitas Indonesia


PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Farrah Fedricia Sabrina

NPM : 1406639610

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2019

iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan praktik kerja ini. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan laporan ini, oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Linda Octaviani, S.Si., Apt. dan Baitha Palanggatan Maggadani, M. Farm., Apt.
selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini;
(2) Dekan Fakultas Farmasi dan Ketua Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas kesempatan dan dukungan yang diberikan untuk
mengikuti program studi ini;
(3) Pimpinan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk melaksanakan praktik kerja;
(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(5) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Depok, 2019

Penulis

vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................................. iii


PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ...................................................................................... 3
2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) .............................................. 3
2.2 Kedudukan Badan POM RI ........................................................................... 3
2.3 Visi, Misi, dan Tujuan Badan POM RI ......................................................... 3
2.4 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan Badan POM RI ............................... 4
2.5 Struktur Organisasi Badan POM RI .............................................................. 6
2.6 Budaya Organisasi BPOM ........................................................................... 12
2.7 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) ..................................... 13
2.8 Kebijakan Strategis ...................................................................................... 15
2.9 Target Kinerja .............................................................................................. 17
2.10 Inti Kegiatan BPOM RI ............................................................................... 18
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ................................................................................. 20
3.1 Deputi Penindakan ....................................................................................... 20
3.2 Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan ................................................... 20
3.3 Subdirektorat Penyidikan ONAPZA............................................................ 21
3.4 Subdirektorat Penyidikan OT, SK, Kosmetik, dan Pangan Olahan ............. 22
3.5 Subdirektorat Barang Bukti ......................................................................... 23
BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER ............. 24
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ................................................... 24
4.2 Kegiatan ....................................................................................................... 24
BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................................... 28
BAB 6 PENUTUP..................................................................................................... 34
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 34
6.2 Saran ............................................................................................................ 35
DAFTAR ACUAN .................................................................................................... 36

vii Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di BPOM ............................... 24

viii Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan ................... 6
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan ......... 21

ix Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat dan makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang berpengaruh
dalam memperoleh kesehatan yang optimal. Namun kedua hal tersebut juga dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat apabila
tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, maupun mutu (Presiden RI, 2009a).
Seiring dengan perkembangan yang pesat dan signifikan di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, informasi saat ini gaya hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif dan pola
konsumsinya cenderung meningkat. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih
belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar
dan aman. Hal ini didukung pula dengan iklan dan promosi secara gencar mendorong
konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional
(BPOM, 2019). Oleh karena itu, diperlukan suatu pengawasan yang sistematis dan
terpadu serta penindakan terkait dalam mengamankan dan menjaga kualitas produk
obat dan makanan.
Peran pengawasan oleh pemerintah dilakukan melalui Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). BPOM RI adalah suatu institusi
dan infrastruktur pengawasan yang kuat, professional, dan memiliki kredibilitas
melalui Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien
mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk obat dan makanan
demi memberikan keamanan, mutu dan gizi kepada konsumen. Seluruh peran yang
dilakukan oleh BPOM RI saat ini ditunjang dengan struktur organisasi dan tata kerja
baru yang diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26
Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pelaksanaan fungsi pengawasan obat dan makanan BPOM RI dilakukan oleh
sumber daya manusia yang unggul, profesional dan berkualitgas. Salah satu tenaga
kerja profesional yang berperan adalah apoteker. Praktik Kerja Profesi Apoteker

1 Universitas Indonesia
2

(PKPA) merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan dan


pengetahuan para calon apoteker untuk dapat mengetahui tugas, fungsi, serta ruang
lingkup kegiatan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawasan Obat dan
Makanan RI bagi mahasiswa program profesi apoteker diantaranya:
1. Meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi dan tanggung jawab
apoteker di dalam lembaga pemerintahan.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
di lembaga pemerintahan, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan.
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
lembaga pemerintahan, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan.
4. Memahami dan dapat menjelaskan kegiatan, tugas dan fungsi Direktorat
Penyidikan Obat dan Makanan

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, Badan POM adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari
Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan. Kepala Badan POM menyampaikan laporan, saran dan pertimbangan di
bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.

2.2 Kedudukan Badan POM RI


Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) telah
semakin diperkuat dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. BPOM adalah Lembaga Pemerintah
Non Kementrian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari
Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan. Kepala BPOM Menyampaikan laporan, saran dan pertimbangan di bidang
tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.

2.3 Visi, Misi, dan Tujuan Badan POM RI


Visi Badan POM RI adalah Obat dan Makanan Aman Meningkatkan
Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa. Sedangkan Misi Badan POM RI,
yaitu:
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat.

3 Universitas Indonesia
4

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan


Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku
kepentingan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.
Tujuan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan yaitu:
1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
2. Meningkatnya dayasaing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi.

2.4 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan Badan POM RI


2.4.1 Tugas Pokok Badan POM RI
Berdasarkan Pasal 2 Bab I Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.4.2 Fungsi Badan POM RI
Berdasarkan Pasal 3 Bab I Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan, Lembaga Pemerintah Non
Kementerian, BPOM mempunyai fungsi :
1. Dalam rangka pengawasan obat dan makanan, BPOM menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama
Beredar.
Universitas Indonesia
5

d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama


Beredar.
e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan
instansi pemerintah pusat dan daerah.
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat
dan Makanan.
g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM.
i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab BPOM.
j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM.
k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan BPOM.
2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan
untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan
hukum.
2.4.3 Kewenangan Badan POM RI
Berdasarkan Pasal 4 Bab I Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, BPOM mempunyai kewenangan:

Universitas Indonesia
6

1. Menerbitkan izin edar edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan
makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.5 Struktur Organisasi Badan POM RI

[Sumber: BPOM, 2019]


Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

2.5.1 Kepala Badan POM


Badan POM dipimpin oleh kepala yang bertanggung jawab kepada Presiden
dan dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. Dalam Pasal 6 Peraturan Kepala
BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Kepala Badan POM mempunyai tugas memimpin dan
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM.
Universitas Indonesia
7

2.5.2 Sekretariat Utama


Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, sekretariat
utama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. Sekretariat utama
dipimpin oleh Sekretaris Utama. Sekretariat utama mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPOM. Dalam
melaksanakan tugasnya sekretariat utama menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. Koordinasi kegiatan BPOM.
b. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran di lingkungan
BPOM.
c. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama,
hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi
d. Pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana
e. Koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan
advokasi hukum
f. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik/ kekayaan negara dan layanan
pengadaan barang/jasa
g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
1. Sekretariat utama terdiri dari : Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Hukum
dan Organisasi, Biro Kerjasama, Biro Umum dan Sumber Daya Manusia, Biro
Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan.
2.5.3 Deputi I Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Zat Adiktif
Dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Deputi Bidang
Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. Deputi Bidang Pengawasan Obat,
Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif dipimpin oleh Deputi. Dalam
melaksanakan tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi untuk penyusunan kebijakan,
Universitas Indonesia
8

pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian


bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang
Pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar meliputi standarisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; serta beberapa tugas khusus yang
diberikan oleh Kepala Badan.
2.5.4 Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik
Dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik mempunyai tugas
menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan. Dalam melaksanakan tugas
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik
menyelenggarakan fungsi untuk pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan
evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan
selama beredar meliputi standarisasi, registrasi, pengawasan produksi dan
pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik; serta
fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan.
2.5.5 Deputi III Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Deputi Bidang
Pengawasan Pangan Olahan mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan pangan olahan. Dalam melaksanakan
tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan menyelenggarakan fungsi untuk
untuk pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di
bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar meliputi
standarisasi, registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi pangan
olahan, serta fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan.

Universitas Indonesia
9

2.5.6 Deputi IV Bidang Penindakan


Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Deputi IV
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM. Deputi Bidang
Penindakan mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Dalam melaksanakan tugas Deputi Bidang
Penindakan menyelenggarakan fungsi untuk untuk pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan
supervisi, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan sebelum beredar
dan pengawasan selama beredar meliputi cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan
terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan; serta fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan.
2.5.7 Inspektorat Utama
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 26 Tahun 2017, Inspektorat
utama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan yang dipimpin
oleh Inspektur Utama. Inspektorat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan
pengawasan internal di lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas Inspektorat
Utama menyelenggarakan fungsi untuk penyusunan kebijakan teknis pengawasan
intern; pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit,
review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; pelaksanaan
pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Kepala; penyusunan laporan hasil
pengawasan; dan pelaksanaan administrasi Inspektorat Utama.
2.5.8 Pusat Data dan Informasi Obat dan Makanan
Pusat Data dan Informasi Obat dan Makanan terdiri atas (Kepala Badan POM,
2017a):
a. Bidang Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi;
b. Bidang Sistem Informasi;
c. Bidang Tata Kelola Data dan Informasi;
d. Subbagian Tata Usaha; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
10

2.5.9 Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional


Pusat pengujian obat dan makanan nasional melakukan pemeriksaan secara
laboratorium, pengembangan prosedur pengujian dan penilaian mutu produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan bahan berbahaya. Pusat
Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri atas (Kepala Badan
POM, 2017a):
1. Bidang Kimia Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif;
2. Bidang Kimia Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik;
3. Bidang Kimia Pangan dan Air;
4. Bidang Mikrobiologi dan Biologi Molekuler;
5. Bidang Baku Pembanding;
6. Subbagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional
2.5.10 Pusat Pengembangan SDM Pengawasan Obat dan Makanan
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengawasan Obat dan Makanan
terdiri atas (Kepala Badan POM, 2017a):
1. Bidang Standardisasi dan Penilaian Kompetensi Sumber Daya Manusia;
2. Bidang Perencanaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Manusia;
3. Subbagian Tata Usaha; dan
4. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.5.11 Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan
Pusat riset dan kajian obat dan makanan melaksanakan penyusunan kebijakan
teknis, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang riset dan kajian
Obat dan Makanan. Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan terdiri atas (Kepala
Badan POM, 2017a):
1. Bidang Riset dan Kajian Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif;
Universitas Indonesia
11

2. Bidang Riset dan Kajian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan


Kosmetik;
3. Bidang Riset dan Kajian Pangan Olahan;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional
2.5.12 Unit Pelaksana Teknis
Berdasarkan PerKa BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Unit Pelaksana Teknis berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala BPOM, yang dibina secara teknis oleh Deputi dan secara administratif oleh
Sekretaris Utama untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis
penunjang di lingkungan BPOM. Unit pelaksana teknis dipimpin oleh kepala unit
pelaksana teknis. Pembentukan unit pelaksana teknis ditetapkan oleh Kepala setelah
mendapat persetujuan tertulis dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang aparatur negara. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan terdiri atas dua klasifikasi, yaitu Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terdiri dari dua tipe yaitu (Kepala
Badan POM, 2014):
1. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan tipe A. Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan tipe A terdiri atas:
a. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Produk Komplemen;
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya;Bidang Pengujian
Mikrobiologi;
c. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan;
d. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen; dan
e. Subbagian Tata Usaha.
2. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan tipe B. Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan tipe B terdiri atas:
Universitas Indonesia
12

2 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,


Kosmetik, dan Produk Komplemen;
3 Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya, dan Mikrobiologi;
4 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan;
5 Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen; dan Subbagian
Tata Usaha
Unit Pelaksana Teknis memiliki fungsi yaitu (Kepala Badan POM, 2014):
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk compliment, pangan dan bahan berbahaya
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi.
5. Pelaksanaan penyidikan dan penyelidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan sesuai tugasnya

2.6 Budaya Organisasi BPOM


Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugasnya. Budaya organisasi BPOM adalah sebagai berikut (Badan POM, 2019):
1. Profesional

Universitas Indonesia
13

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan


dan komitmen yang tinggi.
2. Integritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan.
2. Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
3. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
4. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
5. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

2.7 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM)


Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM RI
merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan
post-market. Dalam melakukan Pengawasan Obat dan Makanan, BPOM RI tidak
dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan
pemangku kepentingan lainnya mencakup masyarakat dan produsen. Terdapat 7
prinsip dasar dari Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yaitu sebagai
berikut (Badan POM, 2019):
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tindakan risiko dan berbasis bukti-
bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4. Berskala nasional/lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional.
6. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
Universitas Indonesia
14

7. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang


berkolaborasi dengan jaringan global.
8. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas
dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif,
semenjak awal proses suatu produk sampai produk tersebut beredar di tengah
masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan
SisPOM tiga lapis yakni (Badan POM, 2019):
1. Subsistem pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara
produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk
penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen
bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila
terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka
produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro justisia.
2. Subsistem pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan
kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang
digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh
masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah
yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk.
Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan
kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap
penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang
pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga
kualitasnya.
3. Subsistem pengawasan Pemerintah/Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi;
penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di
Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang
Universitas Indonesia
15

beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.

2.8 Kebijakan Strategis (Badan POM, 2019)


Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai
BPOM, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta
infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu lima tahun (2015-2019) ke
depan diharapkan BPOM akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
2.8.1 Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan
post-market. Sistem itu terdiri dari:
a. Standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan
kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi
dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar
yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri.
3 Penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk
sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan
diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan
agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional.
4 Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat
konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan
dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar,
serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu,
konsisten, dan terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara
nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini
Universitas Indonesia
16

melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit


terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan
(Pos POM).
5 Pengujian laboratorium. Produk yang di-sampling berdasarkan risiko
kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan
Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan
sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan
untuk ditarik dari peredaran.
e. Penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan
hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun
investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan pro justisia
dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang
untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk
dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap
pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.
2.8.2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan, dan partisipasi masyarakat.
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait
dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu
dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik. Pengawasan
oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan
bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat
dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui
proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Tanpa meninggalkan tugas utama
pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk
memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, clearing
house, dan pendampingan regulatory. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama
yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan identifikasi tingkat
Universitas Indonesia
17

kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan


kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber
daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas
yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan
program kerjasama. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah
merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai POM
sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan, BB/Balai
POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait, setidaknya dua
kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan untuk pertemuan koordinasi dalam
pengawalan obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
2.8.3 Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM.
Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/
organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat
ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Penataan tata
laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem dan prosedur
kerja. Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu dilakukan
penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini
pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang dimulai
dari penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pola karir, pangkat, dan
jabatan, pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, promosi-mutasi,
penghargaan, penggajian, dan tunjangan, perlindungan jaminan pensiun dan jaminan
hari tua, sampai dengan pemberhentian.

2.9 Target Kinerja


Indikator Kinerja Utama BPOM selama lima tahun (2015-2019) adalah (Badan POM,
2019):
a. Persentase obat yang memenuhi syarat;
b. Persentase makanan yang memenuhi syarat;
c. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya;
Universitas Indonesia
18

d. Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin


keamanan pangan; dan
e. Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM.

2.10 Inti Kegiatan BPOM RI


Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat tiga inti kegiatan atau
pilar lembaga BPOM, yakni (Kepala Badan POM, 2017b):
1. Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar
(pre-market) melalui:
a. Perkuatan regulasi, standar dan pedoman pengawasan obat, Obat
dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha
untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku;
b. Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan Makanan Obat dan
Makanan yang diselesaikan tepat waktu;
c. Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan
Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini;
dan
d. Penguatan kapasitas laboratorium BPOM.
2. Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-
market) melalui:
a. Pengambilan sampel dan pengujian;
b. Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi
Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar
(BB)/Balai POM, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya;
c. Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang
Obat dan Makanan di pusat dan balai.
3. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi
serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan

Universitas Indonesia
19

dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan


di pusat dan balai melalui:
a. Public warning;
b. Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi
dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat
dan Makanan, serta;
c. Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi
serta kerjasama dengan masyarakat dan berbagai pihak/lembaga
lainnya.

Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Deputi Penindakan


Deputi Bidang Penindakan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala. Deputi Bidang Penindakan dipimpin oleh seorang Deputi. Di dalam Deputi
Bidang Penindakan, terdapat tiga direktorat yaitu Direktorat Pengamanan, Direktorat
Intelijen Obat dan Makanan, dan Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan. Deputi
Bidang Penindakan BPOM RI, mempunyai fungsi cegah tangkal, intelijen, dan
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan. Kehadiran Deputi Bidang Penindakan khususnya
Direktorat Penyidikan diharapkan menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan
efektivitas pemberantasan kejahatan Obat dan Makanan (Kepala Badan POM,
2017a).

3.2 Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan (Kepala Badan POM, 2017a)
Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tiga subdirektorat,
yaitu Sub-direktorat Penyidikan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif; Sub-direktorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,
Kosmetik, dan Pangan Olahan; dan Subdirektorat Barang Bukti.
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan
Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
kriteria, serta evaluasi dan pelaporan di bidang penyidikan Obat dan Makanan.
3.2.2 Struktur Organisasi Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan

20 Universitas Indonesia
21

[Sumber: BPOM, 2019]


Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan

Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan terdiri atas:


a. Subdirektorat Penyidikan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif;
b. Subdirektorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik,
dan Pangan Olahan;
c. Subdirektorat Barang Bukti; dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.

3.3 Subdirektorat Penyidikan ONAPZA (Kepala Badan POM, 2017a)


3.3.1 Tugas Subdirektorat Penyidikan ONAPZA (Obat, Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Zat Adiktif)
Subdirektorat Penyidikan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, serta

Universitas Indonesia
22

evaluasi dan pelaporan di bidang penyidikan obat, narkotika, psikotropika,


prekursor, dan zat adiktif.
3.3.2 Fungsi Subdirektorat Penyidikan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Zat Adiktif
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penyidikan Obat, Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang penyidikan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
2. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang penyidikan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
3. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
penyidikan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; dan
4. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penyidikan
obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif

3.4 Subdirektorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,


Kosmetik, dan Pangan Olahan (Kepala Badan POM, 2017a)
3.4.1 Tugas Subdirektorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,
Kosmetik, dan Pangan Olahan
Sub-direktorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik,
dan Pangan Olahan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria,
serta evaluasi dan pelaporan di bidang penyidikan obat tradisional, suplemen
kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

3.4.2 Fungsi Subdirektorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,


Kosmetik, dan Pangan Olahan
1. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penyidikan Obat
Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Pangan Olahan
menyelenggarakan fungsi:

Universitas Indonesia
23

2. Penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang penyidikan obat


tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan;
3. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang penyidikan obat
tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan;
4. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang penyidikan obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan; dan
5. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penyidikan
obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

3.5 Subdirektorat Barang Bukti (Kepala Badan POM, 2017a)


3.5.1 Tugas Subdirektorat Barang Bukti
Barang Bukti mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, serta
evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan barang bukti.
3.5.2 Fungsi Subdirektorat Barang Bukti
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Barang Bukti
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pengelolaan barang
bukti;
2. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan barang
bukti;
3. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pengelolaan barang bukti;
4. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengelolaan
barang bukti; dan
5. Pelaksanaan urusan tata operasional Direktorat.

Universitas Indonesia
BAB 4
PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan


Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu mulai
tanggal 11 Maret 2019 sampai dengan 28 Maret 2019 di Direktorat Penyidikan Obat
dan Makanan BPOM RI.

4.2 Kegiatan
Seluruh kegiatan yang dilakukan selama Praktik Kerja Profesi di Direktorat
Penyidikan Obat dan Makanan BPOM RI, termasuk pelaksanaan tugas khusus dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di BPOM
Hari Tanggal Uraian Kegiatan
Senin 11 Maret 2019 - Pretest
- Kuliah umum:
1. Kuliah Umum PKPA Maret 2019
2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik
3. Biro Hubungan Masyarakat dan
Dukungan Strategis Pimpinan
(HDSP)
4. Direktorat Intelijen Obat dan
Makanan
5. Direktorat Registrasi Obat
6. Direktorat Pengawasan Produksi
Obat, Narkotika, Psikotropika, dan

24 Universitas Indonesia
25

Prekursor
7. Direktorat Pengawasan Distribusi dan
Pelayanan Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
8. Direktorat Pengawasan Pangan Risiko
Rendah dan Sedang
Selasa 12 Maret 2019 Kuliah umum:
1. Direktorat Pengawasan Keamanan,
Mutu dan Ekspor Impor Obat,
Narkotika, Psikotropika,
Prekursor,dan Zat Aktif
2. Direktorat Registrasi Obat
Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik
3. Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional dan Suplemen Kesehatan
4. Direktorat Pengawasan Kosmetik
5. Direktorat Standardisasi Obat,
Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Zat Adiktif (NAPZA)
6. Direktorat Standardisasi Pangan
Olahan
7. Pusat Pengembangan Pengujian Obat
dan Makanan Nasional (PPPOMN)
BPOM
8. Direktorat Pengawasan Pangan Risiko
Tinggi dan Teknologi Baru
Rabu 13 Maret 2019 Kuliah umum:
1. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat
dan Pelaku Usaha (PMPU)
Universitas Indonesia
26

2. Direktorat Pengamanan
3. Direktorat Penyidikan
4. Direktorat Registrasi Pangan Olahan
5. Pusat Riset dan Kajian Obat dan
Makanan
Kamis 14 Maret 2019 1. Pelaksanaan kegiatan PKPA di
Direktorat Penyidikan BPOM
(Gedung I)
2. Studi pustaka undang-undang dan
peraturan yang digunakan pada
direktorat penyidikan
Jumat 15 Maret 2019 1. Presentasi Pengenalan Direktorat
Penyidikan
2. Pemberian tugas pembuatan infografis
Senin 18 Maret 2019 1. Pembuatan infografis
2. Pengerjaan laporan PKPA
Selasa 19 Maret 2019 1. Pembuatan dan pengumpulan desain
infografis
2. Pengerjaan laporan PKPA
Rabu 20 Maret 2019 1. Menyusun surat untuk Loka POM
2. Pengerjaan draft laporan tahunan
3. Pengerjaan laporan PKPA
Kamis 21 Maret 2019 1. Pengerjaan draft laporan tahunan
2. Pengerjaan laporan PKPA
Jumat 22 Maret 2019 1. Pengerjaan laporan dan Presentasi
PKPA
2. Rekap data barang bukti
Senin 25 Maret 2019 1. Pengerjaan laporan dan Presentasi
PKPA
2. Rekap data barang bukti
Universitas Indonesia
27

Selasa 26 Maret 2019 1. Pengerjaan laporan dan Presentasi


PKPA
2. Rekap data barang bukti
Rabu 27 Maret 2019 1. Presentasi Peserta PKPA
Kamis 28 Maret 2019 1. Presentasi Peserta PKPA
2. Post test

Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN

Perkembangan kejahatan dalam lingkungan strategis global, yaitu kejahatan


kemanusiaan, kejahatan lintas negara dan kejahatan dunia maya semakin meningkat
saat ini. Hal ini dipengaruhi oleh motif ekonomi dan untuk mengganggu stabilitas
negara. Oleh karena itu, diperlukan adanya perkuatan terhadap pengawasan obat dan
makanan dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat
Indonesia, dan untuk mendukung daya saing nasional dengan adanya penguatan
kelembagaan di bidang pengawasan obat dan makanan, sehingga dibentuk Badan
Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disingkat BPOM, lembaga
pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan
Makanan, Badan POM berperan dalam menjalankan fungsi (Presiden RI, 2017):
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah;
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;
i. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BPOM;
28 Universitas Indonesia
29

j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan


k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan BPOM.
Kewaspadaan dan penegakan hukum diperlukan untuk melindungi
masyarakat terhadap obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat mutu, aman dan
berkhasiat (seperti penyalahgunaan obat, OT berbahan kimia, dan tidak terdapat NIE
pada produk), sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan, intelijen, penyidikan,
dan cyber patrol dengan dibentuknya Deputi Bidang Penindakan oleh BPOM
(Presiden RI, 2017). Terdapat 3 Direktorat pada deputi penindakan, yaitu Direktorat
Pengamanan, Direktorat Intelijen Obat dan Makanan, dan Direktorat Penyidikan Obat
dan Makanan.
Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Direktur.
Tugas penyidikan Obat dan Makanan dibagi ke dalam tiga subdirektorat, yaitu
Subdirektorat Penyidikan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif;
Subdirektorat Penyidikan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan
Pangan Olahan; dan Subdirektorat Barang Bukti. Struktur organisasi Direktorat
Penyidikan Obat dan Makanan terdapat pada Gambar 3.1.
Menurut Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti-
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya. Proses penyidikan dilakukan oleh penyidik, yaitu
pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS)
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan (Kepala Kepolisian RI, 2010).
Pada pelaksanannya di Direktorat Penyidikan, sebagian PPNS diisi oleh
pejabat yang ahli dibidang farmasi, yaitu seorang apoteker. Apoteker memiliki
pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam mengevaluasi produk obat dan
makanan yang tidak memenuhi persyaratan yang telah beredar di pasaran, agar tidak
mengandung bahan berbahaya, tidak merupakan produk ilegal, dan teregstrasi di
Universitas Indonesia
30

BPOM RI, yang jika terbukti memenuhi unsur pidana dapat diproses lebih lanjut oleh
penyidik. Kemampuan analisis seorang apoteker di bidang farmasi ini menjadi peran
penting untuk memulai suatu penyidikan obat dan makanan baik secara online
maupun offline dan juga dalam upaya melakukan perlindungan terhadap konsumen.
Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan berperan dalam melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan penyidikan hingga penyelesaian perkara hingga tahap
penyerahan tersangka dan barang bukti sampai proses pengadilan, pengelolaan
barang bukti, dan manajemen PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) (Kepala Badan
POM, 2017a). Biasanya tindak pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang biasa
ditangani oleh penyidik Kepolisian. Tindak pidana dapat diketahui dari empat
kemungkinan, yaitu:
a. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana),
b. Karena laporan (Pasal 1 butir 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana),
c. Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana)
d. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik
mengetahui terjadinya delik, seperti baca surat kabar, dengar berita di radio,
dengar orang bercerita dan lain-lain (Makarao dan Suhasril, 2002)
Dalam pelaksanaannya, PPNS di Direktorat Penyidikan memperoleh
informasi dari Direktorat Pengawasan di Deputi 1, 2, dan 3, Direktorat Intelijen dari
investigasi di lapangan, serta jika terdapat laporan/pengaduan dari masyarakat. Dalam
melakukan tugasnya, PPNS menggunakan dasar hukum yang tertuang dalam UU
Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU Nomor 36
Tentang Kesehatan, dan UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Setelah mendapat informasi yang cukup lengkap dan disertai dengan bukti
yang kuat tentang adanya pelanggaran hukum, Direktorat Penyidikan akan memulai
penyidikan berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Universitas Indonesia
31

Penyidikan merupakan sebuah proses yang harus independen dan tidak boleh
ada intervensi. Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil bidang kesehatan
khususnya penyidik Balai Besar Pengawas Obat dan Makan dalam melakukan
penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 189 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan terdiri dari:
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
tindak pidana dibidang kesehatan;
3. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak
pidana dibidang kesehatan.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana bidang kesehatan;
4. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana dibidang kesehatan;
5. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak
pidana dibidang kesehatan;
6. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam
perkara tindak pidana dibidang kesehatan;
7. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang kesehatan;
8. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana dibidang kesehatan.
Operasi penindakan yang dilakukan adalah melakukan penggeledahan,
penyitaan serta penangkapan dan penahanan dengan bantuan Koordinator Pengawas
(Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Hasil pengamatan selama PKPA di Direktorat
Penyidikan, terdapat operasi penindakan yang dilakukan oleh PPNS di beberapa
daerah Jabodetabek terhadap produk makanan impor ilegal yang masih menggunakan
kemasan asli dan tidak teregistrasi secara resmi di Indonesia. Barang bukti tersebut
disita dan disimpan di ruang pemeriksaan oleh penyidik. Untuk keperluan pembuatan
berkas perkara, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi serta
permintaan penjelasan kepada ahli. Seluruh berkas yang meliputi resume Berkas
Perkara, Laporan Kejadian, Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyidikan, Surat
Universitas Indonesia
32

Permohonan Bantuan Pendampingan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan


Badan POM, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Korwas PPNS Bareskrim
POLRI, Berita Acara untuk setiap proses penyidikan, serta daftar tersangka dan
barang bukti dikumpulkan untuk disusun menjadi suatu berkas perkara.
Berkas perkara tersebut kemudian diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU)
melalui korwas PPNS (Tahap I). Kemudian dilakukan Gelar Perkara yang merupakan
analisa kasus dan analisa yuridis berdasarkan temuan fakta-fakta yang membuat
terang siapa tersangkanya dan unsur pasal tindak pidana Obat dan Makanan yang
telah diperbuatnya. Di dalam Gelar Perkara, dilakukan presentasi terhadap kasus yang
akan dibicarakan, yang diperkuat dengan adanya alat bukti yang sah beserta barang
bukti serta diskusi mendalam tentang pemenuhan unsur pasal yang dikenakan serta
alat bukti yang diperoleh, termasuk solusi dari kendala yang dihadapi dalam
pemenuhan unsur pasal tersebut. Berkas Perkara yang telah lengkap kemudian
diserahkan ke JPU. Tahap selanjutnya adalah penyerahan tersangka dan barang bukti
ke JPU melalui Korwas PPNS (Tahap II) serta Monitoring dan Evaluasi Penyidikan.
Hasil penyidikan BPOM RI dapat dilihat di alamat website
www.pom.go.id/penyidikan.
Barang bukti yang diserahkan ke JPU harus dikelola dan didata dengan baik
agar barang tersebut tidak hilang atau pemusnahan barang bukti yang tidak terpakai
terdata, karena hilangnya barang bukti dapat menyebabkan sulitnya dilakukan gelar
perkara (Presiden RI, 1981). Data barang bukti dari setiap Balai Pengawas Obat dan
Makanan juga dapat digunakan sebagai data untuk pembuatan peta rawan kasus pada
Direktorat Pengamanan dan juga dapat dijadikan fokus penyidikan dan operasi
berikutnya.
Dalam Deputi Bidang Penindakan sangat diperlukan kolaborasi yang baik di
Lintas Sektor maka dari itu dilakukan Koordinasi untuk menyamakan presepsi dari
setiap sektor tentang pentingnya Pengawasan Obat dan Makanan. Di era industri 4.0
pengawasan obat dan makanan harus semakin ditingkatkan dikarenakan semakin
meningkatnya peredaran obat dan makanan ilegal secara daring (online). Maka dari
itu dengan berjalannya koordinasi lintas sektor yang baik diharapkan dapat
Universitas Indonesia
33

menurunkan demand dari konsumen dan juga supply obat dan makanan dapat
terkendali sehingga mengurangi produk ilegal yang beredar di pasar.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Penyidikan Obat dan
Makanan nantinya akan dibuat laporan setiap tahunnya yang disebut sebagai laporan
tahunan. Laporan tahunan ini berisi highlight kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat
Penyidikan Obat dan Makanan pada tahun tersebut. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pelatihan, koordinasi lintas sektor, operasi gabungan, operasi internasional (OPSON,
PANGEA, dan STORM) beserta hasilnya dan kegiatan lainnya.

Universitas Indonesia
BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan, dapat ditarik kesimpulan antara
lain:

a. Peran dan fungsi apoteker di bidang pemerintahan terutama Badan POM


antara lain berperan dalam mengevaluasi sediaan farmasi seperti produk
Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan juga sediaan diluar itu
seperti kosmetik dan pangan. Pada pengawasan pre market dan pengawasan
post market apoteker berperan dalam melakukan audit komprehensif dari
Hulu-Hilir secara rutin dan insidentil, pengujian sampel, monitoring efek
samping obat (MESO), monitoring efek samping obat tradisional (MESOT)
b. Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang apoteker di lingkungan
pemerintahan antara lain adalah pengetahuan mengenai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tangkas dalam menganalisis masalah, dan solutif.
c. Permasalahan yang umum terjadi tentang pekerjaan kefarmasian di lembaga
pemerintahan, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah adanya
penyalahgunaan wewenang ataupun adanya pelaku usaha tanpa izin yang
melaksanakan pekerjaan kefarmasian serta objek pengawasan yang begitu
banyak tidak diseimbangi dengan kapasitas SDM yang memadai sehingga
Badan POM RI harus dapat memaksimalkan kontribusi ketiga pilar tersebut
dalam mewujudkan SisPOM untuk membantu kinerja Badan POM.
d. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti-
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Luaran yang dihasilkan oleh

34 Universitas Indonesia
35

Penyidik Pegawai Negeri Sipil BPOM RI dari kegiatan penindakan yang


dilakukan selama operasi adalah berkas perkara yang merupakan bagian
penting yang dibutuhkan dalam pengadilan pidana. Kewenangan yang
dimiliki oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan BPOM terdapat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

6.2 Saran
Saran perbaikan yang dapat diberikan Badan POM RI adalah sebagai berikut:
a. Program PKPA untuk Badan POM sebaiknya sesuai dengan waktunya
agar mahasiswa juga mendapatkan lebih banyak waktu untuk
mengeksplorasi BPOM untuk memahami pelaksanaan kegiatan di
setiap Direktorat secara aktual.
b. Untuk Direktorat Penyidikan sebaiknya disiapkan format untuk
pencatatan barang bukti hal ini untuk mengefisienkan waktu
perekapan data barang bukti.
c. Untuk kedepannya mungkin Badan POM bisa membuat kebijakan
untuk kemasan untuk masyarakat dengan kebutuhan khusus, atau
membuat aplikasi yang bisa mempermudah masyarakat kebutuhan
khusus mengetahui obat atau makanan yang mereka gunakan.

Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN

BPOM RI. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Jakarta:
BPOM RI.
BPOM RI. (2017a). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. (2017b). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 tahun 2017
tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. (2019). Profil Badan POM. Diakses dari http://pom.go.id pada 13 Mei 2019.
Kepala Kepolisian RI. (2010). Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil. Jakarta: Kepolisian Negara Republik Indonesia.
M. Taufik Makarao dan Suhasril. (2004). Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek.
Jakarta. Ghalia Indonesia.
Presiden RI. (1981). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sekretariat
Negara
Presiden RI. (1997). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta:
Sekretaris Kabinet.
Presiden RI. (1999). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Jakarta: Sekretaris Negara.
Presiden RI. (2009a). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Presiden RI. (2009b). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta:
Sekretariat Negara.

36 Universitas Indonesia
37

Presiden RI. (2012). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Presiden RI. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2017 tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN

66
Lampiran 1. Tugas Khusus

UNIVERSITAS INDONESIA

DESAIN INFOGRAFIS KOSMETIK ILEGAL DI


DIREKTORAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN
PERIODE BULAN MARET TAHUN 2019

LAPORAN TUGAS KHUSUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019
i Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Deputi Penindakan ......................................................................................... 3
2.2 Ketentuan Pidana ........................................................................................... 4
2.3 Operasi Penyidikan ........................................................................................ 4
2.3 Infografis ........................................................................................................ 5
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ........................................................................ 7
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ..................................................... 7
3.2 Metode Pelaksanaan....................................................................................... 7
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................. 8
BAB 5 PENUTUP..................................................................................................... 12
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 12
5.2.1 Saran ............................................................................................................ 12
DAFTAR ACUAN .................................................................................................... 13

ii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Desain Infografis 1 Peredaran Kosmetik Ilegal Online ..................... 10


Gambar 4.2 Desain Infografis 2 Peredaran Kosmetik Ilegal Online ..................... 11

iii Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Badan POM memiliki visi yaitu obat dan makanan aman meningkatkan
kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Misi Badan POM yaitu meningkatkan
sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat,
mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat
dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan
meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM (Kepala Badan POM, 2019a).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan, dibentuk Deputi Bidang Penindakan. Salah satu tugas deputi bidang
penindakan adalah melakukan pemberantasan kejahatan di bidang obat dan makanan
(Kepala Badan POM, 2017).
Kejahatan terhadap obat dan makanan adalah perbuatan yang melanggar atau
tidak sesuai dengan peraturan/ketentuan/regulasi di bidang obat dan makanan serta
sudah masuk ke dalam kejahatan kemanusiaan. Obat dan makanan ilegal sangat
berbahaya untuk tubuh manusia karena dapat menimbulkan cacat pada tubuh sampai
dengan risiko kematian(Kepala Badan POM, 2016).. Terjadi peningkatan temuan di
bidang obat dan makanan dari temuan perkara obat dan makanan oleh direktorat
penyidikan pada tahun 2018 sebanyak 277 perkara dengan temuan perkara kosmetik
yang terbesar yaitu 99 perkara atau sekitar 35,74%.
Kosmetik ilegal adalah kosmetik yang tidak ternotifikasi di Badan POM
dan/atau yang mengandung bahan berbahaya (Presiden RI, 2009). Salah satu upaya
yang perlu diterapkan untuk memberantas peredaran kosmetik illegal yaitu dengan
koordinasi lintas sektor penegakan hukum tindak pidana obat dan makanan.
Koordinasi lintas sektor ini dilakukan untuk menyamakan persepsi terhadap kejahatan
obat dan makanan. Salah satu bentuk upaya koordinasi yang dilakukan oleh
Direktorat Penyidikan adalah dengan membuat infografis, yaitu menyajikan

1 Universitas Indonesia
2

kumpulan data dengan konsep visual yang terdiri dari teks dengan tambahan gambar
dan grafik sehingga informasi menjadi singkat dan jelas.
1.2 Tujuan
Tugas khusus yang diberikan pada saat Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Direktorat Penyidikan BPOM RI memiliki tujuan untuk mengetahui dan
memahami penyiapan desain infografis peredaran kosmetik ilegal secara online di
Direktorat Penyidikan untuk keperluan koordinasi lintas sektor dalam rangka
persamaan persepsi terhadap kejahatan obat dan makanan.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deputi Penindakan


Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan (Presiden RI, 2017).
Dalam melaksanakan tugas Deputi Bidang Penindakan menyelenggarakan fungsi
untuk untuk pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan di bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar
meliputi cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan; serta
fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan (Presiden RI, 2017). Deputi
Penindakan terbagi ke dalam 3 Direktorat, yaitu Direktorat Pengamanan, Direktorat
Intelijen Obat dan Makanan, dan Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan.
Direktorat Pengamanan berperan dalam melaksanakan kajian dan analisis
tren serta prediksi perkembangan modus dan motif kejahatan termasuk pembentukan
dan pembinaan jaringan dalam skala lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Melaksanakan kegiatan intelejen berupa investigasi dan membuat profil kejahatan di
bidang obat dan makanan meliputi motif, modus, jaringan dan pengelolaan informasi
merupakan tanggung jawab Direktorat Intelijen Obat dan Makanan. Direktorat
Penyidikan Obat dan Makanan berperan dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan penyidikan hingga penyelesaian perkara hingga tahap penyerahan
tersangka dan barang bukti sampai proses pengadilan, pengelolaan barang bukti, dan
manajemen PPNS (Kepala Badan POM, 2017).

3 Universitas Indonesia
4

2.2 Ketentuan Pidana


Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Sediaan farmasi
yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia
atau buku standar lainnya. Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang
ditentukan. Dalam Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kemudian pada Pasal 197 UU No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).

2.3 Operasi Penyidikan


Direktorat penyidikan berperan dalam melakukan operasi pemberantasan obat
dan makanan ilegal. Beberapa operasi yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. OPGABNAS, merupakan Operasi Gabungan Nasional yang dilaksanakan
satu kali setiap tahun secara serempak di seluruh Indonesia, pada hari
yang sama atas perintah langsung Kepala Badan POM RI. Waktu
pelaksanaan ditentukan secara rahasia oleh Badan POM RI. Setiap
temuan operasi akan ditindaklanjuti secara pro-justitia.
b. OPGABDA, merupakan sandi Operasi Gabungan Daerah bersifat
kewilayahan yang dilaksanakan oleh masing-masing Balai Besar/Balai
POM RI sesuai dengan perencanaan masing-masing Balai Besar/Balai
POM RI. Pelaksanaan diserahkan kepada masing-masing Kepala Balai
Universitas Indonesia
5

Besar/Balai POM RI. Setiap temuan operasi dapat ditindaklanjuti secara


pro-justitia dan/atau sanksi administratif.
c. PANGEA, merupakan upaya pemberantasan obat ilegal online. Operasi
Pangea bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan
menerapkan tindakan kehati-hatian terhadap kemungkinan peredaran obat
ilegal dan palsu. Operasi Pangea umumnya dilaksanakan dalam waktu
yang singkat, kurang lebih satu bulan.
d. STORM, merupakan operasi multi negara dalam memerangi kejahatan
terorganisasi dibidang pemalsuan sediaan farmasi di Asia Tenggara dan
sekitarnya yang menitikberatkan pada pemberantasan obat, obat
tradisional, kosmetika, dan suplemen kesehatan ilegal termasuk palsu.
Pelaksanaan Operasi Storm kurang lebih dua bulan.
e. OPSON, merupakan operasi pemberantasan pangan palsu, ilegal, dan
substandar yang dikoordinir oleh INTERPOL. Pelaksanaan Operasi
Opson dilakukan oleh Balai Besar POM dibawah perintah dan koordinasi
Badan POM RI dengan waktu yang ditentukan kurang lebih selama tiga
bulan.

2.3 Infografis
Penyampaian informasi yang berkembang melalui sebuah gambar maka
jangkauan pesan bisa lebih lama ketika disampaikan kepada orang lain. Salah satu
bentuk visualisasi adalah adanya sebuah Infografis. Grafis informasi atau infografis
adalah representasi visual data atau pengetahuan yang dimaksudkan untuk
menyajikan informasi yang kompleks dengan cepat dan jelas (Newsom dan Haynes,
2004). Infografis sebagai ilmu tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu desain
komunikasi visual, ilmu komputer grafis, interaksi hubungan dengan manusia serta
ilmu pengetahuan lainnya yang erat sebagai sumber permasalahannya. Perkembangan
infografis sebagai teknik visual dapat membantu sajian informasi dalam bentuk
pemberitaan atau penyampaian pesan dalam bidang komunikasi visual. Gambar
dalam desain grafis dapat memperjelas masalah, memberi pengertian,
Universitas Indonesia
6

merepresentasikan apa yang kita gagas, lihat dan bayangkan. Terdapat beberapa
karakteristik dalam infografis yang berhubungan dengan pemberitaan, karakteristik
tersebut menjadi pemahaman dasar dalam merumuskan sumber berita yang ada
hubungannya dengan perencanaan visual, yaitu meliputi (Mohamad Taufik, 2012):
1. Sumber informasi yang objektif dapat memberikan pengertian yang
tepat dalam bentuk infomasi yang terbuka dan bebas.
2. Mudah untuk dimengerti tentang runtut suatu peristiwa.
3. Isi informasi disajikan kedalam bentuk seni visual yang baik.
4. Mencari atau menciptakan element grafis yang tepat..
5. Menseleksi data yang perlu disampaikan.
Penggunaan infografis dapat diaplikasikan dalam presentasi, laporan tahunan,
konten penelitian, blog, dan newsletter. Tidak hanya grafik, beberapa infografis yang
menarik juga menggunakan diagram, simbol, dan ilustrasi. Penting untuk dipahami
bahwa (Smicklas 2012). Infografis adalah media yang baik untuk menyampaikan
pesan atau wawasan dan dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi internal.
Pesan yang disampaikan melalui teks dan diolah secara visual memiliki kekuatan
pesan. Desain infografis saat proses produksinya dilakukan dengan cara manual,
karena fokus pada presentasi maka tidak perlu menggunakan software khusus untuk
proses pembuatan elemen di dalamnya (Febrianto Saptodewo, 2014).

Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan tugas khusus dilakukan selama masa Praktik Kerja Profesi
Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dilaksanakan pada tanggal 11
Maret 2019 sampai dengan 28 Maret 2019.

3.2 Metode Pelaksanaan


Membuat Desain infografis peredaran kosmetik ilegal secara online untuk
koordinasi lintas sektor penegakan hukum tindak pidana obat dan makanan.
Infografis dibuat berdasarkan data-data yang telah disediakan oleh Direktorat
Penyidikan Badan POM RI.

7 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam upaya meningkatkan pengawasan terhadap kejahatan obat dan


makanan dan meningkatkan kelembagaan BPOM sesuai misi BPOM, maka sesuai
Peraturan Presiden No . 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan
dibentuk Deputi Bidang Penindakan. Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas
menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan penindakan terhadap
pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat
dan Makanan (Presiden RI, 2017). Deputi penindakan terbagi ke dalam 3 direktorat,
yaitu direktorat pengamanan, direktorat intelijen obat dan makanan, dan direktorat
penyidikan obat dan makanan. Direktorat penyidikan berperan dalam melaksanakan
kajian dan analisis tren serta melakukan prediksi perkembangan modus dan motif
kejahatan termasuk pembentukan dan pembinaan jaringan dalam skala lokal,
nasional, regional, maupun internasional.
Kejahatan obat dan makanan sudah masuk ke dalam kejahatan kemanusiaan.
Obat dan makanan ilegal sangat berbahaya untuk tubuh manusia karena dapat
menimbulkan cacat pada tubuh sampai dengan risiko kematian (Kepala Badan POM,
2016). Di era industri 4.0 pengawasan obat dan makanan harus semakin ditingkatkan
dikarenakan semakin meningkatnya peredaran obat dan makanan ilegal secara daring
(online). Oleh karena itu, salah satu upaya pemberantasan obat ilegal online
dilakukan dengan menjalankan Operasi Pangea. Operasi Pangea bertujuan untuk
melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehati-hatian terhadap
kemungkinan peredaran obat ilegal dan palsu. Saat ini direktorat penyidikan telah
melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data peredaran kosmetik ilegal secara
online.
Untuk memberantas peredaran kosmetik ilegal secara online dan tercapainya
visi dan misi Badan POM, perlu dilakukan kerjasama lintas sektor dalam penegakan
hukum tindak pidana obat dan makanan. Kerjasama lintas sektor dilakukan untuk

8 Universitas Indonesia
9

menyamakan persepsi sehingga dapat menentukan strategi yang efektif dalam


memberantas peredaran kosmetik ilegal yang beredar secara online dan terbentuk
satuan tugas (satgas) pemberantasan kosmetik ilegal di tiap provinsi. Salah satu
bentuk kordinasi lintas sektor yang dilakukan direktorat penyidikan adalah
menyajikan data peredaran kosmetik ilegal online menggunakan teknologi informasi
yaitu infografis. Tugas khusus ini membahas mengenai penyiapan desain infografis
peredaran kosmetik ilegal secara online.
Grafis informasi atau infografis adalah representasi visual data atau
pengetahuan yang dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang kompleks dengan
cepat dan jelas (Newsom and Haynes, 2004). Data pada infografis disajikan dengan
grafik, diagram, simbol, dan ilustrasi untuk menyampaikan pesan atau wawasan dan
dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi internal (Febrianto Saptodewo,
2014). Data yang ditampilkan dari infografis berasal dari temuan perkara obat dan
makanan tahun 2018 oleh direktorat penyidikan. Terjadi peningkatan temuan di
bidang obat dan makanan hal ini terlihat dari temuan perkara obat dan makanan tahun
2018 sebanyak 277 perkara dengan temuan perkara kosmetik yang terbesar yaitu 99
perkara atau sekitar 35,74%. Kosmetik ilegal adalah kosmetik yang tidak ternotifikasi
di Badan POM dan/atau yang mengandung bahan berbahaya. Kosmetik ilegal yang
banyak beredar mengandung bahan berbahaya berupa merkuri, hidrokinon, asam
retinoat, serta bahan pewarna merah K3, merah K10 dan Sudan IV. Jumlah temuan
kosmetik ilegal sepanjang tahun 2016 – 2018 sebanyak 285 perkara dengan nilai
ekonomi diatas 130 miliar (Kepala Badan POM, 2019b). Berdasarkan peta rawan
kasus menunjukkan peredaran kosmetik ilegal tersebar di seluruh Indonesia terutama
Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pesatnya globalisasi dalam era
revolusi industri, di sisi lain juga menimbulkan globalisasi di bidang kejahatan.
Temuan website yang menjual kosmetik berdasarkan data hasil Operasi Pangea yang
dilakukan Badan POM dari tahun 2016 - 2018 sebagai berikut :
a. Tahun 2016 (Operasi Pangea IX) sebanyak 214 website
b. Tahun 2017 (Operasi Pangea X) sebanyak 370 website
c. Tahun 2018 (Operasi Pangea XI) sebanyak 684 website
Universitas Indonesia
10

Infografis peredaran kosmetik ilegal secara online dibuat menggunakan aplikasi


yang tersedia online, yaitu www.canva.com. Proses produksinya dilakukan dengan
cara manual, karena fokus pada presentasi maka tidak perlu menggunakan software
khusus untuk proses pembuatannya. Data infografis disajikan dengan grafik, diagram,
simbol, dan ilustrasi. Hasil desain infografis yang dibuat sebagai berikut:

Gambar 4.1 Desain Infografis 1 Peredaran Kosmetik Ilegal Online

Universitas Indonesia
11

Gambar 4.2 Desain Infografis 2 Peredaran Kosmetik Ilegal Online


Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Koordinasi lintas sektor dalam penegakan hukum tindak pidana obat dan
makanan dilakukan dalam upaya menyamakan persepsi terhadap kejahatan obat dan
makanan secara online. Salah satu bentuk koordinasi lintas sektor yang dapat
dilakukan adalah pembuatan infografis peredaran kosmetik ilegal online, yang
memuat data verbal dan visual dengan grafik, diagram, dan ilustrasi. Infografis ini
dibuat berdasarkan data-data dan informasi yang diperoleh dari setiap deputi di
BPOM. Infografis yang baik memuat judul, kata pengantar, informasi verbal,
informasi visual, dan juga sumber atau kredit. Kemudian, infografis didesain dengan
menarik secara manual menggunakan aplikasi atau dapat menggunakan desain yang
telah tersedia secara online.

5.2.1 Saran
BPOM dapat memberikan tambahan waktu bagi peserta PKPA yang
ditempatkan di setiap unit teknis, sehingga materi yang diberikan terkait tugas dan
peran Apoteker di Badan POM khususnya di Direktorat Penyidikan menjadi lebih
dalam.

12 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN

BPOM RI. (2016). Laporan Tahunan 2016 Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. (2017). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. (2019a). Profil Badan POM. Diakses dari http://pom.go.id pada 13 Mei
2019.
BPOM RI. (2019b). Berita Badan POM. Diakses dari http://pom.go.id pada 13 Mei
2019.
Newsom, Doug and Haynes, Jim. (2004). Public Relations Writing: Form and Style.
Kanada: Nelson Education.
Presiden RI. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Presiden RI. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Saptodewo, Febrianto. (2014). Desain Infografis Sebagai Penyajian Data Menarik.
Jakarta: Jurnal Desain.
Taufik, Muhamad. (2012). Infografis Sebagai Bahasa Visual Pada Surat Kabar
Tempo. Semarang: Techno.COM.

13 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai