Anda di halaman 1dari 31

Logam Berat Arsen (As)

Arsen (arsenic)
Arsen merupakan elemen kimia yang terdapat pada lingkungan, termasuk erosi dari
bebatuan yang mengandung arsen, erupsi vulkanik, kontaminasi dari bijih tambang dan
peleburan, atau dari penggunaan pestisida yang mengandung arsen.
Terdapat 2 tipe senyawa arsen di air, makanan, udara, dan tanah, yaitu:
a. Arsen organik (jarang ditemukan, stabil pada pH lingkungan dan berpotensi
teroksidasi. Contohnya:
senyawa metilarsenik: hasil alami dari aktivitas biologis
arsenobetain dan arsenokolin: ditemukan di biota laut dan tahan degradasi kimiawi
(lauwerys et al, 1979)
a. Arsen anorganik (seperti AS2O3 atau AS4O6). Pada suhu diatas 1.073oC senyawa arsen
trioksida dapat dihasilkan dari hasil samping produksi tembaga dan pembakaran
batubara. Kelarutan arsen trioksida dalam air rendah, sekitar 2% pada suhu 25oC,
sangat cepat larut dalam asam klorida dan alkalis (Durrant & Durrant, 1966; Carapella,
1973). Bentuk anorganik dari arsen dihubungkan dengan efeknya pada kesehatan.
Karena kedua bentuk arsen ditemukan di tanah dan air tanah, beberapa arsen dapat
ditemukan pada sejumlah makanan dan produk minuman, temasuk nasi, buah.
1. Keberadaan arsen di alam
A. Batuan (tanah) dan sedimen.
Di batuan atau tanah, arsen terdistribusi sebagai mineral. Kadar arsen
tertinggi dalam bentuk arsenida dari amalgam tembaga, timah hitam,
perak dan bentuk sulfida emas.
Bentuk oksida arsen banyak ditemukan pada deposit/sedimen, dan stabil
bila berada di lingkungan.
Kadar arsen terendah adalah jenis andesitas pada batu bara antara 0,5-
5,8mg/kg, sedangkan pada batuan sedimen jenis shales and clay kadar
arsen antara 0,3-490 mg/kg. Tanah yang tidak terkontaminasi arsen
ditemukan mengandung arsen antara 0,2-40 mg/kg, yang terkontaminasi
arsen mengandung kadar arsen rata-rata lebih dari 550 mg/kg (walsh &
keeney, 1975).
B. udara
Zat padat di udara (total suspended particulate = TSP) mengandung
senyawa arsen anorganik dan organik (Johnson & Braman, 1975).
Crecelius (1974) menunjukkan bahwa hanya 35% arsen anorganik
terlarut dalam air hujan, pada studi tersebut ditemukan senyawa metil
arsen kira-kira 20% dari total arsen di udara ambien pada lokasi rural
dan urban.
C. air
Arsen terlarut dalam air dalam bentuk organik (methylarsenic acid)dan
anorganik (arsenat dan arsenit) (Braman 1973; Crecelius ,1974).
D. Biota
Tanaman yang tumbuh pada tanah yang terkontaminasi arsen
selayaknya mengandung kadar arsen yang tinggi, khususnya di bagian
akar (Walsh & keene, 1975; Grant & Dobbs, 1977). Beberapa
rerumputan yang mengandung kada arsen tinggi merupakan petunjuk
atau indikator kandungan arsen dalam tanah (Porter & Peterson, 1975)
2. Produksi dalam industri
Data biro pertambangan Amerika Serikat (Nelson, 1977), diperkirakan
total produksi senyawa arsen di dunia mulai tahun 1975 sekitar
600.000 ton. Arsen trivalent adalah basis utama industry kimia arsen
dan merupakan produk samping dalam pelelehan bijih tembaga dan
timah hitam.
Penggunaan senyawa arsen
Senyawa arsen terutama digunakan di dalam pertanian (arsen
trioksida sebagai pestisida) dan kehutanan (NAS, 1977).
Risiko kesehatan yang berhubungan dengan
paparan arsen
Arsen anorganik adalah karsinogen yang dikonfirmasi dan merupakan kontaminan kimia yang paling
signifikan dalam air minum secara global. Senyawa arsenik anorganik (seperti yang ditemukan
dalam air) sangat beracun sementara senyawa arsenik organik (seperti yang ditemukan dalam
makanan laut) kurang berbahaya bagi kesehatan.
Efek akut
Gejala langsung keracunan arsenik akut termasuk muntah, sakit perut dan diare. Ini diikuti oleh
mati rasa dan kesemutan pada ekstremitas, kram otot dan kematian pada kasus yang ekstrim.
Efek jangka panjang
Gejala pertama paparan jangka panjang terhadap arsenik anorganik tingkat tinggi (misalnya
melalui air minum dan makanan) biasanya diamati di kulit, termasuk perubahan pigmentasi, lesi
kulit dan hiperkeratosis. Ini terjadi setelah pemaparan minimal sekitar lima tahun dan mungkin
merupakan pendahulu kanker kulit.
Selain kanker kulit, paparan arsen jangka panjang juga dapat menyebabkan kanker pada kandung
kemih dan paru-paru. Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC) telah mengklasifikasikan
senyawa arsenik sebagai karsinogenik pada manusia, dan juga menyatakan bahwa arsen dalam air
minum bersifat karsinogenik bagi manusia.
Batubara mengandung logam berat yang berbahaya antara lain terutama arsen (As),
cadmium (Cd), timah hitam (Pb) dan merkuri (Hg) (Syam., 2008)
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan ini cukup berpengaruh untuk
kelangsungan hidup biota di sekitarnya
Seperti halnya pada pabrik semen PT. Semen Tonasa Pangkep yang terletak Desa
Biringere Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep yang menggunakan batu bara pada
bahan bakar utama dalam proses pembuatan semen
Penduduk yang tinggal di sekitar Sungai Pangkejene yang terletak di Kecamatan Bungoro
sangat rentan terpapar oleh logam berat dikarenakan pembuangan limbah penggunaan
batubara ataupun dari limbah domestik di lakukan di sungai ini
Sungai pangkejene yang dijadikan tempat untuk menangkap biota seperti ikan, kerang,
kepiting dan udang yang dikonsumsi oleh warga sekitar dapat mengancam kesehatan
karena jika biota tersebut telah terpapar arsen maka secara tidak langsung konsumsi
biota yang dilakukan terus menerus akan mengakumulasi arsen dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi arsen dalam air, sedimen,
biota pada masyarakat yang tinggal di sekitar sungai pangkajene.
Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan
analisis risiko kesehatan lingkungan. Sampel yang diambil sebanyak 100
orang yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi arsen pada air
sungai, sedimen, clarias batracus (ikan lele), cyprinus carpio sp (ikan bolu
jawa) dan kerang anadara sp yaitu 0,03366 mg/L, 11,65 mg/kg, 1,1 mg/kg,
0,039 mg/kg, 1,703 mg/kg.
Batas aman yang ditentukan oleh BSN tahun 2009 yaitu 1,0 mg/kg.
Gejala yang terlihat jika seseorang keracunan arsen menunjukkan
tanda-tanda radang lambung dan usus yang parah, dimulai dengan
rasa terbakar di tenggorokan, sulit menelan dan sakit perut yang
sangat gejala ini diikuti rasa mual, muntah, hingga diare akut yang
menyebabkan feces bercampur dengan air dan lendir ( Nurhayati,
2009)
Tim Terpadu Kasus Buyat yang baru pulang dari Teluk
Buyat menyimpulkan bahwa air teluk tercemar logam
berat arsen (As). Hasil penelitian selama Agustus
sampai September 2004 juga memastikan arsen atau
arsenik itu berasal dari pembuangan tailing atau
limbah tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
pencemaran teluk akibat pembuangan tailing di
bawah termoklin atau lapisan di perairan di mana
terjadi perubahan suhu yang cepat pada arah
kedalaman atau vertikal. Limbah tailing PT NMR
dibuang ke pembuangan yang kedalamannya hanya
82 meter dari permukaan perairan. Padahal sesuai
analisa dampak lingkungan, lokasi pembuangan
limbah harus sedalam 110 meter di bawah termoklin
Masnellyarti menambahkan, empat dari enam sumur
milik warga Buyat mengandung arsen sebesar 0,07
milligram/L. Kandungan ini dinilai lebih dari standar
baku mutu air minum sesuai ketetapan Departemen
Kesehatan, yaitu 0,01 milligram/L.
Kadar total arsen dalam gastropoda di Teluk Totok tujuh kali kadar
maksimum menurut SNI 7387:2009. Kadar logam ini dalam
gastropoda di Teluk Buyat juga sudah hampir mencapai batas
maksimum
Pengambilan sampel plankton dilakukan secara horizontal sepanjang
kurang lebih 100 m mengitari lapisan permukaan airdi Teluk Buyat,
dan dengan cara yang sama pengambilan sampel plankton dilakukan
di Teluk Totok.
Semua sampel plankton, ikan dan moluska dipreparasi untuk analisis
merkuri (Hg), arsen (As), cadmium (Cd), chromium (Cr), copper (Cu)
dan timbal (Pb) dianalisis di laboratorium WLN.
Logam Berat Kromium (Cr)
Kromium ditemukan oleh Louis-Nicholas Vauquelin saat
bereksperimen dengan bahan yang dikenal sebagai timbal merah
Siberia, yang juga dikenal sebagai crocoite mineral (PbCrO4), pada
tahun 1797. Louis-Nicholas Vauquelin membuat kromium oksida
(CrO3) dengan mencampur crocoite dengan asam klorida (HCl).
Vauquelin pada tahun 1798 untuk menemukan bahwa ia dapat
memperoleh kromium metalik dengan hanya memanaskan oksida
kromium dalam oven arang.
Kromium adalah logam biru putih yang keras, rapuh dan tahan korosi.
Kromium dapat dipoles untuk membentuk permukaan yang sangat
mengkilap dan sering dilapisi dengan logam lain untuk membentuk
pelindung.
Aplikasi
Kromium ditambahkan ke baja untuk membentuk baja tahan karat, paduan baja
mengandung setidaknya 10% kromium.
Kromium membentuk banyak senyawa berwarna yang memiliki kegunaan
industri.
Kromat timbal (PbCrO4) atau disebut krom kuning, digunakan sebagai pigmen
kuning pada cat.
Kromik oksida (Cr2O3) atau hijau krom, adalah senyawa kesembilan paling
melimpah di kerak bumi dan merupakan pigmen hijau yang banyak digunakan.
Rubi dan zamrud juga terdapat senyawa kromium untuk memberi warna.
Kalium dikromat (K2Cr2O7) digunakan dalam penyamakan kulit (leather)
Senyawa kromium juga digunakan untuk anodisasi aluminium, sebuah proses
yang melapisi aluminium dengan lapisan pelindung oksida yang tebal.
Manusia dapat terkena kromium melalui pernapasan, makan atau minum dan melalui
kontak kulit dengan senyawa kromium.
Tingkat kromium di udara dan air pada umumnya rendah.
Ada beberapa jenis kromium yang berbeda dalam efeknya terhadap organisme.
Kromium memasuki udara, air dan tanah dalam bentuk kromium (III) dan kromium
(VI) melalui proses alami dan aktivitas manusia.
Sebagian besar kromium di udara pada akhirnya akan berakhir di perairan atau tanah.
Kromium dalam tanah sangat menempel pada partikel tanah. Hanya sebagian kecil
kromium yang berakhir di air pada akhirnya akan larut.
Kromium (VI) adalah bahaya bagi kesehatan manusia, terutama bagi orang-orang
yang bekerja di industri baja dan tekstil. Orang yang merokok juga memiliki
kemungkinan terkena kromium lebih tinggi.
Kromium (VI) diketahui menyebabkan berbagai efek kesehatan. Bila itu adalah
senyawa pada produk kulit, hal itu bisa menyebabkan reaksi alergi, seperti ruam kulit.
Setelah menghirupnya dalam kromium (VI) dapat menyebabkan iritasi hidung dan
mimisan.
Masalah kesehatan lainnya yang disebabkan oleh kromium (VI)
adalah:
- Ruam pada kulit
- Sakit perut dan bisul
- Masalah pernafasan
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah
- Ginjal dan kerusakan hati
- Perubahan materi genetik
- Kanker paru-paru
- Kematian
Kromium heksavalen bersifat mutagenik. Efek toksik dapat diteruskan
ke anak-anak melalui plasenta.
Kromium di air laut
Kandungan kromium air laut sangat bervariasi, dan biasanya antara 0,2 dan
0,6 ppb.
Sungai mengandung kira-kira 1 ppb kromium, walaupun konsentrasi yang
meningkat sangat memungkinkan terjadi
Fitoplankton mengandung kira-kira kromium 4 ppm, ikan laut mengandung
antara 0,03 dan 2 ppm, dan jaringan tiram mengandung sekitar 0,7 ppm
(semua nilai massa kering).
Dalam bentuk terlarut kromium hadir sebagai Cr(OH)3 atau sebagai
heksavalen CrO42-. Jumlah ion Cr3+ terlarut relatif rendah, karena
membentuk kompleks yang stabil.
Di perairan alami kromium trivalen paling banyak.
Sebagian besar negara menerapkan batas legal 50 ppb chromium dalam air
minum.
Kromium pada biota laut
Kromium tidak diketahui menumpuk di dalam tubuh ikan, namun
konsentrasi kromium yang tinggi, karena pembuangan produk logam
di perairan permukaan, dapat merusak insang ikan yang berenang di
dekat titik pembuangan.
Pada binatang kromium dapat menyebabkan masalah pernafasan,
kemampuan yang lebih rendah untuk melawan penyakit, cacat lahir,
kemandulan dan pembentukan tumor.
Konsentrasi Cr tidak terdeteksi dalam tubuh ikan kembung yang
diteliti, hal ini disebabkan bagian tubuh ikan yang diperiksa adalah
daging yang berada pada badan ikan (Truncus).
Seperti yang dikemukakan oleh Squardon dalam Yulaipi, logam berat
lebih banyak terakumulasi pada insang ikan. Kandungan logam berat
biasanya paling rendah pada daging dan yang tertinggi pada insang,
dimana jaringan yang diserang oleh logam berat merupakan salah
satu jaringan yang berperan aktif dalam metabolisme.
Ikan merupakan organisme air yang dapat bergerak cepat di dalam air.
Kemampuan bergerak aktif inilah yang menyebabkan ikan mempunyai
kandungan logam berat yang sedikit di dalam tubuhnya dibandingkan
dengan hewan air lainnya, seperti kepiting, udang, dan kerang apabila
sama-sama hidup di daerah perairan yang tercemar oleh logam berat
karena ikan dapat bergerak menjauh dari daerah yang terpolusi
Konsentrasi Cr pada kerang darah adalah jumlah kandungan zat Cr dalam kerang
darah. Konsentrasi Cr dalam kerang darah berkisar 0.299-1.349 mg/kg.
Berdasarkan peraturan WHO/FAO, nilai ambang batas Cr yang diperkenankan
dalam makanan adalah 0.1 mg/kg sehingga kerang darah tersebut tidak layak
untuk dikonsumsi.
Akumulasi Cr dalam kerang darah dapat terjadi melalui absorbsi air, partikel dan
plankton dengan cara menyaring (filter feeder).
Terdeteksinya Cr dalam tubuh kerang tersebut karena jenis organisme ini tidak
dapat mengekskresikan dengan baik Cr sehingga terakumulasi secara terus
menerus dalam jaringan sesuai dengan kenaikan konsentrasi Cr dalam air.
Hal ini sejalan dengan penelitian Wuryani yang menunjukkan bahwa konsentrasi
Cr dalam kerang Marcia Hiantina di kawasan reklamasi Pantai Losari berkisar
antara 1.2365-1.7935 mg/kg

Anda mungkin juga menyukai