Anda di halaman 1dari 162

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIBINONG
PERIODE 6 MARET – 28 APRIL 2023

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh:

Yarma Mari'pi (2243700082)


Yeyen Apriana (2243700075)
Yosa Shinta Tiara Tewu (2243700107)
Yoshi Belinda Raga (2243700008)
Zahriska (2243700042)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIBINONG
PERIODE 06 MARET – 28 APRIL 2023

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar apoteker (apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

Yarma Mari'pi 2243700082


Yeyen Apriana 2243700075
Yosa Shinta Tiara Tewu 2243700107
Yoshi Belinda Raga 2243700008
Zahriska 2243700042

Disetujui Oleh :

Pembimbing Fakultas Farmasi Pembimbing Lahan PKPA


Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta RS. Sentra Medika Cibinong

( apt. Dini Permatasari, M.Si ) ( apt. Rosiana, S.Si., M.Farm)


NIDN : 0130049301

Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Apoteker

( apt. Nuzul Fajriani, S.Farm., M.Sc )


NIDN : 0318119103

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa, rahmat,
anugerah, dan kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Sentra Medika
Cibinong yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan pada
Program Studi Profesi Apoteker, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Selama proses Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan
laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. apt. Dayar Arbain selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
2. Ibu apt. Nuzul Fajriani, M. Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta atas dukungan, kesempatan,
motivasi, serta doa yang diberikan kepada penulis.
3. Ibu apt. Dini Permatasari, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perhatiannya
selama penulisan laporan ini.
4. Ibu apt. Rosiana, S.Si., M.Farm selaku pembimbing di Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong yang sudah menyempatkan waktu untuk
bimbingan, dukungan, gagasan serta nasehat yang diberikan kepada
penulis.
5. Seluruh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) serta
seluruh Staf Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong yang telah
memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan, dan kerjasama
selama pelaksanaan PKPA.

iii
Penulis menyadari bahwa laporan ini sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembimbing. Semoga penulisan laporan ini dapat
berguna bagi penelitian berikutnya dan bagi siapapun yang membacanya.

Cibinong, 28 April 2023

Tim Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker .......................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

2.1 Mengenal Rumah Sakit .................................................................................. 3


2.1.1 Pengertian dan Kedudukan Rumah Sakit ............................................. 3
2.1.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Kegiatan Rumah Sakit ................................ 4
2.1.3 Organisasi dan Manajemen di Rumah Sakit ........................................ 4
2.2 Praktik Kefarmasian di Rumah Sakit ............................................................. 9
2.2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Praktik Kefarmasian .......................... 12
2.2.2 Pelayanan Kefarmasian ........................................................................ 13
2.3 Peran, Tugas Pokok, Fungsi dan Kegiatan Apoteker di Rumah Sakit ........... 61

BAB III TINJAUAN KHUSUS ......................................................................... 66

3.1 Tempat dan Waktu PKPA .............................................................................. 66


3.1.1 Tempat PKPA ....................................................................................... 66
3.1.2 Waktu Kegiatan PKPA ......................................................................... 66
3.2 Tahapan Pelaksanaan ..................................................................................... 66

BAB IV HASIL PRAKTIK KERJA ................................................................ 68

BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 88


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 124

v
6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 124
6.2 Saran .............................................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 125

LAMPIRAN ......................................................................................................... 126

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 RS. Sentra Medika Cibinong ......................................................... 69


Gambar 4.2 Struktur Organisasi RS. Sentra Medika Cibinong .......................... 70
Gambar 4.3 Penerimaan Perbekalan Farmasi ..................................................... 76

vii
DAFTAR SINGKATAN

EPO : Evaluasi Penggunaan Obat


FEFO : First Expired First Out
FIFO : First In First Out
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Menkes : Menteri Kesehatan
MESO : Monitoring Efek Samping Obat
ODD : One Daily Dose
PIO : Pelayanan Informasi Obat
PKOD : Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
PKPA : Praktek Kerja Profesi Apoteker
POM : Pengawas Obat dan Makanan
PTO : Pemantauan Terapi Obat
RI : Republik Indonesia
ROTD : Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
SIPA : Surat Ijin Praktek Apoteker
SSP : Surat Pesanan
TTK : Tenaga Teknis Kefarmasian

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan,
rawat inap, dan gawat darurat, termasuk pelayanan kefarmasian di dalamnya
(Permenkes RI No 72, 2016).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan
kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) (Permenkes RI No 47, 2021).
Bagian yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS meliputi pengelolaan perbekalan
farmasi seperti pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian
dan administrasi, serta pelayanan farmasi klinik. Untuk memaksimalkan
pelayanan obat di rumah sakit, sangat diperlukan profesionalisme apoteker.
Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang
rasional, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien dengan menerapkan
pengetahuan, keterampilan, dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan

1
lainnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan
lainnya, maka Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta menyelenggarakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program
Pendidikan Profesi Apoteker yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Sentra
Medika Cibinong, pada tanggal 06 Maret 2023 - 28 April 2023. Diharapkan
calon apoteker memiliki bekal mengenai pelayanan kefarmasian, fungsi,
peran dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit serta dapat mengabdikan
diri sebagai apoteker yang profesional.

1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong yaitu:
1. Mempelajari dan mengenal Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong.
2. Mempelajari, berlatih dan mempraktikkan mengenai pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong.
3. Mempelajari, berlatih dan mempraktikkan tugas pokok apoteker di
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengenal Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Dan Kedudukan Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992


dijelaskan bahwa rumah sakit merupakan suatu sarana kesehatan
yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya
kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang yang dalam
penyelenggaraannya tetap memperhatikan fungsi sosial. Menurut
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 159/Menkes/Per/II/1998,
rumah sakit adalah sarana kesehatan yang dapat dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan Iptek di bidangkesehatan.
Dalam sistem pelayanan kesehatan, rumah sakit memberikan
tiga jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan,
pelayanan penunjang dan pelayanan administrasi. Pelayanan
kesehatan ini terdiri dari pelayanan yang bersifat penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan terpadu
melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Sasaran pelayanan kesehatan rumah sakit ini tidak saja
untuk pasien, tetapi juga untuk keluarga pasien dan masyarakat
umum.
Agar suatu rumah sakit berhasil dalam pelayanan secara
menyeluruh, maka pimpinan rumah sakit perlu melakukan suatu
perencanaan strategi. Perencanaan strategi adalah suatu proses yang
dilakukan rumah sakit mengembangkan visi dan misi, menetapkan
tujuan jangka panjang, pengembangan program strategis, penetapan
prioritas, analisis celah, masalah strategis, rencana tindakan terpadu
dan penerapan.

3
2.1.2 Tugas Pokok, Fungsi Dan Kegiatan Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun


2020 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
dengan melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun
2020 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai beberapa
fungsi yaitu:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhanmedis.
c. Penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
2.1.3 Organisasi Dan Manajemen Di Rumah Sakit

Pengorganisasian rumah sakit harus dapat menggambarkan


pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi, dan tanggung
jawab rumah sakit. Dalam Pasal 33 Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang
efektif, efisien, dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit
terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis dan satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga
medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang

4
perumahsakitan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai
pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.
1. Komite Farmasi dan Terapi (KFT)

Menurut Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dalam pengorganisasian
rumah sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada
pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di
rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi
farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Tim
Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan kerja dengan
tim lain di dalam rumah sakit yang berhubungan atau berkaitan
dengan penggunaan obat.
Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter
atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka
sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh
apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. Tim Farmasi dan
Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, minimal 2 (dua)
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali
dalam satu bulan. Rapat Tim Farmasi dan Terapi dapat
mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang
dapat memberikan masukan bagi pengelolaan. Tim Farmasi dan
Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau
pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Tim Farmasi dan Terapi
(Menkes RI, 2016). Menurut Menkes RI (2016), KFT mempunyai
tugas:
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah
sakit.

b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam

5
Formularium Rumah Sakit.
c. Mengembangkan standar terapi.

d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat.

e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat


yangrasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error.
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
h. Melakukan edukasi mengenai formularium Rumash Sakit kepada
staf dan melakukan monitoring.

2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Tugas Instalasi
Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Adapun
tugas dari Instalasi Farmasi rumah sakit yaitu:

a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan


mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang
optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu, dan
efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
d. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE), serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.
e. Berperan aktif dalam KFT.

f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

6
pelayanan kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.
Adapun fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi
klinis. Adapun sub fungsi masing-masing yaitu:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai, antara lain:
a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal.
c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan


medis habispakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

i. Melaksanakan pelayanan obat secara “unit dose” atau dosis

7
sehari.

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi,


alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah
memungkinkan).
k. Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang
terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai.
l. Melakukan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan.
m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai.
n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Pelayanan farmasi klinis, antara lain:

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan


obat.

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik


berdasarkanresep maupun obat non resep kepada
pasien/keluarga pasien.
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkaitdengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai.
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain.

g. Memberikan konseling pada pasien dan atau keluarganya.

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).

8
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril.

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga


kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di
luar Rumah Sakit.
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
(Permenkes RI, 2016).
2.2 Praktik Kefarmasian Di Rumah Sakit

Definisi Praktik Kefarmasian termaksud dalam pasal 108 UU


36/2009 tentang Kesehatan, yaitu pembuatan termasuk pengendalian
mutu Sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
Pada definisi diatas, terlihat bahwa pelayanan farmasi klinik
belum secara tegas tertulis dalam kelompok pelayanan kefarmasian di
Indonesia, karena hanya ada 2 jenis pelayanan kefarmasian yang
termasuk, yaitu:
1. Pelayanan obat atas resep dokter

2. Pelayanan informasi obat (PIO).

Pelayanan Farmasi Klinik adalah pelayanan sediaan farmasi


berpusat pada individu (person centered-care) yang dilakukan oleh
apoteker secara mandiri atau bersama tenaga medis dan/atau tenaga
kesehatan lainnya untuk mengoptimalkan keluaran farmakoterapi yang
diterima pasien.
Adapun kegiatan pelayanan farmasi klinik yang sering
dilakukan, adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan terapi obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang

9
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien.
2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan


kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.

3. Rekonsiliasi obat

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi


pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (Medication
Error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat.
4. Penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk


mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat pasien.
5. Konseling

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau


saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun
rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
6. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap

10
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang
rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta
profesional kesehatan lainnya.
7. Evaluasi penggunaan obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi


penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara
kualitatif dan kuantitatif.
8. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan


interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dari Apoteker kepada dokter.

9. Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan Swamedikasi adalah pelayanan farmasi klinik secara


mandiri menggunakan sediaan farmasi yang berdasarkan peraturan
perundangan dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter untuk
penanganan gangguan ringan (Responding to symtoms) dan
terdokumentasi dalam catatan pengobatan pasien.
Sementara, menurut saya beberapa kegiatan pelayanan
kefarmasian yang ditetapkan dalam beberapa regulasi (Permenkes
tentang standar pelayanan kefarmasian), justru sebenarnya masuk
dalam kelompok pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan
informasi obat (PIO).
10. Pengkajian dan pelayanan resep

Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya


masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus

11
dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
11. Dispensing sediaan steril termasuk Pencampuran Obat Suntik,
Penanganan Sediaan Sitostatik dan Penyiapan Nutrisi Parenteral.
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk
dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
12. Pelayanan dispensing sediaan radiofarmasi

Ketiga kegiatan diatas pada umumnya dilakukan berdasarkan


order/permintaan dari penulis resep yaitu tenaga medis baik dokter
maupun dokter gigi. Sedangkan kegiatan Pelayanan Informasi Obat,
sejak dulu memang sudah merupakan jenis pelayanan kefarmasian
yg berdiri sendiri (UU 36/2009 pasal 108). Pelayanan Informasi
Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien
dan pihak lain di luar fasilitas pelayanan kesehatan tempat apoteker
tersebut berpraktik.

Pelayanan kefarmasian terdiri dari 3 kelompok besar pelayanan


yaitu:

1. Pelayanan obat atas resep dokter

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3. Pelayanan Farmasi Klinik

2.2.1 Ruang Lingkup Praktik Kefarmasian Di Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)


kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan

12
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan
peralatan.
Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko
yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko.
2.2.2 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian


yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah
Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah
terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan
mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical
care).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut
untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian
dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker
harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para
Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di
negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan

13
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian
secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial
maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara
memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada
fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model
ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh
kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan
farmasi klinik secara intensif.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya
dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya
diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan
praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut
dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan
suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri
Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

14
2.2.2.1 Pengelolaan Obat Dan Barang Medis Habis Pakai

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit
yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan
kendali biaya.

Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat
Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa
alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent. Sistem satu
pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan
tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

15
Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.

Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi


sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
HabisPakai;
c. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medishabis pakai
d. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
e. Pemantauan terapi obat

f. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi,


AlatKesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)
g. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BahanMedis Habis Pakai yang akurat
h. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit

i. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan


kesejahteraanpegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen
pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
sekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu
Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem
mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai
(high- alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan

16
serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert
diantaranya:

a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
c. Obat-Obat sitostatika.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi

b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


HabisPakai yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit

d. Efektifitas dan keamanan

e. Pengobatan berbasis bukti

f. Mutu

g. Harga

h. Ketersediaan di pasaran

17
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan
daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi
dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua
penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit.
Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin
dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah
Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi
dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit
yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan
yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:

a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf


Medik Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau
standar pelayanan medik;
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;

c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi


(TFT), jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan
Terapi (TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik;
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;

f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium


Rumah Sakit;
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan

h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit


kepada staf dan melakukan monitoring.

18
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah
Sakit:
a. Mengutamakan penggunaan Obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang
paling menguntungkan penderita;
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien;
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggiberdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap
formularium Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai
kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat
dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko,dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk


menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan

19
epidemiologi dan disesuaikan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a. anggaran yang tersedia;

b. penetapan prioritas;

c. sisa persediaan;

d. data pemakaian periode yang lalu;

e. waktu tunggu pemesanan; dan

f. rencana pengembangan.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk


merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi
yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan
oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara
lain:
a. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;

b. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data

20
Sheet (MSDS);
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harusmempunyai Nomor Izin Edar; dan
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit
dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:

a. Pembelian

Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:

1) kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu
Obatpersyaratan pemasok

2) penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
3) pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi


sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;

2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;

3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;

21
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;

5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan

6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam


penyimpanan/harus dibuat baru (Recenter Paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah

Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan


pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan
Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/
dropping/ hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan
pasien Rumah Sakit.

4. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin


kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan
dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan

22
dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan


penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan


Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting;
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati; dan
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus
dan dapat diidentifikasi. Instalasi Farmasi harus dapat
memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:

23
a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan
api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya
b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah
dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi
yang telahditetapkan
b. tidak boleh bercapur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain.
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

24
6. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka


menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus
menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya
pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi
di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Floor Stock)

1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat
disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan
jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi
yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikankepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien
rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

25
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang
disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan
satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a +c Sistem
distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang
mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan
untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;

b. telah kadaluwarsa;

c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam


pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;

26
d. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:

a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

c. mengoordinasikan jadwal, metodedan tempat pemusnahan


kepadapihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan

e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk


sediaan serta peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah
Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan
penarikan.
8. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah


persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat
dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;

b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;

c. memastikan persediaan efektif dan efesien atau tidak terjadi

27
kelebihan dan kekurangan atau kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (Slow
Moving);

b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam


waktu tiga bulan berturut-turut (Death Stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

9. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan


berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu.

Kegiatan administrasi terdiri dari:

a. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang
dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk:

1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;

28
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;

3) dasar audit Rumah sakit; dan Pelaporan dilakukan sebagai:


a. Komunikasi antara level manajemen;

b. Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai


kegiatan diInstalasi Farmasi; dan
c. Laporan tahunan

d. Dokumentasi farmasi.

b. Administrasi Keuangan

Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola


keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,
penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin
dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

c. Administrasi Penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan


penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak,
mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan
penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
2.2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung


yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya
efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien

29
(patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1) Pengkajian dan pelayanan Resep;

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan


ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap
tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahanpemberian Obat (medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait
Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan
pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

c. Tanggal Resep; dan

d. Ruangan/unit asal Resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

b. Dosis dan Jumlah Obat;

c. Stabilitas; dan

d. Aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi:


a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;

30
b. Duplikasi pengobatan;

c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

d. Kontraindikasi; dan

e. Interaksi Obat.

Pedoman teknis mengenai pengkajian dan pelayanan


Resep akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
2) Penelusuran riwayat penggunaan Obat;

Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses


untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan
Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:

a. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam


medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan Obat;
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan
oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan
jika diperlukan;
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;

e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam


menggunakan Obat;
f. Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;

g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap


Obat yangdigunakan;
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;

31
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;

j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat


bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids);
k. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri
tanpa sepengetahuan dokter; dan
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
3) Rekonsiliasi Obat;

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi


pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat. Kesalahan Obat (Medication Error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain,
antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah
Sakit. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:

a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan


pasien;

b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasi


intruksi dokter dan
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instuksi
dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data

Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan


digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat
mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk
data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat

32
yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien,
keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien,
dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat
digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun
Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah,


sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan
adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara
data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat
yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh
dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja
(unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada
saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka
dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam.
Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidakdisengaja;
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti;dan
3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannyarekonsilliasi Obat.

33
d. Komunikasi

Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga


pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi.
Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang
diberikan.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO);

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan


penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:

a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar
RumahSakit;
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis HabisPakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan;

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;

c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi


sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;

d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit


(PKRS)melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap;
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian
dan tenagakesehatan lainnya; dan
f. Melakukan penelitian.

34
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:

a. Sumber daya manusia;

b. Tempat; dan

c. Perlengkapan.

5) Konseling;

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau


saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun
rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:

a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;

b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;

c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;

d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan


penggunaan Obatdengan penyakitnya:
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;

f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;

g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya


dalam halterapi;

35
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan

i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat


sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:

a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;

b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan


Obat melalui Three Prime Questions;
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan
Obat;memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
d. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien; dan
e. Dokumentasi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:

1. Kriteria Pasien:

a. pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi


ginjal, ibuhamil dan menyusui);
b. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(TB, DM,epilepsi, dan lain-lain);
c. pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);
d. pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan

e. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

2. Sarana dan Peralatan:

a. ruangan atau tempat konseling; dan

b. alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

36
Pedoman teknis mengenai konseling akan diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal

6) Visite;

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap


yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan
mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang
rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta
profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan
program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau
sumber lain.
Pedoman teknis mengenai visite akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
7) Pemantauan Terapi Obat (PTO);

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang


mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:

a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons


terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan

37
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan PTO:
a. Pengumpulan data pasien;

b. Identifikasi masalah terkait Obat;

c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;

d. Pemantauan; dan

e. Tindak lanjut.

Faktor yang harus diperhatikan:

a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap


buktiterkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine);
b. Kerahasiaan informasi; dan

c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

Pedoman teknis mengenai pemantauan terapi Obat akan diatur


lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan


pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki,
yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah
reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
MESO bertujuan:

a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin


terutama yangberat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan;
c. Mengenal semua factor yang mungkin dapat menimbulkan/

38
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO;

d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki;


dan

e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak


dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:


a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
(ESO);

b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko


tinggimengalami ESO;
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;

d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim


Farmasidan Terapi;

e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.


Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

Pedoman teknis mengenai monitoring efek samping Obat akan


diaturlebih lanjut oleh Direktur Jenderal
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program


evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan


Obat;

b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu

39
tertentu;

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat. Kegiatan


praktek EPO:
a. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan

b. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif. Faktor-faktor


yang perlu diperhatikan:
a. Indikator peresepan;

b. Indikator pelayanan; dan

c. Indikator fasilitas.
Pedoman teknis mengenai evaluasi penggunaan Obat akan
diaturlebih lanjut oleh Direktur Jenderal
10) Dispensing sediaan steril; dan

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi


Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas
dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:

a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis


yangdibutuhkan;
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;

c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan

d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :


1. Pencampuran Obat Suntik

Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien


yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah

40
sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan:

a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;

b. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan


pelarut yangsesuai; dan

c. Mengemas menjadi sediaan siap pakai. Faktor yang perlu


diperhatikan:
a. Tuangan khusus;

b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan

c. HEPA Filter.

2. Penyiapan Nutrisi Parenteral

Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang


dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan
pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan
kepatuhan terhadapprosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:

a. Mencampur sediaankarbohidrat, protein, lipid, vitamin,mineral


untuk kebutuhan perorangan; dan
b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;

b. Sarana dan peralatan;

c. Ruangan khusus;

d. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan

e. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

3. Penanganan Sediaan Sitostatik

41
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat
kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan
pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari
efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung
diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses
pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara
operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindungdiri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:

a. Melakukan perhitungan dosis secara akurat;

b. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;

c. Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol


pengobatan;

d. Mengemas dalam kemasan tertentu; dan

e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku. Faktor yang perlu


diperhatikan:
a. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;

b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet;

c. HEPA filter;

d. Alat Pelindung Diri (APD);

e. Sumber daya manusia yang terlatih; dan

f. Cara pemberian Obat kanker.

Pedoman teknis mengenai dispensing sediaan steril akan


diaturlebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan

42
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dariApoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:

a. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

Kegiatan PKOD meliputi:


a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
PemeriksaanKadar Obat dalam Darah (PKOD);
b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
PemeriksaanKadar Obat dalam Darah (PKOD); dan
c. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) danmemberikan rekomendasi.
Pedoman teknis mengenai pemantauan Kadar Obat dalam
Darahakan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
2.2.2.3 Pengelolaan Sumber Daya
a. Sumber Daya Manusia

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis


kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang
lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan
perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi
harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit
setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM

43
InstalasiFarmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:

1) Apoteker

2) Tenaga Teknis Kefarmasian

b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian

2) Tenaga Administrasi

3) Pekarya/Pembantu pelaksana

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman,


maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas,
fungsi, wewenang dantanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM

Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan


Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi
Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang
Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.

44
3. Beban Kerja dan Kebutuhan

a. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-


faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);

2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan


(manajemen, klinik dan produksi);

3) Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (Floor Stock)


per hari;dan
4) Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
HabisPakai.
b. Penghitungan Beban Kerja

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja


pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan
farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas
pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat,
rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi
Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja
pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi
pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan
Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasiol Apoteker untuk 50 pasien.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian
rawat inap dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga
diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit
logistik medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing,

45
unit pelayanan informasi Obat dan lain-lain tergantung pada jenis
aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh
Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di
rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu)
orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang
tertentu, yaitu:
1. Unit Gawat Darurat;
2. Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric
Intensive Care Unit (PICU);
3. Pelayanan Informasi Obat;
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit
rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman
teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif
dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan untuk


meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Peran Kepala
Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan program
pendidikan meliputi:
1) Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2) Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan.
3) Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.
d. Penelitian dan Pengembangan

46
Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri
atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat
dalam penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang
ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian yang
berlaku.
Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan Pelayanan
Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan kefarmasian
terkini.
Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang
dilakukan di Rumah Sakit dengan mengelola Obat-Obat yang
diteliti sampai dipergunakan oleh subyek penelitian dan mencatat
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama
penelitian.
3 Sarana dan Peralatan
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
harus didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan
dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus
menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara
fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung
kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang
dilengkapi penanganan limbah.
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus
dilakukan kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai
pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan
harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan.
1. Sarana

Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas


agar dapat menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian,
menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan

47
memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.
a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi,
terdiridari:
1) Ruang Kantor/Administrasi

Ruang Kantor/Administrasi terdiri dari:

a) Ruang pimpinan

b) Ruang staf

c) Ruang kerja/administrasi tata usaha

d) Ruang pertemuan

2) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai.
Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, serta harus
memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas, terdiri dari:
a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:

(1) Obat jadi

(2) Obat produksi

(3) bahan baku Obat

(4) Alat Kesehatan

b) Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan

(1) Obat termolabil

(2) bahan laboratorium dan reagensia

(3) Sediaan Farmasi yang mudah terbakar

48
(4) Obat/bahan Obat berbahaya (narkotik/psikotropik)

3) Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai terdiri dari distribusi Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai rawat jalan (apotek
rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh
kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai Rumah Sakit. Ruang distribusi terdiri dari:
a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada
ruangkhusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan.
b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara
sentralisasi maupun desentralisasi di masing- masing ruang
rawat inap.
4) Ruang konsultasi / konseling Obat

Ruang konsultasi/konseling Obat harus ada sebagai sarana


untuk Apoteker memberikan konsultasi/konseling pada pasien
dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien.
Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan
lingkungan Rumah Sakit dan nyaman sehingga pasien maupun
konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang
konsultasi/konseling dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan
maupun rawat inap.
5) Ruang pelayanan informasi obat

Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri


dengan dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi,
berupa bahan pustaka dan telepon.

6) Ruang Produksi

Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus


memenuhikriteria:

49
a) Lokasi

Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah


dan airtanah).
b) Konstruksi

Terdapat sarana perlindungan terhadap:

(1) Cuaca

(2) Banjir

(3) Rembesan air

(4) Binatang/serangga

c) Rancang bangunan dan penataan gedung diruang produksi


harusmemenuhi kriteria;
(1) Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja/proses, alur
orangkerja
(2) Pengendalian lingkungan terhadap:

(a) Udara;

(b) Permukaan langit-langit, dinding, lantai dan


peralatan /sarana lain;
(c) Barang masuk;

(d) Petugas yang di dalam.

(3) Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah kerja +


peralatan,dengan jarak setiap peralatan minimal 2,5 m.
(4) Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas
petugas dan barang.
d) Pembagian ruangan

(1) Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku;

(2) Ruang terpisah untuk setiap proses produksi;

50
(3) Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam;

(4) Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada);

(5) Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%;

(6) Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus:

(a) Kedap air;

(b) Tidak terdapat sambungan;

(c) Tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba

(d) Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan


pembersih

e) Daerah pengolahan dan pengemasan

(1) Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat


epoxy/enamel

(2) Persyaratan ruangan steril dan nonsterile harus


memenuhikriteria Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) untuk;
(a) Ventilasi ruangan;

(b) Suhu;

(c) Kelembaban;

(d) Intensitas cahaya.

(3) Pemasangan instalasi harus sesuai kriteria CPOB


untuk;

(a) Pipa saluran udara;

(b) Lampu;

(c) kabel dan peralatan listrik.

51
7) Ruang Aseptic Dispensing

Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:

a) Ruang bersih : kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow =


kelas100)
b) Ruang/tempat penyiapan : kelas 100.000

c) Ruang antara : kelas 100.000

d) Ruang ganti pakaian : kelas 100.000

e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah


disiapkan:

Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang baik sedangkan


luas ruangan disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan.
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi spesifikasi:
a) Lantai

Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras,


resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.

b) Dinding

(1) Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras,
tanpa sambungan, resisten terhadap zat kimia dan fungi,
serta tidak mudah rusak.
(2) Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan langit-
langit dengan dinding dibuat melengkung dengan radius 20
– 30 mm.
(3) Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap air dan
dapat dibersihkan.
c) Plafon

Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas plafon, dan


lampu rata dengan langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk
mencegah kebocoranudara.

52
d) Pintu

Rangka terbuat dari stainles steel. Pintu membuka ke arah


ruangan yang bertekanan lebih tinggi.
e) Aliran udara

Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan, ruang


ganti pakaian dan ruang antara harus melalui HEPA filter dan
memenuhi persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara minimal
120 kali per jam.
f) Tekanan udara

Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15 Pascal


lebih rendah dari ruang lainnya sedangkan tekanan udara dalam
ruang penyiapan, ganti pakaian dan antara harus 45 Pascal lebih
tinggi dari tekanan udara luar.
g) Temperatur

Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada


suhu 16– 25° C.

h) Kelembapan

1) Kelembaban relatif 45 – 55%.

2) ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti pakaian steril


dan ruang ganti pakaian kerja hendaknya mempunyai
perbedaan tekanan udara 10-15 pascal. Tekanan udara dalam
ruangan yang mengandung risiko lebih tinggi terhadap
produk hendaknya selalu lebih tinggi dibandingkan ruang
sekitarnya. Sedangkan ruang bersih penanganan sitostatika
harus bertekanan lebih rendahdibandingkan ruang sekitarnya.
8) Laboratorium Farmasi

Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian


dan pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium

53
farmasi, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Lokasi

b) Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja

c) Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai persyaratan

d) Ruang Produksi Non Steril

e) Ruang Penanganan Sediaan Sitostati

f) Ruang Pencampuran/Pelarutan/Pengemasan Sediaan Yang


Tidak Stabil
g) Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral

b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi


terdiri dari
1) Ruang tunggu pasien;

2) Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
rusak;
3) Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan;

4) Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.

2. Peralatan

Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk


perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril,
non steril, maupun cair untuk Obat luar atau dalam. Fasilitas
peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi
persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap
tahun. Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan
Obat baiksteril dan nonsteril maupun aseptik/steril;
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;

54
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan
InformasiObat;
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika;

e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat yang


termolabil;

f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan


limbah yang baik;
g. Alarm.
Macam – macam peralatan

a. Peralatan kantor

1) Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet


dan lain-lain);
2) Komputer/mesin tik;

3) Alat tulis kantor;

4) Telepon dan faksimili.

b. Peralatan sistem koputerisasi

Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan


secara optimal untuk kegiatan sekretariat, pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Sistem informasi farmasi ini harus
terintegrasi dengan sistem informasi Rumah Sakit untuk
meningkatkan efisiensi fungsi manajerial dan agar data klinik
pasien mudah diperoleh untuk monitoring terapi pengobatan
dan fungsi klinik lainnya. Sistem komputerisasi meliputi:
1) Jaringan

2) Perangkat keras

3) Perangkat lunak (program aplikasi)

55
c. Peralatan produksi

1) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan


pembuatanObat, baik nonsteril maupun steril/aseptik.
2) Peralatan harus dapat menunjang persyaratan
keamanan carapembuatan Obat yang baik.
d. Peralatan Aseptic Dispensing:

1) Biological Safety Cabinet/Vertical Laminar Air Flow


Cabinet(untuk pelayanan sitostatik);
2) Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk
pelayananpencampuran Obat suntik dan nutrisi parenteral);
3) Pass-box dengan pintu berganda (air-lock);

4) Barometer;

5) Termometer;

6) Wireless intercom.

e. Peralatan penyimpanan

1) Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

a. Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu,


kelembaban dan cahaya yang berlebihan;
b. Lantai dilengkapi dengan palet.

2) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus:

a. Lemari pendingin dan AC untuk Obat yang termolabil;

b. Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi


secara berkala;
c. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan Obat
psikotropika;
d. Peralatan untuk penyimpanan Obat, penanganan dan
pembuangan limbah sitotoksik dan Obat berbahaya harus

56
dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
3) Peralatan Pendistribusian/Pelayanan

a. Pelayanan rawat jalan (Apotik);

b. Pelayanan rawat inap (satelit farmasi);

c. Kebutuhan ruang perawatan/unit lain.

4) Peralatan Konsultasi

a. Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan brosur dan


lain-lain;

b. Meja, kursi untuk Apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari


untukmenyimpan profil pengobatan pasien;
c. Komputer;

d. Telpon;

e. Lemari arsip;

f. Kartu arsip.

5) Peralatan Ruang Informasi Obat

a. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan


Pelayanan Informasi Obat;
b. Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak;

c. Komputer;

d. Telpon – Faxcimile;

e. Lemari arsip;

f. Kartu arsip;

g. TV dan VCD player.

6) Peralatan Ruang Arsip

57
a. Kartu Arsip;

b. Lemari/Rak Arsip.
2.2.2.4 Evaluasi Mutu Sediaan Dan Pelayanan

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan


pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan,
secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi
peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan
mekanisme tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu
diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan. Pengendalian
mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan
maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk
menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang
akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan
Kefarmasian meliputi:

a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring


dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang
ditetapkan.

b. Pelaksanaan, yaitu:

1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja


(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.

c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:

58
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang
ditetapkan

2. Meningkatkan kualitas pelayanan jka capaian sudah


memuaskan.Tahapan program pengendalian mutu:
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang
diinginkan dalambentuk kriteria;
b. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan
c. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
d. Up date kriteria.

Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu,


meliputi:
a. Memilih subyek dari program;

b. Tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih


berdasarkanprioritas;

c. Mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai


dengan kualitas pelayanan yang diinginkan;
d. Mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang
dikehendaki;

e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada


semua personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama
untuk mencapainya;
f. Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria;
g. Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari
kekurangan tersebut;
h. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan;

i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan;

j. Revaluasi dari mutu pelayanan.

59
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan
diperlukan indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada
ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator
dibedakan menjadi:
a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan
untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan
lingkungan.
b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan
untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal
pelayanan yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:

a. Sesuai dengan tujuan;

b. Informasinya mudah didapat;

c. Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai


interpretasi;

d. Rasional.

Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan


Kefarmasian dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi
yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri atau
dilakukan oleh tim audit internal.

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan


penilaian secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan
balik perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses
tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan waktu pelaksanaan
evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan
dilaksanakan, contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman.

60
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker,
peracikan Resep oleh Asisten Apoteker.
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi
barang, audit internal.
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran,
penilaian atas semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
secara berkala. Kualitas pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses
pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu untuk
mendapatkan pelayanan.
Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari:

1. Audit (pengawasan)

Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai


standar.
2. Review (penilaian)

Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber


daya,penulisan Resep.
3. Survei

Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan degan angket atau


wawancara langsung.

4. Observasi

Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan


penyerahan Obat.
2.3 Mengenal Peran, Tugas Pokok, Fungsi, Dan Apoteker Di Rumah Sakit
2.3.1 Mengenal Peran Apoteker Di Rumah Sakit
1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit

Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus


mampu mengelola Farmasi Rumah Sakit secara keseluruhan dan

61
bertanggung jawab dalam administrasi, manajemen perencanaan serta
kebijakan Farmasi Rumah Sakit secara terpadu, anggaran biaya,
kontrol persediaan, pemeliharaan catatan dan pembuatan laporan
untuk pimpinan Rumah Sakit.
- Menyusun prosedur tetap.
- Mengelola obat, sumber daya manusia, dan peralatan di Rumah
Sakit
- Mengelola sumber daya (resources) di Rumah Sakit secara
efektif danefisien.
- Membuat prosedur tetap untuk masing – masing pelayanan.
2. Peranan Dalam Pengadaan Perbekalan Farmasi

Perencanaan pengadaan kebutuhan perbekalan farmasi


memerlukan kajian yang cermat, tepat dan teliti berdasarkan pada stok
yang ada serta dilakukan pengkajian obat yang akan diadakan sesuai
formularium. Apoteker harus mempunyai kemampuan administrasi
dan manajerial dalam mengelolah data kebutuhan obat yang kemudian
diatuangkan ke dalam rencana operasional yang digunakan dalam
anggaran serta berkonsultasidengan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
3. Peranan dalam Penyimpanan Obat

Pengaturan obat langsung dilakukan dan dikelolah di bawah


pengawasan dan tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Hal
ini perlu karena pentingnya pengaturan dan pengendalian stok dan
untuk mempersiapkan laporan dibuat pola sistem dan prosedur kerja
serta administrasi yang sesuai dan memenuhi syarat.

4. Peranan Dalam Distribusi Obat

Distribusi obat untuk pasien rawat jalan dan rawat inap


dilaksanakan oleh Apotek Farmasi Rumah Sakit. Peran Apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian di IFRS harus mampu dalam mengatur
jalannya pendistribusikan obat untuk pasien rawat jalan dan rawat
inap. Dalam hal pendistribusian tenaga kefarmasian bisa dibantu oleh

62
tenaga keperawatan yang berada di counter bangsal pada pasien rawat
inap, hal ini untuk memudahkan tenaga kefarmasian.
5. Peranan Dalam Kontrol Kualitas Obat

Seorang Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian sebagai


pelaku kontrol terhadap kualitas obat galenika, analitik, biologis,
mikrobiologis, fisika, dan kimia. Karena hal ini dapat
mempengaruhi kualitas pelayanandan juga pendapatan rumah sakit.
6. Peranan Sebagai Pusat Informasi

Apoteker tidak hanya sebagai sarana penyalur obat, namun


jugasebagai pusat informasi, diantaranya;
- Memberikan informasi mengenai obat bagi yang memerlukannya.
Mengevaluasi dan membandingkan obat-obatan yang tergolong
dalam satu kelompok farmakologis.
- Membantu para dokter dalam pemilihan obat yang aman dan
efektif.

- Mendidik tenaga paramedis.

- Bertukar informasi dengan apoteker di rumah sakit lain untuk lebih


meningkatkan pengetahuan tentang cara memberikan informasi
mengenai obat.
7. Peranan Dalam Komunikasi - Nasehat – Konsultasi
Sebagai komunikan antara tenaga kefarmasian dengan
pasien, berupa nasehat ataupun konsultasi mengenai keluhan dari
pasien dan menetapkan sesuai KIE.
8. Peranan Dalam Farmasi Dan Terapi Serta Penerbitan Formularium
Menerbitkan formularium rumah sakit berdasarkan rapat
internal antara Apoteker, Dokter dan Perawat sebagai metode
dan strategi dalam pengadaan obat-obatan di rumah sakit.
9. Peranan Dalam Pendidikan
Selain sebagai sentra pelayanan kefarmasian di rumah sakit
juga berperan sebagai tempat pendidikan, diantaranya lapangan

63
praktik untuk calon tenaga kefarmasian yang sedang menempuh
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
10. Peranan Dalam Penelitian
Selain sebagai sentra pelayanan kefarmasian di rumah sakit
juga berperan dalam kegiatan penelitian yang menyangkut dengan
kefarmasian.
2.3.2 Mengenal Tugas Pokok, Fungsi Apoteker Di Rumah Sakit

Seorang Apoteker memiliki tugas dan fungsi serta tanggung


jawab besar untuk meminimalisir risiko salah pemberian obat pada
pasien.
1. Mengawasi Pembuatan Obat-Obatan

Apoteker mampu meracik obat sesuai dengan resep dokter,


maka tugas Apoteker adalah mengawasi pembuatan obat-obatan yang
aman dan tidak berbahaya bagi pasien.
2. Mendistribusikan Kebutuhan Obat

Wajib melaksanakan tugas untuk mengawasi, memantau dan


mendistribusikan kebutuhan obat ke seluruh bagian pelayanan rumah
sakit. Dalam hal distribusi obat ke seluruh bagian, Apoteker harus
memastikan bahwa stok tersedia atau suplai obat tidak mengalami
kendala.
3. Menyeleksi Obat-Obatan Kadaluarsa

Tugas seorang Apoteker adalah menyeleksi obat-obatan yang


masih bisa digunakan serta obat yang telah memasuki masa
kadaluarsa. Apoteker bisa saja mengalami dampak hukum jika
terbukti lalai memberikan obat yang tidak boleh dikonsumsi.
4. Membuat Sistem Pencatatan Dan Pembukuan

Seorang Apoteker juga bertugas membuat pencatatan dan


pembukuan yang baik terkait pengadaaan obat, penggunaan atau
hitungmenghitung stok obat yang ada.

64
5. Menjadi Sumber Informasi Obat Pada Dokter Dan Perawat

Apoteker tidak berhak memberikan resep pada pasien, namun


wajib memberikan informasi tentang obat kepada dokter dan perawat
di rumah sakit.
6. Merawat Fasilitas Apotek Di Rumah Sakit

Sudah menjadi tugas Apoteker di rumah sakit termasuk para


staf lainuntuk menjaga dan merawat fasilitas apotek.
7. Ikut Memberikan Program Pendidikan Atau Training

Jika ilmu dan wawasan seorang Apoteker diperlukan pihak


rumah sakit, maka Apoteker wajib melaksanakan tugas untuk
memberikan program pendidikan atau training pada junior atau
perawat.
8. Melaksanakan Keputusan Komisi Farmasi Dan Terapi

Apoteker harus melaksanakan pemberikan komisi penasihat


yang bertugas memberi nasehat pada tim medis sesuai aturan yang
berlaku.
9. Menyelesaikan Persoalan Terkait Obat Di Rumah Sakit

Tugas Apoteker administrator rumah sakit wajib


menyelesaikan semua masalah yang mungkin timbul terkait
penggunaan obat di seluruh bagian rumah sakit.
10. Menjelaskan Obat Dengan Resep Dokter

Apoteker bisa menjelaskan penggunaan obat atau cara


konsumsi yang tepat, reaksi obat setelah diminum, kestabilan obat
setelah dikonsumsi pasien, toksisitas dan dosis, serta hal penting
terkait konsumsi obat sesuai resep dari dokter terkait.

65
BAB III
PELAKSANAAN PKPA

3.1 TEMPAT DAN WAKTU PKPA


3.1.1 TEMPAT PKPA
Tempat PKPA dilaksanakan di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
(RSSM), Jalan Raya Mayor Oking Jaya Atmaja No.9, Cibinong, Kec.
Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16911
3.1.2 WAKTU PELAKSANAAN PKPA
Waktu pelaksnaan PKPA dilaksanakan pada tanggal 06 Maret 2023 –
28 April 2023
3.1 TAHAPAN PELAKSANAAN
Pelaksanaan rincian kegiatan PKPA di RSSM, dilakukan secara
bergantian (rolling) sesuai jadwal yang telah dibuat oleh preseptor lapangan.
Dengan pembagian ruanngan atau penempatan kegiatan sebagai berikut :
1. Farmasi Lantai 1
Melayani pelayanan kefarmasian pada pasien umum ( pribadi ) non
BPJS dan Asuransi rawat jalan.
2. Farmasi Lantai 3 BPJS
Melayani pelayanan kefarmasian pada pasien BPJS rawat jalan.
3. Depo Farmasi Lantai 3
Melayani pelayanann kefarmasian pada pasien BPJS maupun non
BPJS , Asuransi dan InHealth warat inap.
4. Logistik Farmasi Rawat Inap
Tempat penyimpanan dan pendistribusian seluruh terapi obat dan
alat kesehatan yang diperlukan bagi penggunaan di rawat inap RSSM.
5. Logistik farmasi rawat jalan
Tempat penyimpanan dan pendistribusian seluruh terapi obat dan
alat kesehatan yang diperlukan bagi penggunaan di rawat jalan RSSM.
6. Ok/Cathlab/CSSD
Melayani pelayanan kefarmasian di ruang OK (operasi), Cathlab

66
(khusus pasien Hemodialisa) dan CSSD ruang sterilisasi seluruh alat
kesehatan yang digunakan di RSSM.
7. IGD
Melayani pelayanan kefarmasian di instalansi gawat darurat RSSM.
8. Rawat Inap
Kegiatan Visite pasien yang dilakukan oleh Apoteker di setiap ruang
rawat inap RSSM.

67
BAB IV
HASIL PRAKTIK KERJA

4.1 Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong


4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Rumah Sakit (RS) Sentra Medika didirikan oleh drg. Suherman
Widyatomo selaku Presiden Komisaris PT. Sentra Medika Sejahtera pada
tanggal 12 Juli 1999, dengan jumlah tempat tidur sebanyak 100 tempat
tidur. Pada tanggal 27 Mei 2000 diresmikan oleh Dr. Ahmad Sujudi selaku
Menteri Kesehatan yang menjabat pada periode tersebut. Rs Sentra Medika
Cibinong diresmikan oleh Bupati Bogor, Bapak Rachmat Yasin pada
tanggal 10 januari 2011. Rs Sentra Medika Cibinong merupakan Rumah
sakit unggulan di Bogor terakreditasi B yang memiliki fasilitas pelayanan
lengkap terpadu, didukung peralatan menunjang medik yang canggih dan
terkini
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong merupakan bagian dari Sentra
Medika Group, yaitu RS Harapan Bunda, Jakarta Timur Eye Center, RS
Sentra Medika Cikarang, RS Sentra Medika Cisalak, dan Universitas
Medika Suherman. Adapun layanan yang dimiliki oleh RS Sentra Medika
Cibinong, yaitu Brain Neuro & Cardiovascular Center, Cathlab, ICCU,
Treadmill, Echocardiography, EEG, EMG, TCCD, Eye Center, MRI,
Occupation Center, Physiotheraphy Center, ESWL, Unit Thalassemia,
Hemodialisa, Klinik Tumbuh Kembang, Trauma Center, serta Surgical
Center. RSSM Cikarang juga memiliki pelayanan yang siap selama 24 jam
seperti Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Kamar Operasi, Instalasi
Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Ambulans, ICU,
NICU, dan Bank Darah.

68
Gambar 4.1 RS. Sentra Medika Cibinong
4.1.2 Visi Misi dan Moto Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
4.1.2.1 Visi
Menjadi rumah sakit pilihan dengan memberikan kualitas
layanan terbaik
4.1.2.2 Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
mengutamakan keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan
dengan biaya terjangkau.
b. Menyediakan tim medis profesional dan karyawan yang memiliki
etos kerja dan berdedikasi tinggi serta dikelola oleh tim manajemen
yang kapabel, kolaboratif, dan solid.
c. Menyediakan sistem tata kelola rumah sakit yang baik dan
didukung oleh teknologi tepat guna.
d. Menyediakan sistem pengembangan dan pembelajaran bagi seluruh
karyawan.
4.1.2.3 Motto
“ Kesehatan Anda Adalah Prioritas Kami”

69
4.1.3 Organisasi Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Pengorganisasian rumah sakit harus dapat menggambarkan
pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi, dan tanggung jawab
rumah sakit. Dalam Pasal 33 Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif,
efisien, dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri
atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan
medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis dan
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
Indonesia.

Gambar 4.2 Struktur Organisasi RS. Sentra Medika Cibinong

70
Struktur organisasi RS Sentra Medika Cibinong adalah sebagai
berikut:
a. Unsur Pimpinan Rumah Sakit, terdiri atas: Direktur RS, Kepala Divisi
Penunjang Medis, Kepala Divisi Pelayanan Medis, Kepala Divisi
Keperawatan, Kepala Divisi SDM dan Umum, Kepala Divisi
Keuangan, Akuntansi, Pajak, dan Kepala Divisi Pemasaran, Humas.
b. Unsur Pelayanan, terdiri atas: Kepala Unit Pelayanan Farmasi Rawat
Inap, Kepala Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan, Kepala Unit
Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Kepala Unit Gizi, Kepala Unit
Radiologi, Kepala Unit Laboratorium, Kepala Unit Bank Darah, Kepala
Unit Rehabilitasi Medik, Kepala Unit Rekam Medis.
c. Unsur Pelaksana, terdiri atas: Penanggung Jawab Farmasi Klinis,
Penanggung Jawab Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rawat Inap,
Penanggung Jawab Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rawat Jalan.
4.2 Praktik Kefarmasian Di Rumah Sakit
4.2.1 Perbekalan Farmasi Gudang
Perbekalan Sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
di gudang Rumah Sakit Sentra Medika dibagi atas dua antara lain
gudang logistik rawat jalan dan logistic rawat inap. Apoteker di gudang
bertanggung jawab atas pengelolaan perbekalan sediaan farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang ada di gudang. Dalam
melaksanakan tugasnya, apoteker dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian untuk menerima, menyimpan dan menjaga keamanan,
kualitas dan khasiat sediaan farmasi, alkes dan bahan medis habis pakai
selama penyimpan.
4.2.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Gudang
1. Pemilihan
Pemilihan obat dalam formularium rumah sakit berdasarkan
kebutuhan rumah sakit melalui alur Komite Farmasi dan Terapi
mengajukan usulan obat berdasarkan Panduan Praktik Klinik dan
Formulariun Nasional. Pemilihan obat dan Terapi yang disusun

71
dan disepakati oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dengan
mempertimbangkan usulan-usulan obat baru untuk disusun
menjadi formularium Rumah Sakit Sentra Medika. Pemilihan
obat dan BMHP berdasarkan Formularium dan standar
pengobatan, terapi, pola penyakit, efektivitas dan keamanan, mutu
harga dan ketersediaan di pasaran. Kemudian menyepakati obat
yang digunakan untuk diajukan pengesahan ke Direktur Rumah
Sakit. Setelah itu Direktur Rumah Sakit mengesahkan
pemberlakuan formularium rumah sakit.
2. Perencanaan
Rumah sakit sentra medika melakukan perencanaan untuk
menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan seperti konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. Pedoman perencanaan dilakukan dengan
mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas,
sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu
pemesanan dan rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Alur Pengadaan di Gudang Farmasi Sentra Medika Cibinong
yaitu:
a. Kepala Departemen Farmasi membuat perencanaan kebutuhan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
b. Kepala Departemen Farmasi memberikan hasil perencanaan
kebutuhan kepada Kadiv Jangmed, yang akan diteruskan ke
purchasing order untuk dilakukan pembelian.
c. Bagian pengadaan mengadakan/membelikan perbekalan
farmasi sesuai perencanaan yang diajukan oleh Kepala
Departemen Farmasi dan disesuiakan dengan anggaran yang
ada di Rumah Sakit Sentra Medika.

72
d. Pembelian e-catalog dengan cara e-purchasing dan semua pesanan
dari hasil pengadaan diterima oleh petugas farmasi sesuai dengan
prosedur penerimaan perbekalan farmasi.
4. Penerimaan
Proses penerimaan sediaan farmasi dan BMHP Di Rs Sentra
Medika Cibinong dilakukan setelah dikirim oleh distributor ke
Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit oleh petugas farmasi yang
berwenang yaitu Tenaga Teknis Kefarmasian atau Apoteker
kemudian penerima barang akan memeriksa kembali kesesuaian
barang pesanan dengan surat pesanan. Setelah barang diterima oleh
TTK atau Apoteker, maka penerima akan memberikan tanda tangan
atau tanda terima yang menyatakan barang telah diterima. Nama
terang serta nomor SITTK/SIPA dan tanggal terima barang pada
faktur yang diikuti dengan cap atau stampel rumah sakit. Penerimaan
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai harus diperiksa.
Proses Pengecekan meliputi:
a. Kesesuaian barang dengan surat pesanan dan faktur
b. Nomor batch
c. Kondisi fisik barang
d. Suhu penyimpanan
e. Tanggal kadaluarsa
f. Jumlah barang dan harga yang tertera di faktur sesuai dengan
yang ditawarkan atau tidak.
g. Barang diterima oleh bagian gudang disertai dengan penanda
tanganan faktur oleh apoteker penganggung jawab atau TTK
5. Penyimpanan
Proses penyimpanan yang dilakukan digudang farmasi rawat
jalan dan jawat inap antara lain:
a. Sesuai bentuk sediaan
b. Sesuai suhu penyimpanan
c. High Alert

73
d. Obat program
e. Psikotropika dan Narkotika
f. BMPH (Bahan Medis Habis Pakai)
g. FEFO (First Expire First Out) dan LASA (Look Alike Sound
Alike)
6. Pendistribusian
Pendistribusian gudang perbekalan farmasi meliputi sediaan
farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dari gudang
penyimpanan (logistic). Gudang farmasi rawat jalan disitribusikan ke
intalasi farmasi rawat jalan regular, BPJS dan IGD (Intalasi Gawat
Darurat). Sedangkan gudang farmasi rawat inap terdiri dari depo,
ruang ICU, ICCU, NICU, IBS (Intalasi Bedah Sentra) yaitu OK dan
Cathlap
7. Pengendalian
Proses pengendalian dilakukan stock opname setiap bulan stock
opname adalah kegiatan perhitungan fisik persediaan yang ada di
gudang. Merupakan salah satu fungsi untuk sistem pengendalian
logistik intern. Untuk obat yang ED dan obat rusak menggunakan
stock opname. Melalui kegiatan stock opname setiap akhir bulan maka
akan membantu memastikan segala aktivitas pengiriman dan
penerimaan barang berjalan sesuai dengan prosedur yang ditentukan,
mengetahui arus keluar dan masuk barang selain itu dengan
melakukan stock opname dapat memonitoring tanggal kadaluarsa
masing-masing barang serta untuk mencegah adanya barang expired
dikarenakan mengalami slow moving yaitu obat dalam jangka waktu
tertentu lambat keluar atau death stock yaitu stok obat yang tidak
keluar lebih dari 3 bulan.
8. Pemusnahan
Perbekalan farmasi yang rusak atau telah memasuki periode
kadaluarsa tidak dapat digunakan lagi. Sehingga harus ditarik atau
disimpan ditempat terpisah sebelum dilakukan proses pemusnahan.

74
Untuk menjamin kualitas obat yang ada di Rumah Sakit serta menjaga
keselamatan pasien dari penggunaan obat yang rusak dan kadaluarsa.
Proses pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga (Limbah Farmasi).
9. Administrasi
Proses administrasi dilakukan melalui pencatatan kartu stok,
pelaporan pengendalian sediaan farmasi mendekati expired date,
pelaporan sediaan farmasi expired date, serta pelaporan penggunaan
sediaan farmasi golongan psikotropika dan narkotika serta laporan
obat program.
a. Pencatatan menggunakan kartu stok yang digunakan untuk
mencatat mutasi sediaan farmasi dan BMHP. Data pada kartu stok
digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik sediaan
farmasi dan BMHP dalam tempat penyimpanannya. Kemudian ada
kartu stok induk digunakan untuk pencatatan mutasi sediaan
farmasi dan BMHP.
b. Pelaporan terkait kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi sediaan farmasi dan BMHP. Jenis laporan yang buat
oleh IFRS meliputi laporan penggunaan psikotropika dan
narkotika, laporan sediaan farmasi mendekati ED dan laporan
sediaan farmasi ED, serta laporan penerimaan perbekalan farmasi
laporan obat program.
4.2.2 Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan
4.2.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Rawat Jalan
a. Permohonan
Permintaan Perbekalan Farmasi yang Habis Pengadaan di
Instalasi farmasi rawat jalan dengan melakukan permohonan
permintaan ke Gudang perbekalan farmasi sesuai obat yang habis.

75
b. Penerimaan
Penerimaan di Instalasi Rawat jalan dengan mencocokan
perbekalan farmasi dengan print out dari Gudang perbekalan farmasi.

Gambar 4.3 Penerimaan Perbekalan Farmasi


c. Penyimpanan
Setelah perbekalan farmasi diterima maka petugas farmasi
melakukan penyimpanan perbekalan farmasi meliputi:
1. Sesuai bentuk sediaan
2. Sesuai suhu penyimpanan
3. High Alert
4. Obat program
5. Psikotropika dan Narkotika
6. BMPH (Bahan Medis Habis Pakai)
7. FEFO (First Expire First Out) dan LASA (Look Alike Sound Alike)
d. Pendristribusian
Perbekalan farmasi dan alat Kesehatan bahan medis habis
pakai di instalasi rawat jalan menggunakan metode individual
prescribing yang dilakukan oleh petugas farmasi secara langsung
kepada pasien
e. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi dan bahan medis habis pakai
di instalasi rawat jalan dilakukan secara komputerisasi dan kartu stok.

76
Pengendalian tersebut dengan melakukan stock opname yang
dilakukan setiap akhir bulan. Selain stock opname dilakukan pula
pencatatan pada kartu stok harian untuk menghindari kekosongan obat
maupun BMHP di depo rawat jalan.
f. Administrasi
Administrasi perbekalan farmasi dan bahan medis habis pakai
di instalasi rawat jalan meliputi pencatatan dan pelaporan. Kegiatan
pencatatan meliputi mencatat kartu stok, suhu ruang, dan penggunaan
napza. Sedangkan kegiatan pelaporan meliputi laporan stock opname
dan pelaporan psikotropika dan narkotika melalui web SIPNAP.
Pencatatan kartu stok digunakan untuk mencatat penerimaan dan
pengeluaran obat yang dilakukan setiap hari. Pencatatan monitoring
suhu ruangan, kelembaban ruangan dan suhu penyimpanan obat
dikulkas dilakukan setiap hari pada pagi dan siang. Serta pencatatan
penggunaan obat psikotropika dan narkotika dilakukan untuk
mengidentifikasi pasien yang mendapatkan obat psikotropika atau
narkotika. Pencatatan tersebut meliputi nama pasien, alamat pasien,
dokter, nama sediaan serta jumlah sediaan. Sedangkan untuk
pelaporan meliputi laporan stock opname yang dilakukan sebulan
sekali dengan mencocokkan jumlah perbekelan farmasi yang tertera di
kartu stok, dengan di sistem komputer dan juga jumlah secara fisik.
4.2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Rawat Jalan
1. Pengkajian Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep dirawat jalan dilakukan oleh
apoteker meliputi pengkajian kesesuaian administratif, kesesuaian
farmasetika dan kesesuaian klinis. Kesesuaian administratif meliputi
tanggal resep, nama dokter/SIP, nama pasien, alamat pasien, BB
pasien. Kesesuaian farmasetika meliputi bentuk sediaan dan kekuatan
sediaan. Kesuaian klinis meliputi interaksi obat, efek samping obat,
dosis, kontraindikasi dan alergi.
2. Pemberian Informasi Obat (PIO)

77
Pemberian Informasi obat di instalasi farmasi rawat jalan dilakukan
oleh apoteker kepada pasien rawat jalan yang dilakukan pada saat
penyerahan obat. Pemberian informasi obat dilakukan dengan
memberi penandaan terhadap etiket obat dengan jelas. Informasi yang
diberikan kepada pasien saat PIO diantaranya indikasi obat, frekuensi
penggunaan obat, waktu penggunaan obat serta efek samping obat.
3. Konseling
Konseling pada instalasi farmasi rawat jalan dilakukan oleh
apoteker kepada pasien-pasien khusus dan dilakukan diruang khusus
yaitu ruang konseling. Beberapa kriteria pasien yang diberikan
konseling diantaranya pasien dengan kondisi khusus (geriatri, pediatri,
ibu hamil, ibu menyusui, dan pasien dengan gangguan ginjal), pasien
dengan pengobatan kronis/jangka Panjang (TB, diabetes melitus, dan
hipertensi), pasien dengan penggunaan obat-obatan dengan instruksi
khusus (pasien yang pertama kali menggunakan inhaler), pasien yang
menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin), pasien
yang menggunakan banyak obat polifarmasi, dan pasien dengan
riwayat kepatuhan rendah.
4.2.2.3 Pelayanan Instalasi Rawat Inap
Unit Farmasi Rawat Inap merupakan depo farmasi yang melayani
resep pasien rawat inap dan resep home medicine (resep obat untuk pasien
pulang). Instalasi Farmasi Rawat Inap di Rumah Sakit Sentra Medika
Cibinong bertempat di dilantai 3. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang dilakukan di Rs Sentra Medika Cibinong,
mahasiswa PKPA akan terlibat dalam kegiatan pelayanan farmasi klinis di
Rawat Inap dan mempelajari alur distribusi perbekalan farmasi di Instalasi
Farmasi Rawat Inap di Rs Sentra Medika Cibinong.
4.2.3.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Instalasi Farmasi Rawat Inap
a. Permohonan Kebutuhan
Pengadaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rs Sentra MedikaCibinong

78
dilakukan tiap hari untuk mencegah terjadinya kekosongan.
b. Setelah melakukan permohonan permintaan ke gudang farmasi,
petugas dibagian gudang akan melakukan pengiriman obat ke bagian
Instalasi Farmasi Rawat Inap. Petugas farmasi yang bertugas akan
melakukan penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dengan
menyesuaikan nama sediaan, jumlah sediaan, nomor batch, dan
tanggal expired date.
c. Penyimpanan
Penyimpanan obat di divisi unit Rawat Inap disusun secara
alfabetis secara alfabetis (A-Z) dengan menerapkan prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan disimpan bersasarkan bentuk sediaan,
suhu penyimpanan, High Alert Medication (HAM), BMHP, dan
Narkotika Psikotropika.
d. Pendistribusian
Distribusi obat di Unit Depo Rawat Inap dilakukan melalui
pelayanan resep rawat inap pada ruangan dan pelayanan resep rawat
inap pada pasien pulang. Alur pelayanan resep pada diruangan
diawali dari perawat masing – masing ruangan datang membawa
resep kemudian memasukkan resep sesuai keranjang ruangan
kemudian, pasien akan mengisi buku pencatatan resep pasien sesuai
ruangan, kemudian petugas farmasi rawat inap akan menyiapkan
obat sesuai resep, lalu dilanjutkan dengan skrinning atau telaah resep
oleh apoteker.
e. Administrasi
Administrasi Unit Depo Rawat Inap di Rs Sentra Medika
Cibinong meliputi pencatatan dan pelaporan. Catatan narkotika dan
psikotropika yang dilakukan tiap pengambilan obat narkotik dan
psikotropik yang meliputi pencatatan (nama pasien, alamat pasien,
asal poli/dokter, nama sediaan obat dan jumlah obat), serta
pencatatan kartu stok yang dilakukan setiap hari oleh petugas
farmasi yang bertanggung jawab pada bagian kartu stok. Untuk

79
pelaporan meliputi pelaporan stock opname yang dilakukan tiap
bulan kepada kepala instalasi farmasi, pelaporan narkotik dan
psikotropik dilakukan oleh koordinator pelayanan rawat jalan
melalui website SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) setiap bulan sebelum tanggal 10 tiap awal bulan.
4.2.3.2 Pelayanan farmasi klinik Rawat Inap
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Skrining resep di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rs Sentra Medika
Cibinong dilakukan dengan pemeriksaan persyaratan administrasi,
farmasetik, klinis yang meliputi:
a. Tanggal resep
b. Nama dan SIP dokter
c. Nama dan tanggal lahir pasien
d. Berat Badan pasien
e. Alamat pasien
f. Tepat dosis
g. Tepat obat
h. Tepat sediaan
i. Tepat cara dan waktu pemberian sediaan
j. Duplikasi obat
k. Alergi
l. Kontraindikasi
m. Interaksi obat
Verifikasi resep sebelum diberikan kepada pasien yang dilakukan oleh
apoteker di Instalasi Farmasi Rawat Inap meliputi pengecekkan :
a. Benar pasien
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar rute pemberian
e. Benar waktu pemberian
f. Benar dokumentasi

80
g. Benar informasi
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat pada Instalasi Farmasi Rawat Inap


dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan
farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari kegiatan visite atau data rekam medik/Catatan Penggunaan Obat
(CPO) Pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
Proses Rekonsiliasi di Rs Sentra Medika Cibinong terdapat dua yaitu
rekonsiliasi pasien masuk dan pasien pulang. Rekonsiliasi obat yang dilakukan
oleh apoteker pada pasien rawat inap disertakan dengan pelayanan pemberian
informasi obat kepada pasien. Rekonsiliasi obat pada pasien pulang akan
disiapkan oleh petugas farmasi rawat inap kemudian dimasukkan ke dalam
rekam medis pasien.
4. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Pemberian Informasi Obat (PIO) pada Instalasi Farmasi Rawat Inap dan
Jalan dilakukan oleh apoteker kepada pasien rawat inap dengan penyampaian
informasi obat dan pencatatan pada etiket obat dengan jelas dan pemberian
informasi obat secara langsung diberikan kepada pasien atau keluarga pasien
yang menerima obat saat pasien akan pulang.
5. Konseling
Konseling pada Instalasi Farmasi Rawat Inap dan Jalan dilakukan pada
pasien-pasien khusus. Kriteria pasien yang akan dikonseling mencakup pasien
dengan kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui), pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB dan DM),
pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (pada pasien
yang pertama kali menggunakan insulin pen dan obat inhaler), pasien yang
menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin), pasien
yang menggunakan banyak obat (polifarmasi), dan pasien yang mempunyai
riwayat kepatuhan rendah.

81
6. Visite
Visite kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara
mandiri untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dengan
menanyakan kondisi pasien selama perawatan, memantau terapi obat dan
Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan terapi obat
yang rasional. Pelaksanaan visite apoteker secara mandiri di ruang perawatan
dengan langkah – langkah berikut, apoteker memperkenalkan diri kepada
pasien dan keluarga pasien. Kemudian, apoteker mendengarkan respon yang
disampaikan oleh pasien dan melakukan identifikasi masalah. Lalu, apoteker
memberikan edukasi penggunaan obat kepada pasien dan apoteker memberikan
rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat
kepada perawat atau dokter. Apoteker melakukan pemantauan efektivitas dan
keamanan penggunaan obat dengan metode Subject Object Assesment Plan
(SOAP), yang dicatat pada lembar SOAP dan dimasukkan pada rekam medis
pasien.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) pasien rawat inap dilakukan melalui
visite. Apoteker melakukan pemantauan terapi obat dengan memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien rawat.
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan untuk memantau
obat – obat baru dan efek samping obat.
9. Dispensing Sediaan Steril
Bagian iv admixture merupakan bagian pencampuran dua atau lebih
sediaan parenteral untuk kebutuhan terapi pasien secara individu. Bagian iv
admixture dikoordinatori oleh satu orang apoteker dan dibantu oleh tenaga
teknis kefarmasian yang bersertifikat dalam hal handling rekonstitusi obat. Iv
admixture terdiri dari pelarutan dan rekonstitusi serbuk steril. Iv admixture
dilakukan di instalasi farmasi dengan teknik aseptis dan menggunakan alat
LAF (Laminal Air Flow). Sediaan obat yang dilakukan iv admixture yaitu
Cefriaxone, Cefotaxime, Ceftazidin, dan Methylprednisolon yang masing-

82
masing sediaan memiliki batas BUD (Beyond Use Date), batas BUD
Cefriaxone yaitu 10 hari, Cefotaxime dan Ceftazidin 7 hari, Methylprednisolon
2 hari.
4.2.4 Pelayanan Instalasi Farmasi Ruang Operasi

4.2.4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Ruang Operasi


1. Permohonan Kebutuhan
Permohonan permintaan sediaan farmasi ke Gudang
perbekalan farmasi menggunakan Lembar Permintaan perbekalan
farmasi meliputi tanggal permintaan, nama unit layanan atau depo
yang memesan, nama item, jumlah item yang diminta, bentuk
sediaan, dan tanda tangan penanggung jawab yang melakukan
pemesanan.
2. Penerimaan
Penerimaan dapat dilakukan setelah mendapat lembar
permohonan permintaan pada perbekalan farmasi. Penerimaan
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian nama
barang, tanggal kadaluarsa, kekuatan sediaan jumlah permintaan
barang dengan jumlah diterimanya barang pada print out yang
diberikan oleh pihak gudang farmasi.
3. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan
kelompok obat high alert, Narkotika, obat Termolabil, BMHP dan
sesuai anggaran e-catalog maupun non e-catalog. Penyimpanan
perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan alfabetis, kemudian
untuk penyimpanan perbekalan farmasi kelompok high alert
dilakukan pada lemari khusus terpisah dengan sediaan lainnya
dan diberi stiker merah yang mengelilingi pintu lemari tersebut
serta di beri stiker high alert.
4. Distribusi
Distribusi sediaan farmasi dan BMHP di Instalasi Bedah
Sentral menggunakan sistem paket untuk setiap pembedahan pada

83
pasien. Sistem ini dilakukan untuk masing-masing pasien yang
bersifat individual sesuai dengan resep dokter pada masing-
masing pasien yang akan menjalani pembedahan di Instalasi
Bedah Sentral.
5. Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan Stock Opname (SO) setiap
bulan. Selain itu dilakukan pula evaluasi stok, evaluasi stok yang
dilakukan adalah evaluasi obat dekat tanggal kadaluarsa, slow
moving dan death stock (stock obat yang tidak mengalami
pergerakan selama 3 bulan). Evaluasi stok bertujuan untuk
mengetahui barang yang tidak mengalami pergerakan atau
transaksi selama 3 bulan yang dapat mengakibatkan
bertumpuknya dana dalam bentuk barang yang akan mendekati
kadaluwarsa.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan administrasi yaitu pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan yang dilakukan rutin seperti pencatatan stok obat pada
kartu stok obat, laporan penggunaan narkotika, dan suhu ruangan
penyimpanan obat termolabil. Pelaporan yang dilakukan seperti
stock opname yang bertujuan untuk mengetahui sisa stok
perbekalan farmasi yang ada sehingga dapat mengendalikan
persediaan
4.2.4.2 Pelayanan Instalasi Sanitasi & CSSD
Sanitasi diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Dalam
lingkungan rumah sakit Sentra Medika Cibinong sanitasi berarti upaya
pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimia dan biologi yang
ada di rumah sakit yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap
kesehatan petugas, pasien dan pengunjung rumah sakit. Dedangkan
CSSD adalah unit pelayanan yang berfungsi memberikan pelayanan
sterilisasi yang sesuai standar atau pedoman dan memenuhi kebutuhan
barang steril di rumah sakit.

84
4.3 Peran dan Fungsi Apoteker Dirumah Sakit Sentra Medika Cibinong

Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian


tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang
disebut dengan manajemen risiko (Permenkes No.58 Tahun 2014).
Praktik apoteker ruang rawat merupakan praktik apoteker langsung
kepada pasien di ruang rawat dalam rangka pencapaian hasil terapi obat
yang lebih baik dan meminimalkan kesalahan obat (medication errors).
Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi
dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa keberadaan apoteker di ruang rawat mampu
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat, serta
menurunkan medication errors (Kemenkes Tahun 2011).
Peran dan Fungsi Apoteker Peran dan fungsi apoteker ruang rawat
secara umum adalah:
1. Mendorong efektifitas dan keamanan pengobatan pasien
2. Melaksanakan dispensing berdasarkan legalitas dan standar profesi
3. Membangun tim kerja yang baik dengan menghormati kode etik
masing-masing profesi dan asas confidential
4. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pemenuhan
kompetensi standar profesi
Pelaksanaan praktik apoteker ruang rawat di rumah sakit sentra
medika cibinong bertujuan:
a. Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (indikasi, bentuk sediaan,
dosis, rute, frekuensi, waktu, durasi)
b. Pasien mendapatkan terapi obat secara efektif dengan risiko minimal
(efek samping, medication errors, biaya)

Tanggung Jawab dan Tugas Pokok Apoteker


1. Tanggung jawab apoteker ruang rawat antara lain:
a. Ketersediaan obat yang berkualitas dan legal
b. Penyelesaian masalah terkait obat

85
c. Dokumentasi terapi obat (rekomendasi dan perubahan rejimen)
d. Pemeliharaan dan peningkatan kompetensi tentang sediaan
farmasi dan alat kesehatan (minimal sesuai kebutuhan di ruang
rawat tersebut)
e. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan penelitian.

2. Tugas pokok apoteker ruang rawat meliputi beberapa berikut:


 Penyelesaian masalah terkait penggunaan obat pasien
a. Memastikan kebenaran dan kelengkapan informasi terkait terapi
obat dalam resep, rekam medis maupun dalam dokumen/kertas
kerja lain
b. Memastikan tidak ada kesalahan peresepan melalui pengkajian
resep (administratif, farmasetik, klinis) bagi setiap pasien
c. Memberikan informasi, penjelasan, konseling, saran tentang
pemilihan bentuk sediaan (dosage form) yang paling sesuai bagi
setiap pasien
d. Memastikan ketepatan indikasi penggunaan obat, yaitu: masalah
terkait penggunaan obat dapat diidentifikasi, diselesaikan, dan
efektivitas maupun kondisi yang tidak diinginkan dapat dipantau
e. Melakukan visite (ward rounds) mandiri maupun kolaborasi
dengan dokter atau profesi kesehatan lain, melakukan penelusuran
riwayat pengobatan dan terlibat dalam proses keputusan terapi
obat pasien
f. Melakukan diskusi dengan dokter, perawat dan profesi kesehatan
lain tentang terapi obat dalam rangka pencapaian hasil terapi yang
telah ditetapkan (definite clinical outcome)
g. Melakukan komunikasi dengan pasien/keluarga pasien (care
giver) terkait obat yang digunakan
h. Memberikan informasi obat yang diperlukan dokter, perawat,
pasien/keluarga pasien (care giver) atau profesi kesehatan lain

86
i. Melakukan monitoring secara aktif, dokumentasi dan pelaporan
efek samping obat dan sediaan farmasi, termasuk alat kesehatan,
kosmetik dan herbal
j. Melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif
 Memastikan ketepatan dispensing
a. Memastikan keberlangsungan rejimen obat terpenuhi bagi pasien di
ruang rawat maupun pasien pulang
b. Memastikan kebenaran dalam penyiapan dan pemberian obat, yang
meliputi: tepat pasien, tepat dosis, tepat bentuk sediaan, tepat rute,
tepat waktu pemberian obat, disertai dengan kecukupan informasi
(lisan dan tertulis)
c. Memastikan ketepatan penyiapan obat yang potensial
menyebabkan kondisi fatal (high alert medication)
d. Memastikan ketepatan teknik penggunaan, misalnya: penggunaan
inhaler, semprot hidung, injeksi insulin, sediaan suppositoria,
sediaan tetes telinga, dll.
e. Memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan emergensi agar
selalu sesuai dengan stok yang ditetapkan di ruang rawat bersama
perawat dan dokter jaga (jika ada)
f. Memastikan ketepatan penyimpanan obat sesuai dengan
persyaratan farmasetik dan aspek legal
g. Memastikan proses dispensing sediaan non steril di ruang rawat
menggunakan peralatan sesuai standar.

87
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong


5.1.1 Sejarah Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong merupakan bagian dari Sentra
Medika Group yang didirikan pada tanggal 10 januari 2011. Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong merupakan Rumah sakit unggulan di Bogor
terakreditasi B yang memiliki fasilitas pelayanan lengkap terpadu, didukung
peralatan menunjang medik yang canggih dan terkini. Layanan yang dimiliki
oleh RS Sentra Medika Cibinong, yaitu Brain Neuro & Cardiovascular
Center, Cathlab, ICCU, Treadmill, Echocardiography, EEG, EMG, TCCD,
Eye Center, MRI, Occupation Center, Physiotheraphy Center, ESWL, Unit
Thalassemia, Hemodialisa, Klinik Tumbuh Kembang, Trauma Center, serta
Surgical Center. RSSM Cibinong juga memiliki pelayanan yang siap selama
24 jam seperti Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Kamar Operasi, Instalasi
Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Ambulans, ICU, NICU,
dan Bank Darah. RS Sentra Medika Cibinong dapat digunakan untuk
kepentingan pendidikan, pelatihan, dan penelitian dibidang kesehatan. RS
Sentra Medika Cibinong sudah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 159/Menkes/Per/II/1998 tentang rumah sakit adalah sarana
kesehatan yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penelitian dan pengembangan Iptek di bidang kesehatan.
5.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong merupakan salah satu institusi
pelayanan kesehatan yang dibuka untuk melayani masyarakat umum, mitra
kerja perusahaan, dan asuransi kesehatan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna, dengan melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan

88
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan
pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. RS Sentra Medika Cibinong
menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 sesuai
dengan visinya yaitu menjadi rumah sakit unggulan dan pilihan yang
memberikan pelayanan yang akan diberikan kepada pengguna jasa layanan
kesehatan, serta mempunyai suatu ukuran yang dapat menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
5.1.3 Organisasi Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Struktur organisasi RS Sentra Medika Cibinong yaitu RS Sentra
Medika Cibinong dipimpin oleh Direktur Rumah Sakit dan dibantu oleh
Komite-komite, Kelompok Staf Medis, dan Panitia-panitia. Direktur Rumah
Sakit RS Sentra Medika Cibinong membawahi Satuan Pemeriksa Internal,
Ka Divisi Pelayanan Medis, Ka Divisi Penunjang Medis, Ka Divisi
Keperawatan, Ka Divisi SDM dan Umum, Ka Divisi Keuangan, Akuntasi dan
Pajak, dan yang terakhir Ka Divisi Pemasaran dan Humas. Selain itu Direktur
juga membawahi Ka Unit Pembelian Farmalkes, Ka Unit Pembelian Umum
dan Medis, dan Ka penanggungjawab Informasi Teknologi. Dari struktur
organisasi dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Cibinong telah memenuhi
syarat dalam undang-undang Pasal 33 Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah
sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan,
unsur penunjang medis, komite medis dan satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan.

5.2 Praktik Kefarmasian Di Rumah Sakit


5.2.1 Perbekalan Farmasi Gudang
5.2.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Gudang
1. Perencanaan

Perencanaan obat di logistic rawat inap dan logistic rawat


jalan Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong menggunakan pola

89
konsumsi, yang dimana penentuan jumlah obat didasarkan
dengan pemakaian periode sebelumnya. Untuk perencanaan
pihak logistik akan melihat penggunaan obat atau alat kesehatan
selama 7 hari sebelumnya pada sistem HIS RS dengan
penggunaan aplikasi AVICENNA.
Proses perencanaan yang dilakukan dibagian logistic rawat
inap dan logistic rawat jalan RSSM diawali dengan pembuatan
perencanaan obat dan alat kesehatan oleh apoteker penanggung
jawab gudang farmasi di RSSM, logistic rawat inap dan logistic
rawat jalan di RRSM memiliki 1 Apoteker penanggung jawab.
Pembuatan perencanaan dilihat dan ditentukan dari kebutuhan
obat yang diperlukan, sisa persediaan (stock) dan penetapan
prioritas terhadap obat yang sering digunakan (fast moving).
Perencanaan obat dan alat kesehatan secara meluruh di
RSSM dilakukan dengan panduan praktik klinis (quadline) yang
sudah di tentukan oleh KSM atau kelompok staf medis rumah
sakit yang dilihat dari beberapa persyaratan, salah satunya
adalah menurut tipe rumah sakit.
Perencanaan obat dan alat kesehatan yang dilakukan di
RSSM ini sudah sesuai dengan pedoman yang digunakan
menurut Permenkes NO.72 Tahun 2016 tentang Perencaan Obat
di Rumah Sakit :
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan
obat. Dasar-dasar perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan obat. Dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
A. Anggaran Yang Tersedia
B. Penetapan Prioritas

90
C. Sisa Persediaan
D. Data Pemakaian Periode Yang Lalu
E. Waktu Tunggu Pemesanan
F. Rencana Pengembangan
2. Pengadaan
Setelah perencanaan obat dan alat kesehatan telah selesai
dibuat, maka penanggung jawab gudang di Rumah Sakit Sentra
Medika Cibinong akan membuat PR (Purchase Request) yang
dilakukan seminggu sekali biasanya di hari sabtu atau senin
yang ditujukan kepada Kepala Departemen Farmasi RSSM.
Kepala departemen Farmasi RSSM akan menilai terkait
Purchase Request yang dibuat dengan menyesuaikan kembali
terkait kebutuhuan dan dana, pemilihan metode pengadaan, dan
pemilihan pemasok. Pemilihan pemasok pun harus memiliki
kriteria yang sesuai dengan kebutuhan yang diingkan RSSM .
Jika sudah di approve oleh Kepala Departemen Farmasi maka
akan diteruskan lagi ke Kepala Divisi Penunjang Medis RSSM
untuk dilihat kesesuaiannya.Setelah di approve oleh Kepala
Divisi Penunjang Medis maka selanjutnya diberikan kebagian
purchasing, dimana bagian purchasing akan melakukan skrining
mengenai kesesuaian jumlah kebutuhan pemesanan dengan
harga yang diperlukan untuk dikeluarkan yang harus disesuaikan
dengan ketentuan anggaran maksimal di RSSM. Jika sudah
sesuai maka tim purchasing memberikan approve yang
menandakan proses pemesanan dan pembayaran telah
dilakukan, maka unit akan menerbitkan PO (Purchase Order)
lalu akan ditandatangani oleh Kepala Departemen Farmasi dan
diberikan kepada Distributor. Namun jika tim purchasing
mendapatakan ketidaksesuaian di dalam proses pengadaan maka
akan di kembalikan untuk disesuaikan kembali.
Dalam proses pengadaan yang dilakukan di RSSM, terdapat

91
metode dan persyaratan pengadaan. Metode pengadaan yang
digunakan RSSM yaitu metode e-purchasing sedangkan
persyaratan pengadaan yang terdapat di RSSM yaitu :
1. Distributor memiliki izin
2. Distributor memiliki penunjukkan dari principal
3. Obat yangg sudah teregistrasi BPOM
4. BMHP yang sudah teregistrasi oleh Kementrian Kesehatan
Peregistrasian data obat oleh BPOM dapat dilihat dari web
http://cekbpom.pom.go.id/ dan www.pionas.pom.go.id/IO
Pengadaan obat dan alat kesehatan di RSSM ini, dilakukan
sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Permenkes
No.72 tahun 2016 tentang pengadaan di rumah sakit :
Pengadaan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah
yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak pemantauan proses pengadaan, dan
pembayaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara
lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali
untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain)
atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan. Pengadaan dapat dilakukan melalui:

92
a. Pembelian
b. Produksi Sediaan Farmasi
c. Sumbangan/Droping/Hibah
3. Penerimaan
Penerimaan barang di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinongn
dimulai ketika Distributor datang mengantarkan obat atau alat
kesehatan, kemudian di cek terlebih dahulu kesesuaian faktur dengan
PO (Purchase Order) yang ada pada sistem. Hal yang perlu di cek
pada pemesanan reguler adalah Nama Pengirim (PBF), No Po, No
Batch, Nama barang yang diterima, Tanggal penerbitan faktur, Bentuk
Sediaan, ukuran, Quantity, serta harga per unit, diskon dan harga
akhir, untuk harga akhir tidak boleh memiliki selisih lebih dari Rp
100, jika lebih dari Rp 100 maka pihak logistik harus mengkonfirmasi
terlebih dahulu dengan pihak Purchasing yang merupakan sudah
menjadi ketentuan dari RSSM.
Setelah PO dan faktur telah sesuai maka dicek kesesuaian faktur
dengan fisik, hal yang perlu dicek dan dicocokan kembali adalah
nama, bentuk sediaan, ukuran, jumlah, tanggal ED (Expired Date) dan
nomor batch. Barang dapat diterima jika fisik sama dengan yang
tercantum pada faktur dan memiliki keadaan fisik yang baik tanpa
terdapat kecacatan fisik, terlebih khusus untuk penerimaan produk
obat CCP atau obat yang memerlukan suhu penyimpanan tersediri
biasanya berupa vaksin dan obat injeksi lainnya.
Expired Date obat dan alat kesehatan juga harus diperhatikan,
ketentuannya yaitu harus memiliki Expired Date lebih dari 2 tahun,
kecuali untuk obat fast moving, seperti paracetamol injeksi dan prove
D3 1000 iu yang sudah mendapatkan approve terlebih dahulu oleh
Kepala Departemen Farmasi dan Kepala Divisi Penunjang Medais
RSSM.
Jika terdapat ketidakcocokan antara faktur dengan barang yang
diterima maka penerima dapat mengajukan pelaporan ketidaksesuaian

93
terhadap distributor dan kemudian distributor dapat mengganti barang
atau faktur yang sesuai , dengan catatan faktur ditinggalkan .
Setelah semuanya telah sesuai maka faktur ditandatangani oleh
Apoteker Penanggung Jawab Gudang atau Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) yang mempunyai izin (degalasi). Untuk faktur
yang diberikan pada logistik yaitu wajib 3 rangkap. Setelah faktur
ditandatangani maka barang di karantina sesuai gudangnya masing-
masing, yaitu di gudang rawat jalan dan gudang rawat inap.
Proses penerimaan di RSSM sudah sesuai dengan pedoman
yang digunakan yaitu menurut Permenkes NO.72 tahun 2016 tentang
penerimaan di Rumah Sakit :
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima (Permenkes No. 72, 2016).
4. Penyimpanan
Setelah barang diterima dan dikarantina, kemudian dicari PO
(Purchase Order) fisik dan disatukan dengan faktur. Setelah disatukan,
maka barang dapat diinput ke dalam sistem. Penginputan pada sistem
berdasarkan nomor PO dan kemudian dimasukkan tanggal ED
(Expired Date), nomor Batch dan jumlah barang. Setelah di input
maka barang dapat disusun dalam rak pada gudang masing-masing.
Gudang rawat jalan dan rawat inap terletak terpisah tapi saling
bersebelahan, dan tata letak nya terpisah dari bagian depo farmasi
lainnya, dimana gudang rawat jalan dan rawat inap ini terletak di
bagian luar belakang RSSM.
Barang disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan, kategori
barang (high alert, lasa, psikotropika dan narkotika), suhu
penyimpanan ruangan 15-25oC dan suhu penyimpanan di pendingin 2-
8 oC , dan FEFO (First Expired First Out).
Expired Date lebih dekat diletakkan di depan, kemudian untuk

94
penyimpanan obat dan alat kesehatan dipisahkan. Selain itu
penyimpanan obat BPJS dan reguler juga dipisahkan.
Untuk penyimpanan obat-obatan High alert elektrolit tinggi
disimpan di lemari terpisah dengan label kuning bertulisan merah dan
juga untuk obat-obatan LASA diberikan label khusus dan diletakkan
tidak berdekatan dengan jarak 2 obat yang berbeda penandaan ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan
pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong menyediakan obat-obatan
sitotoksik sesuai kebutuhan.
Obat-obatan Narkotika, Psikotropika, dan prekursor diletakkan
di lemari terpisah yang aman dan kuat yang terbuat dari stenlis dengan
sistem double lock dengan kunci dalam dan luar yang berbeda. Kunci
ini dipegang oleh Apoteker atau TTK yang sudah memiliki surat izin
(degalasi). Tataletak lemari penyimpanan Narkotika dan Psikotropika
digudang tersimpan di tempat yang aman dan tidak telihat oleh umum.
Untuk obat emergensi diletakkan di trolley emergensi dengan
kunci disposable yang hanya dipegang oleh bagian farmasi.
Penyimpanan trolley emergency ini biasanya diletakan di IGD atau di
unit yang biasanya memiliki tindakan-tindakan emergency. Adapun
persayaratan penyimpanan trolley emergency yaitu :
1. Penyimpanan obat emergency harus suudah dikeluarkan dari kotak
kemasan agar tidak menghambat kecepatan penyiapan dan
pemberian obat , misalnya obat dalam bentuk ampul dan vial.
2. Pemisahan penempatan BMHP untuk pasirn dewasa dan pasien
anak.
3. Tata letak obat yang seragam

95
4. Dan harus tersedia panduan cepat untuk dosis dan penyimpanan
obat

Penyimpanan barang yang dilakukan di logistic rawat inap dan


rawat jalan RSSM ini sudah sesuai dengan pedoman yang digunakan
yaitu Permenkes No.72 tahun 2016 : Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal
pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan
khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk
mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan
terpisah yaitu:

96
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas
medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung
gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi
penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan.
Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang
telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan
lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
5. Distribusi obat

Distribusi obat dan alat kesehatan di Rumah Sakit Sentra Medika


Cibinong dilakukan oleh gudang penyimpanan (logistic) ke seluruh

97
depo farmasi yang ada di RSSM.
Gudang rawat jalan mendistribusikan ke instalasi farmasi rawat
jalan reguler, BPJS dan IGD (Instalasi Gawat Darurat).Distribusi ke
Rawat Jalan farmasi dan BPJS serta IGD dilakukan setiap hari dengan
pembuatan defekta yang dikirim by sistem ke gudang penyimpanan,
pembuatan defekta ke gudang biasanya dilakukan setiap shift siang
rawat jalan . untuk pemesanan obat slow moving hanya sesuai
permintaan saja . Distribusi dilakukan dengan melihat pemakaian pada
depo masing-masing selama 5 hari belakang dan dilakukan 2 hari
sekali. Barang akan diberikan jika barang pada instalasi berada di
bawah minimum dengan menyesuaikan stock yang ada pada gudang.
Gudang rawat inap mendistribusikan ke depo farmasi rawat inap
termasuk untuk ruang ICU dan ICCU serta NICU, IBS (Instalasi
Bedah Sentral) yaitu OK,dan Cathlab. Pendistribusian ini dilakukan
sesuai dengan isi defekta yang dikirim by sistem dari depo farmasi
rawat inap yang terletak di lantai 3 RSSM yang ruangannya
berdampingan atau bersebelahan dengan ruang rawat jalan BPJS .
Pendistribusian obat konsinasi biasanya berlaku untuk permintaan
ruang IGD , OK dan Cathlab dikarenakan biasanya penggunaan obat
atau alat kesehatan yang cenderung mahal. Permintaan dan
pendistribusian barang konsinasi ini biasanya hanya dilakukan sesuai
permintaan saja dan akan didistribusikan kepada depo farmasi yang
melakukan permintaan.
Sistem distribusi di depo rawat inap dilaksanakan dengan cara
One Daily Dose (ODD) dan sebagian ruangan sudah UDD untuk
Injeksi dan Oral.
Sistem pendistribusian obat dan alat kesehatan di logistic RSSM
ini sudah sesuai dengan pedoman yang di gunakan yaitu Permenkes
No.72 tahun 2016 tentang distribusi rumah sakit:
Sistem distribusi menurut (Permenkes No. 72, 2016) di unit
pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

98
a. Sistem persediaan lengkap ruangan (floor stock)
b. Sistem resep pererangan
c. Sistem unit dose
d. Sistem kombinasi
6. Penarikan obat

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi


standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(Mandatory Recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (Voluntary Recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri (Permenkes No. 72, 2016).
Untuk proses penarikkan obat di Rumah Sakit Sentra Medika
Cibinong dimulai saat Distributor mengeluarkan surat edaran
mengenai produk yang akan di recall, lalu pihak logistik akan melihat
terlebih dahulu pada sistem apakah rumah sakit memiliki produk
tersebut atau tidak. Jika rumah sakit memiliki produk tersebut maka
pihak logistik akan memberitahu semua depo farmasi yang ada di
rumah sakit terkait produk tersebut dengan nomor batch untuk
mengumpulkannya pada gudang logistik. Setelah semua produk telah
terkumpul, maka pihak logistik akan mencari faktur dari produk yang
akan di recall. Logistik akan mengisi form recall yang berisi nama
produk, nomor batch, jumlah beserta alasan recall dan kemudian
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Logistik. Kemudian
produk akan dijemput oleh Distributor yang bersangkutan.
Sedangkan untuk barang konsinyasi biasanya dilakukan untuk
pemesanan yang diperlukan pada bagian unit OK, Cathlab
(hemodialisa) dimana penarikan obat atau alat kesehatan dilakukan
pada saat barang yang dipesan tidak terpakai dalam batas waktu
tertentu sehingga akan dibuat pelaporan dan akan di ambil kembali

99
oleh distributor yang bersangkutan.
5.2.2 Pelayanan Unit Farmasi Rawat Jalan
5.2.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Rawat Jalan
1. Perencanaan
Farmasi rawat jalan yaitu dengan melakukan permintaan di
gudang rawat jalan RS. Sentra Medika Cibinong melalui sistem yang
disebut AVICENNA. TTK akan menginput obat yang akan diminta
di gudang rawat jalan kemudian pihak gudang rawat jalan akan
menerima dan mengecek permintaan tersebut apakah tersedia di
gudang atau tidak. Jika tersedia maka pihak gudang akan
mengapprove dan menyiapkan permintaan tersebut. Setelah itu pihak
gudang rawat jalan akan membuat dan mencetak bukti distribusi
item. Perencanaan yang dilakukan di instalasi rawat jalan sudah
sesuai dengan Pemenkes No. 72 Tahun 2016 tentang perencanaan.
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
2. Penerimaan
Penerimaan yang dilakukan diinstalasi rawat jalan yaitu TTK
yang menerima barang dari gudang farmasi rawat jalan akan
mengecek dan menyesuaikan antara barang yang diterima dengan
bukti distribusi item yang diberikan sudah sesuai. Penerimaan yang
dilakukan instalasi rawat jalan sudah sesuai dengan Permenkes No.
72 Tahun 2016 tentang penerimaan. Penerimaan merupakan kegiatan
untuk menjamin kesesuaianjenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

100
3. Penyimpanan
Barang yang diterima dari gudang rawat jalan akan dilakukan
penyimpanan sebelum didistribusikan. Penyimpanan yang dilakukan
di RS. Sentra Medika Cibinong yaitu berdasarakan bentuk sediaan,
suhu penyimpanan, High Alert, sediaan mudah terbakar,
psikotropika dan narkotika, FEFO, LASA, dan alfabetis.
Penyimpanan yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong sudah
sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang penyimpanan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
4. Pendistribusian
Pendistribusian yang dilakukan diinstalasi rawat jalan yaitu
TTK menerima resep dari dokter melalui sistem AVICENNA
kemudian melakukan skrining administrasi, farmasetik dan klinis.
Setelah melakukan skrining maka TTK yang lain akan melakukan
penyiapan obat sesuai resep. Ketika resep sudah disiapkan maka
TTK melakukan double check untuk menghindari terjadinya
kesalahan. Setelah dilakukan pengecekan maka akan diberikan
kepada apoteker untuk diserahkan kepada pasien. Ketika diserahkan
kepada pasien, apoteker akan melakukan skrining administratif
untuk menyesuaikam agar obat yang diterima sudah sesuai.
Pendistribusian yang dilakukan di RS. Sentra Medika sudah sesuai
dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang pendistribusian.
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada
unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah, dan ketepatan waktu.

101
5. Pengendalian
Pengendalian yang dilakukan di instalasi rawat jalan yaitu
dengan melakukan stock opname setiap bulan. Stock opname
dilakukan untuk menghindari adanya kekosongan barang dan
mengetahui jumlah barang yang masuk dan keluar agar tidak terjadi
selisih. Stok opname yang dilakukan yaitu mencocokkan kartu stock
dengan barang yang tersedia. Setiap pegawai rawat jalan baik
apoteker maupun TTK diberikan tugas masing-masing untuk
melakukan stock opname dan bertanggung jawab atas barang
masing-masing. Pengendalian yang dilakukan di instalasi rawat jalan
sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang
pengendalian. Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
untuk:
a) Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b) Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
6. Administrasi
Administrasi yang dilakukan di instalasi rawat jalan dibagi
menjadi 2 yaitu pencatatan dan pelaporan. Pencatatan yang
dilakukan di RS. Sentra Medika yaitu pencatatan kartu stok dan suhu
ruang. Untuk pelaporan yang dilakukan RS. Sentera Medika yaitu
pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika yang
dilakukan setiap bulan pada tanggal 10. Pelaporan yang dilakukan
dapat melalui website resmi kemenkes yaitu E-ZIPNAP.
Administrasi yang dilakukan oleh RS. Sentra Medika Cibinong

102
sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang
administrasi pencatatan dan pelaporan. Pelaporan dibuat secara
periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu
tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
5.2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Rawat Jalan
1. Pengkajian Pelayanan Resep
Pengkajian pelayanan resep yang dilakukan diinstalasi rawat jalan
harus sesuai dengan persyaratan administratif, farmasetik, dan klinik.
Adapun persyaratan administratif yang dilakukan di RS. Sentra
Medika Cibinong yaitu:
1) Tanggal resep
2) Nama dokter/SIP
3) Nama, umur, dan berat badan pasien
4) Unit/poli asal resep
Persyaratan farmasetik yang dilakukan di RS. Sentra Medika
Cibinong yaitu:
1) Dosis dan jumlah obat
2) Bentuk sediaan
3) Kekuatan sediaan
4) Aturan dan cara penggunaan obat
Persyaratan klinis yang dilakukan yaitu:
1) Interaksi obat
2) Efek samping obat
3) Dosis obat
4) Kontraindikasi
5) Alergi
Pelayanan resep yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong
dimulai dari penerimaan, skrining, penyiapan, pemeriksaan, dan
penyerahan. Penerimaan resep di RS. Sentra Medika Cibinong
dilakukan melalui sistem yaitu AVICENNA. Setelah resep diterima
maka akan dilakukan skrining administratif, farmastik, dan klinis.

103
Setelah dilakukan skrining maka resep akan dicetak dan obat akan
disiapkan sesuai resep. Ketika obat sudah disiapkan maka akan
dilakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa maka obat akan diserahkan
pada pasien disertai dengan pemberian informasi obat dan konseling
jika perlu. Untuk pelaksaan konseling RS. Sentra Medika Cibinong
perlu memperhatikan kriteria pasein yang akan dilakukan konseling
seperti:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis.
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin).
5. Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi).
6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
Pengkajian pelayanan resep yang dilakukan di RS. Sentra Medika
Cibinong sudah sesuai dengan Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang
pengkajian dan pelayanan resep. Pengkajian Resep dilakukan untuk
menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah
terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. Tanggal Resep; dan
d. Ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

104
b. Dosis dan Jumlah Obat;
c. Stabilitas; dan
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Kontraindikasi; dan
e. Interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker
kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit (Permenkes No.72, 2016).
Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilakukan RS. Sentra
Medika Cibinong yaitu apoteker memberikan informasi tentang obat
yang diberikan kepada pasien pada saat penyerahan obat. Pemberian
informasi obat dilakukan dengan memberi penandaan terhadap etiket
obat dengan jelas. Informasi yang diberikan kepada pasien saat PIO
diantaranya indikasi obat, frekuensi penggunaan obat, waktu
penggunaan obat serta efek samping obat. PIO yang dilakukan pada RS.
Sentra Medika Cibinong sudah sesuai dengan tujuan PIO yang
tercantum pada Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang tujuan Pelayanan
Informasi Obat (PIO) yaitu menyediakan informasi mengenai Obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan
pihak lain di luar Rumah Sakit.

105
3. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang
tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien
(patient safety) (Permenkes No.72, 2016). Pada RS. Sentra Medika
Cibinong terdapat rungan khusus konseling. Konseling di RS. Sentra
Medika Cibinong dilakukan oleh apoteker. Adapun kriteria pasien
untuk dilakukan konseling yaitu:
1) Pasien dengan kondisi khusus seperti pediatri, geriatri, dan gangguan
fungsi ginjal.
2) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
seperti penggunaan insulin dan inhaeler.
3) Pasien dengan terapi jangka panjang seperti penderita DM.
4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit seperti
digoksin dan phenytoin.
5) Pasien yang menggunakan banyak obat (Polifarmasi)
6) Pasien dengan kepatuhan penggunaan obat rendah
Konseling yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong sudah
sesuai dengan Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang kriteria pasien
yang akan dilakukan konseling. kriteria pasien yang perlu diperhatikan
dalam pemberian konseling yaitu:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis.
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin).

106
5. Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi).
6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
5.2.3 Pelayanan Unit Rawat Inap
5.2.3.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Unit Farmasi Rawat Inap
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan di instalasi farmasi rawat inap tidak
berbeda jauh dengan perencanaan yang dilakukkan difarmasi rawat
jalan. Perencanaan yang dilakukan di instalasi farmasi rawat inap
yaitu dengan melakukan permintaan di gudang rawat inap RS. Sentra
Medika Cibinong melalui sistem. kemudian pihak gudang rawat inap
akan menerima dan mengecek permintaan tersebut apakah tersedia
di gudang atau tidak. Jika tersedia maka pihak gudang akan
mengapproved dan menyiapkan permintaan tersebut. Setelah itu
pihak gudang rawat inap akan membuat dan mencetak bukti
distribusi item. Perencanaan yang dilakukan di instalasi rawat jalan
sudah sesuai dengan Pemenkes No. 72 Tahun 2016 tentang
perencanaan. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis,
tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
2. Penerimaan
Penerimaan yang dilakukan diinstalasi farmasi rawat inap yaitu
petugas farmasi yang menerima barang dari gudang farmasi rawat
inap akan mengecek dan menyesuaikan antara barang yang diterima
dengan bukti distribusi item yang diberikan sudah sesuai. Adapun
hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukannya penyesuaian
barang yaitu nama sediaan, jumlah sediaan, nomor batch, dan
tanggal expired date.

Penerimaan yang dilakukan instalasi rawat inap sudah sesuai


dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang penerimaan.

107
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan
baik.
3. Penyimpanan
Barang yang diterima dari gudang rawat inap akan dilakukan
penyimpanan sebelum didistribusikan. Penyimpanan yang dilakukan
di RS. Sentra Medika Cibinong yaitu berdasarakan bentuk sediaan,
suhu penyimpanan, High Alert, sediaan mudah terbakar,
psikotropika dan narkotika, FEFO, LASA, dan alfabetis. Untuk obat
yang bersuhu rendah akan dimasukan kedalam lemari pendingin,
sedangkan untuk obat yang high alert akan disimpan pada lemari
khusus obat high alert dan untuk obat narkotika dan psikotropika
akan disimpan pada lemari khusus yang memiliki dua pintu.
Penyimpanan yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong sudah
sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang penyimpanan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
4. Pendistribusian
Pendistribusian yang dilakukan diinstalasi rawat inap yaitu
petugas farmasi menerima resep dari dokter melalui sistem
kemudian melakukan skrining administrasi, farmasetik dan klinis.
Setelah melakukan skrining maka petugas farmasi yang lain akan
melakukan penyiapan obat sesuai resep. Ketika resep sudah
disiapkan maka petugas farmasi melakukan double check untuk
menghindari terjadinya kesalahan. Setelah dilakukan pengecekan
maka akan diberikan kepada perawat setiap unit untuk

108
didistribusikan ke pasien disetiap unit. Pendistribusian yang
dilakukan di RS. Sentra Medika sudah sesuai dengan Permenkes No.
72 Tahun 2016 tentang pendistribusian. Distribusi merupakan suatu
rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
5. Administrasi
Administrasi yang dilakukan di instalasi rawat inap dibagi
menjadi 2 yaitu pencatatan dan pelaporan. Pencatatan yang
dilakukan di RS. Sentra Medika yaitu pencatatan kartu stok dan suhu
ruang. Untuk pelaporan yang dilakukan RS. Sentera Medika yaitu
pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika yang
dilakukan setiap bulan pada tanggal 10. Pelaporan yang dilakukan
dapat melalui website resmi kemenkes yaitu E-ZIPNAP.
Administrasi yang dilakukan oleh RS. Sentra Medika Cibinong
sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang
administrasi pencatatan dan pelaporan. Pelaporan dibuat secara
periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu
tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
5.2.3.2 Pelayanan Farmasi Klinik Rawat Inap
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian dan pelayanan resep yang dilakukan di unit farmasi
rawat inap tidak berbeda jauh dari rawat jalan. Adapun Alur pelayanan
obat didepo rawat inap RS Sentra Medika Cibinong adalah resep di
entry dan di approve oleh dokter, kemudian petugas farmasi akan
melakukan skrining obat (administrasi, farmaseutik dan terapi), setelah
itu dilakukan pengambilan obat, pengemasan, dan pengecekan ulang,
kemudian diberikan ke asisten perawat ruangan dari pasien penerima
resep. Jenis peresepan di depo rawat inap RS Sentra Medika Cibinong
antara lain :

109
a) Peresepan pasien rutin
b) Peresepan pasien baru
c) Peresepan pasien pulang
d) Peresepan pasien terapi baru
e) Peresepan Cito
Resep Cito harus dikerjakan lebih dulu dibanding jenis resep lain,
kemudian untuk resep pulang waktu pengerjaan maksimal adalah 1 jam
sedangkan untuk pengerjaan pasien baru dan rutin 2 jam sesuai dengan
ruangan masing-masing.
Pengkajian pelayanan resep yang dilakukan di RS. Sentra Medika
Cibinong sudah sesuai dengan Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang
pengkajian dan pelayanan resep. Pengkajian Resep dilakukan untuk
menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah
terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh
dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat
pasien.
Adapun tahap penelusuran riwayat penggunaan obat yang
dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong yaitu
1) Melakukan penelusuran obat sebelumnya pada keluarga pasien/pasien.
2) Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik
3) Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga medis yang lain
4) Mencatat adanya alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki
5) Mengetahui adanya interaksi obat

110
6) Melakukan penilaian terhadap kepatuhan dan pemahaman pasien
terhadap obat.
Penelusuran riwayat penggunaan obat yang dilakukan di RS. Sentra
Medika Cibinong sudah sesuai dengan Permenkes No.72 tahun 2016
tentang penelusuran riwayat penggunaan obat. Tahapan penelusuran
riwayat penggunaan Obat:
a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan Obat;
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan;
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
Obat;
f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang
digunakan;
3. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Pada Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong Rekonsiliasi yang dilakukan ada 3 yaitu pada
pasien baru, pasien transfer, dan pasien pulang. Untuk pasien baru
rekonsiliasi dilakukan 1x24 jam setelah pasien masuk dengan metode
wawancara mengenai riwayat penggunaan obat sebelumnya atau obat
yang rutin dikonsumsi dan riwayat alergi terhadap suatu obat, serta
diperhatikan juga instruksi dokter, apabila terjadi alergi ataupun efek
samping maka akan dikonfirmasi ke dokter dan menunggu instruksi
dokter apakah obat dilanjutkan atau di stop.

111
Untuk pasien transfer rekonsiliasi dilakukan jika ada pasien yang
berpindah ruangan dengan pengecekan pemakaian obat di ruangan
sebelumnya dan dilihat instruksi dokter dari ruangan sebelumnya.
Untuk pasien pulang rekonsiliasi dilakukan saat pasien sudah
memiliki memo pulang lalu dilakukan wawancara mengenai
kemungkinan alergi obat selama perawatan dan pemberian obat, daftar
obat yang dibawa pasien (merupakan sisa obat selama perawatan yang
diteruskan dan obat baru yang digunakan untuk dibawa pulang).
Kemudian apoteker membandingkan pemberian obat pulang dengan
obat yang diminum pasien selama dirawat inap, apakah ada perubahan
dosis maupun pengurangan obat. Apabila terjadi perubahan maka akan
dilakukan konfirmasi kepada dokter dan didokumentasikan dan dicek
untuk menghindari dosis yang berlebihan. Serta diperhatikan pula
instruksi dokter.
Rekonsiliasi obat yang dilakukan oleh RS. Sentra Medika Cibinong
sudah sesuai dengan tujuan rekonsiliasi obat yang terdapat pada
Permenkes No. 72 tahun 2016. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan
Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan
pasien;
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter; dan
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada Instalasi Farmasi Rawat Inap

112
dilakukan oleh apoteker kepada pasien rawat inap dengan pemberian
informasi obat secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien yang
menerima obat saat pasien masuk dan pulang. Informasi yang diberikan
kepada pasien saat PIO diantaranya indikasi obat, frekuensi penggunaan
obat, waktu penggunaan obat serta efek samping obat. PIO yang
dilakukan pada RS. Sentra Medika Cibinong sudah sesuai dengan
tujuan PIO yang tercantum pada Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang
tujuan Pelayanan Informasi Obat (PIO) yaitu menyediakan informasi
mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
5. Konseling
Edukasi dan konseling obat pasien rawat inap dilakukan bersamaan
dengan proses rekonsiliasi, dimana konseling akan dilakukan untuk
pasien dengan kondisi khusus misalnya pasien yang menggunakan
inhealer, insulin dan polifarmasi. Untuk sarana dan peralatan kegiatan
konseling belum tersedia. Konseling yang dilakukan di RS. Sentra
Medika Cibinong sudah sesuai dengan Permenkes No.72 Tahun 2016
tentang kriteria pasien yang akan dilakukan konseling. kriteria pasien
yang perlu diperhatikan dalam pemberian konseling yaitu:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis.
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin).
e. Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi).
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
6. Visite
Visite merupakan bagian dari pelayanan farmasi klinik yang
mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan terapi

113
obat yang rasional. Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau
sumber lain. Adapun alur untuk visite ke pasien yaitu pertama apoteker
mengumpulkan informasi tentang kondisi pasien, kemudian apoteker
memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarga pasien. Kemudian,
apoteker mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan
melakukan identifikasi masalah. Lalu, apoteker memberikan edukasi
penggunaan obat kepada pasien dan apoteker memberikan rekomendasi
berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat
kepada perawat atau dokter. Apoteker melakukan pemantauan
efektivitas dan keamanan penggunaan obat dengan metode Subject
Object Assesment Plan (SOAP), yang dicatat pada lembar CPPT dan
dimasukkan pada rekam medis pasien.
Visite yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong sudah sesuai
dengan pedoman visite yang terdapat dalam Permenkes No. 72 Tahun
2016 tentang visite. Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien
rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim
tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat
dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat
yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) pada pasien rawat inap dilakukan
melalui visite. Apoteker melakukan PTO kepada semua pasien rawat

114
inap dan menulis SOAP di CPPT. Adapun alur PTO yaitu:
1) Apoteker melakukan kunjungan ke pasien
2) Menanyakan riwayat penggobatan dan keluhan pasien
3) Memantau efek samping dari obat
4) Tindak lanjut untuk terapi selanjutnya
Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilakukan di RS. Sentra
Medika Cibinong Sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016
tentang Pemantauan Terapi Obat (PTO). Tahapan PTO:
1) Pengumpulan data pasien;
2) Identifikasi masalah terkait Obat;
3) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
4) Pemantauan; dan
5) Tindak lanjut.
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat yang dilakukan di Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong adalah dengan menyebar form MESO ke
seluruh ruang perawatan. Form yang diberikan berisikan data diri
pasien, penyakit pasien, efek samping obat, daftar obat yang diberikan,
dan algoritma naranjo. Ada beberapa pertanyaan pada skala naranjo
dengan skor lebih dari 9 maka pasti ADR (definite ADR), antara 5-8
maka kemungkinan besar ADR (probable ADR), antara 1-4 maka
kemungkinan ADR (possible ADR), dan jika 0 maka bukan ADR
(doubtful ADR). Apabila seorang pasien mengalami efek samping maka
hal tersebut akan dilaporkan kebagian farmasi. Jika score algoritma
naranjo yang diberikan pasien lebih dari 5 maka akan dilaporkan ke
BPOM dan apabila score nya masih dibawah 5 maka terlebih dahulu
dilaporkan kebagian internal rumah sakit untuk peningkatan mutu.
Monitoring efek samping obat yang dilakukan di Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong sudah sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun
2016 tentang Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Monitoring
Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap

115
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa
dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan;
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki;
dan
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
9. Dispensing
Dispensing steril di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong masih
dilakukan secara bertahap di rawat inap. Rumah Sakit Sentra Medika
Cibinong telah memiliki ruang aseptik dispensing steril yang telah
dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow).
Alur aseptik dispensing depo rawat inap adalah Dibuat list obat
steril injeksi yang mencantumkan BUD dan pelarut tiap-tiap obat
berdasarkan guideline sesuai yang tercantum pada pamflet atau brosur
dari masing-masing obat, kemudian dilakukan pengecekan daftar
pemberian obat pasien di buku status pasien untuk mengetahui obat
injeksi apa saja yang akan disiapkan, lalu dibuat etiket yang
mencantumkan biodata pasien, nama obat, tanggal dan jam
pengoplosan, BUD serta suhu penyimpanan obat. Setelah itu masuk ke
ruang aseptik menggunakan APD lengkap dan melakukan pengoplosan,
obat yang telah dioplos dimasukkan ke lemari pendingin dan segera
mungkin didistribusikan ke ruang perawatan.
Dispensing yang dilakukan di RS. Sentra Medika Cibinong sudah
sesuai dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang dispensing.

116
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian Obat.
5.2.4 Pelayanan Unit Farmasi Ruang Operasi
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan untuk ruang OK, Cathlab dan IGD,
disatukan dengan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk
ruang lainnya yang telah sesuai dengan pedoman permenkes No.72
tahun 2016 . Namun biasanya terdapat perencanaan pemesaan lainnya
yang biasa disebut dengan konsinasi untuk penggunaan alat kesehatan
atau sediaan farmasi yang digunakan tindakan-tindakan tertentu di OK
dan Cathlab yang harga barang nya relatif mahal. Prosedur perencanaan
ini sudah sesuai dengan pedoman permenkes No.72 tahun 2016
2. Pengadaan
Pengadaan farmasi untuk ruang Ok,Cathlab dan IGD setiap hari
yang di ambil dari gudang farmasi rawat ini . pengadaan dilakukan
setiap hari agar tidak terjadi nya kekurangan atau kekosongan keperluan
disaat akan ada tindakan. Pengadaan di ruang farmasi OK,Cathlab dan
IGD biasanya didahulukan karna biasanya untuk kepentingan
emergency yang tidak terduga.pengadaan dilakukan dengan pembuatan
defekta yang akan di kirim by sistem ke gudang farmasi rawat inap
RSSM. Pengadaan ini sudah sesuai dengan pedoman dari permenkes
No.72 tahun 2016 mengenai pengadaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan di rumah sakit.
3. Penerimaan
TTK ruang OK,Cathlab dan IGD akan melakukan pengambilan
barang sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sudah di request
sebelumnya ke gudang farmasi rawat inap, dan akan menerima bukti
distribusi obat , dimana petugas gudang akan memberikan barang sesuai
dengan request yang tertera di alam bukti permintaan distribusi.

117
4. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di ruang Ok,
cathlab dan Igd di susun menurut alfabed, bentuk sediaan atau bentuk
alat kesehatan. Kemudian untuk alat berupa jarum , benang disimpan di
rak atau lemari tersendiri.
Untuk obat injeksi , salep dan obat oral dipisahkan dan disimpan di
tempat penyimpanan yang berbeda. Obat golongan narkotika dan
psikotropika juga di simpan di lemari khusus dengan menggunakan
double lock sesuai dengan ketentuan yang belaku . penyimpanan obat
Hight Alert dan Lasa juga diberikan penanda agar tidak menimbulkan
kesalahan dalam pengambilan dan pemberian.
5. Pendistribusian
Ruang Ok,Cathlab biasanya sudah memiliki jadwal atau list untuk
penggunaan setiap sediaan farmasi dan alat kesehatan setiap hari nya .
dalam ruang farmasi Ok biasanya apoteker atau TTK akan menyiapkan
segala keperluan operasi atau tindakan H-1 setelah mendapatkan rincian
penggunaan dari perawatan OK atau Cathlab . sedangkan untuk IGD
biasanya alat dan sediaan harus selalu siap sedia karna untuk
penggunaan emergency dan urgentcy.
Pendistribusian di ruang farmsai OK dan Cathlab akan di ambil
sesuai waktu yang sudah di tentukan oleh perawat dan akan
ditambahkan jika ada kekurangan atau ada penambahan pemakaian oleh
apoteker di saat hari H dilaksanakannya tindakan operasi dll. Seluruh
pengambilan sediaan farmasi dan alat kesehatan tambahan lainnya akan
dicatat dan di data untuk kepentingan SO , agar petugas farmasi bisa
melakukan pemesanan kembali ke gudang rawat inap untuk stock
persediaan di depo farmasi OK,Cathlab dan IGD.
Penulisan rincian penggunaan obta-obat dan alat kesehatan diinput
menggunakan komputer dengan rincian data yaitu ;
1) Nama pasien
2) No MR

118
3) Jenis tindakan
4) Banyaknya penggunaan alat kesehatan atau obat sediaan
5) Jenis pembayaran yang digunakan
6) Dan jumlah atau total pembayaran
Data ini nanti nya akan di berikan ke bagian billing rumah sakit
untuk dilakukaknya pembayaran sebelum pasien melanjutkan proses
pindah ruangan.
5.3 Peran dan Fungsi Apoteker Dirumah Sakit Sentra Medika Cibinong
Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut
juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan
manajemen risiko (Permenkes No.58 Tahun 2014).
Praktik apoteker ruang rawat merupakan praktik apoteker langsung kepada
pasien di ruang rawat dalam rangka pencapaian hasil terapi obat yang lebih
baik dan meminimalkan kesalahan obat (medication errors). Apoteker
melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan
farmasi klinik yang dikuasai.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberadaan apoteker di ruang
rawat mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat, serta
menurunkan medication errors (Kemenkes, 2011).
Apoteker di RSSM melakukan peran sesuai standar pedoman yang ada.
Apoteker RSSM membagi 2 kegiatan yaitu :
a. Rekonsiliasi pasien masuk dan rekonsiliasi pasien pulang . yang di dalam
nya termasuk visite pasien dan pemberian PIO untuk pasien pulang. Yang
semua data dimasukkan kealam formulir rekonsiliasi pasien masuk dan
pasien pulang.
b. Apoteker melakukan CPPT atau konseling dengan pasien rawat inap dan
memasukkan data yang sudah dikaji kedalam lembar catatan
perkembangan pasien terintegraasi.
1. Peran apoteker RSSM di ruang rawat :
a. Apoteker melakukan pengecekkan mengenai data pasien melalui rekam
medis pasien sebelum melakukan visite dan konseling dengan pasien

119
rawat. setiap pasien di RSSM memiliki nomor dan data rekam medis
masing-masing . pengecekkan data pasien yang harus di pastikan
kelengkapannya antara lain : informasi mengenai administratif yaitu
nama, jenis kelamin dan tanggal lahir pasien yang harus sesuai,serta
nomor rekam medis pasien.
b. Apoteker kemudian melihat mengenai kajian farmasetik antara lain :
Bentuk dan keukatan sediaan, serta jumlah yang di berikan kepada
pasien
c. Apoteker juga melihat mengenai kajian klinis yang meliputi :
Ketetapan dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien , aturan pakai
serta cara dan lama penggunaan pasien.
d. Sebelum melakukkan rekonsiliasi dan CPPT apoteker akan
memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud dan tujuan
kedatangan visite dan CPPT terhadapan pasien. Apoteker akan mulai
menanyakan mengenai informasi antara lain:
1) Apakah pasien memiliki alergi obat
2) Apakah pasien memiliki riwayat penyakit sebelumnya
3) Apakah pasien menggunakan obat rutin sebelum nya
4) Apakah pasien membawa obat dari rumah
5) Dan apakah keluhan pasien sampai saat ini setelah mendapatkan
perawatan
Kemudian apoteker akan melakukan konseling dan PIO mengenai
penggunaan obat yang didapat pasien selama masa perawatan terhadap
pasien maupun keluarga pasien.
e. Setelah melakukan rekonsiliasi dan konseling, apoteker mengkaji setiap
data kedalam form rekonsiliasi dan lembat CPPT. Di dalam form
rekonsiliasi apoteker memasukkan data sebagai:
1) Penggunaan obat selama perawatan
2) Riwayat penyakit
3) Alergi obat pasien jika ada
4) Obat tambahan yang dibawa dari rumah jika ada

120
5) Dan keluhan pasien
6) Apoteker dan pasien melampirkan ttd dan nama di form rekonsiliasi
Sedangkan untuk lembar CPPT apoteker mamasukan kajian data
sebagai berikut:
1) Apoteker menuliskan SOAP dimana yang berarti subjektif, objektif,
asesmen dan plan. Di dalamnya termasuk keluhan pasien saat ini,
data mengenai tekanan darah, nadi, suhu, Spo2, dan rr . efek
samping dan interaksi jika ada dan rencanya selanjutnya yang akan
dilakukan untuk tindakan lanjutan.
2) Apoteker akan memasukan data sesuai kajian yang diterima pada
saat visite tanpa menambah atau mengurangi informasi yang didapat.
3) jika terdapata efek samping obat yang fatal maka apoteker akan
membuat laporan yang diisi di dalam form MESO yang terdapat 1
lembar kuning (untuk di simpan dalam rekam medis) dan 1 lembar
berwarna pink (untuk dijadikan laporan kepada BPOM) kemudian
dilakukan pelaporan by sistem lewar website e-meso BPOM.
4) Efek samping obat dan interaksi serta monitoring masalah lainnya di
tulis dalam plan dengan kajian diperlukannya kolaborasi dengan
tenaga medis lainnya.
f. Apoteker akan memberikan PIO untuk pasien yang sudah mendapatkan
aacc dokter untuk pulang. Pemberian informasi obat ini dilakukan
kepada pasien ataupun keluarga pasien yang mewakili.
2. Peraan apoteker di tiap depo farmasi :
RSSM menyediakan depo farmasi rawat jalan , rawat inap dan BPJS,
IGD dan OK serta gudang dimana peran utama apoteker di tiap depo
yaitu:
1) Memastikan setiap keperluan terapi dan alat kesehatan yang diperlukan
tersedia dengan baik dan cukup untuk bagian logistic RSSM
2) Memastikan setiap penyeadiaan setiap obat dan alat kesehatan di tiap
depo farmasi sesuai dengan kebutuhan pasien.

121
3) Melakukan penyerahan obat untuk depo farmasi rawat jalan lantai 1,
OK.
3. Peran apoteker untuk dispensing
Memastikan ketepatan dispensing
a. Memastikan keberlangsungan rejimen obat terpenuhi bagi pasien di
ruang rawat maupun pasien pulang.
b. Memastikan kebenaran dalam penyiapan dan pemberian obat, yang
meliputi: tepat pasien, tepat dosis, tepat bentuk sediaan, tepat rute, tepat
waktu pemberian obat, disertai dengan kecukupan informasi (lisan dan
tertulis).
c. Memastikan ketepatan penyiapan obat yang potensial menyebabkan
kondisi fatal (high alert medication).
d. Memastikan ketepatan teknik penggunaan, misalnya: penggunaan
inhaler,semprot hidung, injeksi insulin, sediaan suppositoria, sediaan
tetes telinga, dll.
e. Memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan emergensi agar selalu
sesuai dengan stok yang ditetapkan di ruang rawat bersama perawat dan
dokter jaga (jika ada).
f. Memastikan ketepatan penyimpanan obat sesuai dengan persyaratan
farmasetik dan aspek legal.
g. Memastikan proses dispensing sediaan non steril di ruang rawat
menggunakan peralatan sesuai standar, meminimalkan kontaminan.

122
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Sentra Medika Cibinong periode 06 Maret – 28 April 2023, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Aspek pelayanan kefarmasian menurut PMK No. 72 tahun 2016 sudah
sesuai. Karena sudah menerapkan peran, fungsi, tugas, wewenang, dan
tanggung jawab apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong antara lain pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik.
2. Protokol pengelolaan rumah sakit pemerintah berdasarkan PMK No. 72
tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian pada bagian sistem
manajerial, kebutuhan medis dan pengeloaan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit Sentra Medika Cibinong sudah sesuai.
3. Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong telah
melaksanakan pelayanan farmasi klinik namun untuk Pemantauan Terapi
Obat (PTO), dan Konseling belum sepenuhnya terlaksana karena
keterbatasan alat penunjang dan Sumber Daya Manusia.

6.2 Saran
1. Untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan farmasi klinik juga
(penyerahan obat) di depo farmasi BPJS , Instalasi Gawat Darurat (IGD)
dan Instalasi Bedah Sentral (IBS) di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong
dapat dilakukan dengan penambahan jumlah pegawai terutama Apoteker.
2. Melakukan penambahan ruangan yang lebih luas untuk tempat
penyimpanan obat di bagian Bedah Sentral (OK dan Cathlab), Instalasi
Gawat Darurat (IGD) dan Rawat Jalan BPJS lantai 3.

123
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan
Sitostatika, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Komunitas dan Klinis RI,
Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rumah Sakit.

Permenkes, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 58


tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72


tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

124
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bangunan RS Sentra Medika Cibinong

Lampiran 2. Struktur organissai Rs Sentra Medika Cibinong

125
Lampiran 3. Instalasi farmasi rawat jalan non BPJS lantai 1 RSSM

126
Lampiran 4. Instalasi farmasi rawat jalan BPJS lantai 3 RSSM

127
Lampiran 5. Instalasi farmasi rawat inap lantai 3 RSSM

128
Lampiran 6. Instalasi farmasi ruang bedah sentral ( OK )

129
Lampiran 7. Instalasi farmasi IGD

130
Lampiran 8. Instalasi farmasi Cathlab

131
Lampiran 9. Logistic Rawat Inap RSSM

132
Lampiran 10. Logistic Rawat Jalan RSSM

133
Lampiran 11. Rak Penyimpanan Obat Tablet dan Injeksi RSSM

134
Lampiran 12. Lemari Penyimpanan Obat Hight Alert

Lampiran 13. Lemari Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika

135
Lampiran 14. Lemari Penyimpanan Khusus Obat/Alkes ED

Lampiran 15. Lemari Penyimpanan Obat Suhu Rendah

136
Lampiran 16. CSSD (Central Sterile Supply Departrment) RSSM

137
Lampiran 17. Alat Sterilisator (Autoclave) Steam

Lampiran 18. Mesin Sterilisasi gas Ethylene Oxide CSSD

138
Lampiran 19. Trolley Emergency RSSM

139
Lampiran 20. Form Rekonsiliasi Pasien Pulang

140
Lampiran 21. Form Rekonsiliasi Pasien Transfer

141
Lampiran 22. Form Rekonsiliasi Pasien Masuk

142
Lampiran 23. Kartu stock logistic

143
Lampiran 24. Faktur Pembelian

Lampiran 25. Bukti Distribusi Item

144
Lampiran 26. Form Konsinyasi

145
Lampiran 27. Surat Penerimaan Barang

Lampiran 28. Form Daftar Pemberian Obat

146
Lampiran 29. Form Perincian Penggunaan Untuk Tindakan Bedah Sentral

147
Lampiran 30. Contoh Resep

148
Lampiran 31. Ruang Konseling

Lampiran 32. Tempat Peracikkan Obat

149
Lampiran 33. Proses Dispensing

150
Lampiran 34. Ruang Dispensing

151
Lampiran 35. Limbah Cair

152
Limbah 36. Limbah padat

153
154

Anda mungkin juga menyukai