Disusun Oleh
TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PEMANTAUAN TERAPI OBAT PASIEN DHF DENGAN PENYAKIT
PENYERTA DISPEPSIA DAN CEPHALGIA, HIPERTENSI DI RUANG
PERAWATAN UGD RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS
Jl. Danau Sunter Utara Sunter Paradise 1 Jakarta Utara
PERIODE 02 MEI – 30 JUNI 2016
Pembimbing Pembimbing
Universitas 17 Agustus 1945 Rumah Sakit Royal Progress
ii
(Okpri Melia, M.farm, Apt)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha ESA yang
senantiasa melimpahkan rahmatNya, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang Rumah
Sakit Royal Progress Jl.Danau Sunter Utara Sunter Paradise 1 Jakarta Utara
periode 02 Mei–30 Juni 2016.
Penyusunan Tugas Khusus ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan studi Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta.
Ucapan terimakasih tak terhingga disampaikan kepada Priscylla Irene
Puspita Dewi, S.farm, Apt sebagai pembimbing di Rumah Sakit Royal Progress
dan Julaihe, M.PH, Apt sebagai pembimbing di Universitas 17 Agustus 1945
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan moril
serta saran selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit Royal Progress periode 02
Mei–30 Juni 2016.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Hasan Rachmat, M.DEA, Apt, selaku Dekan Farmasi Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta.
2. Diana Laila Ramatillah, M.Farm, Apt, selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas 17 Agustus 1945.
3. Priscylla Irene Puspita Dewi, S.farm, Apt yang telah membimbing kami
selama pelaksanaan PKPA dan membimbing dalam pemantauan terapi obat
pasien di ruang rawat inap RumahSakit Royal Progress
4. Dewi Julianti Amd, SE selaku ketua ruangan di apotek rawat jalan yang telah
membimbing kami selama PKPA di Rumah Sakit Royal Progress
5. Seluruh staf dan pegawai Rumah Sakit Royal Progress yang telah membantu
PKPA kami selama di Rumah Sakit.
6. Seluruh pegawai Apotek Rawat Jalan, Rawat Inap di Rumah Sakit Royal
Progress yang telah membantu kami selama PKPA di Rumah Sakit.
iii
7. Seluruh staf pegajar Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta.
8. Orang tua tercinta, saudara-saudara tercinta dan keluarga tercinta yang dengan
penuh kesabaran dan do’a selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini.
9. Rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta angkatan XXXV, atas segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis sadar bahwa penulisan laporan ini belum seutuhnya sempurna maka
dibutuhkan adanya saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Penyusun berharap ilmu dan pengalaman yang didapatkan selama Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna pada saat menjalankan profesi
sebagai Apoteker dalam lingkungan masyarakat dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBARAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................3
v
2.3 Tinjauan Penyakit Dispepsia...........................................................................20
2.3.1 Definisi Dispepsia.................................................................................20
2.3.2 Etiologi Dispepsia.................................................................................20
2.3.3 Epidemiologi Dispepsia.......................................................................21
2.3.4 Klsifikasi Dispepsia...............................................................................21
2.3.5 Gejala Klinis Dispepsia.........................................................................24
2.3.6 Diaognosis.............................................................................................24
2.3.7 Penatalaksanaan Dispepsia....................................................................25
2.4 Tinjauan Penggunaan Obat Pada Pasien DHF Dengan Dispepsia..................27
2.5 Tinjauan Penyakit DM....................................................................................31
2.5.1 Definisi DM...........................................................................................31
2.5.2 Etiologi..................................................................................................33
2.5.3 Klasifikasi DM......................................................................................31
2.5.4 Patofisiologi...........................................................................................34
2.5.5 Faktor Resiko DM.................................................................................35
2.5.6 Manifestasi Klinis..................................................................................36
2.5.7 Diagnosa................................................................................................37
2.5.8 Komplikasi DM.....................................................................................38
2.5.9 Penatalaksanaan DM.............................................................................31
2.6 Tinjauan Penyakit HIpertensi..........................................................................42
2.6.1 Definisi Hipertensi................................................................................42
2.6.2 Etiologi..................................................................................................43
2.6.3 Patofisiologi Hipertensi.........................................................................44
2.6.4 Klasifikasi Hipertensi............................................................................46
2.6.5 Faktor-Faktor Resiko.............................................................................47
2.6.6 Penatalaksanaan Hipertensi...................................................................51
2.7 Tinjauan Penyakit Cephalgia...............................................................................62
2.7.1 Definisi Cephalgia.................................................................................42
2.7.2 Patofisiologi Nyeri Kepala....................................................................62
2.7.3 Klasifikasi..............................................................................................64
2.7.4 Penatalaksaan Cephalgia.......................................................................67
vi
2.8 Tinjauan Penggunaan Obat Pada Pasien Cephalgia, Hipertensi Deangan
Riwayat Penyakit DM.......................................................................................71
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................94
4.1 Pemantauan Terapi Obat .............................................................................94
4.1.1 Kasus DHF dengan Komorbid Dispepsia.............................................94
4.1.2 Kasus Cephalgia, Hipertensi Dengan Riwayat Penyaakit DM.............100
vii
BAB I
PENDAHULUAN
kegiatan untuk memastikan terapi obat aman, efektif, dan rasional bagi pasien.
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan terapi ataupun kegagalan
terapi dapat diketahui. PTO merupakan bagian dan tugas pokok dan fungsi
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dengan fungsi utama
bagi pasien.Partisipasi aktif dari seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit sangat
kesehatan yang berperan dalam hal ini adalah apoteker, Apoteker mempunyai
berupa pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat
1
jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi pasien untuk mengatasi berbagai penyakit
yang diderita, seperti pada beberapa penyakit kronik. Untuk itu Apoteker perlu
indikasi yang tidak diterapi, obat dengan indikasi yang tidak sesuai, obat salah,
interaksi obat, overdosis, dosis subterapi, Adverse Drug Reactions dan kegagalan
Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu kajian
terhadap masalah terkait obat DRP (Drug Related Problem) dari setiap terapi yang
Related Problem) sangatlah kompleks dan luas, salah satu bentuk DRP (drug
Related Problem) adalah masalah yang terkait dengan interaksi obat-obat yang
Medicine, angka kejadian (incidence) dari interaksi obat dalam klinik cukup besar.
Dari data, diketahui bahwa 44.000–98.000 kematian terjadi setiap tahunnya akibat
berbagai kesalahan dalam klinis, dan sekitar 7.000 kematian terjadi karena efek
samping dari pengobatan yang dilakukan (termasuk akibat dari interaksi obat).
masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat serta respon
pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat, hal
yang tidak dikehendaki. Aspek PTO merupakan bagian penting dalam standar
yaitu di Rumah Sakit Royal Progress Jl.Danau Sunter Utara Sunter Paradise 1
Jakarta Utara periode 02 Mei – 30 Juni 2016, dengan penyakit utama yaitu DHF
1.3 Tujuan
bentuk dan dosis yang tepat, dimana waktu pemberian dan lamanya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kegiatan untuk memastikan terapi obat aman, efektif, dan rasional bagi pasien..
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan terapi ataupun kegagalan
munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan
(PTO).
Perlu juga memahami jenis jenis dan efek samping obat sebagai berikut:
Reaksi alergi
Reaksi idiosinkrasi
4
Selain itu diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina
pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien yang akan dipantau. Seleksi dapat
dilakukan berdasarkan:
a. Kondisi pasian
- Pasiien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima
polifarmasi
b. Jenis Obat
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamycin) dan obat yang bersifat
5
- Sitostatika (contoh: metotreksate)
c. Kompleksitas Regimen
- Polifarmasi
diperoleh dari rekam medik, antara lain: data demografi pasien, keluhan utama,
pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga
6
farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin, obat yang
digunakan jika perlu (p.r.n), obat dengan intruksi khusus (contoh: insulin).
masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut Hepler dan Strand dapat
dikehendaki.
indikasi.
7
Pemberian obat dengan dosis subterapeutik mengakibatkan ketidak
beberapa hal :
terjadi hipoglikemia.
diberikan.
7) Interaksi obat
8
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas hidup
- Menyembuhkan penyakit
berikut:
9
7) Biaya pemantauan
berikut:
1) Faktor khusus pasien seperti umur dan penyakit yang bersamaan diderita
pasien.
penurunan kadar gula darah pada pemberian insulin dan antidiabetes oral).
menerima obat kanker harus dipantau lebih sering dan berkala dibanding
pasien yang menerima aspirin, Pasien dengan kondisi relatif stabil tidak
10
Data pasien yang lengkap mutlak dibutuhkan dalam PTO, tetapi
S: Subjective
Data subjektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien , contoh; pusing,
O: Objective
Tanda tanda objektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh,
diagnostik.
A: Assessment
P: plans
11
-Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat,
- Mengedukasi pasien
- Pemeriksan laboratorium,
Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat
terapi. Informasi dari petugas medis, dokter dalam hal ini tentang kondisi yang
yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah
2.1.8 Dokumentasi
nomor rekam medik, nama pasien, penyakit, ruangan dan usia. Data dapat
12
dan disimpan dengan rentang waktu sesuai kebutuhan. Sesuai dengan etika
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
13
2.2.3 KLasifikasi DHF Menurut WHO
dengue, yang termasuk dalam genus Flavi virus, keluarga Flavi viridae. Flavi
virus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
14
tunggal dengan berat molekul l 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-
serotype dengue dengan Flavi virus lain seperti Yellow fever, Japanese
artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes
sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus
(Soegijanto, 2004).
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan
15
bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome (Depkes, 2006).
a.Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti
anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya
gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari
b.Perdarahan
perdarahan
Dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis,
c. Hepatomegali
d.Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan
ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai
16
prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah
dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan
e.Trombositopenia
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
plasma yang hilang. Penggantian cairan awal dihitung untuk 2–3 jam pertama,
17
sedangkan pada kasus syok lebih sering sekitar 30–60 menit. Tetesan 24–48 jam
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan
jumlah volume urin. Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih
maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan dehidrasi untuk diare
ringan sampai sedang yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5-8%) seperti
<7 220
7 – 11 165
12 – 18 132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan
10 100 per Kg BB
18
Dengan melihat keterangan tabel diatas dapat diperhitungkan misalnya jika
anak dengan berat badan 40 kg maka cairan rumatan yang diberikan adalah
sebanyak 2300 ml dan jumlah cairan rumatan ini diperhitungkan untuk 24 jam.
terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), volume cairan pengganti harus
disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari
2. Antipiretik
kali pemberian yang ditampilkan pada tabel berikut ini (Hadinegoro dkk, 2002):
Tabel 4. Dosis parasetamol menurut kelompok umur pada tiap kali pemberian
3. Antikonvulsan
b. Phenobarbital: diberikan dengan dosis, pada anak berumur lebih dari satu
19
intramuscular. Bila dalam waktu 15 menit kejang tidak berhenti dapat
4. Pengamatan Penderita
Pengamatan ini meliputi: keadaan umum, denyut nadi, tekanan darah, suhu,
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
perut terasa penuh, dan sendawa. Sebagai salah satu gejala ataupun sindrom,
dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organik,
(Djojoningrat, 2010).
1. Adanya gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti tukak
20
2. Obat-obatan: seperti Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), aspirin,
3. Penyakit pada hepar, pankreas, sistem billier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis
kronik.
jantung koroner.
5. Bersifat fungsional, yaitu: dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak
bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami dispepsia dalam beberapa hari.
Dari data di negara barat didapat angka prevalensinya berkisar antara 7-41% tetapi
(Djojoningrat, 2006a).
organik bila penyebab dispepsia sudah jelas misal adanya ulkus peptikum,
karsinoma lambung dan kholelithiasis yang bisa ditemukan dengan mudah. Dan
Dispepsia organik baru bisa dipastikan bila penyebabnya sudah jelas, dapat
Keluhan yang sering dirasakan ialah rasa nyeri pada ulu hati. Berkurang
saat tengah malam karena nyeri pada ulu hati. Hanya dengan endoskopi dan
tukak.
Gejala yang sering ditemukan adalah rasa panas di dada dan regurgitasi
masam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan ini disertai
gastroesofageal.
nyeri dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu
kanan.
e. Karsinoma
menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering dijumpai yaitu rasa
22
nyeri di perut, keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat
badan menurun.
f. Pankreatitis
makin tegang dan kembung. Dan didapat juga keluhan lain dari sindroma
dispepsia.
Pada penderita ini selain menderita nyeri perut, nausea, anoreksia, sering
Banyak obat-obatan yang bisa menimbulkan rasa nyeri atau tidak enak
pada ulu hati tanpa atau disertai mual dan muntah, misalnya obat golongan
NSAID (non steroidal anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral
(terutama ampisilin dan eritromisin), alkohol dan lain-lain. Oleh karena itu perlu
lambung yang lambat sehingga timbul nausea, vomitus dan rasa cepat kenyang.
Penyakit jantung iskemik sering didapat keluhan perut kembung dan rasa
cepat kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberi
23
keluhan nyeri perut pada bagian atas, mual dan kembung. Kadang penderita
Penyakit vaskuler kolagen terutama pada skleroderma di lambung atau usus halus
sering memberi keluhan sindrom dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan
yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran
produksi asam lambung. Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan juga dapat
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh atau begah (Asma,
2012). Keluhan ini tidak selalu semua ada pada setiap pasien, dan bahkan pada
beberapa pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi dari hari ke hari baik
2.3.6 Diagnosis
Cara mendiagnosis sindrom dispepsia yaitu (Djojoningrat, 2006b):
lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan sistemik. Harus menyamakan
24
b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra
lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai
dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut alarm symtomps yaitu adanya
penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi,
muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia
lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik
atau organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus,
tumor dan sebagainya, juga dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi)
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran
melewatinya.
25
2.3.7 Penatalaksanaan Dispepsia
a. Antasida
nizatidin dan lain-lain (Tarigan, 2003) Kerja antagonis H 2 yang paling penting
histamin pada reseptor H2 sel pariental sehingga sel parietal tidak terangsang
c. Anti kolinergik
Pemakaian obat ini harus diperhatikan sebab kerja obat ini tidak begitu
Obat ini sangat bermanfaat pada kasus kelainan saluran cerna bagian atas
e. Prokinetik
26
Golongan obat ini sangat baik dalam mengobati pasien dispepsia yang
f. Golongan lain
Komposisi: Na laktat 3,1 g, Nacl 6 g, KCL 0,3 g, CaCl 0,2 g Air untuk injeksi
ad 1000 ml
Dosis: Infus intravena sesuai kodisi pasien, 1 kolof (500 cc) x 20 tts = 10000 tts
Komposisi: Omeprazole 40 mg
Indikasi: Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi
27
Kontraindukasi: Omeprazole dikontraindikasikan untuk pasien yang diketahui
hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang terdapat dalam
formulasi.
saluran cerna (seperti: mual, muntah, nyeri lambung, kembung diare, dan
Indikasi: Mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi atau pasca bedah
Dosisi:
Efek samping: Konstipasi, sakit kepala, rasa hangat pada kepala, dan
epigastrium.
Komposisi: Paracetamol
28
Indikasi: Nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala, mialgia, keluhan
dan virus.
Dosisi:
Oral, Dewasa; 500–1000 mg setiap 6 jam, Anak (6–12 tahun); 125–250 mg 3–4
x sehari, Bayi ( < 1 tahun); 1/2 sendok teh atau ukuran pipet 3–4 x sehari.
Efek samping: Sangat jarang dan biasanya ringan, akan tetapi pada pemakaian
Komposisi: Ranitidin
Kontraindikasi: Hipersensitif
Dosisi:
- Injeksi i.m, i.v; 50 mg setiap 6–8 jam, dosis tidak lebih dari 400 mg sehari,
- Oral; tukak duodenum 150 mg 2x sehari atau 300 mg sehari sekali selama 4–8
29
Efek samping: Sakit kepala, malaise, pusing, timbul ruam kulit, konstipasi,
nyeri otot.
absorbs diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%, obat ini
diberikan dengan selang waktu minimal 1 jam (Farmakologi dan terapi, hal
283 ed 5, 2007).
hidroksida.
Dosisi: Tablet; dewasa 1–2 tablet, anak–anak ½-1 tablet diberikan 3–4 x sehari,
sirup; dewasa 1 sendok takar 3–4 x sehari, anak–anak ½ sendok takar 3–4 x
sehari
7. Provital
Komposisi: Ekstrak Ginseng 50 mg, Vitamin A 6000 ui, Vitamin B1 10 mg,
30
5 mg, Vitamin B12 10 µg, Asam Folat 1 mg, Inositol 7,5 mg, Ekstrak Hati 15
mg, Lisin 0,3 mg, Asam Glutamat 0,5 mg, Kalsium 40 mg, Tembaga 0,1 mg,
Magnesium 0,1 mg, Kalium 5 mg, Mangan 0,25 mg, Besi 5 mg, Seng 0,5 mg,
2.5.1 Definisi DM
jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia,
suatu keadaan gula darah yang tingginya suda h membahayakan (Setiabudi, 2008).
Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh ke lo
mpok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar
menyerap gluko sa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut
menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi
insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008). Diabetes biasanya dapat
dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat yang di minum,
atau suntikan insulin secara teratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon
autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor
herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare &
Suzanne, 2002).
Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM
32
menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien
dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah
dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah
kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat
badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM,
usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Bare & Suzanne,
2002).
2.5.3 Klasifikasi DM
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu
33
oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
diabetes tipe 1 atau tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi
jauh dari kedua jenis diabetes. Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki
diabetes tipe 2 dapat hadir dengan ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe
penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun. Kesulitan seperti itu pada
diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Diagnosis yang
2.5.4 Patofisiologi
a.DM Tipe I
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
2000).
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000).
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera
34
makan (po lifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis
(Corwin, 2000).
a. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang
dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel, sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe 2 (Corwin, 2000).
•Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung
dengan DM tipe 2)
•Aktivitas fisik
•Ras/etnis
35
•Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4kg
a. Poliuria
hiperosmolarit dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (po liuria) (Bare &
Suzanne, 2002).
b. Polidipsia
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) (Bare &
Suzanne, 2002).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
36
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan
2.5.7 Diagnosa
(HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian
selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200
badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar
glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun sensit
Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral,
dimana pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah
sekiranya kadar glukosa darah melebihi 199 mg/dL. Selain itu, kadar glukosa
terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100-
baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar
keterbatasannya adalah yang mempunyai uji sensitivitas yang rendah dan terdapat
perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya anemia, dan pada
adalah tes yang paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana
diperlukan 75 g atau 100 g uji toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil
2.5.8 Komplikasi DM
1. Komplikasi Akut
produksi badan keton dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi
badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Badan keton
38
Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih banyak dibanding
2. Komplikasi Kronik
banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu
(Powers, 2010).
2.5.9 Penatalaksanaan DM
antara lain:
a.Perencanaan Makanan.
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
39
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan jasmani. Pada kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Berat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan yaitu:
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
b. Latihan Jasmani
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
40
menit, olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat jogging
(Iwan S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (IMT 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-
3) Insulin
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,
2002).
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan–lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonilurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne.
2002).
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5-30 menit setelah merokok
42
primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-
sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
2006).
2.6.2 Etiologi
1. Hipertensi esseessensial
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
2. Hipertensi sekunder
darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
terletak dipusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar
kebawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
44
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinerfin
kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh kortex adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi Natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal
45
mengakomodir volume darah yang dipompa oleh jantung (Volume sekuncup)
perifer. Banyak bukti mendukung konsep hipertensi primer berawal dari masa
dijumpai pada hampir 50% kasus. Riwayat keluarga menderita hipertensi, faktor
lingkungan juga berperan dalam hipertensi primer seperti konsumsi garam yang
tinggi, stres psikogenik, sosial ekonomi dan faktor predisposisi lainnya seperti ras
oleh adanya penyakit lain, misalnya kelainan pada ginjal atau kerusakan dari
sistem hormon.
46
b. Hipertensi Diastolik: Peninggian tekanan darah diastolik
a. Hipertensi Ringan
b. Hipertensi Sedang
c. Hipertensi Berat
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin.
a.Usia
umur risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
47
dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar
bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya
disebabkan oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen
menjadi lebih sempitdan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
b. Jenis kelamin
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29
untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
2006).
c. Keturunan (Genetik)
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi,
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
(Depkes, 2006).
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan
oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006). Aktivitas
dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
(biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang, stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
49
Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di
Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan
stres atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).
sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang
b. Kegemukan (obesitas)
dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat
badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan
berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi.
Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama
20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). IMT merupakan
indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat
badan lebih dan obesitas pada orang dewasa dan akan tetapi penggunaan IMT
hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Zufry, 2010).
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengans eorang yang badannya
50
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan
oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006). Aktivitas
dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereo sklerosis dan tekanan
darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia
berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu yang
pertama nikotin, yang merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat
kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Bahan yang ketiga yaitu
51
karbon monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat menghasilkan
A. Terapi NonFarmakologi
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani obesitas, antara
lain dengan olahraga, diet dan operasi. Latihan olahraga, sebagaimana kita ketahui
bersama, mempunyai pengaruh yang jelas pada penurunan kadar lemak didalam
serangan penyakit jantung akan lebih banyak (Sadoso Sumosardjuno, 1989). Dari
hasil penelitian, latihan fisik jauh lebih baik menurunkan berat badan
dibandingkan dengan dua intervensi lain. Keuntungan lain dari latihan fisik
terlihat pada senam aerobik selama 60 menit kali 3 seminggu yang dapat
penderita sudah tidak mungkin lagi untuk diberikan cara-cara lain seperti olahraga
dan diet. Cara ini dilakukan juga dengan alasan untuk mendapatkan tubuh yang
ideal dengan cara yang cepat. Operasi ini dilakukan dengan cara mengangkat
jaringan lemak bawah kulit yang berlebihan pada penderita. Untuk mengurangi
hipertensi dan penyakit jantung koroner, serta untuk meningkatkan kapasitas kerja
52
fisik, Akademi kedokteran olahraga Amerika (The American Colloge of Sport
harus didasarkan pada suatu persentase dari kapasitas maksimum individu yang
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi
sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak
(Depkes, 2006b).
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006b).
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan
(Depkes, 2006b).
e. Berhenti merokok
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif
1. Insiatif sendiri
memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri banyak menarik para perokok
negara-negara tertentu permen ini diperoleh dengan resep dokter. Ada jangka
waktu tertentu untuk menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen ini
berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan (Depkes,
2006b).
3. Kelompok program
dapat berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi nasehat
54
dan dukungan. Program yang demikian banyak yang berhasil, tetapi biaya dan
B. Terapi Farmakologi
hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan
bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung
antihipertensi.
seumur hidup.
55
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
ARB) dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-
blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada
JNC sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok
obat yang dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2
1.Diuretik
curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik
ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini
terlihat jelas pada diuretik tertentu, seperti golongan tiazid yang menunjukkan
efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada
pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif
masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer. Penelitian-
terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik dianjurkan untuk sebagian besar
kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau
56
a.Golongan Tiazid
bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl-
cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan
(Nafrialdi, 2009).
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan
cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air dan
elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada
golongan tiazid. Oleh karena itu diuretik ini jarang digunakan sebagai
antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal
2. Penghambat Adrenergik
57
Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor. Reseptor ini diklasifikasikan
menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada
darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung,
sedangkan reseptor beta-1dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan
heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan
(Nafrialdi, 2009).
58
pemberian dosisawal (fenomena dosis pertama) yang menyebabkan refleks
3. Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu
menyebabkan gejala berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan
air. Efek samping yang tidak diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan
sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala (Depkes,
2006b).
inaktif, yang terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan
otak. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin
(Nafrialdi, 2009).
untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian
karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini akan
(Angiotensin I) dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot
polos pembuluh darah danotot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan
di medula adrenal dan mungkin juga di SSP, hingga saat ini fungsinya belum jelas
(Nafrialdi, 2009).
dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi
genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah.
60
menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung.
dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos
pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas
vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal
di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium (Nafrialdi, 2009).
7. Penghambat Simpatis
(saraf yang bekerja saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam
61
merah karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan terkadang
menyebabkan penyakit hati kronis. Obat ini jarang digunakan (Depkes, 2006b).
umum pada pasien. Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik
paling utama pada manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan
penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain),
respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang)
atau kombinasi respon tersebut. Karena nyeri kepala sering menyertai pada
padahal banyak nyeri kepala yang disebabkan karena penyakit serius seperti
infeksi dan tumor intracranial, meningitis, infeksi akut, cedera kepala, hipoksia
serebral, atau penyakit kronis dan akut pada mata, hidung, dan tenggorokan. Nyeri
kepala terjadi ketika area sensitif pada kepala distimulus kemudian diproyeksikan
area tersebut diantaranya kulit kepala, periosteum, syaraf kranial V, IX, X, daerah
62
nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons
neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah
reseptor (GFR-α3 = GDNF Glial Cell Derived Neouro trophic Faktor family
yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang
otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls
63
cortex, dan struktur sistem limbic lainnya. Dengan demikian batang otak disebut
nyeri kepala seperti migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI
migren, CDH (Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang nonsefalgi,
didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan
2.7.3 Klasifikasi
Headache Society (IHS) yang terbaru tahun 2004, nyeri kepala Primer terdiri
atas Migraine, Tension type Headache, Cluster Headache dan other trigeminal-
2. Pembagian nyeri kepala, neuralgia cranial dan nyeri fasial (Oleson, 1988).
a) Migrain
e) gangguan Vascular
64
Dalam hal ini yang dibahas hanya sebatas migren, tension, dan cluster yaitu:
a. Migren
kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyer biasanya
diperhebat oleh aktivitas dan dapat disertai mual dan atau muntah dan perubahan
1. Migren tanpa aura (migren umum), pada migren yang jenis ini tidak
2. Migren dengan aura (migren klasik), pada migren jenis ini nyeri kepala
atau disebut juga aura. Aura dapat berupa gangguan visual, hemisensorik,
b. Tension type headache (Nyeri kepala tegang, seperti di tekan atau di ikat)
leher atau rasa tidak nyaman di kepala, kulit kepala, atau leher yang biasanya
65
Sekurang-kurangnya terdapat 10 serangan nyeri kepala yang memenuhi
kriteria di bawah ini dan dengan jumlah hari nyeri kepala <15 hari/bulan. Nyeri
Lokalisasinya bilateral.
Tidak bertambah berat saat naik tangga ataupun aktivitas fisik yang rutin
dilakukan.
Frekuensi dan rata-rata nyeri kepala > 15 hari/bulan dan berlangsung > 6 bulan
serta memenuhi kriteria diatas.
c. Cluster
istilah nyeri kepala Harton, nyeri kepala histamine, migren merah. Nyeri kepala
ini dirasakan sesisi seperti ditusuk-tusuk pada separuh kepala, pada area bola
mata, pipi, hidung, langit-langit, gusi, dan menjalar ke frontal, temporal, dan
ptosis, edema mata, sebelah hidung tersumbat, dan hipersaliva. Nyeri kepala ini
66
terjadi pada waktu-waktu tertentu, umumnya pada dini hari dan biasanya pasien
akan terbangun karena nyeri. Serangan ini berlangsung 15 menit sampai 5 jam dan
terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Faktor pencetus nyeri kepala cluster
a. Migren
Aspirin dan NSAID dosis tinggi (900 mg) untuk serangan ringan serta
sedang.
rektal supositoria. Sediaan oral sesuai untuk intensitas nyeri kepala ringan
naratriptan setiap 4 jam), sampai nyeri kepala hilang sepenuhnya atau telah
67
mecapai dosis maksimal. Golongan triptan sebaiknya tidak digunakan
dan timolol.
Terapi Non-farmakologi
30 menit
68
Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah :
Terapi farmakologi
efek analgesik
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
c. Cluster
(profilaksis).
69
Oksigen
Ergotamin
Sumatriptan
Verapamil
Litium
Ergotamin
Metisergid
Kortikosteroid
Topiramat
1. Terapi Akupuntur
minggu.
2. Latihan fisik
sebagian pasien hingga enam bulan. Selain itu juga bisa dilakukan latihan
olahraga yang mengarah pada otot-otot bahu dan leher, masing-masing selama
70
100 kali, dan ditambah pula dengan mengayuh sepeda ergonomik serta
peregangan.
3. Latihan relaksasi
serta bagaimana bersikap rileks selama beraktivitas dan dalam menjalani hidup
riwayat penyakit DM
Komposisi: Omeprazole 40 mg
Indikasi: Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi
hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang terdapat dalam
formulasi.
saluran cerna (seperti: mual, muntah, nyeri lambung, kembung diare, dan
warfarin.
Komposisi: Domperidon
ml/kg BB 3 x sehari, dapat diberikan sekali lagi sebelum tidur malam hari.
Komposisi: Ranitidin
Kontraindikasi: Hipersensitif
Dosisi:
- Injeksi i.m, i.v; 50 mg setiap 6–8 jam, dosis tidak lebih dari 400 mg sehari,
- Oral; tukak duodenum 150 mg 2x sehari atau 300 mg sehari sekali selama 4–8
72
Efek samping: Sakit kepala, malaise, pusing, timbul ruam kulit, konstipasi,
nyeri otot.
Interaksi obat: Ranitidin akan meningkatkan plasma level metformin atau efek
plasmanya sejumlah 25%, obat ini diberikan dengan selang waktu minimal 1
250 mg setiap 6 jam sekali sesuai dengan keperluan, selama tidak lebih dari 1
minggu.
insomnia, ruam kulit, edema fasial, anemia hemolitik autoimun yang berat
ringan.
73
indomestin, fenilbutazon, oksifenbutazon: meningkatkan ulserasi saluran
pencernaan.
Komposisi: Alprazolam
panik.
Dosis: kecemasan; Dosis awal 0,75 mg-1,5 mg 3 x sehari, gangguan panik; 0,5
mg-1 mg menjelang tidur malam atau 0,5 mg 3 x sehari, lansia atau penderita
lemah; 0,5 mg-0,75 mg/hari dibagi beberapa dosis, dapat dinaikan bila
diperlukan.
74
Komposisi: Glimepirid
Indikasi: DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet, latihan fisik, dan
penurunan BB saja.
Dosis: 1-8 mg/hari, dosis awal dan dosis titrasi 1 mg sekali sehari. Dosis
perhari dapat ditingkatkan dengan interval 1-2 minggu dan mengikuti petunjuk
berikut; 1 mg-2 mg-3 mg-4 mg-6 mg dan pada kasus pengecualian 8 mg.
toleransi glukosa.
Komposisi: Metformin
75
Efek samping: Gangguan GI
penyesuaian dosis.
Komposisi: Captopril
Indikasi: Untuk hipertensi berat hingga sedang, untuk gagal jantung yang tidak
cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam
sehari, diberikan bersama diuretuk dan digitalis, dari awal terapi harus
penderita.
76
Efek samping: Kaptopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada
0,5% penderita dan pada 1,2% penderita dengan penyakit ginjal. Dapat tejadi
terutama terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini
penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus
Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis
rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya
akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, muntah, diare, dehidrasi
penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang nomal atau
rendah. Sering terjadi ruam dan pruritus, kadang-kadang terjadi demam dan
77
Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal,
kalium atau obat yang mengandung kalium, obat-obat yang berefek hipotensi.
Komposisi: Cefixim
Indikasi: Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, otitis media, faringitis dan
tonsillitis, bronkitis akut dan eksaserbasi akut dari bronkitis kronis, demam
bulan.
Dosis: Kapsul; dewasa dan anak-anak > 30 kg: 50-100 mg 2 x sehari. Infeksi
yang lebih berat; dapat dinaikkan sampai 200 mg 2 x sehari. Suspense; anak-
defisiensi vitamin K.
konsentrasi plasma dan AUC dari cefixime, antasida; membuat tidak ada efek
78
Komposisi: Na laktat 3,1 g, Nacl 6 g, KCL 0,3 g, CaCl 0,2 g Air untuk injeksi
ad 1000 ml
Dosis: Infus intravena sesuai kodisi pasien, 1 kolof (500 cc) x 20 tts = 10000 tts
BAB III
DATA PENGOBATAN
Umur : 28 Tahun
Berat badan : 63 kg
3.1.2 Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang : Panas, mual muntah, sakit kepala, tidak nafsu
makan
80
25 Juni 2016 84 x/m - - -
Nilai Hasil
Pemeriksaan Satuan
Rujukan 21/06 22/06 23/06 24/06 25/06
Hemoglobin 12,0 – 14,0 g/dL 10,6 - - 10,6 10,6
Hematokrit 37 – 43 %/dL 33 - - 33 33
Hitung 5000 –
/UL 3460 - - 3340 5880
Leikosit 10000
Hitung
150 – 400 Ribu/ μL 235 - - 107 95
Trombosit
Nilai Hasil
Pemeriksaan Satuan
rujukan 21/06 22/06 23/06 24/06 25/06
Laju endapan
0 – 15 mm/jam - 20 20 - -
darah
Hemoglobin 12,0 – 14,0 g/dL - 10,1 10,5 - -
5000 –
Leukosit /µL - 2810 3550 - -
10000
Eritrosit 4,0 – 5,0 jt/µL - 4,2 4,4 - -
Hematokrit 37 – 43 % - 31 33 - -
81
Basofil 0–2 % - 0 0 - -
Eosinofil 0–6 % - 5 3 - -
Neutrofil batang 0 – 6 % - 0 0 - -
Neutrofil
40 – 80 % - 71 77 - -
segmen
Limfosit 20 – 90 % - 20 13 - -
Monosit 2 – 10 % - 4 7 - -
Trombosit 150 – 400 ribu/µL - 232 175 - -
VER 82 – 92 FL - 74 74 - -
HER 27 – 31 Pg - 24 24 - -
KHER 32 – 36 g/dL - 32 32 - -
20 tpm √ √ √ √ √ √ √ √ √
RL
2x1 √ _ √ √ _ √ √ _ √
Rindopump
3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
Onetic
3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sanmol
2x1 √ _ √ √ _ √ _ _ _
Acran
1x1 √ _ _ √ _ _ √ _ _
Provital
82
3-4 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
Farmacrol
Tanggal
20 tpm √ √ √ √ √ √ _ _ _
RL
2x1 √ _ √ √ _ √ √ _ _
Rindopump
3x1 √ √ √ √ √ √ √ _ _
Onetic
3x1 _ _ _ _ _ _ _ _ _
Sanmol
2x1 _ _ _ _ _ _ _ _ _
Acran
1x1 √ _ _ √ _ _ √ _ _
Provital
3-4 x 1 √ √ √ √ √ √ √ _ _
Farmacrol
83
3.1.5 Catatan Klinis dan Terapi Pasien
(rencana ) R/ Rindopump 2 x 1
Onetic 3 x 1
Sanmol 3 x 1
Acran 2 x 1
Provital 1 x 1
Farmacrol 3-4 x 1
Keterangan
(rencana ) R/ Rindopump 2 x 1
Onetic 3 x 1
Sanmol 3 x 1
Acran 2 x 1
Provital 1 x 1
84
Farmacrol 3-4 x 1
Keterangan
(rencana ) R/ Rindopump 2 x 1
Onetic 3 x 1
Sanmol 3 x 1
Provital 1 x 1
Farmacrol 3-4 x 1
Keterangan
(rencana ) R/ Rindopump 2 x 1
Onetic 3 x 1
Provital 1 x 1
Farmacrol 3-4 x 1
85
Keterangan
(rencana ) R/ Rindopump 2 x 1
Onetic 3 x 1
Provital 1 x 1
Farmacrol 3-4 x 1
Keterangan
Umur : 51 Tahun
Berat badan : 65 kg
86
Diagnosis Sekunder : DM tipe 2
3.2.2 Anamnesis
87
Tabel 18. Hasil Pemeriksaan Suhu Badan Pasien
Pukul Pukul Pukul Pukul
Tanggal
14:00 17:00 20:00 24:00
13 Juni 2016 36oC - 36oC -
14 Juni 2016 36oC - 36oC -
15 Juni 2016 - 36oC - -
16 Juni 2016 - - - -
Nilai Hasil
Pemeriksaan Satuan
rujukan 13/06 14/06 15/06 16/06
Laju endapan
0 – 15 mm/jam - 25 - -
darah
Hemoglobin 12,0 – 14,0 g/dL - 13,6 - -
5000 –
Leukosit /µL - 7590 - -
10000
Eritrosit 4,0 – 5,0 jt/µL - 4,6 - -
Hematokrit 37 – 43 % - 39 - -
Basofil 0–2 % - 0 - -
Eosinofil 0–6 % - 3 - -
Neutrofil 0 –6 % - 0 - -
88
batang
Neutrofil
40 – 80 % - 59 - -
segmen
Limfosit 20 – 90 % - 34 - -
Monosit 2 – 10 % - 4 - -
Trombosit 150 – 400 ribu/µL - 256 - -
VER 82 – 92 FL - 83 - -
HER 27 – 31 Pg - 29 - -
KHER 32 – 36 g/dL - 35 - -
89
pakai 13/6/16 14 /6/16
3x1 _ √ √ √ √ √
Captopril
2x1 _ _ √ √ _ √
Rindopump
2x1 _ _ √ √ _ √
Acran
3x1 _ √ _ √ √ √
Domperidon
3x1 _ √ √ √ √ √
Mefinal
1x0,25mg _ _ √ _ √ _
Alprazolam
3x1 _ √ √ √ √ √
Metformin
1x1 _ _ _ _ _ _
Glimepirid
2x1 _ _ _ √ _ √
Cefixim
20 tpm √ √ √ √ √ √
RL
90
2x1 √ √ √ √ _ _
kaptopril
2x1 √ _ √ √ _ _
Rindopump
2x1 √ _ √ √ _ _
Acran
3x1 √ √ √ √ _ _
Domperidon
3x1 √ √ √ √ _ _
Mefinal
1x0,25mg _ _ √ _ _ _
Alprazolam
3x1 √ √ √ √ _ _
Metformin
1x1 _ _ _ √ _ _
Glimepirid
2x1 √ _ √ √ _ _
Cefixim
20 tpm √ √ √ _ _ _
RL
91
R/ Rindopump 2x1
Acran 2x1
Domperidon 3x1
Captopril 3x1
Mefinal 3x1
Alprazolam 1x1 0,25mg
Metformin 3x1
Keterangan
R/ Rindopump 2x1
Acran 2x1
Domperidon 3x1
Captopril 3x1
Mefinal 3x1
Alprazolam 1x1 0,25mg
Metformin 3x1
Cefixim 2x1
Keterangan
92
Tanggal/ 15-06- 2016, Perawat dan dr, Penyakit dalam
profesi/bag
Subjektif OS mengatakan pusing, sakit karena ada luka sedikit pada
bagian kaki, mual (+), muntah (+)
Objektif Keadaan umum sedang, kesadaran= cm (normal), akral hangat,
TD: 150/90 mmHg, Nadi: 82 x/m, Rr: 22 x/m, Suhu: 36oC
Keterangan
BAB IV
93
PEMBAHASAN
Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan
tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemakaian, respon terapi,
reaksi obat yang tidak diinginkan serta rekomendasi serta alternatif terapi.
PTO. Data tersebut kami peroleh dari pencatan Rekam Medik, profil pengobatan/
Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien dengan inisial Ny. Hy umur
28 tahun, masuk rumah sakit Royal Progress tanggal 21 juni 2016 dengan keadaan
masuk rumah sakit suhu badan panas selama 3 hari, mual, muntah, sakit kepala, dan
tidak nafsu makan. Pasien didiagnosa utama penyakit DHF stage I dengan diagnose
sekunder Dispepsia.
kemudian diberikan rindopump injeksi 2 x 1 ampul mulai dari tanggal 21-26 juni
2016 pagi sebelum keluar dari rumah sakit, rindopump (omeprazole) diindikasikan
untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan jangka pendek (DOI, hal
409 ed 11, 2008). Terapi selanjutnya diberikan onetic injeksi 3 x 1 ampul mulai
tanggal 21-26 juni 2016 saat sebelum keluar dari rumah sakit, pemberian onetic
94
(ondansetron) diindikasikan untuk mengatasi mual, muntah kuat pada pasien (DOI,
hal 686 ed 11, 2008), diberikan acran injeksi 2 x 1 ampul diberikan mulai tanggal
21-22 juni 2016, acran berfungsi sebagai penghambat reseptor H2 secara selektif dan
pada pemberian acran (ranitidine) sekresi asam lambung dihambat (DOI, hal 430 ed
11, 2008), dan juga pasien diberikan farmacrol sirup 3-4 x 1 mulai tanggal 21-26
pagi saat sebelum keluar dari rumah sakit, farmacrol (antasida) diindiksikan untuk
menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan rasa nyeri tukak
2016 yang berfungsi sebagai multivitamin untuk memberika stamina dan dapat
sebagai anitpiretik untuk mengurangi panas tinggi pada tubuh pasien dan juga
berfungsi sebagai analgetik untuk mengurangi rasa sakit pada pasien termasuk sakit
Hasil pemeriksaan tentang hemoglobin darah atas nama pasien inisial Ny. Hy
pada tanggal 22 juni 2016 sebagai berikut: laju endapan darah 20 mm/jam terjadi
peningkatan dari nilai rujukan (0-15 mm/jam), hemoglobin 10,1 g/dl terjadi
penurunan dari nilai rujukan (12-14 g/dl), leukosit 2810/µL terjadi penurunan dari
nilai rujukan (5000-10000/µL), eritrosit normal dengan nilai 4,2 jt/µL (4-5 jt/µL),
hematokrit 31% tidak normal karena terjadi penurunan dari nilai rujukan (37-43 %),
95
trombosit normal dengan nilai 232 ribu/µL dari nilai rujukan (150-400 ribu/µL),
VER tidak normal, terjadi penurunan dari nilai rujukan (82-92 FL) yaitu 74 FL, nilai
HER 24 Pg terjadi penurunan dari nilai rujukan (27-31 Pg), sedangkan pada tanggal
23 juni 2016 hasil laboratorium sama dengan tanggal 22 juni 2016, hanya saja
dibedakan pada nilai limfosit yang terjadi penurunan dari nilai rujukan (20-90%)
yaitu 13%.
Pemeriksaan nilai laju endapan darah, ini sebagai indikator adanya suatu
penyakit, jika nilai laju endapan darah meningkat menunjukan bahwa adanya
kenaikan suhu tubuh (demam), sakit kepala, nyeri sendi dan adanya infeksi.
Pemeriksaan ini manjadi tahap awal untuk melakukan pemeriksaan lain apabila laju
dalam sel darah merah berfungsi untuk mengikat oksigen yang dihirup dan sebagai
dalam darah juga rendah dan adanya virus yang dapat menghambat dalam proses
produksi sel darah merah yang berdampak pada gangguan anemia dan mudah
banyaknya hilang sel darah merah lebih dari biasanya sehigga terjadi penurunan
hemoglobin. Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-10000/µL,
96
bila jumlahnya lebih dari 10.000/µL, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang
dengan cara menekan (fagositosis) penyakit tersebut, begitu tubuh terdeteksi adanya
infeksi maka tulang akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk
yang manandakan bahwa adanya infeksi virus atau bakteri, sehingga berdampak pada
gangguan kekebalan tubuh serta kelainan fungsi pada sumsum tulang. Leukosit terdiri
dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular
mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau
keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai
inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit
agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan
monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih
banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil
Hematokrit adalah nilai yang menunjukan persentase zat padat dalam darah
terhadap cairan darah. Dengan demikian, bila terjadi perembesan cairan darah keluar
dari pembuluh darah, sementara bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah, akan
membuat persentase zat padat darah terhadap cairannya naik sehingga kadar
97
Peningkatan kadar hematokrit dapat menjadi indikator pada keadaan dehidrasi
dan dapat terjadi pada beberapa kondisi: diare berat, luka bakar, pembedahan.
penurunan kadar hematokrit dapat terjadi pada beberapa kondisi tubuh, seperti
anemia, kehilangan darah akut, leukemia, kehamilan, malnutrisi, gagal ginjal (Kee
JL,1997).
Trombosit adalah sel kecil atau keping darah, yang mempunyai fungsi dalam
pembuluh darah yang cedera. Trombosit memiliki peran penting sebagai indikator
pada DHF. Trombosit juga memiliki fungsi dalam pembentukan sumbat mekanik
selama respon hemostasis normal jika terjadi cedera pada vaskular. Jika tidak ada
trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan dari pembuluh darah kecil. Reaksi
trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya
penambahan lobus inti menjadi dua kali lipat. Pada berbagai stadium dalam
diferensiasi sel induk hemopoietik sampai produksi trombosit berkisar selama 10 hari,
98
dan trombosit memiliki umur normal 7-10 hari. Penelitian sumsum tulang pada
pasien DBD menunjukkan adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hiposeluler
pada hari ke 3,4 demam dan perubahan patologis sistem megakariosit. Hal ini sesuai
2002).
Setelah melihat data dalam mengkaji pemberian terapi pengobatan pada Ny.
Hy dengan diagnosa DHF dengan penyakit penyerta Dispepsia maka semua terapi
yang diberikan sesuai dengan indikasi dan keluhan berdasarkan data klinik, serta
didukung pemeriksaan fisik dan data penunjang lain. Terapi kombinasi banyak obat
dua atau lebih penyakit yang dideritanya. Kajian data tidak ditemukan DRP (Drug
Related Problem) yaitu antara lain indikasi yang tidak ditangani, pemberian obat
tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu
rendah, reaksi obat yang tidak dikehendaki, interaksi obat, dan ketidak patuhan
99
4.1.2 Kasus Cephalgia, Hipertensi dengan riwayat penyakit DM
Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien dengan inisial Ny. Hn umur
51 tahun, masuk rumah sakit Royal Progress tanggal 13 juni 2016 dengan keadaan
sakit kepala seperti ditarik-tarik, mual, muntah. Pasien didiagnosa Cephalgia beserta
Hipertensi dengan hasil pemeriksaan tekanan darah 150/90 mmHg dan memiliki
Terapi awal masuk IGD dengan RL 500 cc diinfuskan dengan 20 tpm, infuse
RL diberikan untuk menggantikan cairan yang terbuang dari pasien yang disebabkan
mual muntah, kemudian diberikan rindopump injeksi 2 x 1 ampul mulai dari tanggal
13-16 juni 2016 pagi sebelum keluar dari rumah sakit, rindopump (omeprazole)
pendek (DOI, hal 409 ed 11, 2008). Terapi selanjutnya diberikan acran injeksi 2 x 1
ampul mulai tanggal 13-16 juni 2016 pagi saat sebelum keluar dari rumah sakit,
lambung, sehingga pada pemberian acran (ranitidin) sekresi asam lambung dihambat
(DOI, hal 430 ed 11, 2008). Selanjutya diberikan domperidon 3 x 1 sebelum makan,
diberikan mulai dari tanggal 13-16 juni 2016 pagi saat sebelum keluar dari rumah
sakit, pemberian domperidon bertujuan untuk mengurangi mual dan muntah pada
2016 pagi sesaat sebelum pasien keluar dari rumah sakit, pemberian mefinal
100
diindikasikan pada pasien yang mengeluhkan nyeri ringan sampai nyeri sedang
dari tanggal 13-15 juni 2016, pemberian alprazolam ini bertujuan untuk mengatasi
2008).
2016 pagi sesaat sebelum pasien keluar dari rumah sakit, pemberian kaptopril
bertujuan untuk menurunkan tekanan darag tinggi (hipertnsi) pada pasien yaitu
mulai dari tanggal 13-16 juni pagi saat sebelum pasien keluar dari rumah sakit,
pemberian metformin diindikasikan pada pasien dengan DM tipe 2 (DOI, hal 707,
menurunkan kadar gula didalam darah pada pasien DM tipe 2, diberikan pada akhir
proses rawat inap saja yaitu pada tanggal 16 juni 2016 pagi sesaat sebelum pasien
keluar dari rumah sakit, dengan maksud untuk menghindari hipoglikemia pada
mulai dari tanggal 14-16 juni 2016 pagi sesaat sebelum pasien keluar dari rumah
sakit, pemberian cefixim bertujuan untuk mengatasi infeksi luka pada bagian kaki
101
Pada kasus ini pasien dengan penyakit Cephalgia, Hipertensi dan dengan
riwayat penyakit DM tipe 2 terdapat bukti penunjang pada evaluasi dari hasil
pasien inisial Ny. Hn pada tanggal 14 juni 2016 yang menyatakan tidak normal
hanya pada pemeriksaan laju endapan darah yaitu 25 mm/jam dengan nilai rujukan
0-15 mm/jam. Pada pemeriksan tekanan darah pasien pada tanggal 13-15 juni 2016
berkisar antara 140/90 mmHg dan 150/90 mmHg, yang menunjukkan bahwa pasien
mengalami Hipertensi. Hasil pemeriksaan kimia darah pada glukosa sewaktu yaitu
303 mg/dL dengan nilai rujukan < 200 mg/dL yang menunjukkan bahwa gula darah
disesuaikan pada keterangan pasien pada saat masuk rumah sakit bahwa pasien
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
perkilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam
cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di c airan ekstrasel ditentukan oleh
garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl)
102
dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan
tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan natrium
yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa
saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran
cerna atau keringat dikulit. Pada hasil pemeriksaan natrium dengan nilai 130 Mmol/L
menunjukan bahwa cairan natrium dalam tubuh menurun (hiponatremia) dari nilai
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah
dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq
tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida. Kalium
dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urin
mencapai 90%. Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna
gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan (Darwis, 2008). Pada hasil
pemeriksaan kalium dengan nilai 3,45 Mmol/L menunjukan bahwa cairan kalium
103
Setelah melihat data dalam mengkaji pemberian terapi pengobatan pada Ny.
Hn dengan diagnosa Cephalgia, Hipertnsi dan dengan riwayat penyakit DM, maka
semua terapi yang diberikan sesuai dengan indikasi dan keluhan berdasarkan data
klinik, serta didukung pemeriksaan fisik dan data penunjang lain. Terapi kombinasi
banyak obat yang diterima Ny. Hn dikarenakan adanya riwayat penyakit pasien.
Kajian data tidak ditemukan indikasi yang tidak ditangani, pemberian obat tanpa
indikasi, pemilihan oba yang tidak tepat, dosis obat terlalu rendah, penggunaan obat
melebihi dosis dan juga tidak ditemukan adanya ketidak patuhan pasien dalam
terapi. Adanya pemberian terapi kombinasi berbagai macam obat tidak dapat
dihindari terjadi masalah reaksi obat yang tidak dikehendaki dan interaksi obat yang
usia lanjut.
2. Ranitidin akan meningkatkan plasma level metformin atau efek metformin dengan
hati-hati dan berikan interval pemberiannya, dan juga lakukan pemantauan obat.
104
4. Asam mefenamat dapat menurunkan efek kaptopril pada antagonisme
obat.
Tabel 24. Drug Related Problem (DRP) (Medscape drug interaction checker, 2016)
Drug Related
No Deskripsi Usulan Tindakan
Problem
105
3 Interaksi obat Captopril meningkatkan Pemakaian dengan hati-
efek glimepirid oleh hati dan berikan interval
sinergisme pemberiannya, dan juga
farmakodinamik, yang lakukan pemantauan
akan berdampak efek
hipoglikemia dari
glimepirid meningkat.
4 Interaksi obat Asam mefenamat dapat Penyelesaiannya
menurunkan efek kaptopril modifikasi terapi dengan
pada antagonisme memberikan interval
farmakodinamik. Obat penggunaan obat atau
golongan NSAID monitoring erat.
menurunkan sintesis
vasodilatasi prostaglandin
ginjal dengan demikian
mempengaruhi
homeostasis cairan dan
dapat mengurangi efek
antihipertensi.
5 Interaksi obat Asam mefenamat Penggunaan obat dengan
meningkatkan efek dari hati-hati dan berikan
glimepirid dengan interval pemberiannya
mekanisme yang tidak atau perlu dilakukan
diketahui, sehingga monitoring penggunaan
berisiko hipoglikemia obat.
106
BAB V
4.1 KESIMPULAN
Setelah dilakukan pemantauan terapi obat pada pasien dengan inisial Ny.
Hy umur 28 tahun yang masuk rumah sakit Royal Progress pada tanggal 21
juni 2016 dengan keadaan masuk rumah sakit suhu badan panas selama 3
hari, mual, muntah, sakit kepala, dan tidak nafsu makan. Pasien didiagnosa
Drug Related Problem lainnya dengan keluhan pasien pada data penunjang
vital.
Banyaknya Obat yang digunakan untuk terapi pasien, secara ekonomi masih
Setelah dilakukan pemantauan terapi obat pada pasien dengan inisial Ny.
Hn umur 51 tahun, masuk rumah sakit Royal Progress tanggal 13 juni 2016
107
didiagnosa Cephalgia beserta Hipertensi dengan hasil pemeriksaan tekanan
darah 150/90 mmHg dan memiliki riwayat penyakit DM, yang dapat
fisik dan data penunjang lain. Kajian data tidak ditemukan pemberian obat
tanpa indikasi, pemilihan oba yang tidak tepat, dosis obat terlalu rendah,
penggunaan obat melebihi dosis dan juga tidak ditemukan adanya ketidak
macam obat tidak dapat dihindari terjadi masalah reaksi obat yang tidak
Banyaknya Obat yang digunakan untuk terapi pasien, secara ekonomi masih
4.2 SARAN
Supaya tercapai tujuan utama dari pada pelaksanaan PTO perlu kerjasama
108
Perlu pelaksanaan konseling yang lebih intensif secara langsung oleh
obat yang baik dan benar pada pasien, terutama untuk obat-obat yang
potensial ada interaksi jika digunakan dalam waktu yang bersamaan. Harapan
dengan pemberian informasi yang akurat kepada pasien atau keluarga pasien
setelah keluar dari Rumah Sakit pasien patuh dengan aturam minum obat
atau pasien tidak memutuskan minum obat tanpa anjuran dokter. Bertujuan
agar tidak terjadi kekambuhan yang dapat menyebabkan pasien masuk rumah
sakit kembali.
109
DAFTAR PUSTAKA
Diabetes,http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 4-10, 51, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume 2, (Edisi8),
EGC, Jakarta.
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 413, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 423, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
110
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 686, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 602, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 633, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 400, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 667, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 706, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 707, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 322, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
DOI, 2008, Data Obat Indonesia, Hal 769, edisi 11, PT. Mulia Purna Jaya Terbit:
Jakarta
Depkes RI, 2006. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005. Depkes RI, Jakarta.
Dewanto, George, 2007. Panduan Praktik Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Syaraf.Jakarta: ECG
111
Djojoningrat D. 2010. Dispepsia Fungsional dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi
Alwi, I; Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta, Pusat Penerbitan
Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Faisal Yatim. 2005. 30 Gangguan Masalah Kesehatan Pada Anak Sekolah. Jakarta:
Farmakologi dan terapi, 2007. Interaksi ranitidn, hal 283, edisi 5, Jakarta.
Guyton, Arthur C dan John E hall, 2008 Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati
112
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta: FK UI
Keliat, dkk. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas; CMHN (Basic Course),
Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni. 2005. Modul Basic Community Mental Health
Nursing. Jakarta
Muyassaroh, A. 2009. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien Tukak
Peptik (Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Islam
Cephalalgia; 23:33-38.
Nanang Munif Yasin, Joko Sunowo, Eri Suprianti. 2009. Drug Relation Problem
(DRP) dalam pengobatan Dengue Hemoragic Fever (DHF) pada pasien pediatri.
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak edisi 2. Buku kedokteran
ECG. Jakarta.
113
Richard, T. Cotton. 1993. Aerobic Instructor Manual. AmericanCouncil Of Exercise
Pustaka Utama
20 agustus 2016.
Soegeng Soegijanto: Demam berdarah dengue: tinjauan dan temuan baru diera
Penyehatan Linkungan
Berdarah Dengue In: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K., Siti Setiati. Editors: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi
Tarigan, C.J. 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional Dan
114
Wilson, L.M., & Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose
Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599.
115