Disusun oleh:
Disusun Oleh :
Pembimbing PKPA
RS TNI-AL Dr.Mintohardjo
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah serta nikmat-Nya yang tak terhingga, shalawat
beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wasallam beserta keluarga dan sahabatnya, serta umatnya hingga akhir
zaman. Alhamdulillah, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikanLaporan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Arief Fatkhur. R, S.Si. M.
Farklin., Apt sebagai pembimbing di RSAL Dr. Mintohardjo dan Ibu apt. Sylvi
Hartuti, M.Farm sebagai pembimbing di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
yang terlah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan moril
serta saran selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
periode 22 Februari – 31 Maret 2021.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Nina Jusnita, S.TP., M. Si, selaku Dekan Farmasi Universitas 17 Agustus
1945.
2. Apt. Diah Ramadhani, M.Si selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas 17 Agustus 1945.
3. Kolonel Laut Bapak Barkah Siswoyo, S.Si., Apt., selaku kepala Departemen
Farmasi Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
4. Mayor Laut (K) Arief Fatkhur.R, S. Si, M. Farklin., Apt., yang telah
membimbing penyuluhan Kesehatan masyarakat di Rumah Sakit dan
mengenalkan fungsi apoteker di apoteker.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
yang telah membantu PKPA kami selama di Rumah Sakit.
iii
6. Seluruh pegawai Apotek Rawat Jalan, Rawat Inap dan Yanmasum Rumah
Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo yang telah membantu kami selama PKPA di
Rumah Sakit.
7. Seluruh staf pegajar Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945.
8. Orang tua dan keluarga besar yang senantiasa memberikan bantuan,
dukungan dan doa selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
9. Teman-teman mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus
1945 Jakarta angkatan XXXXIII, atas segala bantuan yang telah diberikan.
Penyusun sangat menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penyusun berharap ilmu
dan pengalaman yang didapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat
berguna pada saat menjalankan profesi sebagai Apoteker dalam lingkungan
masyarakat dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
2.1 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ........................................................................... 3
2.1.1 Defenisi .............................................................................................................. 3
2.1.2 Seleksi Pasien..................................................................................................... 3
2.1.3 Identifikasi Masalah Terkait Obat .......................................................... 4
2.1.4 Rekomendasi Terapi ................................................................................. 5
2.1.5 Rencana Pemantauan ............................................................................... 6
2.1.6 Tindak Lanjut ........................................................................................... 8
2.1.7 Dokumentasi .............................................................................................. 9
2.1.8 Penggunaan Obat yang Rasional ............................................................. 9
2.2 Covid-19 ........................................................................................................... 10
2.2.1 Definisi Covid-19 ..................................................................................... 10
2.2.2 Derajat penyakit...................................................................................... 10
2.2.4 Tatalaksana Pasien Terkonvirmasi Covid-19 ...................................... 12
BAB III TINJAUAN KASUS ......................................................................................... 19
3.1. Identitas Pasien ............................................................................................... 19
3.2. Data Klinis ....................................................................................................... 19
3.3 Hasil Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 21
3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................................................. 22
3.5 Data Penggunaan Obat................................................................................... 24
3.6 Uraian Klinis Pasien ....................................................................................... 26
3.7 Analisis Terapi Pengobatan ........................................................................... 33
v
3.8 Drug Related Problem Pada Terapi Pasien .................................................. 53
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 56
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 56
5.2 Saran ................................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 57
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
COVID-19. Pemantauan Terapi obat ini bertujuan untuk membantu pasien agar
lebih mendaptkanterapi yang lebih baik.
PTO sendiri merupakan suatu prosess yang mencangkup kegiatan untuk
memastikan bahwa terapi obat yang sedang dilakukan itu aman, efektif dan
rasional. Pengetahuan penunjang dalam melakukan PTO adalah patofisiologi
penyakit, farmakoterapi, serta interpretasi hasil pemerikasaan fisik, laboratorium
dan diagnostik. Selain itu diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan
membina hubungan interpersonal, dan menganalisis masalah. Beradasarkan data
tersebut diatas, pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan
dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun
kegagalan terapi dapat diketahui, disinilah peran apoteker sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam PTO.
1.2 Tujuan
Untuk melakukan pemantauan terapi obat dan mengidentifikasi
keefektifan dan kerasionalan obat yang digunakan pasien Covid-19 di ruang Pulau
Numfor, di Rumah Sakit TNI-AL Dr. Mintohardjo.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Obat
a. Jenis obat
• Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi sperti
• Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin)
• Obat yang bersifat nefrotoksik (gentamisin) dan hepatotoksik ( OAT )
• Obat golongan sitostatika (metotreksat)
• Obat antikoagulan (warfarin, heparin)
• Obat yang menimbulkan ROTD ( Metoklopamid, AINS)
Obat kardiovaskular (nitrogliserin)
b. Kompleksitas Regimen
• Polifarmasi
• Variasi rute pemberian
• Variasi aturan pakai
• Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
c. Pengumpulan Data Pasien
• Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO.
Data tersebut dapat diperleh dari :
• Rekam medic
• Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
• Wawancara dengan pasien, anggota keluarga dan tetangga
• Kesehatan lain
4
b. Pemberian obat tanpa indikasi
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan
c. Pemilihan obat yang tidak tepat
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya
(bukan untuk pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra
indikasi).
d. Dosis terlalu tinggi
e. Dosis terlalu rendah
f. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
g. Interaksi obat
h. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab
i. Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat anatara lain : masalah
ekonomi, obat tidak tersedia, ketidak patuhan pasien, kelalaian petugas.
Apoteker perlu membuat prioritas masalah tersebut sudah terjadi atau
berpotensi akan terjadi. Masalah yang perlu peneyelasaian segera harus di
prioritaskan.
5
2.1.5 Rencana Pemantauan
Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan
perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat rencana
pemantauan perlu menetapkan langkah- langkah.
a. Menetapkan Parameter Farmakoterapi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan,
antara lain:
1. Karakteristik obat (contoh:sifat nefrotoksik dari allopurinol,
aminoglikosida). Obat dengan indeks terapi sempit yang harus diukur
kadarnya dalam darah (contoh:dogoksin)
2. Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
3. Perubahan fisiologik pasien (contoh: penurunan fungsi ginjal pada pasien
geriatric mencapai 40%)
4. Efisiensi pemerikasaan laboratorium
• Kepraktisan pemantauan ( contoh : pemerikasaan kadar kalium dalam
darah untuk penggunaan furosemide dan digoksin secara bersamaan)
• Ketersediaan (pilih parameter yang tersedia),
• Biaya pemantauan
b. Menetapkan sasaran terapi (end point)
Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau yang
disesuaikan dengan pedoman terapi. Apabila menentukan sasaran terapi yang
diinginkan, apoteker harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Faktor khusus pasien seperti umur dan penaykit yang bersamaan diderita
pasien (contoh: perbedaan kadar teofilin pada pasien penyakit paru
Obstruksi Kronis/PPOK dan asma)
2. Karakteristik obat
Bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara pemberian akan mempengaruhi
sasaran terapi yang diinginkan (contoh: perbedaan penurunan kadar gula
darah pada pemberian insulin dan anti diabetes oral).
3. Efikasi dan Toksisitas
6
c. Menetapkan Frekuensi Pemantauan
Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan resiko
yang berkaitan dengan terapi obat berkala dibanding pasien yang menerima
aspirin.
Pasien dengan kondisi sebagai contoh pasien yang menerima obat kanker
harus dipanatau lebih sering dan relatif stabil tidak memerlukan pemantauan
yang sering. Berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi pemantauan
antara lain :
a. Kebutuhan khusus dari pasien
contoh: penggunaan obat nefrotoksik pada pasien gangguan fungsi
ginjal
b. Karakteristik obat pasien
Contoh : pasien yang menerima warfarin
c. Biaya dan kepraktisan pemantauan
d. Permintaan tenaga kesehatan lain
Data pasien yang lengkap mutlak dibutuhkan dalam PTO, tetapi pada
kenyataanya data penting terukur sering tidak ditemukan sehingga PTO tidak
dapat dilakukan dengan baik. Hal tersebut menyebabkan penggunaan data
subyektif sebagai dasar PTO. Jika parameter pemantauan tidak dapat digantikan
dengan data subyektif maka harus diupayakan adanya tambahan.
Proses selanjutnya adalah menilai keberhasialan atau kegagalan mencapai
sasaran terapi. Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran parameter klinis
sesuai dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak
tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi.
Penyebab kegagalan tersebut anatara lain : kegagalan menerima terapi, perubahan
fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan gagal terapi.
Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam PTO adalah Subjective
Objective Assesment Planning (SOAP).
S : Subjective
Data subyektif adalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.
7
O : Objective
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan.
Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital ( tekanan darah, suhu tubuh, denyut
nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemerikasaan laboratorium dan diagnostik.
A : Assessment
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis untuk menilai
keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki dan kemungkinan
adanya masalah baru terkait obat.
P : Plans
Setelah dilalukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun
rencana yang dapat dilakukan untuk menyelsaikan masalah.
Rekomendasi yang dapat diberikan:
• Memberikan alternative terapi, menghentikan pemberian obat,
memodifikasi dosis atau interval pemberian, merubah rute pemberian.
• Mengedukasi pasien
• Pemeriksaan laboratorium
• Perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parentral/enteral
• Pemeriksaan parameter klinis lebih sering
8
• Tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain
• Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat
• Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat
2.1.7 Dokumentasi
Setiap langkah kegiatan pemantauan terapi obat yang dilakukan harus di
dokumentasikan. Hal ini penting karena berkaitan dengan bukti otentik
pelaksanaan pelayanaan kefarmasian yang dapat digunakan untuk tujuan
akuntabilitas / pertanggungjawaban, evaluasi pelayanan, pendidikan dan
penelitian. Sistematika pendokumentasia harus dibuat sedemikan rupa sehinngga
mudah untuk penelusuran kembali. Pendokumentasian dapat dilakukan
berdasarkan nomor rekam medic, nama, penyakit, ruangan dan usia. Data dapat
didokumentasikan secara manual, elektronik atau keduanya. Data bersifat rahasia
dan disimpan dengan rentang waktu sesuai kebutuhan. Sesuai dengan etik
penelitian, untuk publikasi hasil penelitian identitas pasien harus disamarkan.
9
7. Kepatuhan pasien terhadap pengobatan
Penggunaan obat yang tidak rasional seperti obat yang tidak perlukan, obat
yang salah, obat yang tidak efektif dan obat dengan kemajuran yang meragukan,
obat yang tidak aman, obat yang efektif yang tersedia kurang digunakan,
penggunaan obat yang tidak benar. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat
memberikan dampak pada mutu terapi obat dan perawatan medic, pada biaya,
serta dampak psikologi. Peresepan yang irasional meliputi peresepan mewah,
peresepan berlebihan, peresepan salah.
2.2 Covid-19
2.2.1 Definisi Covid-19
Corona Virus merupakan salah satu penyebab penyakit menular yang perlu
diwaspadai. Virus corona ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit
pernapasan. Virus ini adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA)
yang dapat diisolasi dari beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal
dari kelelawar kemudian berpindah ke manusia. Pada mulanya transmisi virus ini
belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah
kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa
transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia.
10
atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada
demam.
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien
dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas +
napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia
berat). Kriteria napas cepat : usia 5 tahun, ≥30x/menit.
4. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan. ATAU Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
sianosis sentral atau SpO2•5 tahun, ≥30x/menit.
5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok sepsis.
2.2.3 Epidemologi
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia
misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus
tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah jutaan
kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau
terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya
infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel
11
Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health
Organization memberi nama virus baru tersebut SARS-CoV-2 dan nama
penyakitnya sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Virus corona ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit
pernapasan. Virus ini adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA)
yang dapat diisolasi dari beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal
dari kelelawar kemudian berpindah ke manusia. Pada mulanya transmisi virus ini
belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah
kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa
transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia.
Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19
menjadi pandemi di dunia. Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan
pada tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina.
Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan
setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kasus COVID-19
hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan kasus sebanyak ratusan dan
hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan. Pada tanggal 31 Desember 2020
kasus terkonfirmasi 743.196 kasus, meninggal 22.138 kasus, dan sembuh
611.097. Propinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Barat.
12
c. Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan
pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya
dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
d. Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan
setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.
e. Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan
disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di
fasilitas kesehatan masing-masing.
f. Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam
selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang
positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan
oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.
Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai
infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan
laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai
dengan reagen dan alat yang digunakan.
2. TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak
• pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di
rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas
• Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Kontrol di FKTP terdekat
setelah 10 hari karantina
• untuk pemantauan klinis
b. Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu
dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah):
• Pasien :
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
13
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari) -
Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga
jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38o C
• Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya
• Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
14
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dll
c. Farmakologi
• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter
Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung
• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.
3. DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari
sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
15
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah.
• Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi
pasien.
• Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
b. Non Farmakologis Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama
dengan edukasi tanpa gejala).
c. Farmakologis
• Vitamin C dengan pilihan:
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14
hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,
B, E, zink
• Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap,
kapsul lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000
IU dan tablet kunyah 5000 IU)
• Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
• Antivirus :
- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari
(terutama bila diduga ada infeksi influenza) ATAU
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke
2-5)
16
• Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
4. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• solasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan foto toraks secara berkala.
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
• Diberikan terapi farmakologis berikut:
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Ditambah
- Salah satu antivirus berikut : Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg)
loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5) Atau
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari
ke 2-5 atau hari ke 2-10)
17
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-
75)
- Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
5. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
• Pengambilan swab untuk PCR
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,• status hidrasi
(terapi cairan), dan oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku• dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
• Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
• Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
No. RM : 235379
Nama : NN. TIEN YULFIANA
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Tempat Lahir : JAKARTA
Tangal Lahir : 19-JULI-1997
Alamat Rumah : JL. TERATAI 12 NO. 12 RT 003/005 TAMAN
CIBODAS TENGGERANG
Agama : ISLAM
Pendidikan : S1
Status Marital : BELUM MENIKAH
Pekerjaan : PNS
KESATUAN :
3.2. Data Klinis
a. Anamnesa : Auto Anamnesa.
b. Keluhan Utama : Batuk dan hilang indra penciuman
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Indra penciuman hilang sejak 3 tahun
yang lalu, mual (+) muntah (–) pusing
(+) Batuk (–) Pilek (–) mencret (–)
sebelumnya ada riwayat demam tapi
minum obat demam penurun demam
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Alergi (-)
- TBC
e. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : -
f. Riwayat Pekerjaan : PNS
g. Status Sosial : Baik.
h. Status Ekonomi : Baik.
i. Status Kejiwaan dan kebiasaan :
19
- Cemas
j. Pemeriksaan Umum :
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 128/84
- Nadi : 88x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36 0c.
20
3.3 Hasil Pemeriksaan Fisik
Tabel 1. Tanda Vital Pasien
21
3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin 14 - 16 g / dL 12,1
Hematokrit 42 – 48 % 37
22
Elektrolit
Natrium 134 – 148 mmol/L 145
Kalium 3.40 – 4.50 mmol/L 3.95
Klorida 96 – 108 mmol/L 109
23
3.5 Data Penggunaan Obat
Tabel 5 Data Penggunaan Obat
Tanggal
Nama Obat Dosis Aturan 24- 25-Februari- 26- 27- 28- 01-Maret- 02-Maret-
N
Pakai Februari- 2021 Februari- Februari- Februari- 2021 2021
o
2021 2021 2021 2021
P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M
1. Venflon 1x1 - √ - - √ - √ - - - √ - - √ - - √ - - √ -
2. Resfar Injeksi 1200 mg 1x1 - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √
3. Vitamin C Injeksi 1 gram 1x1 - - √ - - √ - - √ - - √ - - √
4. Omeprazole Injeksi 40 mg 1x1 - - √ - - √ - - √ - - √ - - √
5. Paracetamol Injeksi 1 ampul 3x1 - - √ - - √ - - √ - - √ - - √
STOP
6. Avigan 600 mg 2x1 √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √
7. Zinc sulfat 20 mg 1x1 - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ -
8. Azitromycin 500 mg 1x1 - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √
9. BNS Sprai 3x11 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
10. Betadin kumur 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
24
Tanggal
Nama Obat Dosis Aturan Pakai 03-Maret 04- 05- 06- 07-Maret- 08-Maret- 09-Maret- 10-Maret-
No 2021 Maret- Maret- Maret- 2021 2021 2021 2021
2021 2021 2021
P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M
1. Zinc Sulfat 20 mg 1x1 - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ - - √ -
2. Selcom C 500 mg 2x1 √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √ √ - √
3. Flumusyl 200 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4. BNC Spray 3x11 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5. Betadin 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kumur
25
3.6 Uraian Klinis Pasien
Tabel 6 Uraian Klinis Pasien
HARI/TA HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA RENCANA
SOAP
NGGAL PENATALAKSAAN PASIEN
Batuk
Subjektif
Cm : Apatis k/u : baik
- TD :128/84
- Nadi : 88x/menit
Objektif - RR : 20x/menit
- Suhu : 36,20 C
Confirmen Covid-19
Assessment
Diberikan :
24-02-
- Azitromycin 1x500 mg
2021
- Resfar injeksi 1x1200 mg
- Vitamin C injeksi 1x500 mg
- Zinc sulfat 1x20 mg
- Omeprazole injeksi 1x40 mg
- Paracetamol injeksi 3x1 gr
- Avigan 2x600 mg
Plan
- BNS sprai 3x11
- Betadine kumur
26
Subjektif Batuk
Keadaan umum baik, kes : cm, aura hangat,
terpasang venflon, ADL mandiri, mobilitas akut
Objektif - TD : 133/66
- Nadi : 82x/menit
- Suhu : 36,2 0c
- SPO2 : 99%
25-02-
2021
Diberikan
- Azitromycin 1x500 mg
- Resfar injeksi 1x1200 mg
- Vitamin C injeksi 1x500 mg
- Zinc sulfat 1x20 mg
- Omeprazole injeksi 1x40 mg
- Paracetamol injeksi 3x1 gr
Plan - Avigan 2x600 mg
- BNS sprai 3x11
Betadine kumur
27
Subjektif Batuk
Keadaan umum baik
- TD : 86/55
Objektif - Nadi : 88x/menit
- Suhu : 36 0c
- RR : 20x/menit
- 𝑆𝑃𝑂2 : 99%
26-02-
2021
Azitromycin 1x500 mg RO LD – 2/0
Avigan 1x600 mg RO LD – 2/0
28
Batuk
Subjektif
Plan
29
Batuk
Subjektif
30
Selcom C 2x500
Flumucyl 3x200
Subyektif Batuk
- TD : 116/70
- Suhu : 36,30c
Obyektif
- Nadi : 56x/menit
04-03-
- RR : 20x/menit
2021
Assessment Confirmen covid
Zinc 1x20 mg
Plan Selcom C 2x500
Flumucyl 3x200
Subyektif Batuk
- TD : 122/72
- Suhu : 36,40c
Obyektif
- Nadi : 61x/menit
05-03-
- RR : 20x/menit
2021
Assessment Confirmen covid
Zinc 1x20 mg
Plan Selcom C 2x500
Flumucyl 3x200
Subyektif Batuk
- TD : 120/73
- Suhu : 36,60c
Obyektif
- Nadi : 74x/menit
06-03- - RR : 20x/menit
2021 Assessment Confirmen covid
Zinc 1x20 mg
Selcom C 2x500
Plan
Flumucyl 3x200
Terapi lanjutkan
31
Swab 8/3 2021
Subyektif Batuk
- TD : 115/70
- Suhu : 36,40c
Obyektif
- Nadi : 65x/menit
- RR : 20x/menit
07-03-
-
Assessment Confirmen covid-19
2021
Zinc 1x20 mg
Selcom C 2x500
Plan Flumucyl 3x200
Terapi lanjutkan
Swab 8/3 2021
Subyektif Batuk
- TD : 122/63
- Suhu : 36,40c
Obyektif
- Nadi : 67x/menit
RR : 20x/menit
08-03- -
Assessment Confirmen covid-19
2021 Zinc 1x20 mg
Selcom C 2x500
Flumucyl 3x200
Plan
Terapi lanjutkan
32
Zinc 1x20 mg
Selcom C 2x500
Plan
Flumucyl 3x200
Subyektif Sembuh
- TD : 109/65
- Suhu : 36,60c
Obyektif
- Nadi : 64x/menit
10-03-
- RR : 20x/menit
2021
-
Assessment Confirmen covid
Rawat jalan
Plan - Zinc sulfat 1x20 mg
- Selcom C 2x5000
33
sebagai terapi pada orang dengan kondisi paru-paru tertentu seperti cystic
fibrosis, emfisema, bronkitis, pneumonia, atau tuberkulosis. Obat ini
adalah agen mukolitik yang juga dikenal sebagai N-acetylcysteine atau N-
acetyl-L-cysteine (NAC). Obat Ini tersedia dalam bentuk sediaan
intravena, sediaan oral (misalnya tablet), atau nebulasi/inhalasi.
Sebagai agen mukolitik, Acetylcysteine bekerja dengan cara
memecah serat asam mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer
dan mengurangi adhesi lendir pada dinding tenggorokan sehingga
mempermudah pengeluaran lendir pada saat batuk. Obat ini bisa juga
digunakan untuk mengatasi kasus toksisitas paracetamol. Untuk tujuan ini,
Acetylcysteine bekerja dengan cara bertindak sebagai agen hepatoprotektif
dengan mengembalikan glutathione hati, berfungsi sebagai pengganti
glutathione, dan meningkatkan konjugasi sulfat beracun dari paracetamol.
a. Kontraindikasi
Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki
b. Efek Samping:
34
Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui obat apa saja yang sedang
Anda konsumsi dan beri tahukan pada dokter. Jenis obat yang dapat
berinteraksi dengan Resfar Infusion adalah:
• Penggunaan bersamaan dengan antibiotik tetracycline harus
diberi jarak minimal 2 jam.
• Penggunaan bersamaan dengan gliserol trinitrat (nitrogliserin)
dapat menyebabkan peningkatan efek vasodilatasi dan aliran
darah. Resfar infusion dapat diberikan bersamaan
dengan bronkodilator umum, dan vasokonstriktor
d. Dosis:
35
injury. Pada pasien COVID-19, jumlah total sel B, sel T, dan
sel natural killer (sel NK) menurun secara signifikan dan lebih jelas
penggunaannya pada kasus berat dibandingkan kasus yang tidak berat.
Saat ini terdapat beberapa terapo potensial yang digunakan untuk
tatalaksana kasus COVID-19, salah satunya adalah vitamin C.
Vitamin C memiliki aktivitas antioksidan dan dapat mengurangi
stress oksidatif dan peradangan oksidatif. Selain itu vitamin C mempunyai
efek yang meningkatkan sintesis vasopressor, meningkatkan fungsi sel
kekebalan tubuh, meningkatkan fungsi endovaskular, dan memberikan
modifikasi imunologis epigenetik. Pengobatan suportif masih merupakan
pengobatan utama saat ini untuk COVID-19. Salah satunya pemberian
Vitamin C oral maupun intravena dapat mengurangi peningkatan risiko
komplikasi, mengurangi tingkat keparahan, mengatasi gejala maupun
meningkatkan prognosis pasien dengan COVID-19.
a. Kontraindikasi
Infeksi sistemik (kecuali kalau diberikan pengobatan microbial
spesifik), hindari pemberian vaksin virus hidup pada pemberian dosis
imunosupresif (respon serum antibodi berkurang).
b. Efek Samping
• Diare
• Mual muntah
• Insomnia
• Heartburn
• Perut keram
c. Interaksi obat
Berikut ini beberapa jenis obat yang perlu Anda hindari ketika
menggunakan suntik vitamin C:
• fluphenazine (Proxilin)
• magnesium salisilat (Novasal)
• mexiletine (Mexitil)
36
• salsalat
Hal ini dikarenakan penggunaan suntik vitamin C bersamaan
dengan jenis obat tertentu bisa menyebabkan urine Anda lebih asam.
Bahkan, fungsi obat yang Anda konsumsi bisa hilang ketika
menyuntikkan vitamin C dan meningkatkan risiko efek samping, entah
dari obat tersebut atau vitamin C.
d. Dosis
dosis suntik vitamin C untuk mengatasi masalah kekurangan
vitamin C adalah 200 mg satu kali sehari dalam masa perawatan selama
seminggu. Jika Anda menggunakannya untuk memulihkan luka, dosis
penggunaannya adalah 1 gram untuk satu kali sehari selama 5 sampai
21 hari masa perawatan
37
gastroduodenum, atau gejala dispepsia karena AINS yang memerlukan
pengobatan AINS yang berkesinambungan, 20 mg sehari.
Tukak duodenum karena H. pylori menggunakan regimen eradikasi.
Sindrom Zollinger Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari; kisaran
lazim 20-120 mg sehari (di atas 80 mg dalam 2 dosis terbagi).
Pengurangan asam lambung selama anestesi umum (profilaksis
aspirasi asam), 40 mg pada sore hari, satu hari sebelum operasi
kemudian 40 mg 2-6 jam sebelum operasi.
Penyakit refluks gastroesofagal, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti
4-8 minggu berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh; 40 mg sekali
sehari telah diberikan selama 8 minggu pada penyakit refluks
gastroesofagal yang tidak dapat disembuhkan dengan terapi lain; dosis
pemeliharaan 20 mg sekalis sehari.
Penyakit refluks asam (Penatalaksanaan jangka panjang), 10 mg sehari
meningkat sampai 20 mg sehari jika gejala muncul kembali. Dispepsia
karena asam lambung, 10-20 mg sehari selama 2-4 minggu sesuai
respons. Esofagitis refluks yang menyebabkan kondisi tukak yang
parah (obati selama 4-12 minggu). ANAK di atas 1 tahun, berat badan
10-20 kg, 10 mg sekali sehari, jika perlu ditingkatkan menjadi 20 mg
sekali sehari; Berat badan di atas 20 kg, 20 mg sekali sehari jika perlu
ditingkatkan menjadi 40 mg sehari; Pemberian harus diawali oleh
dokter anak di rumah sakit.
Anak. Neonatus 700 mcg/kg bb satu kali sehari, ditingkatkan jika perlu
setelah 7-14 hari menjadi 1,4 mg/kg bb, beberapa neonatus
memerlukan hingga 2,8 mg/kg bb satu kali sehari; Usia 1 bulan-2
tahun: 700 mcg/kg bb satu kali sehari, ditingkatkan jika perlu menjadi
3 mg/kg bb (maks. 20 mg) satu kali sehari; Berat badan 10-20 kg, 10
mg satu kali sehari ditingkatkan jika perlu menjadi 20 mg satu kali
sehari (pada kasus refluks esofagitis ulseratif yang parah, maks. 12
minggu dengan dosis lebih tinggi); Berat badan > 20 kg, 20 mg satu
kali sehari ditingkatkan jika perlu menjadi 40 mg satu kali sehari (pada
38
kasus refluks esofagitis ulseratif, maks. 12 minggu dengan dosis lebih
tinggi).
Eradikasi H. pylori pada anak (dalam kombinasi dengan antibakteri,
lihat 1.3): Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali
sehari; Usia 12-18 tahun: 40 mg satu kali sehari.
Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus
intravena; profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan
seluruhnya, 1 jam sebelum operasi. Refluks gastroesofagal, tukak
duodenum dan tukak lambung, 40 mg sekali sehari hingga pemberian
oral dimungkinkan.
Anak. Injeksi intravena selama 5 menit atau dengan infus intravena:
Usia 1 bulan-12 tahun: dosis awal 500 mikrogram/kg bb (maks. 20
mg) satu kali sehari, ditingkatkan menjadi 2 mg/kg bb (maks. 40 mg)
jika diperlukan.; Usia 12-18 tahun, 40 mg satu kali sehari.
Pemberian pada anak: Oral, sama dengan dewasa.
Enteral: Buka kapsul omeprazol, larutkan omeprazol dalam sejumlah
air secukupnya atau dalam 10 mL Natrium Bikarbonat 8,4% (1mmol
Na+/mL). Biarkan selama 10 menit sebelum diberikan.
Infus intermiten intravena, encerkan larutan rekonstitusi pada kadar
400 mikrogram/mL dengan glukosa 5% atau Natrium Klorida 0,9%,
berikan selama 20-30 menit.
c. Efek samping
Dilaporkan paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia, impotensi,
stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia, bingung
(sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat, gangguan
penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi dosis tinggi.
5. Injeksi Paracetamol (BPOM 2020)
a. Indikasi
- Untuk menurunkan demam yang menyertai flu; dan demam
setelah imunisasi.
39
- Meringankan rasa nyeri pada nyeri ringan seperti sakit kepala,
sakit gigi dan sakit pada otot.
b. Kontraindikasi
Jangan digunakan pada penderita yang menderita kerusakan hati
hipersensitif terhadap parasetamol.
c. Interaksi obat
- Antikoagulan: penggunaan parasetamol jangka panjang dapat
meningkatkan efek antikoagulan kumarin
- Sitotoksik: parasetamol dapat menghambat metabolisme
busulvan intravena (monitor selama 72 jam pemberian bersama
dengan parasetamol)
- Hipolipidemik: absorpsi parasetamol menurun karena
kolestiramin
- Metoklopramid: absorpsi parasetamol meningkat karena
metoklopramid
- Kolestiramin menurunkan absorpsi parasetamol.
- Parasetamol dapat menghambat metabolisme busulfan yang
diberikan secara intravena (disarankan untuk memberikan
busulfan secara hati-hati dalam waktu 72 jam pada pemberian
bersama dengan parasetamol).
d. Efek samping
Penggunaan dosis tinggi dapat menimbulkan kerusakan hati, reaksi
hipersensitivitas seperti kemerahan atau gatal pada kulit. Hentikan
penggunaan obat dan segera hubungi dokter jika mengalami efek
samping.
e. Dosis
3-4 x sehari. Minimum interval penggunaan dosis adalah 4 jam dan
tidak melebihi 4 x dalam 24 jam.
- Dewasa: 500 mg -1000 mg, 3-4 x sehari; Anak 6- 12 tahun, 250 mg - 50
mg, 3-4 x sehari.
40
6. Avigan (BPOM 2020)
a. Indikasi
Indikasi yang diketahui untuk obat ini adalah infeksi virus influensa
pandemik baru atau yang kambuh kembali (terbatas digunakan untuk
pengobatan pada kasus dimana obat antivirus lainnya tidak atau kurang
efektif). Uji klinik favipiravir untuk obat COVID-19 di Jepang dan Tiongkok,
hasil sementara menunjukkan efektifitas yang baik.
b. Kontraindikasi
• Pemberian favipiravir harus hati-hati pada pasien berikut:
- Penggunaan pada wanita yang berpotensi hamil harus dipastikan
dulu hasil uji kehamilan negatif sebelum pengobatan dimulai.
Jika terjadi kehamilan saat pengobatan berlangsung, pengobatan
harus segera dihentikan.
- Bila favipiravir akan diberikan pada wanita menyusui, maka
diharuskan untuk menghentikan menyusui karena metabolit
aktif favipiravir berupa bentuk hidroksilasi ditemukan dalam air
susu ibu.
- Favipiravir terdistribusi dalam sperma. Jika obat diberikan pada
pasien pria, jelaskan risikonya dan instruksikan hal-hal sebagai
berikut:
a. menggunakan metode kontrasepsi yang paling efektif
dengan pasangannya selama dan untuk 7 hari setelah
pengobatan berakhir,
b. tidak melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil
- Walaupun tidak diketahui hubungan sebab akibatnya,
telah dilaporkan terjadinya gejala psikoneurotik seperti
perilaku abnormal setelah pemberian favipiravir. Jika
diperlukan pengobatan untuk anak dan bayi, perlu
dilakukan tindakan pencegahan jika terjadi perilaku
abnormal. Karena itu, keluarga harus menjaga atau
melakukan upaya lain setidaknya 2 hari bila
41
pengobatannya dilakukan di rumah. Karena gejala serupa
terkait dengan ensefalopati influensa telah dilaporkan,
maka harus dilakukan tindakan yang sama.
- Pemberian favipiravir harus hati-hati pada pasien gout
atau yang memiliki riwayat penyakit gout serta pasien
hiperurisemia karena dapat meningkatkan kadar asam
urat dan memperberat gejalanya.
- Infeksi virus influensa dapat disertai infeksi bakteri atau
dapat tersamarkan oleh influenza like symptoms. Jika
terjadi infeksi bakteri atau diduga terinfeksi bakteri,
perlu diberikan antibiotik.
- Pemberian favipiravir pada penderita lanjut usia perlu
dilakukan secara hati-hati disertai dengan pemantauan
kondisi secara umum.
c. Mekanisme Kerja
Favipiravir menghambat secara selektif RNAdependent RNA
polimerase (RdRp) dari virus influensa. Favipiravir adalah prodrug
yang mengalami ribosilasi dan fosforilasi intraseluler serta dikonversi
menjadi bentuk ribofuranosil fosfat (favipiravir-RTP) dalam sel dan
dikenali sebagai substrat oleh RNA polimerase virus sehingga
menghambat aktivitas RNA polimerase dan menghambat proses
replikasi virus
d. Dosis
Pengobatan penyakit virus influenza
Pada orang dewasa, dosis 1600 mg 2 x sehari pada hari pertama,
diikuti dengan 600 mg 2 x sehari selama empat hari berikutnya. Total
pengobatan selama 5 hari.
Sebagai obat uji COVID-19
• Berdasarkan WHO
Dosis 1600 mg pada hari ke-1 sebagai dosis muatan (loading
dose) diikuti dengan 600 mg, 2 x sehari mulai hari ke-2 sampai
42
tidak lebih dari 14 hari. - Di Indonesia, sesuai Tata Laksana
Pasien COVID19 PDPI 40: Gejala ringan: bila perlu,
favipiravir 600 mg 2 x sehari selama 5 hari. Gejala sedang dan
berat: favipiravir loading dose 1600 mg 2 x sehari hari ke-1 dan
selanjutnya 600 mg 2 x sehari (hari ke 2-5)
e. Interaksi Obat
Favipiravir harus digunakan secara hati-hati bila
diberikan bersama obat berikut:
43
repaglinid dapat darah.
terjadi.
teofilin Kadar favipiravir Interaksi dengan
dalam darah mungkin xantin oksidase (XO)
meningkat, dan reaksi dapat meningkatkan
merugikan terhadap kadar favipiravir
favipiravir dapat dalam darah.
terjadi
Famsiklovir/sulindak Khasiat famsiklovir/ Penghambatan
sulindak dapat aldehid oksidase
dikurangi. (AO) oleh favipiravir
dapat menurunkan
bentuk aktif
famsiklovir/ sulindak
dalam darah
Klorokuin (Substrat Potensi interaksi Kemaknaan klinisnya
CYP2C8) belum diketahui
dengan pasti
Oseltamivir Potensi interaksi Kemaknaan klinisnya
belum diketahui
dengan pasti
f. Efek Samping
Pada dosis yang lebih rendah dari dosis yang tertulis dalam
posologi, dilaporkan efek yang tidak diinginkan sebagaimana tercantum
dalam tabel berikut:
≥ 1% 0,5 > 1% < 0,5
Hipersensitivitas Ruam Eksem, pruritus
Hepatic Peningkatan Peningkatan
AST (GOT), ALP darah,
44
peningkatan Peningkatan
ALT (GPT), bilirubin darah
peningkatan γ-
GT
Saluran cerna Diare (4.79%) Mual, muntah, Perut tidak
sakit perut nyaman, ulkus
duodenum,
hematokezia,
radang perut
Gangguan Peningkatan Adanya Penurunan kadar
metabolisme asam urat dalam glukosa dalam kalium dalam
darah (4.79%), darah darah
peningkatan
trigliserida
Saluran nafas Asma,
oropharyngal
pain, rhinitis,
Naso-
pharyngitis
Hematologi Penurunan Peningkatan
jumlah jumlah sel darah
neutrofil, putih, penurunan
penurunan jumlah
jumlah leukosit retikulosit,
Peningkatan
jumlah monosit
45
Kekurangan zinc menjadi salah satu faktor atas 16 persen kasus infeksi
saluran pernapasan atau ISPA.
b. Dosis
46
• Dewasa: Untuk sediaan tablet, dosis 50 mg per hari. Untuk sediaan
sirop, dosis 10-20 mg sekali sehari.
• Anak usia 9-13 tahun: Sediaan sirop, dosis 10-20 mg sekali sehari.
• Anak-anak usia 4-8 tahun: Sediaan sirop, 10 mg sekali sehari.
• Anak-anak usia 1-3 tahun: Sediaan sirop, 5 mg sekali sehari.
c. Efek Samping:
Sakit perut,Mual, Rasa panas di dada (Heartburn), Muntah, Diare,
Sakit kepala, Pusing
47
astenia, paraesthesia, konvulsi, neutropenia ringan, trombositopenia,
interstisial nefritis, gagal ginjal akut, arthralgia, fotosensitivitas. Berikut
ini untuk efek samping yang jarang terjadi: gangguan pengecap, lidah
berwarna pucat, dan gagal hati.
d. Intaksi obat
a. Penggunaan bersama digoksin meningkatkan kadar digoksin dalam
darah.
b. Penggunaan bersama nelfinavir dapat meningkatkan kadar
azitromisin dalam darah, sehingga perlu pemantauan terhadap efek
samping azitromisin seperti gangguan enzim hati dan gangguan
pendengaran
c. Penggunaan bersama antikoagulan oral seperti warfarin dapat
mempotensiasi efek antikoagulan, sehingga perlu pemantauan INR.
d. Penggunaan bersama siklosporin dapat meningkatkan kadar
siklosporin. Jika pemberian bersama obat ini diperlukan, kadar
siklosporin harus dipantau dan dosis disesuaikan.
e. Dosis:
Sesuai Tata Laksana Pasien COVID-19 PDPI. Gejala ringan, sedang,
berat: azitromisin 500 mg 1 x sehari selama 3 hari.
48
d. Efek Samping
Bila hidung dalam keadaan sangat kering dan teriritasi, dapat
menyebabkan gatal.
e. Dosis
- Penggunaan obat harus sesuai petunjuk pada kemasan dan anjuran dokter
- Dewasa: 2-6 semprot/hari/lubang hidung
- Anak-anak dan bayi >1 bulan: 1 semprot/hari/lubang hidung
49
perikarditis konstruktif, stenosis mitral; anemia berat, trauma kepala,
perdarahan otak glaukoma sudut sempit.
c. Efek Samping:
Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural,
takikardi (dapat terjadi bradikardi paradoksikal).
Injeksi. Efek samping yang khas setelah injeksi (terutama jika
diberikan terlalu cepat) meliputi hipotensi berat, mual dan muntah, diaforesis,
kuatir, gelisah, kedutan otot, palpitasi, nyeri perut, sinkop; pemberian jangka
panjang disertai dengan methemoglobinemia.
d. Dosis:
Dewasa : Gunakan 10 ml untuk satu kali berkumur. Anda bisa berkumur
sebanyak 3-5 kali sehari.
Anak-anak : Betadine Obat Kumur hanya dianjurkan untuk mereka yang
telah berusia di atas 6 tahun. Obat ini dapat digunakan
sebanyak 10 ml, selama 30 detik dan dilakukan
pengulangan 3-5 kali dalam sehari.
50
- Pemberian pada wanita hamil dan menyusui Pada beberapa
penelitian baik pada hewan maupun manusia menunjukkan
pemberian asetilsistein tidak menimbulkan efek teratogenik
maupun efek samping berbahaya, akan tetapi selama kehamilan
dan menyusui pemberian asetilsistein harus di bawah
pengawasan dokter.
- Pemberian pada anak yang masih minum ASI dan anak kecil
c. Kontraindikasi:
Hipersensitivitas terhadap acetylcystein .
d. Interaksi obat
- Pemberian bersama obat penekan batuk (antitusif) dapat
menyebabkan penghentian sekresi yang berbahaya, seiring
berkurangnya batuk.
- Penggunaan dengan tetrasiklin HCl harus diberikan secara
terpisah dengan interval waktu sekurangnya 2 jam.
- Pemberian bersama nitrogliserin mungkin dapat menyebabkan
peningkatan efek vasodilatasi dan aliran darah dari nitrogliserin.
e. Efek Samping:
Pirosis, mual, muntah, dan diare jarang terjadi. - Stomatitis, pusing dan
telinga berdengung (tinitus). - Reaksi alergi, seperti gatal, urtikaria,
cutaneous eruption (exanthema, rash), kesulitan bernapas
(bronkospasme), denyut jantung yang cepat dan turunnya tekanan
darah. - Bronkospasme pada pasien dengan bronkus yang hiper reaktif,
disebut “Hyper Responder” (yaitu pada pasien dengan peningkatan
sensitivitas akibat berbagai stimuli)
f. Dosis:
- Dewasa dan anak >14 tahun: 1 Kapsul 2-3 x sehari (setara dengan
400 – 600 mg Nasetilsistein per hari) Untuk anak 6 – 14 tahun: 1
kapsul 2 x sehari (setara dengan 400 mg N-asetilsistein per hari).
- Pada kasus mukovisidosis: Anak >6 tahun: 1 kapsul 3 x sehari
(setara dengan 600 mg N-asetilsistein per hari). Untuk anak
51
12. Selkom C (BPOM 2020)
a. Indikasi
Membantu memenuhi kebutuhan vitamin B kompleks dan vitamin C
b. Kontraindikasi:
Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini, terutama untuk
penderita yang diketahui memiliki hipersensitivitas/alergi terhadap bahan
aktif multivitamin ini
c. Efek Samping
Selkom C umumnya ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan sangat aman.
Namun, beberapa efek samping mungkin muncul pada orang dengan
kondisi kesehatan tertentu. Efek samping Selkom C tersebut meliputi:
Rasa tidak nyaman di perut, Mual, Nyeri ulu hati, Pusing.
d. Interaksi obat
Potensi interaksi obat terjadi ketika digunakan bersamaan dengan obat
lain sehingga dapat mengubah cara kerja obat. Sebagai akibatnya, risiko
efek samping dapat meningkat, obat tidak bekerja, atau bahkan
menimbulkan efek beracun yang membahayakan tubuh. Oleh sebab itu,
penting untuk mengetahui obat apa saja yang Anda konsumsi dan
beritahukan kepada dokter. Beberapa jenis obat dapat berinteraksi dengan
bahan aktif Selkom C, diantaranya yaitu:
52
Selkom C tersedia dalam bentuk sediaan kapsul dengan kekuatan
dosis per kapsulnya mengandung:
- Vitamin B1: 10 mg
- Vitamin B2: 5 mg
- Vitamin B6: 5 mg
- Vitamin B12: 5 mcg
- Nicotinamide: 20 mg
- Calcium Panthotenate: 10 mg
- Vitamin C 500: mg
53
tekanan darah
pasien menjadi
tidak stabil
7. Interaksi obat √
8. Gagal menerima √
obat
54
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tanggal 24 februari 2021 pasien dengan nama Nn. Tien berusia 23
tahun masuk kerunagan UGD Rumah Sakit AL Mintoharjo dengan indra
penciuman menghilang sejak 3 hari yang lalu, batuk , mual muntah. Pasien
dinyatakan positif Covid-19 pada hasil swab PCR nya. Pasien memiliki riwayat
penyakit sebelumnya yaitu TBC dengan pengobatan selama 2 bulan.
Hasil pemeriksaan tanda vital pada tanggal 24 maret menjukkan tekanan
darah 128/84 mmHg, denyut nadi 88x/menit, nafas normal dengan nafas
20x/menit, suhu tubuh normal 36,20c.
Pada kasus ini terdapat reaksi obat yang tidak ditangani dapat diamati pada
tabel DRP (drugs related problem) yaitu dimana kandungan acetylcysteine pada
suatu obat dapat menyebabkan hipotensi dengan menurunkan tekanan darah atau
menyebabkan tekanan darah menjadi tidak stabil. Sehingga pada kasus ini
sebaiknya selalu diberikan monitoring yang ketat terhadap tekanan darah pasien.
Pasien dirawat selama 14 hari dengan di berikan perawatan, dianjurkan
minum air hangat dan diajarkan batuk efektif. Selama perawatan pasien
melakukan tes PCR sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 1 maret dan tanggal 8
maret. Pada tanggal 1 maret pasien mendapatkan hasil tes positif sehingga pasien
harus mendapatkan perawatan Kembali dan pada tanggal 8 maret hasil tes pasien
negative, tetapi pasien masih perlu perawatan karena pasien masih mengeluhkan
sedikit batuk. Kemudian pada tanggal 10 maret pasien dibolehkan pulang dengan
di berikan obat terapi pulang yaitu Selkom C dan Zinc sulpat. Obat tersebut
diberikan bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien
.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terdapat reaksi obat yang tidak ditangani dapat diamati pada tabel DRP
(drugs related problem) yaitu dimana kandungan acetylcysteine pada suatu obat
dapat menyebabkan hipotensi dengan menurunkan tekanan darah atau
menyebabkan tekanan darah menjadi tidak stabil. Sehingga pada kasus ini
sebaiknya selalu diberikan monitoring yang ketat terhadap tekanan darah pasien.
5.2 Saran
• Diberikan monitoring terhadap tekanan darah pasien
• Pemberian terapi tetap di anjurkan sesuai dengan pedoman tatalaksana
covid-19
• Tidak direkomendasikan perubahan pengobataan
56
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I. 2006. Infark miokard akut dengan elevasi ST dalam Aru W.S., Bambang
S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta. Hal 150-173
Badan Pom RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Sagung Seto.
Jakarta. Hal 655-664
Badan Pom RI. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Sagung Seto.
Jakarta.Hal 41-306
Badan Pom RI. 2020. Penetapan Pedoman Obat Dalam Penangan Corona Virus
Disease 2019 (covid-19). Jakarta Pusat.Hal 41-117
Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST
elevation : implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8
Siregar, C.J.P (2004). Farmasi Rumah Sakit. Jakarta : EGC. Hal 6-71.
Tan, K. Chik et al (2013). Farmasi Klinis. Surabaya: Universitas Surabaya. Hal
119-131.
57