RUMAH SAKIT
di
Disusun Oleh:
Oleh:
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua
ini telah disetujui untuk diujikan oleh Komisi Penguji, pada Program Studi Profesi
Apoteker Program Profesi Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Deli Husada Deli
Tua.
Tim Penguji
Disahkan Oleh
apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si. apt. Dian Ika Perbina Br.Meliala, S.Farm., M.Si.
NPP 19750105 202003 1 001 NPP 19940813 201902 2 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
di Rumah Sakit Sembiring. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Deli Tua yang ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si.
selaku Dekan Fakultas Farmasi Institusi Kesehatan Deli Husada Deli Tua, Ibu apt.
Dian Ika Perbina Br. Meliala, S. Farm., M.Si selaku Ketua Program Studi
Deli Tua sekaligus dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan,
bimbingan, dan berbagi pengalamannya kepada penulis, Ibu apt. Sance Melonia
Sakit Sembiring Deli Tua , Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Profesi
Apoteker (PSPA) Fakultas Farmasi Institusi Kesehatan Deli Husada Deli Tua
yang telah mendidik dan selalu memberikan bimbingan kepada penulis, seluruh
karyawan di Rumah Sakit Sembiring Deli Tua atas kerja sama dan bantuan yang
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
iv
yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap
laporan ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan benar mengenai Rumah
Sakit Sembiring Deli Tua serta memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya
di bidang farmasi.
v
DAFTAR ISI
vi
2.3.5 Diagnosis............................................................... 31
2.3.6 Penatalaksanaan CKD
dengan Hipertensi................................................. 32
2.4 Tinjauan Obat Umum...................................................... 34
2.4.1 IVFD NaCl 0,9%.................................................. 34
2.4.2 Furosemid............................................................. 34
2.4.3 Ondansentron....................................................... 34
2.4.4 Ceftriaxone........................................................... 35
2.4.5 Ranitidin.............................................................. 35
2.4.6 Omeprazole........................................................... 35
2.4.7 Pantoprazole.......................................................... 36
2.4.8 Novalgin............................................................... 36
2.4.9 Ambroxol.............................................................. 36
2.4.10 Asam traneksamat............................................... 37
2.4.11 Renxamin............................................................ 37
2.4.12 Bisoprolol............................................................. 37
2.4.13 Nifedipin................................................................ 38
2.4.14 Norages Injeksi................................................... 39
2.4.15 Candesartan.......................................................... 39
2.4.16 Vitamin K............................................................. 40
2.4.17 Asam Folat........................................................... 41
2.4.18 Fenobarbital......................................................... 41
2.4.19 Mecobalamin....................................................... 42
BAB III PENATALAKSANA UMUM........................................... 43
3.1 Identitas Pasien................................................................. 43
3.2 Profil Penyakit dan Pengobatan........................................ .. 43
3.2.1 Riwayat Penyakit Sebelumnya.................................. 43
3.2.2 Riwayat Penyakit dalam Keluarga.......................... .. 43
..
3.2.3 Riwayat Penggunaan Obat..................................... .. 44
3.2.4 Riwayat Alergi........................................................ . 44
3.3 Ringkasan Pasien Saat Masuk
Rumah Sakit Umum Sembiring........................................ 44
vii
3.4 Data Klinik........................................................................ 44
3.5 Data Laboratorium............................................................. 45
3.6 Pemeriksaan Ultrasonografi Radiologi.............................. 47
3.7 Terapi Pemilihan Obat..................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................... 52
4.1 Pencatatan dan Pemantauan (SOAP)............................... 53
4.1.1 SOAP Apoteker Hari ke-1 tanggal 23 Mei 2021... 53
4.1.2 SOAP Apoteker Hari ke-2 tanggal 24 Mei 2021... 54
4.1.3 SOAP Apoteker Hari ke-3 tanggal 25 Mei 2021... 55
4.1.4 SOAP Apoteker Hari ke-4 tanggal 26 Mei 2021... 56
4.1.5 SOAP Apoteker Hari ke-5 tanggal 27 Mei 2021... 58
4.1.6 SOAP Apoteker Hari ke-6 tanggal 29 Mei 2021... 59
4.2 Pengkajian Tepat Pasien.................................................... 60
4.3 Pengkajian Tepat Indikasi dan Tepat Obat........................ 60
4.4 Pengkajian Tepat Indikasi................................................. 61
4.5 Pengkajian Tepat Dosis.................................................... 66
4.6 Pengkajian Waspada Efek Samping Obat........................ 73
4.7 Evaluasi Obat Pasien Berobat Jalan.................................. 75
4.8 Pemberian Informasi Obat................................................ 75
4.9 Rekomendasi untuk dokter............................................. 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................. 77
5.1 Kesimpulan........................................................................ 77
5.2 Saran.................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 78
viii
DAFTAR GAMBAR
No Uraian Hal
ix
DAFTAR TABEL
No Uraian Hal
..
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat ..
penyakit...................................................................... ... .. 11
..
Tabel 2.2 Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit
..
ginjal kronis.................................................................. . 21
Tabel 2.3 Komplikasi yang terjadi sesuai dengan derajat
penurunan fungsi ginjal................................................. 22
Tabel 3.1 Data Klinis Pasien......................................................... 45
Tabel 3.2 Data Laboratorium Pasien............................................. 45
Tabel 3.3 Pemeriksaan Ultrasonografi Radiologi.......................... 48
Tabel 3.4 Terapi pengobatan pasien pada
tanggal 23 Juni 2020 – 29 Juni 2020............................. 48
Tabel 3.5 Terapi Obat Harian........................................................ 51
Tabel 4.1 SOAP Farmasi Hari ke-1 tanggal 23 Mei 2021............. 53
Tabel 4.2 SOAP Farmasi Hari ke-2 tanggal 24 Mei 2021............. 54
Tabel 4.3 SOAP Farmasi Hari ke-3 tanggal 25 Mei 2021............. 55
Tabel 4.4 SOAP Farmasi Hari ke-4 tanggal 26 Mei 2021............. 56
Tabel 4.5 SOAP Farmasi Hari ke-5 tanggal 27 Mei 2021............. 58
Tabel 4.6 SOAP Farmasi Hari ke-6 tanggal 29 Mei 2021............. 59
Tabel 4.7 Pengkajian Tepat Indikasi dan Tepat Obat.................... 60
Tabel 4.8 Tabel Tepat Dosis.......................................................... 72
Tabel 4.9 Tabel Efek Samping Obat dan Interaksi Obat............... 73
Tabel 4.10 Terapi Obat Pulang..................................................... 75
x
Abstrak
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal, ureter, kandung kemih, dan urethra merupakan satu sistem yang
berperan sebagai filtrasi dan pembuangan zat yang tidak bermanfaat dan
merugikan keluar tubuh bersama urin. Dalam menjalankan fungsi tersebut, ginjal
menanggung beban kerja yang tidak ringan, untuk mempertahankan tubuh dari zat
keseimbangan elektrolit.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung = 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai
Beberapa peneliti melaporkan bahwa 20-25% dari kasus gagal ginjal yang
dirawat disebabkan oleh obat atau zat kimia, dan peneliti lain melaporkan gagal
ginjal akibat pembedahan sebesar 37%. Peneliti lain mencatat dari tahun 1976-
disebabkan karena nefrotoksin. Kerusakan ginjal atau organ lain dalam sistem
saluran kemih dapat dicegah atau diketahui lebih dini dengan memantau fungsi
1
2
ginjal secara teratur pada setiap penggunaan obat yang mempunyai potensi tinggi
Kasus gagal ginjal di dunia sekarang ini meningkat lebih dari 50%.
Indonesia sendiri termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup
tinggi. Saat ini, di Indonesia jumlah penderita gagal ginjal diperkirakan sekitar
150 ribu orang. Dari jumlah itu, permasalahan penyakit gagal ginjal yang dihadapi
masyarakat adalah tidak mampu berobat atau cuci darah (hemodialisa) karena
biayanya sangat mahal yang harus dilakukan 2-3x seminggu. Akibatnya, tidak
ginjal itu antara lain terlihat dari meningkatnya jumlah pasien cuci darah yang
global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis
yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus
serta hipertensi. Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh
Hill et al. mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil
peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18
umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada
3
(24%), kelainan bawaan (6%), asam urat (1%), penyakit lupus (1%) dan lain-
lain. Telah diketahui berbagai mekanisme obat dapat merusak ginjal. Penggunaan
kasus GGK yaitu hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Metode
yang paling biasa digunakan yaitu Hemodialisis dan Peritoneal Dialsis karena
kurangnya jumlah donor ginjal yang tersedia. Di dapatkan data penderita Gagal
Bentuk kerusakan yang paling sering dijumpai adalah interstitial nephritis dan
penderita gangguan ginjal. Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal
dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak
obat-obat antihipertensi, antibiotik, dan AINS pada penderita gagal ginjal. Obat
antibiotik dan AINS merupakan obat- obat yang sering digunakan dalam
digunakan pada pasien GGK untuk menurunkan tekanan darah dan bisa untuk
hipertensi. Obat yang mempunyai efek seperti diatas merupakan pilihan obat
antihipertensi pada pasien gagal ginjal. Selain itu perlu dilakukan penyesuaian
dosis obat yang digunakan pada pasien gagal ginjal terutama obat yang
mengenai fungsi hati dan ginjal penderita, riwayat pengobatan, metabolisme dan
aktivitas obat, lama kerja obat serta cara ekskresinya. Pengobatan yang
penyesuaian dosis berupa penurunan terhadap total dosis penjagaan harian sering
kali diperlukan. Perubahan dosis obat yang sering dijumpai adalah penurunan
killer karena pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita
hipertensi umumnya tidak mengalami suatu tanda atau gejala sebelum terjadi
atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030
diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007
pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik < 140 mmHg
dan diastolik < 90 mmHg) dan 47,5% pasien yang tekanan darahnya tidak
terkontrol.
dilakukan evaluasi tentang Drug Related Problems pada pasien yang mempunyai
riwayat hipertensi pada Chronic Kidney Disease Stage V yang meliputi peresepan
yang rasional yaitu tepat dosis, tepat penderita, tepat cara pemberian, terpilih
6
Studi kasus diambil di salah satu ruangan perawatan rawat inap di Rumah
Sakit Umum Sembiring yaitu Ruangan Jasmine kamar 20 atas Nama Tuan M.
Pada studi kasus ini akan dipaparkan mengenai penyakit Komplikasi Chronic
Pada kasus ini yaitu pasien didiagnosa hipertensi dan gagal ginjal kronis.
Perlu dilakukan pemantauan terapi obat (PTO) untuk mengoptimalkan efek terapi
tersebut, maka dalam laporan ini akan dibahas tentang pemantauan terapi obat
yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa penyakit hipertensi dan gagal ginjal
kronis untuk memastikan terapi obat yang diberikan sudah aman, efektif dan
3. Apakah terapi yang diberikan pada pasien sudah mencapai goal terapi?
1.3. Tujuan
bertujuan untuk :
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ginjal
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk
abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulangbelakang, di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut
sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah
ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal
terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
obatan, akteri dan zat warna), Ekskresi bahan yang tidak diperlukan
8
9
sel darah merah yaitu erythropoietin, memproduksi renin yaitu enzim yang
tubuh.
tiroid). Oleh karena itu ginjal terlibat dalam pengaturan tekanan darah,
2003).
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran
sistemik multipel. Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif.
10
Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut. Gagal
ginjal akut biasanya reversibel. Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya
fungsi ginjal secara progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronis. Gagal ginjal
kronis biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal,
tetapi pada situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Gagal ginjal kronis
1997).
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan
penurunan secara cepat volume urin. Laju filtrasi glomerulus dapat secara tibatiba
peningkatan kadar serum urea, kreatinin dan bahan-bahan yang lain. Walaupun
sering bersifat reversibel, tetapi secara umum mortalitasnya tinggi (Kenward dan
Tan, 2003).
ginjal akut maupun kronis, terjadi penurunan atau kehilangan fungsi pada seluruh
Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
11
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat penyakit
• Kelainan Patologis
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
12
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat
kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60
Tanda-tanda dan gejala klinis sering tersamar dan tidak spesifik, walaupun
sesak, pericarditis), dan gejala pada saluran cerna (mual, nafsu makan menurun,
(misalnya lethargia, gangguan mental), gangguan fungsi otot (misalnya kram otot,
kaki pegal) dan uraemia (misalnya nafsu makan berkurang, mual, muntah,
pruritus). Istilah ‘uraemia’ (urea dalam darah) yang menggambarkan kadar urea
darah yang tinggi, sering digunakan sebagai kata lain untuk gagal ginjal akut
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi pre-renal, renal dan
postrenal:
obat.
interstitial nephritis akut, gejala uraemia hemolitik, obstruksi intrarenal, obat yang
hypertension).
hipertrofi prostate, batu ginjal dan batu pada saluran kemih, tumor pada saluran
Penilaian terhadap fungsi ginjal dilakukan dengan uji fungsi ginjal. Uji
fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit ginjal secara kasar atau garis besar
saja, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum
14
terlihat nyata adanya gangguan pada ginjal. Ada beberapa metode yang dapat
rangka normal. Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan jumlah
massa otot tubuh. Kreatinin diekskresi terutama oleh filtrasi glomeruler dengan
sejumlah kecil yang diekskresi atau reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot tetap,
melalui filtrasi, sehingga dapat dijadikan indikator fungsi ginjal. Nilai kreatinin
serum yang normal berbeda menurut jenis kelamin, usia, dan ukuran. Kadar
kreatinin serum hanya berguna bila diukur pada kadar tunak (steady state) perlu
tubulus ginjal dalam jumlah yang bermakna. Oleh karena itu ekskresi terutama
ditentukan oleh filtrasi glomeruler, sehingga laju filtrasi glomeruler (LFG) dapat
kreatinin sebagai ukuran dari laju filtrasi glomeruler menjadi terbatas pada
gangguan ginjal. Walaupun demikian, secara umum uji klirens kreatinin masih
merupakan uji fungsi ginjal yang terpilih. Pengukuran klirens kreatinin penderita
yaitu melalui: a). Pengumpulan urin selama 24 jam Merupakan metode yang
pengumpulan urin selama jangka waktu 24 jam dan pengambilan cuplikan plasma
15
di antara jangka waktu tersebut. Selanjutnya dapat dihitung dengan rumus sebagai
kreatinin serum dan mencatat faktor yang mempengaruhi massa otot penderita
(usia, jenis kelamin dan berat badan) dan memungkinkan perkiraan klirens
3).Urea
Urea disaring oleh glomerulus dan sebagian direabsorpsi oleh tubulus. Kadar di
fungsi ginjal tetapi sering digunakan sebagai perkiraan kasar, karena dapat
Algorithma pengobatan hipertensi pada pasien CKD dapat dilihat pada alur
Volume distribusi dan klirens dapat berubah tanpa ada keterkaitan antar
mengubah klirens dan volume distribusi. Terdapat beberapa kondisi yang dapat
terdistribusi terutama dalam air tubuh, akan meningkat pada pasien dengan
kondisi yang dapat mengakibatkan akumulasi cairan, misalnya gagal ginjal, gagal
yang sangat kuat terikat pada protein plasma misalnya fenitoin, akan mempunyai
Vd lebih besar apabila pada pasien gagal ginjal atau pendesakan ikatan protein.
ginjal, karena terjadi peningkatan fraksi obat bebas di dalam jaringan. Perubahan
tunak. Apabila Vd menjadi lebih kecil 50%, maka konsentrasi obat dalam plasma
akan meningkat dua kalinya, sebagai tindak lanjut dosis dikurangi setengahnya
Ada banyak penyebab dari gagal ginjal kronis, bisa disebabkan oleh
diabetes dan hipertensi, atau bisa juga karena riwayat penyakit keluarga, seperti
polikistik. Beberapa tipe berikut ini merupakan penyebab utama kerusakan ginjal
gagal ginjal kronis. Tekanan darah meningkat jika ginjal yang terganggu
ginjal yang meningkatkan volume darah karena menahan natrium dan air.
18
Produksi kedua zat ini, akan menyebabkan kenaikan tekanan darah pada
ginjal.
terbentuknya semacam batu yang 80% terdiri dari kalsium dan beberapa
bahan lainnya. Ukuran batu ginjal ada yang hanya sebesar butiran pasir
sakit atau panas pada saat buang air kecil dan kecenderungan frekuensi
buang air kecil yang lebih sering. Infeksi ini biasanya akan menyebabkan
Bakteri penyebab infeksi biasanya berasal dari flora normal saluran cerna,
organisme akan membelah diri dengan cepat dan dapat bergerak ke atas
menuju ginjal melalui ureter. Pasien yang tidak dapat mengosongkan urin
19
7. Anemia
10. Hipertensi
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
normal, dimana diagnosis secara invasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk
yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik
sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30 persen dari normal, terapi
pada pasien penyakit ginjal kronis. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid
komorbid ini antara lain: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
(Suwitra, 2010).
pembatasan asupan protein sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Suwitra,
2010). Sasaran terapi farmakologi sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat
ini diketahui secara luas bahwa proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan
proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis (Suwitra, 2010).
Tabel 2.2 Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronis
(Suwitra, 2010).
- Terapi Farmakologi
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal seperti Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komplikasi yang terjadi sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal
(Suwitra, 2010).
LFG
Derajat Penjelasan Komplikasi
(ml/menit)
f. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronis. Anemia pada
lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan
darah (misal pendarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin <10 gram % atau
(EPO) merupakan hal yang selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan
besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronis
harus dilakukan secara hati-hati. Berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan
yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinis adalah 11-12 gram/dl.
g. Mengatasi hiperfosfatemia
a. Pembatasan asupan fosfat, pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet
pada pasien penyakit ginjal kronis secara umum yaitu tinggi kalori, rendah
protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam
daging dan produk hewan seperti susu dan telur. Asupan dibatasi 600-800
24
ini diberikan secara oral, untuk mengahambat absorbsi fosfat yang berasal
dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat
kelenjar paratiroid.
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronis sangat perlu
dilakukan, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa
air yang keluar melalui insensible water loss antara 500-800 ml perhari (sesuai
dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus di
batasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/L. Pembatasan natrium
Terapi penyakit ginjal kronis dilakukan pada penyakit ginjal kronis stage v,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml per menit terapi pengganti tersebut dapat
2.2.10 Dialisis
a. Hemodialisa
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
sampai beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal ginjal kronis stadium
akhir atau End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal
ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal ginjal kronis yang mendapatkan
biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi atau
sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi pencangkokan yang
berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau terapi ini diperlukan
yang bersifat toksik atau racun dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
berlebihan. Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi
tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat
tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang
2. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit
4. Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel
2006).
27
dengan penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia Manfaat transplantasi
ginjal sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam
hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu diantaranya adalah tercapainya tingkat
2.3 Hipertensi
Hampir semua pedoman utama baik dari dalam negeri maupun dari luar
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekan darah diastolik ≥ 90 mmHg,
yang tidak nyata dan pada stadium awal belum meninggalkan gangguan yang
serius pada kesehatan. Hipertensi seringkali berakibat fatal dan apabila tidak
ditangani dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, kerusakan organ tubuh itu
antara lain jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah. Kerusakan atau komplikasi
tersebut tergantung pada ukuran tekanan darah, lama diderita, penanganannya dan
Klasifikasi dari tekanan darah pada orang dewasa (18 tahun ke atas)
berdasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang
dilakukan pada dua kali atau lebih visite. Jika nilai tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik berada pada kategori yang berbeda maka klasifikasi
didasarkan pada nilai tekanan darah tertinggi dari kedunya. Klasifikasi tekanan
tingkat satu dan hipertensi tingkat dua. Prehipertensi tidak termasuk sebagai
penyakit, tetapi berpotensi untuk berkembang menjadi hipertensi tingkat satu atau
mengubah gaya hidup dan penggunaan obat. Pada banyak kasus hipertensi tidak
hal inilah yang menyebabkan hipertensi sering disebut “the silent killer” (AHA,
2014).
berpengaruh terhadap hipertensi. Resiko dibagi menjadi dua kategori yaitu resiko
yang dapat dikontrol dan resiko yang tidak dapat dikontrol (AHA, 2014).
- Riwayat keluarga
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki resiko lebih tinggi menjadi
- Usia
- Jenis kelamin
Sampai pada usia 54 tahun, laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dibanding
- Ras
Orang kulit hitam Amerika memiliki resiko mengalami hipertensi lebih tinggi
dibanding dengan orang kulit putih. Hipertensi terjadi pada usia muda dan
Berat badan yang tinggi menambah beban kerja jantung dan sistem sirkulasi
- Alkohol
30
jantung, stroke, denyut jantung tidak teratur dan juga meningkatkan tekanan
darah.
- Merokok
- Stress
Berdsarkan etiologi hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder.
garam yang berlebihan, obesitas dan mungkin pola hidup dapat berpengaruh.
aldosteron yang tinggi dan saraf simpatetik berpengaruh pada tekanan darah
(ASH, 2010).
kadang dapat disembuhkan. Tipe hipertensi yang umum antara lain yaitu penyakit
ginjal kronis, renal artery stenosis, sekresi aldosteron yang berlebihan, sleep
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang
Hypertension 2014.
terapi hipertensi yang disertai penyakit ginjal kronis. Modifikasi gaya hidup dan
garam dalam makanan. Sampai saat ini, hal tersebut terbukti membantu
pencapaian tekanan darah sistolik <130 mmHg pada penyakit ginjal kronis dengan
rasio kreatinin <0,20. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis disarankan
Penatalaksaan hipertensi menurut JNC VIII dapat dilihat pada gambar 2.4
pengaturan pola makan untuk mendukung tercapainya tekanan darah yang ideal
33
(Bell et all, 2015). Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
pasien yang menderita hipertensi tingkat 1, maka stratergi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya 4-6 bulan. Bila
setelah waktu tersebut tidak didapat penurunan tekanan darah yang diharapkan
maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (Soenarta dkk, 2015).
dan dislipidemia.
3. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur 30-60 menit per hari,
Target terapi tekanan darah menurut JNC VIII dapat dilihat pada gambar 2.5.
yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian elektrolit atau terapi yang
penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh (Dianne, 2005).
2.4.2 Furosemid
diuretik yang paling efektif, karena pars asends bertanggung jawab untuk
reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaring. Diuretik ini diberikan per oral maupun
misalnya pada udem otak dan paru-paru. Furosemid mula kerjanya sangat cepat
pada pemberian oral 30-60 menit dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa
2.4.3 Ondansetron
Hidroksi-Triptamin (5-HT3) di otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran
cerna. Di mana selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah setelah
35
2.4.4 Ceftriaxone
aktivitas bakterisid yang luas dengan cara menghambat sintesa dinding sel, dan
mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi
bakteri yang sensitif terhadap ceftriaxone antara lain: infeksi saluran pernafasan
bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi,
2.4.5 Ranitidin
sekresi asam lambung (Mc. Evoy, 2011). Ratinidin merupakan antagonis reseptor-
H2.
2.4.6 Omeprazole
H+K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal lambung dan merupakan obat
penghambatan asam tergantung dari dosis dan pada umumnya lebih kuat daripada
2.4.7 Pantoprazole
yang memiliki pH 1. Seperti PPI lainnya, pantoprazole adalah suatu prodrug yang
terakumulasi. dalam lingkungan sangat asam dan diaktifkan secara cepat menjadi
2.4.8 Novalgin
Novalgin termasuk golongan obat keras, hanya bisa didapatkan dan digunakan
berdasarkan resep Dokter. Aturan pemakaian: 0.5-1 gram, diberikan 3-4 kali/hari.
2.4.9 Ambroxol
penyakit pernafasan yang terkait dengan lendir yang kental dan berlebihan. Zatnya
adalah obat mucoactive dengan beberapa sifat termasuk tindakan secretolytic dan
tubuh. Ini merangsang sintesis dan pelepasan surfaktan oleh pneumosit tipe II.
perdarahan intra dan pasca operasi. Asam traneksamat bekerja sebagai anti
2.4.11 Renxamin
infus berfungsi untuk meningkatkan protein dan nutrisi pada pasien dengan
(IDPN) dengan pasien gagal ginjal akut dan kronis, termasuk untuk IDPN.
2.4.12 Bisoprolol
pada reseptor beta‐1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena
itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus
beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik.
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan
reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate
dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan
Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid.
Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali
waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari.
terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.(
2.4.13 Nifedipin
efektif sebagai vasodilator anterial dan biasa digunakan dalam hipertensi, angina
menghambat masuknya kalsium kedalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot
pemberian rute oral. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu 20-45 menit
dan paruh waktu eliminasinya (t½) ±2,5 jam dengan masa kerja ±8-12 jam, ±95%
terikat protein plasma akan tetapi ketersediaan hayatinya lebih rendah (sekitar 45-
75%) dengan dosis lazim yang digunakan yaitu 20-40 mg sehari 8 jam (Katzung,
2001). Sehingga dapat dikatakan bahwa pasien harus meminum obat 3 kali dalam
penggunaan obat ini tidak berjalan sesuai ketentuan dan mengakibatkan angka
memiliki efek analgesik. Norages® injeksi dapat diberikan secara i.v., hal ini
Pengaruhnya terhadap susunan saraf pusat (sentral) dan perifer. Secara sentral
2.4.15 Candesartan
pengaturan homeostasis garam dan air serta stimulasi pertumbuhan sel, yang
(ACE) sehingga tidak menimbulkan potensiasi bradikinin atau zat P, yang tidak
terhadap AT1 di banyak jaringan termasuk otot polos pembuluh darah dan
kelenjar adrenal dengan ikatan yang erat dan disosiasi yang lambat dari reseptor
serta tidak memiliki aktivitas agonis. Keadaan ini menghambat efek mediasi
sekresi aldosteron juga dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air sembari
mengurangi ekskresi kalium. Candesartan 10.000 kali lipat lebih selektif untuk
2.4.16 Vitamin K
K, tidak ditemukan dalam bentuk alami tetapi jika diberikan, secara in vivo
senyawa ini akan mengalami alkilasi menjadi salah satu menakuinon (K2).
Filokuinon ( K1) merupakan bentuk utama vitamin K yang ada dalam tanaman.
Menakuinon – 7 merupakan salah satu dari rangkaian bentuk tak jenuh polirenoid
dari vitamin K yang ditemukan dalam jaringan binatang dan disintesis oleh
defisiensi vitamin K. Derivat vitamin K dalam bentuk alami hanya diserap bila
ada garam-garam empedu, seperti lipid lainnya, dan didistribusikan dalam aliran
darah lewat system limfatik dalam kilomikron. Menadion, yang larut dalam air,
Asam folat ini terdiri dari basa pteridin yang terikat dengan satu molekul
mengandung asam folat akan dipecah oleh enzim-enzim usus spesifik menjadi
2.4.18 Fenobarbital
pembukaan kanal ion klorida pada reseptor GABA, yang akan mengakibatkan
dosis tinggi barbiturat dapat bersifat GABA mimetik, sehinga dapat mengaktfikan
secara intravena, fenobarbital terdistribusi secara luas dan dapat melewati sawar
42
waktu paruh terpanjang, waktu paruh fenobarbital pada dewasa adalah 4-5 hari.
2.4.19 Mecobalamin
Mecobalamin 500 mcg kapsul adalah obat generik yang merupakan satu
bentuk kimiawi-nya berupa co-enzyme dari B12. Obat ini digunakan untuk
metabolisme asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf serta memperbaiki
sintesis methionine dari sel serta berperan dalam sintesis nucleic acid dan protein.
Farmakokinetik. Pada pemberian oral, dalam keadaan puasa, kadar puncak darah
tercapai dalam waktu 3 jam. Diekskresi melalui urin 40%-90% dalam 8 jam
pertama. (andradi,2016)
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
Nama : Tn.M
No Rm : 00-16-28-60
Umur : 37 Tahun
TB / BB : 170 cm/ 70 kg
Agama : Islam
Ruangan : Flamboyan 15
Pembayaran : BPJS
Dokter : Inisial E
Hipertensi + Magh
43
44
Tidak ada
16.16 WIB. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa
oleh dokter, diagnosis sementara pasien saat masuk adalah lemas, demam
,penurunan nafsu makan, mual, bengkak, sakit pinggang dan sedikit atau tidak
Kesadaran: CM
TD: 240/120
RR: 20
HR: 80 x/menit
T: 37,8 0C
Hasil Pemeriksaan
Jenis pemeriksaan
Rujukan 23/05 24/05 25/05 26/05 27/05 28/05
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Hemoglobin 11-16
5,5 - 9,1 - - -
(HBC) g/dL
3,50-5,50
Eritrosit (RBC) 2,23 - 3,56 - - -
x 10⁶/ µL
4.00-
Leukosit (WBC) 11.00 8,45 - 8,72 - - -
x10³/ µL
Hematokrit 37-54% 14,9 - 24,8 - - -
150-450x
Trombosit 202 - 163 - - -
10⁶/ µL
0,108-
Nilai PCT 0,203 - 0,2331 - - -
0,282 %
80.0-
MCV 66.9 - 69.6 - - -
100.0 fL
MCH 27.0-34.0 24.7 - 25.6 - - -
46
pg
32.0-36.0
MCHC 36.9 - 36.7 - - -
g/dL
11.0-16.0
RDW-CV 16.0 - 16.2 - - -
%
35.0-56.0
RDW-SD 40.2 - 42.8 - - -
g/dL
6,5-12.0
MPV 11.6 - 14.2 - - -
fL
PDW 9.0-17.0 23.4 - 25.5 - - -
Hitung Jenis
Leukosit
20.0-
Persentase Limfosit 3.2 - 3.6 - - -
40.0%
3.0-12.00
Persentase MXD 5.6 - 3.2 - - -
%
Persentase 50.0-
91.2 - 93 - - -
Neotrophil Segmen 70.0%
Jumlah Absolut 0.80-4.00
0.27 - 0.33 - - -
Limfosit x10³/ µL
Jumlah Absolut 0.12-1.20
0.47 - 0.28 - - -
MXD x10³/ µL
Jumlah Absolut 2.00-7.00
7.71 - 6.11 - - -
Neotrophil Segmen x10³/ µL
Laju Endap Darah - - - - - - -
Masa Pembekuan - - - - - - -
Masa Pendarahan - - - - - - -
Kimia Darah /
- - - - - -
Faal Ginjal
13-43
Ureum 333,6
mg/dL
L: 0,8-1,3
mg/dL
Creatinin (Crea) 20,6 - - - - -
P : 0,6-1,2
mg/dL
L: 3,5-7,2
mg/dL
Uric acid (Ua) - - - - - -
P : 2,6-6,0
mg/dL
FAAL HATI
GOT
GPT - - - - -
Albumin 3,7– 5,1 3,9 - - 3,3 - -
47
g/dL
KARBOHIDRAT 2,3 – 3,5 4,1 - - - - -
Glukose Ad <200 mg/
128,7 - - - - -
Randon dL
Elektrolit Darah 200 209 - - - - -
135-155
Natrium -
mg/dL
3,5-5,5
Kalium - - - - - -
mg/dL
98-109
Klorida - - - - - -
mg/dL
Kalsium - - - - - - -
penting dalam mendiagnosa penyakit pasien. Pasien telah melakukan tiga kali
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah Foto Thorax, USG Kidney Bledder . Hasil
yang sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium nasional yang
dikeluarkan oleh Menkes RI. Pemberian terapi kepada pasien bertujuan untuk
Adapun obat-obatan yang diberikan pada pasien ditunjukkan pada Tabel 3.4
berikut:
Tabel 3.4 Terapi pengobatan pasien pada tanggal 23 Mei 2021 – 29 Mei 2021
Tanggal Jenis obat Sediaan Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
IVFD Nacl 0,9 % Larutan 500 ml 1 fls/ 24 jam i.v
23/05/21
Novalgin Ampul 500 mg/ 2 ml 1amp/ 12 jam i.v
IGD
Ondansentron Ampul 2 mg/ml 1 amp/ 8 jam i.v
Ranitidin Ampul 50 mg/ml 1amp/ 8 jam i.v
49
51
BAB IV
Pasien masuk RSU Sembiring tanggal 23 Mei 2021, diterima pukul 16.16
WIB. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh
dokter, diagnosis sementara pasien saat masuk adalah mengalami lemas ,nyeri
sementara saat pasien masuk rumah sakit adalah Hipertensi, CKD Stage 5,
Anemia, Febris. Pasien diberi Nacl Infus 0.9% sampai habis, Injeksi Furosemid,
pemantauan terapi obat dan komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk
meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada
efeksamping obat. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan
mengenai obat dan kepada tenaga kesehatan lainnya (dokter dan perawat) terkait
52
53
obat, tepat dosis dan waspada efek samping obat. Pemantauan terapi obat
Pencatatan dan Pemantauan SOAP pada tanggal 23 Mei 2021- 29 Mei 2021
Subjek
Pasien merasa lemas, demam, mual, susah BAK.
TD : 210/100 mmHg ; HR : 101x/menit ; RR : 21x/menit ; T 36,5oC
Objek
Hb : 9,1
Hematokrit : 24,8
Terapi yang diberikan:
- Ceftriaxone
- Ciprofloxacin
- Pantoprazole
- Ranitidin
- Ondansetron
- Furosemide
- Vit K
- Transamin
- Renxamin
- Asam folat
Assesment - Candesartan
- Bisoprolol
- Omeprazol
- Mecobalamin
1. Pasien mendapatkan terapi ceftriaxone, ceftriaxone memiliki
efek samping yang dapat meningkatkan kadar kreatinin
serum.
2. Pasien mendapatkan obat lambung lebih dari 1 yaitu :
Pantoprazole dan Omeprazol ( 1 golongan yang sama)
3. Pasien mendapatkan antifibrinolitik lebih dari 1 yaitu :
Vitamin K dan Transamin
4. Pasien mendapatkan terapi antihipertensi (Bisoprolol,
Candesartan, Furosemid) yang tidak sesuai dengan JNC VIII
56
Pasien merasa lemas, sakit saat BAK, demam, mual dan nyeri
Subjek
pinggang
Objek TD : 210/100 mmHg ; HR : 101x/menit ; RR : 21x/menit ; T 36,5o C
Terapi yang diberikan:
- IVFD NaCL 0,9%
- Ceftriaxone
- Ciprofloxacin
Assesment
- Pantoprazole
- Ondansetron
- Norages
- Furosemide
- Transamin
57
- Renxamin
- Asam folat
- Candesartan
- Bisoprolol
- Omeprazol
- Mecobalamin
- Phenobarbital
- Nifedipine
nama, tanggal lahir, serta no RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga
bahwa nilai ureum dan kreatinin pasien diatas normal yaitu ureum 333 (rujukan
0,6mg /dL -1,2 m/dL). Kreatinin yang tinggi menunjukkan pasien didiagnosa
gagal ginjal kronis stage V. Hal ini dapat dilihat melalui perhitungan Laju Filtrasi
Glomerulus.
= (140 – 37) x 70 kg
72 x 20,6 mg/dl
= 4,86 ml/menit
merupakan bahan utama dalam terapi penggantian, terapi yang penting untuk
diberikan IVFD NaCl 0,9 % untuk memenuhi kebutuhan elektrolit harian. Jadi
banyak pasien GGK mendapat terapi antibiotika lebih dari satu dikarenakan
generasi ketiga dengan spektrum luas yang diindikasikan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap Ceftriaxon dan kontra
indikasi terhadap orang yang gangguan fungsi ginjal. (Katzung, G. dan Bertram,
golongan bbeta laktamase yang memberikan respon tidak baik pada orang
kondisi pasien sedang demam karena menurunnya sistem imun akibat gejala CKD
tidak tepat indikasi , karena golongan NSAID bekerja dengan cara menghambat
Pasien mengeluhkan mual, muntah setiap kali makan yang disertai perasaan
yang tidak nyaman di perut sehingga pemberian Omeprazole sebagai terapi oral
dan Pantoprazole sebagai terapi parenteral yang diindikasikan untuk gastric ulcer
sama. Sebaiknya diganti dengan 1 obat yang memiliki range terapu yang lama
yaitu Lansoprazole.
pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronis. Apabila di inginkan kombinasi
gunakan golongan CCB dan diuretik golongan thiazid. Target tekanan darah
menghambat transport Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars asendens ansa
Henle. Furosemid diberikan untuk mengeluarkan air dan garam yang berlebihan
dari dalam tubuh melalui urine, pembengkakan (udem) dan retensi air yang
penyakit jantung (Evoy, 2004). Dalam kasus ini pasien mengalami pembengkakan
pada bagian kaki, sehingga pemberian furosemid sudah tepat indikasi tapi tidak
tekanan darah pasien sangat tinggi yaitu 210/100 mm Hg. Jadi pemberian
bisoprolol ini tidak tepat indikasi karena tidak sesuai dengan JNC VIII. Bisoprolol
64
reseptor AT1 pada jaringan tubuh (misalnya pada otot polos vascular, ataupun
darah pasien sangat tinggi yaitu 210/100 mm Hg. Jadi pemberian Candesartan ini
meningkatkan efek sinergis dalam terapi antihipertensi stage II. Tetapi menurut
JNC VIII pengobatan antihipertensi yang disertai penyakit CKD , Lini pertama
nya adalah Golongan ARB/ACE I, namun pada kasus penyakit ini, tekanan darah
anterial dan biasa digunakan dalam hipertensi, angina pektoris dan penyakit
masuknya kalsium kedalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot polos dinding
arteri . Sudah tepat indikasi untuk pasien ini karena mengalami hipertensi.
infus berfungsi untuk meningkatkan protein dan nutrisi pada pasien dengan
(IDPN) dengan pasien gagal ginjal akut dan kronis, termasuk untuk IDPN. Jadi
vitamin K pada tubuh manusia dan mengobati perdarahan yang disebabkan oleh
obat antikoagulan (pengencer darah). Jadi , Pasien diberi transamin dan vitamin
yang sama pendarahan akibat post operasi untuk double lumen dialisis di
hemodialisa. Hal ini perlu diperhatikan karena pemberian Vitamin K saja sudah
berisiko tinggi untuk mengontrol perdarahan pada waktu seperti setelah operasi
atau cedera, saat mimisan berat atau selama perdarahan menstruasi yang berat.
Pada kasus ini pasien mengalami anemia normositik . maka pemberian asam
folat dan vitamin B12 tidak perlu diberikan, karena pasien sudah mendapat terapi
H+K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal lambung dan merupakan obat
66
pilihan utama. Pasien mengeluhkan mual, muntah setiap kali makan yang disertai
terapi oral dan Pantoprazole sebagai terapi parenteral yang diindikasikan untuk
gastric ulcer termasuk polifarmasi karena pasien menerima 2 obat yang memiliki
indikasi yang sama. Sebaiknya diberikan saja 1 obat yang memiliki indeks terapi
digunakan sebagai obat penenang dan membantu untuk tidur. Pada Pasien ini
diazepam agar lebih aman. Karena Phenobarbital bersifat Inhibitor enzim , dan
pengobatan penyakit pernafasan yang terkait dengan lendir yang kental dan
infeksi bakteri. Ciprofloxacin termasuk dalam kelas obat yang disebut antibiotik
terapi yang optimal dan agar ginjal pasien tidak mengalami beban yang berlebih
67
akibat peningkatan kadar obat dalam plasma. Berdasarkan hasil perhitungan LFG
pasien yaitu4,86ml/menit.
= (140 – 37) x 70 kg
72 x 20,6 mg/dl
= 4,86 ml/menit
ginjal, golongan obat yang bersifat nefrotoksik maupun golongan obat dengan
indeks terapi sempit yang dieksresikan melalui ginjal (Shargel, et al, 2005).
Penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal bertujuan untuk mendapatkan terapi
yang optimal dan agar ginjal pasien tidak mengalami beban yang berlebih akibat
peningkatan kadar obat dalam plasma (Munar & Singh, 2007; Shargel et al,
2005).
1. Ceftriaxon
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal: 1 gr/hari (infeksi berat : 2-4 gr/hari).
- Dosis untuk gangguan fungsi ginjal tergantung pada nilai GFR (ml/mnt) :
maximum 2 gr/hari.
68
Pada kasus ini pasien diberi injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam atau 2 gr/hari,
2. Ranitidin
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal: 50 mg tiap 8 jam (rute injeksi)
mg/hari. Pasien dalam keadaan mual muntah dan sangat lemah, sehingga dosis
3. Ciprofloxacin Injeksi
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal: 100-400mg/12 jam (rute injeksi)
Pada kasus ini pasien diberi Ciprofloxacin 100 mg/12 jam sehingga tepat
dosis.
3. Ciprofloxacin tablet
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pemberian oral 250-750mg/12 jam
Pada kasus ini pasien diberi Ciprofloxacin 750mg/12 jam, sehingga dosis
terlalu tinggi .
4. Furosemid
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian IV yaitu 20 mg – 1,5
gr/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
Pada kasus ini pasien diberi furosemid 30 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
5. Ondansetron
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian IV yaitu 8-32
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
Pada kasus ini pasien diberi furosemid 30 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
6. Bisoprolol
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian oral yaitu 5-20
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
Pada kasus ini pasien diberi furosemid 10mg/24 jam sehingga tepat dosis.
7. Nifedifin
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian oral yaitu 20-40
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
<10 : Dosis yang digunakan sesuai untuk fungsi ginjal normal. Dimulai
Pada kasus ini pasien diberi furosemid 40 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
8. Pantoprazole
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian iv yaitu 40-160
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
<10 : Dosis yang digunakan sesuai untuk fungsi ginjal normal Pada
kasus ini pasien diberi furosemid 120 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
9. Omeprazole
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian oral yaitu 10-120
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
<10 : Dosis yang digunakan sesuai untuk fungsi ginjal normal Pada
kasus ini pasien diberi furosemid 40 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
10. Phenobarbital
- Dosis lazim pada fungsi ginjal normal pada pemakaian oral yaitu 60-180
mg/hari
- Sedangkan dosis pada gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal) yaitu tergantung
<10 : kurangi dosis 25-50% dan hindari dosis tunggal yang sangat besar
Pada kasus ini pasien diberi furosemid 60 mg/24 jam sehingga tepat dosis.
Bentuk Dosis
Nama Obat Signa Dosis Lazim Keterangan Intervensi
Sediaan Pasien
500mg
1amp/8 Terapi
Novalgin Injeksi 1-5g/hari /2ml/ 12 Dosis sesuai
jam dilanjutkan
jam
1
10 mg / 8 Terapi
Ondansetron Injeksi amp/8ja 8-32 mg/hari Dosis sesuai
jam dilanjutkan
m
1
150- 50 mg/ 8 Terapi
Ranitidin Injeksi amp/12 Dosis sesuai
300mg/hari jam dilanjutkan
jam
1
Injeksi Terapi
Ceftriaxon vial/12 1-2g/hari 1g/ 12jam Dosis sesuai
Kering dilanjutkan
jam
Injeksi 1 fls/12 200- 100 Terapi
Ciprofloxacin Dosis sesuai
Kering jam 400mg/hari mg/12jam dilanjutkan
1
Injeksi 40 mg/8 Dosis Sesuaikan
Pantoprazole amp/12 40-160 mg/hari
Kering jam berlebih Dosis
jam
1
Terapi
Furosemid Injeksi amp/12 20-40mg/hari 10mg/8 jam Dosis sesuai
dilanjutkan
jam
1 amp/ Terapi
Vit K Injeksi 2,5-25 mg/hari 2mg/24 jam Dosis sesuai
12 jam dilanjutkan
1 500- 500mg/5ml/ Dosis Sesuaikan
Transamin Injeksi
amp/8 1000mg/hari 8 jam berlebih Dosis
73
Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak
diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi
obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam proses terapi.
Efek Samping Obat dan Interaksi Obat pada tanggal 28 Agustus 2019 –6 September
2019
pusing, ngantuk
Mual dan muntah ,
sakit kepala, insomnia, Pantau Efek
3 Ranitidin
vertigo, ruam, samping
konstipasi, diare.
Ganti dengan
Meningkatkan kadar
4 Ceftriaxon golongan
kreatinin serum
quinolon
Sakit maag, mual dan Pantau
5 Ciprofloxacin muntah, diare, sakit Penggunaan
kepala, Antibiotik
Konsul ke dokter
untuk mengganti
dengan obat yang
Pantoprazole
6 Terjadi polifarmasi memiliki efek
Omeprazole
terapi yang
panjang seperti
Lansoprazole
Konsul ke dokter
Menurut JNC VIII
untuk mengganti
7 Furosemid seharusnya diuretik
ke golongan
golongan thiazid
Thiazid .
Konsul ke dokter
untuk
menggunakan
Vit K Vitamin K saja
8 Terjadi Polifarmasi
Transamin karena Vitamin K
bekerja di Fase
XII Pembekuan
Darah
Demam, mual,
muntah, peningkatan
9 Renxamin -
SGOT SGPT,
kenaikan kadar urea
Sebaiknya tidak
diberikan karena
Asam Folat
10 Tidak Tepat Indikasi sudah diberi
Mecobalamin
Eritroproetin
selama HD
Bisoprolol dan
candesartan
Dikonsultasikan
berinteraksi
Candesartan ke dokter agar
(Keduanya
11 Bisoprolol menyesuaikan
meningkatkan kadar
Nifedipine obat dengan JNC
potasium dalam darah
VIII
yang menyebabkan
takikardia)
12 Phenobarbital Bersifat inhibitor Dikonsultasikan
75
dirumah dilanjutkan dengan terapi berobat jalan maka pasien diberi obat pulang ,
ada pun obat yang diberikan tercantum pada tabel dibawah ini:
PIO kepada pasien oleh apoteker dimaksudkan agar pasien menjaga pola
makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Adapun PIO
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang
digunakan pasien.
untuk menjaga stabilnya tekanan darah tinggi yang dialami pasien sesuai
indikasi.
GFR pasien
BAB V
5.1 Kesimpulan
a. Penggunaan obat pada pasien dengan inisial Tn.M dan diagnosa Chronic
kategori DRPs, yaitu: pasien menerima dosis yang terlalu tinggi, pasien
JNC VIII.
5.2 Saran
baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien, serta mengisi
77
DAFTAR PUSTAKA
(http://www.totalwellness.blogsome.com/2006/04/27/gagal-ginjal.
Depkes RI, (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas,
Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Halaman 27, 39,
47, 48, 55 dan 61.
Dipiro, J.T., robert L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M, Pharmacoterapy A
Pathophysiologic Approach, Sixth Edition , The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2017). Informasi Spesialite Obat. Volume 51.
Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Kenward, R., dan Tan. S.K, (2003). Penggunaan Obat Pada Gangguan Ginjal,
dalam Aslam Farmasi Klinis: Menuju pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien 2003 , Hal 140-153, PT.Elex Media
Komputindo Gramedia, Jakarta.
78
Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.63
tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalog).
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Sulistia, (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta : Penerbit Gaya Baru
Tan Hoan dan Kirana Rahardja, (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. 262, 269-271. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Widyariningsih, (2006). Studi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronilk, Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga,
Surabaya.
79