Materi Pos 2
2.1 Alat dan Bahan dalam Peracikan Sediaan Farmasi
2.1.1 Alat dalam Peracikan Sediaan Farmasi
Sampai munculnya pembuatan obat-obatan kepemilikan berskala besar di
abad ke-20, seorang apoteker biasa membutuhkan tempat yang cocok untuk
mengolah obat dan produk obat dan sebagai laboratorium atau area persiapan yang
dapat digunakan untuk kegiatan peracikan. Maka dari itu, apoteker perlu dilengkapi
dengan peralatan yang sesuai untuk penimbangan, penghancuran, pencampuran,
filtrasi, pemanasan dan kondensasi. Adapun beberapa peralatan yang digunakan
dalam proses peracikan sediaan farmasi yaitu[10]:
1. Timbangan merupakan alat yang digunakan untuk mengukur bobot zat yang
akan dijadikan sebagai sediaan.
Gambar 1. Timbangan
2. Gelas ukur merupakan alat digunakan untuk mengukur pelarut/ volume zat obat.
Sehingga:
Dalam resep, obat memiliki bobot 2 mg / bungkus puyer, maka bahan yang
ditimbang 50 mg, dan bahan tambahan yaitu 2.450 mg dengan total 2.500 mg.
Takaran obat dalam resep (mg)
Hasil pengenceran= ×Jumlah hasil pengenceran
50 mg
2 mg
Hasil pengenceran= × 2.500 mg = 100 mg
50 mg
Hasil pengenceran yang setara dengan 2 mg Cetirizin yaitu 100 mg. Dengan
pengerjaaan yaitu timbang 50 mg Cetirizine + Sacharus Lactis 2450 mg, gerus
hingga homogen, lalu ambil hasil pengenceran sebanyak 1.000 mg untuk 10
bungkus puyer (100 mg mengandung 2 mg cetrizine). Setelah itu, timbang 100 mg
hasil pengenceran dan masukkan dalam pembungkus puyer. Setiap puyer beratnya
harus 100 mg untuk mendapatkan dosis 2 mg Cetirizine.
2.4 Masa Kadaluarsa (Expired Date) dan Batas Waktu Penggunaan (Beyond
Use Date)
Beyond Use Date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk obat
setelah diracik/disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak (United
States Pharmacopeia 29). Kemasan primer disini berarti kemasan yang langsung
bersentuhan dengan bahan obat, seperti: botol, ampul, vial, blister, dst (World Health
Organization, 2012). Pengertian BUD berbeda dari expiration date (ED) atau tanggal
kedaluwarsa karena ED menggambarkan batas waktu penggunaan produk obat
setelah diproduksi oleh pabrik farmasi, sebelum kemasannya dibuka. BUD bisa
sama dengan atau lebih pendek daripada ED. ED dicantumkan oleh pabrik farmasi
pada kemasan produk obat, sementara BUD tidak selalu tercantum. Idealnya, BUD
dan ED ditetapkan berdasarkan hasil uji stabilitas produk obat dan dicantumkan
pada kemasannya[2].
Menurut The U.S Pharmacopeia (USP), BUD sebaiknya dicantumkan pada
etiket wadah obat untuk memberikan batasan waktu kepada pasien kapan obat
tersebut masih layak untuk digunakan. Informasi BUD ini dapat ditentukan
berdasarkan informasi dari pabrik obat, ataupun dari pedoman umum dalam USP.
Penetapan BUD pada wadah sebagian besar obat diatur oleh regulasi masing-
masing negara. Seperti halnya USP, The National Association of Boards of
Pharmacy (NABP) merekomendasikan agar BUD dicantumkan pada etiket obat.
Oleh karena itu, banyak negara yang akhirnya mengadopsi standar tersebut. Di
Indonesia, belum ada regulasi khusus yang mengatur penetapan BUD. Meskipun
demikian, hal ini tetap menjadi tanggung jawab profesional seorang apoteker untuk
memberikan informasi BUD kepada pasien dan tenaga kesehatan [15]. Informasi ini
penting disampaikan karena beberapa obat tidak boleh digunakan kembali setelah
kemasannya dibuka akibat ketidakstabilannya.
* Petunjuk ini dapat digunakan jika sediaan obat racikan tersebut dikemas dalam wadah kedap dan
tidak tembus cahaya, disimpan pada suhu yang sesuai dan terkontrol (kecuali dinyatakan lain).
b. Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut di atas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang
lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Suspensi dapat
dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan
dengan jumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan.
Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal. Contoh sediaan:
Polysilane®, Antasida Doen®, Mylanta®, Episan®, Combatrin Suspensi®[6].
h. Nebulizer
Sediaan obat yang cara penggunaanya dengan cara menghirup larutan obat
yang sudah diubah menjadi gas yang berbentuk seperti kabut untuk masuk dalam
saluran pernapasan dengan bantuan alat yang disebut nebulizer.