Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

TUGAS PERTEMUAN 4
EPILEPSI

Disusun Oleh :

(2043700 )

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2020
Tugas 4
Epilepsi

 Seorang perempuan, usia 30 tahun mengalami epilepsi, sudah menikah 3 tahun yang lalu dan
belum memiliki anak. Pasien ini didiagnosis mengalami epilepsi pada 20 tahun yang lalu
(complex parial seizure). Pasien saat ini mengkonsumsi lamotrigine 200 mg/hari dan asam
valproat 1000 mg/hari (epilepsi nya terkontrol dengan baik). Pasien ini berencana untuk
hamil. Perempuan ini 4 tahun yang lalu mengalami serangan epilepsi, sebelumnya dia
mengkonsumsi fenitoin dan fenobarbital. Penggunaan fenitoin dihentikan karena kurangnya
efikasi, dan penggunaan fenobarbital dihentikan karena efek samping obat. Saat ini, selain
mengkonsumsi lamotrigin dan asam valproat, pasien juga mengkonsumsi escitalopram 20
mg/hari untuk mencegah depresi dan ansietas dan mengkonsumsi multi vitamin. Pasien
mengalami keluhan karena berat badannya meningkat dan siklus menstruasi tidak teratur saat
ini pasien berencana untuk hamil.
 Pertanyaan:
1. Apakah penyebab siklus menstruasi pasien tersebut tidak teratur?
Peningkatan risiko ini mungkin berkait dengan perubahan paras progesteron di sekitar
masa haid dan pertambahan estrogen di sekitar ovulasi.  Progesteron yang lebih rendah
boleh mempengaruhi cara otak bertindak balas terhadap asid gamma-Aminobutyric
(GABA), di mana ia penting dalam mencegah sawan. Hubungan antara paras estrogen
yang tinggi dan risiko sawan masih tidak jelas.  Sawan yang bertambah buruk berkaitkan
dengan edaran haid yang terjadi.
Wanita yang menderita epilepsi lebih sering mengalami gangguan terkait hormon
reproduksi termasuk PCOS, hiperandrogenemia (kelebihan hormon androgen),
infertilitas, amenorea hipotalamus, hiperprolaktinemia.Semua kondisi ini dapat
mempengaruhi siklus menstruasi dan membuat wanita tidak mengalami siklus menstruasi
(amenorea). Penggunaan obat-obatan antiepilepsi juga diketahui dapat mempengaruhi
siklus menstuasi dan membuat seorang wanita penderita epilepsi mengalami amenorea.
Obat antiepilepsi yang memiliki efek tersebut terutama adalah Carbamazepine dan
Fenitoin, namun asam Valproat juga diketahui dapat menyebabkan gangguan hormonal
dan amenorea.
2. Jika pasien berencana untuk hamil, maka obat manakah yang harus dihentikan
karena potensial teratogenik (fetal mall formation)?
 Asam Valproat, karena tergolong pada Kategori D: Ada bukti positif mengenai
risiko terhadap janin manusia. Obat-obat yang terbukti menyebabkan
meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan
kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Obat-obat kategori ini juga mempunyai
efek famakologik yang merugikan terhadap janin.
 Karbamazepin, karena tergolong pada Kategori D: Ada bukti positif mengenai
risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin
lebih besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang mengancam
jiwa.

3. Apakah Konseling yang harus anda berikan kepada pasien terkait dengan
farmakoterapi yang diterima pasien dengan rencana kehamilannya?
1. Menjelaskan Mengenai penyakitnya.Epilepsi
2. Golongan Obat Asam Valproad termasuk kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada
manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat ireversibel,tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya, misalnya untuk
mengatasi situasi yang mengancam jiwa.
Pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan asam valproat berisiko mengalami
perubahan kondisi mental, terutama pada awal pengobatan,

4. Bagaimanakah konseling pemberian asam folat untuk pasien ini?


Asam folat tetap diberikan tapi dengan dosis tinggi yaitu 5 mg dan harus
menggunakan resep dokter. Asam folat digunakan untuk mencegah risiko cacat tabung
saraf pada bayi di kehamilan selanjutnya serta menunjang pertumbuhan normal
selanjutnya.
Folat berperan penting dalam perkembangan awal janin, saat janin masih
berbentuk tabung saraf. Tabung saraf terbentuk pada minggu ketiga dan keempat selama
kehamilan dan tumbuh menjadi otak dan sumsum tulang belakang. Tabung saraf yang
tidak tertutup secara sempurna dinamakan neural tube defect (NTD). Asam folat
prakonsepsi (dengan dosis 4-5 mg/hari) efektif dalam mengurangi risiko neural tube
defect.
Selain untuk mengurangi risiko bayi cacat lahir, asam folat juga diperlukan untuk
membentuk sel darah merah normal dan mencegah anemia. Asam folat juga penting
untuk memproduksi, memperbaiki, dan untuk fungsi DNA. Terpenuhinya kebutuhan folat
sangat penting untuk pertumbuhan sel plasenta yang sangat cepat serta untuk
perkembangan dan pertumbuhan janin.

5. Apakah menurut pendapat saudara, pasien ini perlu mendapatkan asupan vitamin
K?
Berdasarkan riwayat kasus perdarahan janin akibat pengobatan antiepilepsi ibu dan
tinjauan dari 40 kasus serupa yang dijelaskan sebelumnya, disarankan agar ibu epilepsi
menerima tablet vitamin K sepanjang bulan sebelum persalinan dan secara intravena
selama persalinan. Lebih lanjut direkomendasikan bahwa phytomenadione harus
diberikan secara intravena kepada bayi segera setelah lahir. Spesimen darah tali pusat
harus diserahkan untuk pemeriksaan pembekuan segera dan jika ditemukan faktor
ketergantungan vitamin K yang berkurang, plasma beku segar harus diberikan dengan
dosis 20 ml / kg selama 1-2 jam. Alternatifnya, terapi obat untuk wanita dengan epilepsi
selama kehamilan dapat diubah dari obat yang menginduksi enzim hati menjadi
clonazepam, yang merupakan benzodiazepin tanpa sifat penginduksi enzim hati. Lebih
lanjut, tidak ada malformasi yang dilaporkan sehubungan dengan obat ini.

6. Apakah saran yang anda berikan jika pasien ingin menunda kehamilannya?
Sebaiknya pasien epilepsi harus menghindari kontrasepsi hormon seperti pil KB, suntik
atau implan. Pasien dapat memilih kontrasepsi non-hormonal seperti IUD (spiral) dan
kondom.
 Anak remaja wanita berusia 14 tahun, tinggi 40 kg mengalami tiga kali kejang demam saat
berusia 3 tahun. Saat itu mendapatkan profilaksis fenobarbital "0n” “off”. sekitar 6 bulan
kemudian anak ini mengalami kejadian kejang demam kedua kalinya saat di sekolah. Guru
yang menyaksikan episode tersebut menjelaskan dia berperilaku "aneh" sebelum kejang,
bangun dari kursi dan mulai berjalan dengan menabrak beberapa meja dan tidak menanggapi
upaya guru agar Kembali ke tempat duduknya. Setelah kurang lebih 1 menit melakukan
perilaku ini, dia jatuh ke lantai dan mengalami kejang tonikklonik umum yang tampak jelas
sekitar 90 detik. Pasien dibawa ke RS, Setibanya di rumah sakit, pasien tampak mengantuk
dan bingung. Hasil laboratorium menunjukkan nilai hitung darah lengkap (CBC), glukosa
serum, elektrolit, skrining obat dan alkohol, serta fungsi lumbal normal. Hasil EEG
menunjukkan ada perlambatan difusi dan ditafsirkan tidak normal. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit atau cedera baru-baru. Sebelumnya pasien diketahui tidur larut malam
karena ujian. Di rumah sakit pasien Kembali mengalami kejang. Setelah pemulihan dari tiap
episode kejang pasien tidak mengingat tentang kejadian selama kejang;
 Pertanyaan
1. AED mana yang biasa digunakan untuk jenis kejang A.R.?
Berdasarkan data data yang tersedia, rekomendasikan AED pilihan pertama untuk pasien
ini, dan rencana dosis awal obat ini.
Biasa diberikan untuk kenjang A.R adalah Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus
diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal  Pengawasan tanda-
tanda depresi pernapasan.
Berdasarkan data yang tersedia rekomendasikan AED pilihan pertama adalah Pemberian
Karbamazepin. Obat ini efektif terhadap bangkitan kejang tonik-klonik. Dosis anak di
bawah 6 tahun, 100mg sehari, usia 6-12 tahun, 2 kali 100mg sehari. Dosis dewasa : dosis
awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis
penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk
anak. 
2. Jika pasein diterapi dengan carbamazepine maka penggunaanya berkaitan dengan
resiko toksisitas, insiden toksisitas apakah yang akan terjadi akibat karbamazepin?
Bagaimanakah cara memonitornya?
o Karbamazepin menyebabkan Eritema Multiformis mayor, yang merupakan suatu
reaksi hipersensitifitas akut pada kulit dan membrane mukosa yang mempunyai
keparahan yang bervariasai dengan tanda khas lesi pada kulit yang menyebar
simetris dan menyebabkan bermacam bentuk lesi, dimana eruposi kulit mendadak
dan bersifat rekuren.
o Monitoring penggunaan Karbamazepin. Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg
sehari, usia 6-12 tahun, 2 kali 100mg sehari. Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200
mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang
berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk
anak.
o Pasien harus dimonitor efek samping yang berhubungan dengan konsentrasi
pengobatan karbamazepin seperti mual, muntah, lesu, pusing, kantung, sakit
kepala, penglihatan kabur, diplopia, ataksia, inkoordinasi. Karena karbazepin
memiliki efek antidiuretik, pasien mungkin mengalami hiponatremia selama
terapi dan konsentrasi natrium serum dapat diukur secara berkala. Karbamazepin
juga dapat mengakibatkan gangguan pada darah seperti anemia aplastik dan
agaranulositas, hepatitis, dan lupus eritematosus sehingga pasien harus dilakukan
pemeriksaan darah. Leukopenia juga sering ditemukan sehingga Leukosit
dipantau tiap 2 minggu dalam 1 bulan pertama, dan pada akhir minggu ke-3.
Pemberian karbamazepin dihentikan bila jumlah leukosit mencapai kurang dari
2500/uL.
o Karbamazepin merupakan obat antiepilepsi yang meningkatkan inaktivasi kanal
Na+. Karbamazepin memberikan efek lambat dan tidak teratur ketika diberikan
dalam bentuk sediaan lepas lambat. Waktu untuk mencapai kadar puncak
bervariasi antara 4-8 jam karena memiliki kelarutan yang sangat kecil di dalam air
(<200 µg/ml) dan kecepatan disolusinya rendah menyebabkan sedikit diabsorbsi
pada pemberian secara oral. Karbamazepin memiliki indeks terapi sempit dan
dimetabolisme di hati sangat mudah untuk mencapai konsentrasi toksik dengan
sedikit peningkatan dosis obat.

3. Selama 6 minggu berikutnya, Dosis karbamazepin dinaikkan secara bertahap


menjadi 400 mg dua kali sehari (BID) (20 mg / kg / hari). Sampai dosis terakhir
meningkat, pasien mengalami satu atau dua kompleks kejang parsial dan
mengalami satu generalisasi kejang tonik-klonik sejak dirawat di rumah sakit. Satu
minggu setelah peningkatan menjadi 20 mg / kg / hari, tidak ada kejadian kejang
selama 4 minggu, dan pasien dapat mentolerir pengobatan dengan baik. Setelah 4-
minggu periode bebas kejang pasien mengalami kejang mingguan kembali. Faktor
apa yang penyebab pasien emngalami kejang Kembali?
Pasien mengalami kejang kembali karena adanya resiko teratogenik yang disebabkan
penggunaan karbamazepin. Kadarnya di dalam darah sulit diprediksi karena
karbamazepine mempunyai sifat auto-induksi. Dengan rentang dosis 400-1600 mg, kadar
plasma karbamazepin adalah sekitar 4-12 mcg/ml. Kadar plasma yang kurang ini
menyebabkan resistensi pada obat dan pasien masih mengalami bangkitan epileptik.

Anda mungkin juga menyukai