Anda di halaman 1dari 16

Skenario D Blok 17 Tahun 2018

Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RS karena kejang sekitar
setengah jam yang lalu. Kejang disertai demam, bangkitan berupa seluruh badan kaku, mata
mendelik ke atas dan pasien tidak sadar. Kejang terjadi satu kali, berlangsung kurang lebih 20
menit dan berhenti setelah diberikan diazepam rektal 10 mg di IGD. Setelah bangkitan anak
sadar.
Berdasarkan informasi dari ibu pasien, pasien mulai demam tinggi sekitar 6 jam yang lalu,
dengan suhu 39,50C sebelum kejang. Pasien mengalami pilek tapi tidak batuk. Tidak ada
muntah-muntah, makan dan minum tidak ada keluhan, anak sadar namun sedikit rewel.
Sebelumnya pasien sudah pernah dua kali mengalami bangkitan serupa yang disertai demam,
yaitu 5 bulan dan 2 bulan yang lalu, masing-masing satu kali dengan lamanya kurang dari 5
menit. Pasien berobat ke dokter, dikatakan kejang demam, tidak diberi obat kejang oral namun
diberi bekal diazepam rektal 10 mg dan diinstruksikan diberi saat kejang. Namun, untuk
episode kejang saat ini, orang tua pasien tidak memberikan diazepam rektal karena alasan
takut salah.
Tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga, orang tua pasien menanyakan apakah dibutuhkan
pemeriksaan rekam otak (elektroensefalografi) atau CT scan kepala, apakah perlu mendapat
obat untuk kejangnya dan adakah kemungkinan efek samping obat, bagaimana kemungkinan
epilepsi dan pengaruh kejang terhadap kecerdasan anak.
Riwayat kelahiran pasien spontan, langsung menangis, berat lahir 3.000 g. riwayat
perkembangan dapat berjalan usia 13 bulan. Saat ini bicara pasien sudah sepenuhnya dapat
dimengerti orang lain. Riwayat imunisasi BCG 1x (scar +), DPT-hepatitis B-HiB 4x, PCV 4x,
OPV 4x, campak 1x, MR 1x. Saat ini sudah makan makanan keluarga.

A. Analisis Masalah
a. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RS karena kejang
sekitar setengah jam yang lalu. Kejang disertai demam, bangkitan berupa
seluruh badan kaku, mata mendelik ke atas dan pasien tidak sadar.
i. Bagaimana mekanisme kejang disertai demam? (rere, soni)

b. Kejang terjadi satu kali, berlangsung kurang lebih 20 menit dan berhenti setelah
diberikan diazepam rektal 10 mg di IGD. Setelah bangkitan anak sadar.
i. Bagaimana farmakodinamik diazepam rektal? (emilia, reihan)
ii. Bagaimana farmakokinetik diazepam rektal? (emilia, reihan)

c. Pasien berobat ke dokter, dikatakan kejang demam, tidak diberi obat kejang oral
namun diberi bekal diazepam rektal 10 mg dan diinstruksikan diberi saat
kejang. Namun, untuk episode kejang saat ini, orang tua pasien tidak
memberikan diazepam rektal karena alasan takut salah.
i. Mengapa diberikan diazepam? (emilia, reihan)
Jawab :
Diazepam adalah benzodiazepin long-acting dengan
antikonvulsan, anxiolitik, sedatif, pelemas otot dan sifat amnestic. Ini
meningkatkan permeabilitas membran neuronal terhadap ion Cl dengan
mengikat reseptor benzodiazepin stereospesifik pada neuron GABA
postsynaptic di dalam SSP dan meningkatkan efek penghambatan
GABA yang menghasilkan hiperpolarisasi dan stabilisasi. Onset kerja
diazepam langsung dan dapat melewati sawar darah otak

ii. Mengapa diazepam diberikan rektal dan tidak diberikan oral? (emilia,
reihan)

iii. Mengapa diazepam diberikan saat kejang? (emilia, reihan)


iv. Berapa dosis diazepam rektal yang diberikan kepada pasien? (emilia,
reihan)

d. Tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga. Orang tua pasien menanyakan
apakah dibutuhkan pemeriksaan rekam otak (elektroensefalografi) atau CT scan
kepala, apakah perlu mendapat obat untuk kejangnya dan adakah kemungkinan
efek samping obat, bagaimana kemungkinan epilepsi dan pengaruh kejang
terhadap kecerdasan anak.
i. Apa efek samping obat yang diberikan kepada pasien?

e. Bagaimana tatalaksana kasus?


Jawab :
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti.Apabila saat pasien datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-
0,75mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkanke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang
masih berlanjut, lihat algoritma tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A).
Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah10-
15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,3-4 kali
sehari.

Pemberian obat antikonvulsan intermiten


Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkatdengan
cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mengantuk berat
badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jampertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebutcukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalamjangka
pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D). Indikasi pengobatan
rumat:
 Kejang fokal
 Kejang lama >15 menit
 Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang,misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
 Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan
perkembangan,BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anakmempunyai
fokus organik yang bersifat fokal.
B. Learning issue
a. KEJANG DEMAM
 Definisi
 Epidemiologi
 Etiologi
 Faktor resiko
 Patogenesis
 Patofisiologi
 Klasifikasi
 Manifestasi klinis
 Tatalaksana
 Edukasi dan pencegahan
 Komplikasi
 Prognosis
 Kompetensi
b. DIAZEPAM
Indications Listed in Dosage.
Dosage Adult : PO Severe anxiety 2 mg tid. Max: 30 mg/day. Insomnia 5-15 mg at
bedtime. Anaesth premed; Sedation in minor surgical and medical
procedures 5-20 mg. Adjunct in seizures 2-60 mg/day in divided
doses. Muscle spasms 2-15 mg/day in divided doses, up to 60 mg/day in
severe spastic disorders. Alcohol withdrawal syndrome 5-20 mg, repeat 2-4
hr later if needed. Alternatively, 10 mg 3-4 times daily on the 1st day,
reducing to 5 mg 3-4 times daily as required. IV Anaesth premed; Sedation
in minor surgical and medical procedures 100-200 mcg/kg. IM/IV Alcohol
withdrawal syndrome 10-20 mg. Severe anxiety Up to 10 mg, repeat if
needed after 4 hr. Seizures Initial: 5-10 mg IV may be repeated at 10- to 15-
min intervals up to max 30 mg. Once seizure has stopped, suitable
maintenance therapy must be initiated. Initial dose may be repeated in 2-4 hr
if needed. May be given via IM if IV admin is impossible. Muscle spasms 10
mg, repeat 4 hr later if needed. Rectal Severe anxiety As soln: 500 mcg/kg,
repeat 12 hr later if needed. Anaesth premed; Sedation in minor surgical
and medical procedures As soln: 500 mcg/kg. Adjunct in seizures As gel:
200 mcg/kg, repeat 4-12 hr later if needed. As soln: For febrile convulsions,
status epilepticus and convulsions due to poisoning give 500 mcg/kg. Max:
30 mg. Muscle spasms As soln: 500 mcg/kg, repeat 12 hrly if needed.
Dosage Details Intravenous
Premedication before anaesthesia, Sedation in minor surgical and
medical procedures
Adult: 100-200 mcg/kg.
Child: Same as adult dose.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Severe anxiety
Adult: 2 mg tid. Max: 30 mg/day.
Child: 1-2.5 mg 3-4 times daily, increase gradually as needed and tolerated.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Muscle spasms
Adult: 2-15 mg/day in divided doses, may increase up to 60 mg/day in
severe spastic disorders (e.g. cerebral palsy).
Child: 2-40 mg/day in divided doses.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Adjunct in seizures
Adult: 2-60 mg/day in divided doses.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Alcohol withdrawal syndrome
Adult: 5-20 mg repeat after 2-4 hr if necessary. Alternatively, 10 mg 3-4
times daily on the 1st day, reducing to 5 mg 3-4 times daily as required.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Premedication before anaesthesia, Sedation in minor surgical and
medical procedures
Adult: 5-20 mg.
Child: 2-10 mg.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Oral
Insomnia associated with anxiety
Adult: 5-15 mg at bedtime.
Child: 1-2.5 mg 3-4 times daily, increase gradually as needed and tolerated.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Parenteral
Severe anxiety
Adult: IM/IV: Up to 10 mg may be used, repeat if needed after 4 hr.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Parenteral
Muscle spasms
Adult: IM/IV: 10 mg, repeat if necessary after 4 hr. Tetanus: 0.1-0.3 mg/kg
every 1-4 hr via IV inj, alternatively 3-10 mg/kg may be given over 24 hr by
continuous IV infusion or by nasoduodenal tube using a suitable liquid oral
dosage form.
Child: 0.04-0.3 mg/kg IV every 2-4 hr to max 0.6 mg/kg w/in 8 hr.
Tetanus: >30 day to 5 yr 1-2 mg; >5 yr 5-10 mg. All doses to be admin via
slow IV inj, may be repeated every 3-4 hr as required.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Parenteral
Alcohol withdrawal syndrome
Adult: IM/IV: 10-20 mg if symptoms are severe and if delirium tremens has
developed.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.
Parenteral
Seizures
Adult: Initially, 5-10 mg IV may be repeated at 10- to 15-min intervals up to
max 30 mg. Once seizure has stopped, suitable maintenance therapy must be
initiated. Initial dose may be repeated in 2-4 hr if needed. May be given via
IM if IV admin is impossible.
Child: 30 days to 5 yr Initially, 0.1-0.5 mg IV, may be repeated every 2-5
min up to max 5-10 mg; >5 yrInitially, 1 mg, may be repeated every 2-5 min
up to max 10 mg. Once seizure has stopped, suitable maintenance therapy
must be initiated. Initial dose may be repeated in 2-4 hr. May be given via IM
if IV admin is impossible.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Rectal
Adjunct in seizures
Adult: As gel: 200 mcg/kg, repeat after 4-12 hr if necessary. Treatment
should not exceed 5 episode a mth and 1 episode every 5 days. As soln: For
febrile convulsions, status epilepticus and convulsions due to poisoning give
500 mcg/kg. Max: 30 mg.
Child: As gel: 2-5 yr 500 mcg/kg; 6-11 yr 300 mcg/kg; ≥12 yr 200 mcg/kg.
All doses may be repeated once after 4-12 hr if needed. As soln: ≥1 yr 500
mcg/kg, may be repeated every 12 hr if needed.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Rectal
Muscle spasms
Adult: As soln: 500 mcg/kg, repeat every 12 hr if needed.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.

Rectal
Severe anxiety
Adult: As soln: 500 mcg/kg, repeat after 12 hr if necessary.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.
Rectal
Premedication before anaesthesia, Sedation in minor surgical and
medical procedures
Adult: As soln: 500 mcg/kg.
Child: ≥1 yr As soln: 250-500 mcg/kg; 5 or 10 mg for practical reasons.
Elderly: Should not exceed half the adult dose.
Renal Impairment Dose reduction may be required.
Hepatic Impairment Dose reduction may be required.
Administration May be taken with or without food.
Reconstitution Do not mix IV product w/ other medications in the same infusion soln or
syringe.
Incompatibility Y-site: Dexmedetomidine, doripenem, diltiazem, fluconazole, foscarnet,
heparin, heparin w/ hydrocortisone sodium succinate, hetastarch in lactate
electrolyte inj, propofol, vecuronium, vit B complex w/ C, bivalirudin,
oxaliplatin, amphotericin B cholesteryl sulfate complex, tirofiban,
atracurium, cefepime, pantoprazole, fenoldopam, KCl, linezolid, meropenem,
pancuronium, tigecycline. Syringe: Hydromorphone, dimenhydrinate,
nalbuphine, sufentanil, doxapram, ketamine, glycopyrrolate, heparin,
pantoprazole.
Contraindications Patient w/ acute angle closure glaucoma, pre-existing CNS depression, coma,
severe or acute resp insufficiency, sleep apnoea syndrome, myasthenia gravis,
severe hepatic impairment. Childn <6 mth (oral).
Special Precautions Patient w/ open angle glaucoma, chronic pulmonary insufficiency, muscle
weakness, organic brain changes particularly arteriosclerosis, personality
disorder, phobia or on obsessional state, chronic psychosis. Use in patient w/
depression or anxiety associated w/ depression esp those w/ suicidal or
aggressive behaviour. History of drug and alcohol addiction. Avoid abrupt
withdrawal. Renal and hepatic impairment. Elderly and debilitated patient.
Pregnancy and lactation.
Adverse Drug Sedation, drowsiness, ataxia, muscle weakness, fatigue, confusion,
Reactions depression, headache, vertigo, amnesia, paradoxical reactions (e.g. anxiety,
hallucinations, insomnia, psychoses, sleep disturbances), visual disturbances,
tremor, slurred speech or dysarthria, paradoxical excitation, resp depression,
hypotension, changes in libido and salivation, GI disturbances, urinary
retention or incontinence; pain and thrombophlebitis (IV). Rarely,
hypersensitivity, blood disorders, jaundice, increased liver enzyme values.
Pregnancy Category ROUTE(S) : Parenteral/PO/Rectal
(US FDA)

Category D: There is positive evidence of human foetal risk, but the benefits
from use in pregnant women may be acceptable despite the risk (e.g., if the
drug is needed in a life-threatening situation or for a serious disease for which
safer drugs cannot be used or are ineffective).
Patient Counselling May impair ability to drive or operate machinery. May increase metabolism
by smoking.
Monitoring Monitor CV, resp and mental status.
Parameters
Overdosage Symptoms: Somnolence, ataxia, confusion, dysarthria, little or no resp
depression, hypotension, muscular weakness, deep coma, severe depression,
diminished reflexes. Management: Symptomatic and supportive treatment.
Empty stomach by vomiting or gastric lavage. Activated charcoal may help
reduce absorption. Flumazenil may be used for the complete or partial
reversal of the sedative effects but there is a risk of seizure esp in long-term
benzodiazepine users and in cyclic antidepressant overdose.
Drug Interactions May significantly enhance CNS depressant effect w/ antivirals (e.g.
amprenavir, ritonavir). May enhance CNS depressant effect w/ anaesth,
narcotic analgesics, antidepressants, antipsychotics, anxiolytics,
antiepileptics, antihistamines, antihypertensives, muscle relaxants (e.g.
tizanidine, baclofen), nabilone. May decrease clearance w/ antibacterials that
interfere w/ metabolism by hepatic enzymes (e.g. isoniazid and
erythromycin), OC, cimetidine, omeprazole. May increase clearance w/
antibacterials which are known inducers of hepatic enzymes (e.g. rifampicin).
May increase serum level w/ disulfiram. May reduce clearance of digoxin.
May reduce therapeutic effect w/ theophylline. Reversible deterioration of
parkinsonism w/ levodopa.
Food Interaction May enhance sedative effect w/ alcohol. Diazepam serum levels may increase
w/ grapefruit juice and decrease w/ St John's wort.
Lab Interference False-negative result in urinary glucose determinations.
Mechanism of Description: Diazepam is a long-acting benzodiazepine w/ anticonvulsant,
Action anxiolytic, sedative, muscle relaxant and amnestic properties. It increases
neuronal membrane permeability to Cl ions by binding to stereospecific
benzodiazepine receptors on the postsynaptic GABA neuron w/in the CNS
and enhancing the GABA inhibitory effects resulting in hyperpolarisation and
stabilisation.
Onset: Almost immediate (IV); rapid (oral).
Duration: IV: 20-30 min.
Pharmacokinetics:
Absorption: Readily and completely absorbed from the GI tract. Time to
peak plasma concentration: Approx 30-90 min (oral); approx 10-30 min
(rectal).
Distribution: It crosses the blood-brain barrier, placental barrier and enters
breast milk; redistributed into fat depots and tissues. Plasma protein binding:
98-99%.
Metabolism: Extensively hepatic via CYP3A4 and CYP2C19 isoenzymes to
desmethyldiazepam (active metabolite).
Excretion: Via urine (as free or conjugated metabolites). Biphasic half-life:
Rapid (initial), 1 or 2 days (terminal), 2-5 days (desmethyldiazepam).
Storage Store between 15-30°C. Protect from light. Inj: Avoid freezing

Diazepam mempunyai rumus bangun seperti pada Gambar 6 berikut ini:

Gambar 6: Rumus bangun diazepam.

2.3.1. Farmakokinetik
Diazepam (N-demethylated) merupakan golongan benzodiazepin yang larut
dalam lemak. Diazepam cepat diabsorbsi dari saluran gastrointestinal pada saat
pemberian secara oral ( penyerapan diazepam lebih dari 90% ), dengan konsentrasi
puncak sekitar 60-90 menit pada dewasa tetapi lebih cepat 15 sampai
30 menit pada anak-anak. Masa kerja diazepam tidak berhubungan dengan
reseptor tetapi ditentukan laju metabolisme dan eliminasi obat.
Diazepam pada prinsipnya dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati
dengan menggunakan jalur N-demethylasi. Dua metabolit utama diazepam adalah
desmethyldiazepam dan oxazepam. Desmethyldiazepam dimetabolisme lebih
lambat dibandingkan oxazepam. Pengaruh metabolit ini seperti mengantuk sekitar
6-8 jam setelah pemberian diazepam. Resirkulasi enterohepatik dapat
mengakibatkan terjadinya efek sedasi yang berulang. Konsentrasi plasma
diazepam secara klinis signifikans dan dapat diperkirakan cepat perubahannya
sebagai konjugat asam glukoronat.
Masa paruh eliminasi diazepam lambat sekitar 21 sampai 37 jam. Sirosis
hati berhubungan dengan peningkatan masa paruh eliminasi diazepam. Masa
paruh eliminasi diazepam juga meningkat cepat dengan penambahan usia karena
peningkatan sensitivitas pasien terhadap efek sedasi obat. Perpanjangan masa
paruh eliminasi diazepam dengan sirosis hati berhubungan dengan penurunan
ikatan protein obat dan peningkatan volume distribution sert penurunan
clearance hati akibat aliran darah hati yang menurun.
Perpanjangan masa paruh eliminasi pada pasien usia tua merupakan akibat
dari peningkatan volume distribution, dimana peningkatan lemak tubuh
berhubungan dengan usia yang mengakibatkan peningkatan volume distribution
obat yang larut dalam lemak. Clearance hati tidak berubah dengan penuaan.
Dibandingkan dengan lorazepam, diazepam mempunyai masa paruh yang lebih
lama tetapi masa kerja yang lebih singkat daripada lorazepam dan berdisosiasi
lebih terhadap reseptor GABAA (Gambar 7). Waktu paruh dan metabolit aktif
benzodiazepin dimuat pada Tabel 2.

Gambar 7: Reseptor protein benzodiazepin .


Tabel 2: Waktu paruh dan metabolit aktif benzodiazepin

Secara farmakologi, metabolit yang aktif dapat menumpuk di plasma dan


jaringan pada saat penggunaan diazepam yang kronis. Efek mengantuk yang
berkepanjangan berhubungan dengan dosis diazepam yang besar dan pemecahan
ulang metabolit aktif sehingga kembali sirkulasi darah.
Diazepam diindikasikan pada pasien dengan gangguan cemas.
Diazepam juga digunakan pada pasien untuk pencegahan agitasi, tremor,
delirium akut, halusinasi, ataupun spasme otot dengan dosis yang sesuai seperti
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3: Dosis penggunaan diazepam

2.3.2. Farmakodinamik
Farmakodinamik terhadap diazepam akan dibahas dalam hal:

a. Sistem pembuluh darah

Diazepam dengan dosis 0,5-1 mg/kg iv untuk induksi anestesi memberikan


efek minimal terhadap penurunan tekanan darah sistemik, curah jantung, dan
tahanan pembuluh darah sistemik yang dipantau pada saat pasien tertidur.
Meskipun efek hipotensi jarang terjadi, pemberian diazepam harus hati-hati
pada pasien dengan tekanan darah rendah dan pasien usia tua .
b. Sistem saraf pusat

Diazepam berikatan dengan gamma-amino butyric acid (GABA) reseptor


sehingga menurunkan aktifitas neuron di sistem limbik, thalamus dan
hipotalamus yang mengakibatkan efek sedasi dan anti cemas.
c. Sistem Pernafasan

Diazepam, sama seperti golongan benzodiazepin yang lain, memberikan efek


minimal terhadap ventilasi dan sirkulasi sistemik. Diazepam mengakibatkan
efek depresan yang minimal pada ventilasi dengan peningkatan PaCO2. Efek
depresan ini tidak terjadi pada pemakaian obat sampai dosis 0,2 mg/kg intra
vena. Kombinasi diazepam dengan obat depresan CNS lain (opioid, alkohol )
atau pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran nafas kronis dapat
mengakibatkan perpanjangan depresi ventilasi .

2.3.3. Efek Samping Obat


Efek samping yang dapat timbul berupa konstipasi, hipotensi, mual, skin
rash, retensi urin, vertigo, dan mata kabur. Intoksikasi susunan saraf pusat dapat
terjadi pada konsentrasi plasma lebih dari 1.000 ng/mL Overdosis yang massif
dapat mengakibatkan koma atau sekuele yang serius dan pada neonatus dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia akibat defisiensi G6PD karena pemberian
diazepam.
2.3.4. Interaksi Obat
Cimetidin dapat menghambat P-450 enzim mikrosom hati dan dapat
memperpanjang waktu paruh eliminasi diazepam. Efek sedasi dapat meningkat
pada pemberian cimetidin dengan diazepam dibandingkan pemberian tunggal
diazepam. Cimetidin juga memberikan efek clearance yang terlambat
mencetuskan inhibisi terhadap enzim mikrosomal yang penting terhadap oksidasi
diazepam.
Penggunaan diazepam bersamaan dengan nitrous oxide dapat
mengakibatkan depresi otot jantung dan menurunkan tekanan darah sistemik.
Diazepam juga memperpanjang efek obat anti epilepsi lain seperti fosfofenitoin,

Anda mungkin juga menyukai