Analisis masalah
1. Seorang wanita berusia 55 tahun, dikirim dari RS Kabupaten datang ke
IGD dengan utama badan lemas, keluhan tambahan mata kuning sejak 1
bulan yang lalu. Pasien juga merasa sering pusing, mata berkunang-
kunang, keringat dingin, sering merasakan jatung berdebar-debar, mual dan
tidak demam.
a. Bagaimana mekanisme mual pada kasus?
Jawab :
Hemolisis berlebihan karena autoimun › penghancuran oleh RES >
Oksigen ke jaringan saluran pencernaan berkurang > system
pencernaan tidak dapat mencerna makanan dengan baik > mual
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sens cm, TD: 110/80 mmHg, Nadi: 92 x/mnt,
reguler,teratur, RR :26 x/mnt. Temp 36,7 °C
Keadaan spesifik: Kepala : konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik
(+), bibir pucat (+) Leher JVP (5-2) cmH20, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks: Jantung dbn, Paru dbn. Abdomen : Lien teraba SII, hepar tak
teraba. Ekstremitas: palmar pucat (+), pembesaran kelenjar limfe (-)
a. Apa interpretasi hasil pemeriksaan tersebut?
Jawab :
1
kelenjar limfe (-)
Jantung: Normal
Toraks Normal
Paru-paru: Normal
2
Hemolisis berlebihan karena autoimun › penghancuran oleh RES >
jumlah sel darah merah menurun > Hb mengandung heme sebagai
pemberi warna merah pada eritrosit > pasokan darah ke jaringan
perifer menurun > bibir pucat
3
iv. Palmar pucat
LEARNING ISSUE
1. Anemia hemolitik autoimun
a. Patologi
Penyebab dasar produksi autoantibodi pada AIHA adalah sistem
kekebalan tubuh yang tidak dapat mengenali host atau self-antigen yang
berkaitan dengan kegagalan sel T meregulasi sel B dan cenderung
menyebabkan perubahan dalam struktur antigen pada eritrosit (Chaundhary et
al, 2014).
4
Selain berperan pasif dalam memproduksi antibodi sel B juga
berperan sebagai APC yang efisien, mengaktivasi sel T, memediasi
kerusakan akibat otoimun yang independen terhadap antibodi, serta
melepaskan molekul kostimulator dan sitokin (TNF-α, IL-4 dan 10).
5
Aktivasi sel B diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor
permukaan. Antigen dan perangsang lain termasuk Th merangsang proliferasi
dan diferensiasi klon sel B spesifik. Atas pengaruh antigen dan sel T, sel B
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu
membentuk dan melepas Ig dengan spesifisitas yang sama seperti reseptor
yang ada pada permukaan sel prekursornya. Biasanya sel B akan dirangsang
menjadi sel plasma yang membentuk antibodi atas pengaruh antigen yang sel
T dependen, tetapi sel B dapat pula membentuk antibodi atas rangsangan
antigen tanpa bantuan sel T (T independen). Semua sel B hanya dapat
memiliki satu jenis molekul Ig saja pada permukaannya, hanya IgM, IgG dan
sebagainya.8 Autoantibodi yang tedapat pada AIHA tipe hangat sebagian
besar merupkan IgG sedangkan pada AIHA tipe dingin sebagian besar
merupakan IgM. Das SS dkk (2009) pada penelitiannya mendapatkan 72,1%
pasien AIHA memiliki autoantibodi IgG. Selain itu juga didapatkan eritrosit
yang diselubungi dengan imunoglobulin/komplemen yang multipel dan IgG
sub klas IgG1 dan/atau IgG3 memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami hemolisis.
b. Patofisiologi
Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai kerusakan, baik di membrannya,
hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh
makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme. Globin ini akan kembali
disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti akan pecah lagi menjadi
besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk disimpan sebagai cadangan,
akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai menjadi gas CO dan Bilirubin.
Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan dengan albumin membentuk
bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi
bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin.
c. Klasifikasi
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) diklasifikasikan sebagai warm
AIHA dan cold AIHA (yang termasuk Cold Aglutinin Disease (CAD) dan
Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH)) sesuai dengan kisaran suhu
autoantibodi berikatan dengan antigen dan menyebabkan terjadinya hemolisis
(Zanella et al, 2014) dapat dilihat pada Gambar 1. Warm dan cold AIHA
dapat terjadi secara primer (idiopathic) ataupun sekunder. Autoimmune
6
Hemolytic Anemia (AIHA) sekunder lebih sering terjadi dibandingkan
dengan AIHA primer dikarenakan terdapat penyakit yang mendasari
munculnya AIHA dan perlu dilakukan pengobatan (Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL), Hodgkin
lymphoma, dan lainnya (Lechner and Ja¨ger, 2015)). Jumlah kasus warm
AIHA diperkirakan 75% dari kasus yang ada, prevalensi cold AIHA (CAD)
diperkirakan 15% dari kasus yang ada (Berentsen and Sundic, 2015), dan
cold AIHA (PCH) diperkirakan 2-10% dari kasus yang ada (Chaundhary and
Das, 2014)
Gambar 1. Klasifikasi AIHA pada Anak (Hay, Sondheimer, and Deterding, 2008)
d. Manisfestasi Klinis
Tanda klinis yang sering dilihat adalah konjungtiva pucat, sclera berwarna
kekuningan, splenomegali, urin berwarna merah gelap.
Tanda laboratorium yang dijumpai adalah anemia normositik, retikulositosis,
peningkatan lactate dehydrogenase, peningkatan serum haptoglobulin, dan
Direct Antiglobulin Test menunjukkan hasil positif