NIM : 04011281621093
LEARNING ISSUE
1) Limfoma Malignansi
A. Pemerikaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi apusan darah tepi, fungsi hati, dan fungsi
ginjal
Histopatologi
Pemeriksaan CT-Scan/USG abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran
KGB paraaorta abdominal atau massa dalam abdomen
Foto toraks untuk mengetahui adanya pembesaran KGB mediastinum
Biopsi KGB, dilakukan hanya pada 1 kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Bisa juga biopsi intraabdominal atau intratorakal bila
tidak ada kelenjar perifer / superfisial yang representatif
Gastroskopi untuk melihat keterlibatan gaster
Bone scan untuk mengetahui keterlibatan tulang.
B. Tatalaksana
Terapi limfoma malignansi terdiri atas terapi spesifik untuk membasmi sel limfoma
dan terapi suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita atau untuk
mengatasi efek samping terapi kemoterapi atau radioterapi. Terapi spefisik terhadap
limfoma malignansi ialah :
1. Radioterapi
Radioterapi merupakan penggunaan radiasi berenergi tinggi yang dihasilkan oleh
mesin sinar X untuk membunuh sel-sel kanker pada daerah yang terdampak.
Tindakan ini bisa diberikan secara individu atau bersama dengan kemoterapi
untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik dan efek samping yang
lebih sedikit. Metodenya meliputi extended field radiotherapy (EFRT) dan
involved field radiotherapy (IFRT).
2. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan tindakan pengobatan yang banyak digunakan untuk
mengobati limfoma. Pengobatan ini membunuh sel-sel kanker dengan cara
injeksi obat anti-kanker secara oral atau intravena. Namun, kemoterapi juga bisa
merusak sel-sel dan jaringan yang sehat, menyebabkan sejumlah efek samping
yang merugikan dan rasa tidak nyaman. Regimen kemoterapi yang paling umum
ialah :
- CHOP (cyclophosphamide, hydroxydaunomycine, oncovin)
- ABVD (adriamisin, bleomisin, vinblastin, dakarbazin).
- Stanford V (mekloretamin, adriamisin, vinblastin, vinkristin, bleomisin,
etoposid, prednison, G-CSF).
3. Transplantasi sumsum tulang dan transplatasi sel induk
Transplantasi sumsum tulang atau sel induk darah perifer di limfoma merupakan
penggunaan kemoterapi dosis tinggi dengan rescue memakai peripheral blood
stem cell transplantas iyang diikuti dengan re-infusi sumsum tulang atau sel
induk darah perifer dari pasien sendiri, atau yang disumbangkan oleh keluarga
dekatnya. Namun, risiko pengobatan ini relatif cukup tinggi, sehingga biasanya
hanya digunakan pada pasien tertentu dengan kekambuhan.
4. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan penggunaan sel atau antibodi sistem kekebalan tubuh
untuk mengobati kanker.
- Rituximab (MabThera)
Rituximab merupakan antibodi monoklonal yang bisa mengenali dan
menempelkan dirinya kepermukaan antigen CD20 dari limfoma sel B. Obat
ini lalu akan merangsang respons imun untuk membunuh sel-sel limfoma.
Ritxumab terbukti efektif dan hanyamemberikan sedikit efek samping yang
merugikan terhadap pengobatan limfoma indolen. Obat ini juga bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi untuk mengobati limfoma sel B yang
agresif, dan telah terbukti meningkatkan hasil dari pengobatan yang
dilakukan.
- Tositumomab (Bexxar) dan Ibritumomab (Zevalin)
Tositumomab dan Ibritumomab merupakan obat “radio-imunoterapi” yang
diproduksi dengan menggabungkan antibodi monoklonal anti-CD20 dengan
bahan kimia radioaktif, yaitu I-131[Yodium-131] dan Y-90 [Yttrium-90].
Kedua obat ini mengikat antigen CD20 pada permukaan sel limfoma sel B
dan membunuh sel-sel limfoma dengan energi radiasi yang dipancarkan oleh
bahan kimia radioaktif.
D. Komplikasi
Akibat langsung : penekanan pada organ lain, khususnya jalan napas dan usus
Akibat efek samping pengobatan :
- Radioterapi : dapat meningkatkan risiko keganasan sekunder ( khususnya
tulang, payudara, melanoma, sarkoma, gaster, dan tiroid ).
- Kemoterapi : dapat menyebabkan mielosupresi sehingga mudah terserang
infeksi
- Radioterapi dan kemoterapi berkepanjangan dapat menyebabkan infertilitas.
E. Prognosis
Prognosis tergantung derajat keparahan penyakit. Pada kasus limfoma yang agresif
akan lebih buruk.
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
F. SKDI
Tingkat Kemampuan 1 : mengenali dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan
mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi
pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
ANALISIS MASALAH
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 88x/menit,
frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,90C, TB: 165 cm, BB: 42 kg
Keadaan spesifik :
Regio cervicalis dextra : teraba benjolan ukuran 4x4x3 cm, nyeri tekan (-), konsistensi
lunak, mobil
Regio cervicalis sinistra : teraba benjolan ukuran 2x2x1 cm, nyeri tekan (-),
konsistensi lunak, mobil.
Thoraks :
Price, Sylvia. (2010). Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Tanto,Chris et al.(2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius.