Anda di halaman 1dari 13

In the examination findings:

Height: 163 cm; weight: 75 kg;


Sense: somnolen
BP: 70/40 mmHg; HR: 121 x/min; RR: 24 x/min; T: 36,4°C
a. Apa interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi
Height: 163 cm 18,5-25 (Depkes RI) Abnormal
Weight: 75 kg
IMT : 28,2

Sense : Somnolen Compos Mentis Abnormal

Kehilangan darah  kekurangan O2


 kesadaran menurun dan pucat

Blood Pressure: 120/80 mmHg Hipotensi -syok


70/40 mmHg
.
HR: 121 x/menit 60-100 x/menit Takikardi

Perdarahan  aliran darah ke


jaringan berkurang  kompensasi
dengan meningkatkan aliran darah
takikardi

RR: 24 x/menit 18-24 x/menit Normal – Batas atas


Hipoksia jaringan menyebabkan
kadar CO2 di tubuh jadi meningkat.
Hal ini menyebabkan rangsangan
pada pusat pernafasan di otak untuk
meningkatkan laju nafas.
Temperature : 36,4 C 36,5-37,2 C Normal

Obstetric examination:
Outer examination : abdomen flat, soft, uterine fundus palpable at the level
of umbilicus, uterine contraction was poor, active bleeding (+)
Inspeculo : portio livide, external uterine ostium was opened, fluor (-),
fluxus (+), active bleeding, erosion (+), laceration (+) repaired,
polyp (-)
b. Apa interpretasi hasil pemeriksaan obstetrik?
Hasil Pemeriksaan Nilai normal Interpretasi Mekanisme
abnormal

Abdomen flat , soft Normal

Uterine Fundus Teraba Normal


palpable at the level
umbilicus

Uterine contraction
was poor

Active bleeding (+) (-) Abnormal

Portio livide

External ostium
was opened

Flour (-)
Fluxus (+)

Active bleeding

Erosion (+)

Laceration (+)
repaired

Polyp (-)

Mekanisme abnormal :
Faktor predisposisi pada kasus : anak terlalu besar (overdistensi), kehamilan grande-
multipara, (persalinan ditolong dukun) à atonia uteri (tdak ada kontaksi uteri, teraba
lunak dan non tender)  uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan pasenta lahir  perdarahan masif pasca
persalinan
syok hipovolemik : Penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, pernapasan,
penurunan suhu badan, ekstremitas dingin.
Blood clot di vagina terjadi karena perdarahan di dalam uteri sedangkan uteri tidak
berkontraksi sehingga darah tidak dikeluarkan sepenuhnya, lalu turun dan bergumpal
di vagina.

Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak


mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir dan menyebabkan perdarahan masiv pada Mrs A

Di tingkat sel, mekanisme kontraksi ada dua yaitu akut dan kronik. Akut
diakibatkan masuknya ion kalsium ke dalam sel yang di mulai dengan depolarisasi
membran sel. Meningkatnya konsentrasi Ca2+ bebas dalam sel memicu suatu satu
reaksi berantai yang menyebabkan pembentukan hubungan (cross-bridges) antara
filamen aktin dan miosin sehingga sel berkontraksi. Mekanisme yang kronik
diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan atau
meningkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraction Assosiated Protein). Selain
itu, diperkirakan adanya sinyal biomulekular dari janin yang di terima otak ibu akan
memulai kaskade penurunan progesteron, estrogen, dan peningkatan prostaglandin
dan oksitosin sehingga terjadi kontraksi. Penurunan kontraksi uterus yang terjadi pada
kasus diperkirakan adanya gangguan pada mekanisme kontraksi. Kontraksi uterus
yang melemah menandakan bahwa telah terjadi atoni uteri. Normal nya uterus akan
berkontraksi setelah kelahiran plasenta, jaringan yang merupakan lokasi sintesis
progesteron pada kehamilan. Akibat melemahnya kontraksi uterus, pembuluh darah
tidak berkonstriksi sehingga perdarahan setelah persalinan dapat terjadi seperti pada
kasus ini.

Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda,
segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal, sedangkan segmen
bawah yang relatif pasif berubah menjadi dinding yang lebih tipis. Dengan palpasi
abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi yaitu kencang atau
keras, namun pada kasus ini fundus uteri yang berada di segmen atas tidak teraba, hal
ini dapat dikarenakan tidak adanya kontraksi uteri sehingga pada palpasi abdomen
segmen atas dan segmen bawah tidak bisa dibedakan yaitu lembek atau lunak
sehingga fundus uteri seperti tidak teraba.

c. Bagaimana gambar hasil pemeriksaan fisik yang abnormal?

Lab: Hb 4,7 g/dL; PLT 225.000 /mm3; BT/CT: 3 minutes/12 minutes; ureum:
48,5 mg/dL; creatinine 1,1 mg/dL
d. Apa interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil Interpretasi


Lab
Hb 10-15 g/dl 4,2 g/dl Anemia

WBC 4000- 20.600 /mm3 Leukositosis


10.000/mm3
Platelet 150.000- 225.000 /mm3 Normal
400.000
sel/mm3
BT/CT BT : 2-6 3 minutes / 12 Abnormal
minutes CT : minutes
2-8 minutes
Ureum 20-50 mg/dL 48,5 mg/dL Normal

Creatinine 0,5-1,5 mg/dL 1,10 mg/dL Normal

e. Bagaimana mekanisme hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal?


 Persalinan dibantu oleh pembantu persalinan yang manipulatif dan
traumatif >> Pembuluh darah uterus terus berdilatasi dan Kerusakan
tempat implantasi plasenta ruptur uterus >> Perdarahan masif >>
Hemoglobin menurun
 APTT yang memanjang biasanya dijumpai di kelainan faktor-faktor
intrinsic pembekuan darah, atau bisa ditemukan pada kasus DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation). DIC merupakan salah satu
komplikasi dari syok hipovolemik yang berat. Pada kasus ini, Mrs.A
sudah mengalami syok hipovolemik, namun belum sampai ke syok
yang berat, oleh karena itulah peningkatan APTT nya masih sedikit
meskipun faktor koagulasi darahnya sudah terganggu.
Learning Issue

a. Penegakan Diagnosis
Cara penegakan diagnosis

Berdasarkan gejala klinis :

 Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum
lahir. Biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Warna darah merah segar.

 Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. 


 Palpasi uterus
 Fundus uteri tinggi diatas pusat, uterus lembek, kontraksi

uterus tidak baik merupakan tanda atonia uteri. 


 Memeriksa plasenta dan ketuban
 Plasenta dan ketuban apakah lengkap atau

tidak kotiledon atau selaput ketubannya. 


 Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :

 Sisa plasenta dan ketuban 


 Robekan rahim 


 Plasenta suksenturiata 


 Inspekulo :
 Untuk melihat robekan pada servix, vaginal dan varises yang

pecah
 Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan meliputi Hb, HCT, COT, kadar
fibrinogen, tes hemoragik dan lain-lain. 


b. Diagnosis kerja
Mrs. A G7P6A0 post partum spontan dengan HPP dini et causa atonia uteri
dengan shock hipovolemik

Gejala dan tanda yang Gejala dan tanda Diagnosis


selalu ada yang kadang-
kadang ada

Uterus tidak berkontraksi Syok Atonia uteri


(teraba lunak)

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi baik Pucat Robekan jalan


lahir
Plasenta lahir lengkap Lemah

Tampak laserasi Menggigil

Perdarahan segar dan


pulsatif

Perdarahan segera Syok Ruptur uteri


(pervaginam atau
Nyeri tekan perut
intraabdominal)

Nyeri perut hebat

Plasenta belum lahir setelah Tali pusat putus Retensio


30 menit plasenta
Uterus berkontraksi baik Inversio uteri

Perdarahan segera Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi Sisa plasenta


selaput lahir tidak lengkap tetapi tinggi fundus
tidak berkurang
Perdarahan segera

Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri

Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung

Nyeri

Perdarahan segera

Subinvolusi uterus Anemia Perdarahan


terlambat
Nyeri tekan perut bawah Demam
Endometritis
Onset > 24 jam pasca
persalinan Sisa plasenta
terinfeksi
Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur,
berbau)

c. Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL
setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal.
Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai
perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24
jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
d. Etiologi
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kasus disebabkan karena
atonia uteri. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi uterus yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Faktor yang menyebabkan terjadinya atonia uteri pada kasus adalah:
 Tidak dilakukannya manajemen aktif kala III karena kelahiran yang di tolong
oleh tenaga non medis/dukun
 Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
 Kehamilan grande-multipara (kehamilan kelima)
 Keadaan umum ibu jelek (ibu mengalami anemia defisiensi Fe)

e. Epidemiologi

Insiden

Angka kejadian perdarahan pasca persalinan setelah persalinan


pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan pasca persalinan adalah penyebab paling
umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi
pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah
persalinan.

Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian


maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah
20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan
akan lebih besar.

f. Faktor Risiko

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor


resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala
upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa
faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya
hemorraghe postpartum :

1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
Pemeriksaan inspeksi vagina
Gambar 1. Pemeriksaan Inspekulo

Gambar 2. Pemeriksaan bimanual untuk menilai uterus


Gambar 3. Pemeriksaan bimanual untuk menilai adnexa
cara palpasi fundus uterus
 Pasien diposisikan berbaring
 Beri tahu pasien bahwa pemeriksaan akan terasa kurang nyaman
 Palpasi menggunakan sisi lateral tangan kiri
 Dinilai bentuk, konsistensi, dan apakah ada kontraksi pada uterus
 Dilihat apakah vagina mengeluarkan darah saat dilakukannya palpasi
Normalnya fundus uterus teraba 2 jari dibawah umbilicus pada post partum.

Anda mungkin juga menyukai