NPM : 2043700372
STUDI KASUS EPILEPSI
Seorang pasien balita perempuan berusia 4 tahun dengan berat badan 23 kg di bawa ke rumah
sakit karena kejang yang dialaminya.
Riwayat Penyakit Sebelumnya ; Demam tinggi dan kejang, tipus
Riwayat Penyakit Sekarang : Kejang.
Riwayat Penyakit keluarga: -
Obat yang sedang digunakan; -
Obat yang diresepkan; Fenitoin, asam folat, Amoxixilin
Pemeriksaan Vital Sign
T (suhu) ; 37,3 C
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit ; 12.000/mm3
HB ; 12 mg/dl
1. Jelaskan mengapa pasien bisa seperti itu?
2. Hitung dosis, frekuensi dan lama pemakaian obat?
3. Jelaskan alasan pemberian obat diatas,apakah sudah tepat?
4. Sebagai seorang apoteker, konseling apa yang harus diberikan kepada keluarga
pasien berdasarkan keadaan penyakit pasien
5. Jelaskan patofisiologi penyakit diatas!
6. Jelaskan indikasi, Efek samping, mekanisme aksi dari masing2 obat diatas!
7. Jika dokter memberikan diazepam? Apa saja perhatian khusus untuk obat
tersebut?
8. Dari nilai lab diatas manakah yang tidak normal?
9. Jelaskan konseling yang harus diberikan pada pasien diatas!
10. Jelaskan S-O-A-P untuk pasien di atas!
11. Sebutkan referensi yang digunakan!
JAWABAN
1. Jelaskan mengapa pasien bisa seperti itu?
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam
berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Pada awalnya
suhu meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi
pada sore dan malam hari,tetapi demam bisa pula mendadak tinggi. Dalam minggu kedua
penderita akan terus menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada
minggu ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada penderita
mempunyai pola demam yang tidak beraturan, hal ini mungkin karena intervensi
pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita ,
demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Peningkatan temperatur dalam otak
berpengaruh terhadap perubahan letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur
tersebut menghasilkan sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan
meningkat seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam
biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen endogen atau
lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai pirogen eksogen. LPS
menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin tumor
necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL1ra), dan
prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel endotelial
circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) yang akan
mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat
termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam juga akan
meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß,
akan meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat GABAergic,
peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang.
4. Sebagai seorang apoteker, konseling apa yang harus diberikan kepada keluarga
pasien berdasarkan keadaan penyakit pasien
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberi informasi mengenai risiko berulang.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panic
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
6. Jelaskan indikasi, Efek samping, mekanisme aksi dari masing2 obat diatas!
a. Fenitoin
Indikasi : terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali petit mal; status epileptikus.
Mekanisme : memblokade pergerakan ion melalui kanal Na dengan menurunkan
aliran Na yang tersisa maupun aliran ion Na yang mengalir selama penyebaran
potensial aksi, memblokade dan mencegah potensial post tetanik, membatasi
perkembangan aktivitas serangan maksimal dan mengurangi penyebaran serangan.
Fenitoin memberikan efek stabilitas pada membran yang eksitabel (mudah terpacu)
maupun yang tidak eksitabel. Fenitoin juga dapat menghambat efek kanal Ca2+ dan
menunda aktifasi ion K+ keluar aksi potensial, menyebabkan kenaikan periode
refractory dan menurunnya cetusan ulangan.
Efek samping : gangguan saluran cema, pusing, nyeri kepala, tremor, insomnia,
neuropati perifer, hipertrofi gingival, ataksia, bicara tak jelas, nistagmus, penglihatan
kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus, eritema
multiform, efek hematologik (leucopenia, trombositopenia, agranulositosis).
b. Asam folat
Indikasi : Sebagai zat tambahan dalam terapi anti epilepsi yang menyebabkan
defisiensi vitamin B (terutama vitamin B12) dan asam folat dalam serum darah
penderita epilepsi. Oleh sebab itu, umumnya dokter meresepkan asam folat dan
vitamin B kompleks untuk mencegah kekurangan asam folat dan vitamin B yang
diakibatkan obat anti-epilepsi.
Mekanisme : Piridoxal 5’- phosphate merupakan bentuk aktif vitamin B6 yang akan
berikatan dengan glutamat decarboxylase mengubah asam glutamat menjadi GABA.
Kekurangan vitamin B6 menyebabkan defisiensi GABA dan kejang, bila kekurangan
ini tidak diatasi menyebabkan skuele neurologi yang permanen.
Efek samping : Efek samping berat dari konsumsi asam folat dapat menyebabkan
reaksi anafilaksis pada pasien dengan alergi asam folat, bisa juga bronkospasme yang
reaksinya cepat. Efek samping sedang yang dapat ditimbulkan setelah konsumsi asam
folat berupa eritema, kebingungan hingga depresi, Efek samping ringan yang dapat
ditimbulkan setelah konsumsi asam folat berupa muncul ruam merah, gatal-gatal,
lemas, mual, perut kembung dan iritabel.
c. Amoxicillin
Indikasi : Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif
maupun Gram negatif.
Mekanisme : Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri. Dinding sel
bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu komples polimer mukopeptida
(glikopeptida).Obat ini dapat melibatkan otolisin bakteri (enzim yang mendaur ulang
dinding sel) yang ikut berperan terhadap lisis sel.
Efek samping : alergi, pusing, mual, muntah, kesulitan tidur, sesak nafas.
7. Jika dokter memberikan diazepam? Apa saja perhatian khusus untuk obat
tersebut?
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0 C. Konsensus Kejang Demam Dosis
tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada
25-39% kasus.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit ; 12.000/mm3
HB ; 12 mg/dl
Assesment a. Langkah pertama; memastikan apakah
kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkkan bangkitan epilepsi atau
bukan epilepsi.
b. Langkah kedua: apabila benarterdapat
bangkitan epilepsi, maka tentukaniah jenis
bangkitan epilepsi yang terjadi
c. Langkah ketiga: tentukan etiologi,
sindrom epilepsi yang ditunjukkan oleh
bangkitan tadi, atau epilepsi yang diderita
oieh pasien.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar
adanya gejala dan tanda kiinik dalam
bentuk bangkitan epilepsi berulang
(minimum 2 kaii) yang ditunjang oieh
gambaran epileptiform pada EEG.
Planning pemberian obat diazepam oral efektif untuk
mencegah kejang demam berulang dan bila
diberikan intermittent hasilnya lebih baik
karena penyerapannya lebih cepat. Dapat
diberikan melalui rectal atau oral.