Menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009,obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologis yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidik isistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Obat sangat penting didunia kesehatan terutama untuk kelangsungan hidup pasien dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.Sehingga diperlukan standarisasi kefarmasian dalam penerapan cara pendistribusian obat yangbaik. Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, Apoteker memegang peranan penting demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh seorang Apoteker dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI N0.34 tahun 2014 atas perubahan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang pedagang besar farmasi. Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangan. PBF merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian. Mengingat pentingnya hal tersebut, sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu dalam pendistribusian obat oleh Pedagang Besar Farmasi. Oleh sebab itu, Pedagang Besar Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaanya semua proses distribusi dan pelaksanaan CDOB diawasi langsung oleh Apoteker Penanggug Jawab setiap PBF. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Program Pendidikan Profesi Apoteker SekolahTinggiFarmasi Indonesia bekerja sama dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Regional Bandung untuk memberikan kesempatan kepada calon Apoteker untuk melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), agar calon Apoteker menjadi Apoteker yang dapat menjalankan tugasnya secara professional terutama dalam bidang distribusi farmasi dimasa yang akan datang. 1.2 Tujuan PKPA 1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di PBF. 2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di bidang distribusi farmasi PBF. 3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional. 1.3 Manfaat PKPA 1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasiaan di PBF. 2. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan manajeman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di PBF. 3. Mendapat pengetahuan penerapan prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam distribusi farmasi. 1.4 Waktu dan Tempat PKPA
Tempat pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar
Farmasi (PBF) PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Regional Bandung dan dilaksanakan pada tanggal 03-30Juni 2021. Jam praktik dimulai dari jam 08.00-17.00 WIB. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan yang dimaksud PBF cabang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.30 Tahun 2017 pasal 1 ayat 2 adalah PBF yang yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 mengenai penyelenggaraan kegiatan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus sesuai dengan ketentuan dan standar yang terdapat dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, Apoteker melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang ditetapkan Menteri dan menerapkan Standar Prosedur Operasionalyang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dimana landasan hukum PBF diatur dalam undang-undang sebagai berikut, diantaranya: 1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3. Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. 7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. 8. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan RI Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi Dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor Farmasi. 2.2. Fungsi dan Tugas Pedagang Besar Farmasi Adapun tugas dan fungsi dari pedagang besar farmasi (PBF) itu sendiri dapat dilihat dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi akan diuraikan sebagai berikut : 1. Fungsi PBF a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi. b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan. c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat obatan untuk pelayanan kesehatan. d. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma. e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja. 2. Tugas PBF a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan. b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya. c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan bebas dan obat bebas terbatas sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu. 2.3. Perizinan Pedagang Besar Farmasi Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan no 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),pasal 2 mengenai perizinan Pedagang Besar Farmasi menyatakan: 1) Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal BinaFarmasi. 2) Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang. 3) Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)wajib memperoleh pengakuan dari Kepala DinasKesehatan Provinsi diwilayah PBF Cabang berada. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011t entang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pasal 4 Ayat (1) menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Berbadan hukum berupa persero anter batas atau koperasi; 2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 3. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab; 4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundan-undangan dibidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir; 5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan danpenyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF 6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan dan memiliki ruang penyimpanan obatyang terpisah dari ruangan lainsesuai CDOB. 7. Pemberian perizinan yang diberikan oleh Mentri Kesehatan kepada PBFberlaku selama 5 tahun. Dan perizinan untuk PBF cabang mengikuti masa berlakudari perizinan yang diberikan kepada PBF Pusat. Sesuai dengan Peraturan MentriKesehatan No 1148 Tahun 2011 Bagian Keempat Pasal 11 menyatakan masa berlaku PBF tidak berlaku apabila masa berlakunya habis dan tidak diperpanjan dikenakan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan ata Izin dicabut. 2.4. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Tata Cara PenyelenggaraanPerbekalan Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pedagang Besar Farmasi menyatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi (PBF) memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiatan antara lain: 1. Pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. PBFdan PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratarium. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemas kembali bahan, PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai dengan persyaratan CDOB. 4. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan. 5. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. 6. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. 7. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditanda tangani Apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA. b. Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pedagang Besar Farmasi, pada pasal 17 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan oleh pemerintah yaitu: 1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran. 2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter. Peraturan Menteri Kesehatan di atas juga menjelaskan tentang penyaluran perbekalan farmasi di PBF ataupun PBF cabang yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud meliputi: apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, atau toko obat. 2. PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah. 3. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya dikecualikan dari ketentuan tersebut, PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan Surat Penugasan/penunjukan. 4. Setiap Surat Penugasan/Penunjukan berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah provinsi terdekat yang dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan. 5. PBF Cabang yang menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah provinsi terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas Surat Penugasan/Penunjukan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang dituju. 6. PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani Apoteker pengelola apotek atau Apoteker penanggung jawab. 7. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan. 8. PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK. 2.5. Gudang diPedagang Besar Farmasi
Syarat dan ketentuan gudang PBF menurut Peraturan Menteri
KesehatanNomor 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi yang tercantum pada BabIVadalah: 1. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh Direksi/Pengurus dan Penanggung jawab. 2. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki Apoteker. 3. Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi, Kepala Badan,dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan: a. Alamat kantor PBF Pusat b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan c. Nama apoteker penanggung jawab pusat d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan Permohonan tersebut ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan dilengkapi dengan persyaratan seperti : Fotokopi ijazah PBF, Fotokopi surat tanda registrasi apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan, e. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab f. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang g. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan h. Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). i. Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi, Kepala Badan dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan:Alamat kantor PBFPusat, Alamatgudang, Nama apoteker penanggung jawab Permohonan ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:Fotokopi izin PBFdan Peta lokasi dan denah bangunan gudang Permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2). 2.6. Laporan Pedagang Besar Farmasi
Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan
secararutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi yang tercantum.
Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obatdan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. a. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
b. Setiap PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang. 2.7. PelanggarandanSanksiDisiplinApoteker
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak
kompeten.Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat. 2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/atau Apoteker pendamping yang sah. 3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga tenagalainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien/masyarakat. 5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date”dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian pasien. 6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil disarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya. 7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, ‟keamanan”,dan‟khasiat/Manfaat”kepada pasien. 8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku obat,tanpa prosedur yang berlaku,sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat. 9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat,sehingga dapat menimbulkan kerusakanatau kerugian kepadapasien. 10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitasobat. 11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisikataupun mental yang sedang terganggusehingga merugikan kualitas pelayanan profesi. 12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien. 13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swamedikasi(selfmedication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian. 14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan. 15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasientanpa alasan yanglayak dan sah. 16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak. 17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya. 18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar. 19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker(STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah. 20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin. 21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan. 22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut. Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan PeraturanperUndang-Undanganyangberlaku adalah: 1. Pemberian peringatan tertulis 2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker dan/atau 3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud dapat berupa: 1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktiksementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau 2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diinstitusi pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa: a. Pendidikan formal b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan,magang di institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang- kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun. BAB III TINJAUAN KHUSUS PBF PT. PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)
3.1 Sejarah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)
Diera kolonial, pemerintah Belanda telah mendirikan perusahaan perdagangan di Indonesia. Diantara perusahaan tersebut dikenal dengan “The Big Five” dengan tujuan untuk mengekspor rempah-rempah ke Eropa. Kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua perusahaan perdagangan tersebut menjadi perusahaan milik negara dan di sebut Niaga pada tahun 1050-an.8 Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasaikan bertanggungjawab untuk perdagangan dan pendistribusian komoditi dasar seperti makanan pokok (beras, jangung, dll) di samping rempah-rempah tradisonal dan mereka juga bertanggung jawab untuk perdagangan dan distribusi dan distribusi komoditas pertanian (pupuk, pestisida dan bahan kimia), produk konsumen (tekstil dan otomotif). Pada bulan juni 2003, pemerintah indonesia telah memutuskan untuk menggabungkan sisa 3 Niaga/perusahaan perdagangan yaitu PT. Tjipta Niaga (persero), PT. Pharma Niaga (persero) dan PT. Panja Niaga (persero) menjadi hanya satu perusahaan perdagangan yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) atau yang dikenal dengan Indonesia Trading Company(ITC) sejak tanggal 31 Maret 2003 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 22 tahun 2003.8 PPI sebagai salah satu perusahaan milik pemerintah yang bergerak dalam usaha perdagangan. PPI berkembang menjadi perusahaan besar dengan jumlah cabang yang terbesar di seluruh Indonesia di 32 kantor cabang dan lebih dari 12000 kios/outlet. PPIadalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PPI Cabang Bandung memiliki 2 Apoteker Penanggung Jawab yaitu Penanggung jawab obat oleh Ika Rakhmatika, S.Farm.,Apt. dengan No. SIPA 19821129/SIPA_32.73/ 2018/ 2281. Penanggung Jawab Alat Kesehatan oleh Ferdi Haryanto, S.Farm., Apt dengan No. SIPA 19840201/SIPA_32.73/2019/1412.8 3.2 Lokasi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Perusahaan Perdagangan Indonesia Pusat berkedudukan di Jakarta dan beralamatkan di Graha PPI Jl. Abdul Muis Nomor 8-10, Jakarta Pusat 10160, Indonesia. Sedangkan PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Bandung berlokasi di Jalan Jawa No 12, Kelurahaan Babakan Ciamis kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat. 3.3 Visi dan Misi Visi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah “Menjadi perusahaan dagang terpercaya serta mempunyai akses sumber dan jaringan pemasaran di dalam dan luar negeri.” Misi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah: 1. Melakukan perdagangan umum dan khusus yang menangani beraneka ragam produk sejak dari hulu ke hilir secara komersial dan terukur. 2. Melaksanakan transaksi perdagangan lokal maupun lintas negara. 3. Melakukan produksi barang-barang yang mendukung perdagangan. 4. Menjalin kemitraan dengan layanan yang terintegrasi dengan memanfaatkan jaringan dan sistem teknologi informasi yang handal. 5. Meningkatlan kesejahteraan pegawai melalui produktivitas.8 3.4 Struktur Organisasi PT Perusahaan Perdagaangan Indonesia (Persero) cabang Bandung dipimpin oleh seorang Kepala cabang yang membawahi Manager Komersil, Manager Non Komersil, Apoteker Penanggung Jawab Obat Jadi dan Apoteker Penanggung Jawab Alat Kesehatan. Struktur Organisasi terlampir. 3.5 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Bandung memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ), tugas dan tanggung jawabnya yaitu: 1. Tugas APJ Obat Jadi a. Menerima atau menolak Obat yang masuk ke gudang PPI Cabang Bandung. b. Menerima atau menolak Surat Pesanan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. c. Mengusulkan segala sesuatu kepada General Manager terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya terkait proses distribusi obat. d. Melakukan koordinasi dengan seluruh unit pekerjaan dalam proses distribusi dan pengawasan proses distribusi serta purna jual. 2. Tanggung Jawab APJ Obat Jadi a. Melaksanakan tugas yang diberikan General Manager/Pimpinan cabang Fasilitas Distribusi. b. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi. d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan. g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing- masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu. l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat tertentu sesuai peraturanperundang-undangan. 3. Tugas Jabatan APJ a. Memimpin, membina, mengkoordinasi, mengontrol dan mengevaluasi seluruh staf yang terlibat dalam proses distribusi obat. b. Menyajikan laporan bulanan dan triwulan terkait distribusi obat di Cabang Bandung. c. Memonitor obat yang masuk dan keluar. d. Melaksanakan semua perintah kerja yang diberikan General Manager sesuai tanggung jawabnya dengan berpedoman kepada ketentuan Perusahaan yang berlaku. e. Harus mendapat perintah, ijin dan persetujuan secara tertulis dari General Manager apabila melaksanakan tugas dan tanggung jawab diluar ketentuan yang sudah ditetapkan Perusahaan. 3.6 Implementasi Aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB) 1. Aspek Manajemen Mutu Penerapan aspek manajemen mutu yang dilaksanakan bertujuan untuk mempertahankan sistem manajemen mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen resiko dimana PT PPI (Persero) menerapkannya melalui POB (Prosedur Operasional Baku) pada seluruh kegiatan yang terdapat di PBF untuk menjamin mutu produk dan rantai distribusi agar dipertahankan selama proses distribusi. Peran apoteker dalam aspek manajemen mutu adalah membuat, mengevaluasi dan merevisi POB. POB yang telah dibuat oleh apoteker penanggung jawab akan dievaluasi kemudian di setujui oleh Kepala Cabang.Bentuk evaluasinya dengan menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001, yang memberikan perbaikan pada kinerja managerial perusahaan, berdasarkan tercapainya indikator kerja dan peningkatan standar minimal pencapaian. PT PPI Cabang Bandung telah menerapkan ISO 9001 Tahun 2008 yang merupakan standar internasional yang sering digunakan untuk sertifikasi sistem mutu perusahaan. Tujuan dari sistem mutu antara lain, adalah menjaga dan meningkatkan kemampuan organisasi dan memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan dan persyaratan perundangan terkait, selain itu juga menjamin terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas sehingga produk yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen, serta melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan. Manajemen Risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Fokus manajemen risko ini adalah mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap risiko, yang tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan atau menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Penerapan ISO 9001:2008 di PT PPI seperti ada nya instruksi kerja setiap karyawan yang harus ditaati, dokumen-dokumen yang terkontrol, peralatan yang selalu dikalibrasi, penyimpanan barang sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan, komplain pelanggan yang ditangani dengan cepat disertai solusinya, dan sebagainya. 2. Aspek Organisasi, Manajemen dan Personalia Pelaksanaan aspek organisasi, manajemen, dan personalia telah terlaksana secara baik, dimana PBF PT PPI (Persero) telah memiliki struktur organisasi.Struktur organisasi perusahaan dibentuk sebagai penunjang pelaksanaan operasional sehingga setiap karyawan yang dimiliki memenuhi kualifikasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.Untuk meningkatkan kualitas kerja dapat dilakukan pelatihan-pelatihan bagi karyawan.Pelatihan di PBF PT PPI (Persero) terdapat dua jenis yaitu : 1. Pelatihan Internal, yang dilakukan di dalam ruang lingkup internal perusahaan dengan melibatkan divisi farmasi dan divisi SDM guna meningkatkan kinerja personil dalam kegiatan distribusi obat.Tema pelatihan ini dilakukan berdasarkan standar CDOB. 2. Pelatihan Eksternal, dilakukan di luar perusahaan. Dimana untuk melakukan pelatihan ini, Personil terkait perlu mengajukan Surat Permohonan mengikuti pelatihan tersebut dilengkapi dengan dasar dan tujuannya kepada Divisi SDM. Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. PPI (Persero) Cabang Bandung dilaksanakan oleh seorang Kepala Cabang yang bertanggung jawab kepada PT. PPI Pusat.Kepala Cabang membawahi Manager Komersil, Manager Non Komersil serta Apoteker Penanggung Jawab. Dalam menjalankan operasionalnya, apoteker penanggung jawab berkoordinasi dengan: Manajer Komersil (Manager Komersil di PT PPI (Persero) membawahi beberapa bagian antara lain: Asisten Manager, Administrasi Niaga, dan Salesman); Manajer Non Komersil (Manager Non Komersil membawahi Staf non komersil dan Kepala Gudang Kepala Gudang membawahi Staf logistik). Tugas dan tanggung jawab Manajer Komersil adalah sebagai berikut: Tercapainya sasaran penjualan (sales target) semua produk yang menjadi tugasnya dalam hal jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan penjualan yang ditetapkan Perusahaan di Area yang telah ditentukan; Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang, target per salesman, sasaran kerja dan bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan keuntungan Perusahaan; Bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan operasional Cabang Bandung dan melaksanakan semua tugas yang diberikan General Manager mulai dari pengadaan, persediaan, pengiriman dan pembayaran barang dagangan; Terciptanya pembinaan hubungan baik dengan pelanggan dan mitra kerja lainnya; Menjamin kepastian ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon pelanggan baru; Menjamin terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai RKAP. Bertanggung jawab atas keberhasilan penagihan & pencairan piutang atas transaksi yang dibuat bawahannya maupun dirinya sendiri; Terjaminnya keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas; Melakukan koordinasi dengan Koordinator Divisi dalam mengatur jadwal untuk kunjungan team salesman ke outlet; Membina, membimbing dan mengkoordinasi team operasional/salesman agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai RKAP; Membina hubungan baik dengan pelanggan dan mitra kerjanya; Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar kunjungan yang dilakukan salesman setiap sore; Menandatangani Surat Persetujuan Penjualan atas semua transaksi penjualan dengan memperhatikan aturan Perusahaan sebagaimana yang tercantum pada Sistem dan Prosedur Penjualan Barang Dagangan; Memberikan paraf pada Faktur Penjualan sebelum ditandatangani General Manager; Memberikan paraf pada Program Pengadaan Barang (PPB) atas rencana pengadaan barang dengan memperhatikan sisa stock yang ada dan sisa piutang yang masih terbuka; Melaksanakan tugas - tugas lain yang diberikan oleh GM. Tugas dan tanggung jawab Asisten Manajer adalah sebagai berikut: Sasaran penjualan (sales target) semua produk OTC yang menjadi tugasnya dalam hal jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan penjualan yang ditetapkan Perusahaan; Mengkoordinasi, membimbing dan membina bawahan dengan baik dalam memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya; Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang, target per salesman, sasaran kerja dan bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan keuntungan; Menjamin kepastian ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon pelanggan baru; Menjamin terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai RKAP; Membina, membimbing dan mengkoordinasi team komersial / salesman agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai RKAP; Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar kunjungan yang dilakukan salesman setiap sore; Memberikan paraf pada Program Pengadaan Barang (PPB) atas rencana pengadaan barang dengan memperhatikan sisa stock yang ada dan sisa piutang yang masih terbuka. Tugas dan tanggung jawab Administrasi Niaga adalah sebagai berikut: Bertanggung jawab atas kelancaran dan ketertiban kegiatan administrasi niaga/komersil dan melaksanakan semua tugas administrasi niaga mulai dari pengadaan, persediaan, penjualan, dan pengiriman barang dagangan; Bertanggung jawab atas kebenaran kartu persediaan; Melaporkan/merekap uang masuk hasil penjualan per P2B; Membuat laporan distribusi; Membuat surat persetujuan penjualan di system ERP AX; Bertanggung jawab atas kelancaran dan ketertiban kegiatan administrasi niaga/komersil dan melaksanakan semua tugas administrasi niaga mulai dari pengadaan, persediaan, penjualan, dan pengiriman barang dagangan. Tugas dan tanggung jawab Salesman adalah sebagai berikut: Mencapai target penjualan (sales target) barang yang menjadi tugasnya dalam hal jumlah dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan penjualan yang telah ditetapkan perusahaan di area yang telah ditentukan; Memonitoring & menjamin ketersediaan produk; Melakukan kegiatan penjualan ke Apotek, Rumah Sakit atau instansi pemerintah lainnya sesuai target yang ditetapkan perusahaan; Membuat laporan penyaluran secara berkala sesuai sistem yang ditetapkan produsen. Tugas dan tanggung jawab Manajer Non Komersil adalah sebagai berikut: Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang dan bertanggung jawab atas ketepatan dalam pembayaran, pembuatan laporan keuangan, pengamanan asset perusahaan dan pengadaan inventaris perusahaan; Berkoordinasi, membimbing dan membina bawahan dengan baik dalam memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya; Membina hubungan baik dengan bagian operasional maupun mitra lainnya; Menjamin ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon pelanggan baru; Menyajikan Laporan Keuangan Lengkap maupun Laporan pengawasan lainnya secara benar dan tepat waktu sesuai Sistem Pelaporan Perusahaan yang berlaku serta menyajikan laporan lainnya yang berguna bagi pengambilan keputusan Kepala Cabang; Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas. Staf Non Komersil terdiri dari beberapa bagian dengan masing-masing uraian tugas sebagai berikut: b. Fakturis dan Perpajakan memiliki tugas: Membuat Faktur Penjualan dan Faktur Pajak; Membuat Laporan Harian dan Laporan Perpajakan; Membuat laporan Realisasi Hasil Usaha harian, mingguan dan bulanan. c. Akuntansi tugasnya adalah: Bertanggung jawab terhadap dokumen asli transaksi penjualan (DO dalam Portepel), melakukan pencatatan piutang semua transaksi penjualan barang dagangan di Cabang Bandung serta monitoring hasil pencairan piutang; Menjamin ketertiban administrasi piutang yang menjadi tanggung jawabnya; Mengarsipkan semua dokumen yang terkait dengan piutang Perusahaan dengan lengkap, urut dan rapi; Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun terjaganya citra/nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas. d. Keuangan memiliki tugas: Bertanggung jawab atas penyimpanan uang kas, cek/giro dalam portepel, surat berharga maupun dokumen penting lainnya yang disimpan di brankas Perusahaan; Bertanggung jawab atas proses penerimaan dan pengeluaran Kas / Bank sesuai dengan prosedur yang berlaku; Mengarsipkan semua dokumen yang terkait dengan penerimaan maupun pengeluaran Kas / Bank dengan lengkap, urut dan rapi; Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas. e. Kepala Gudang tugasnya adalah: Menerima Barang di Gudang sesuai Surat Jalan dari Ekspedisi dan membuat Laporan Penerimaan Barang; Mengatur sistem penyimpanan Barang sesuai dengan sistem FIFO; Mengeluarkan barang dari Gudang sesuai dengan sistem FEFO berdasarkan DO yang sudah di verifikasi Manager dan di tandatanganiApoteker PenanggungJawab dan General Manager; Menyajikan laporan persediaan secara berkala berdasarkan kartu persediaan yang telah diisi terlebih dahulu; Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan proses penerimaan dan pengeluaran obat; Memastikan bahwa seluruh proses penerimaan dan pengeluaran obat dari Gudang telah sesuai dengan CDOB; Menjamin kualitas obat yang disimpan di gudang dengan melaksanakan sistem penyimpanan gudang yang sesuai CDOB; Mengkoordinir pelaksanaan Stok Opname yang dilakukan setiap periode per bulan, per enam bulan ataupun Stok Opename per tahun; Mengerjakan tugas lain yang diberikan oleh Manager Non Komersial dan General Manager. 3. Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman, serta memiliki sistem pencegahan yang berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. Bangunan di PT. PPI cabang Bandung memiliki beberapa ruangan untuk menunjang operasional dalam penyimpanan dan pendistribusian diantaranya meliputi gudang dan office.Untuk ruang Office meliputi ruang Kepala Cabang, ruang bagian Komersil beserta stafnya, Ruang bagian Non Komersil beserta stafnya, ruang Apoteker. PT PPI Cabang Bandung memiliki 1 gudang tempat dilakukan proses penerimaan, penyimpanan dan penyaluran good stock. Terdapat beberapa peralatan yang menunjang dalam kegiatan operasional diantaranya AC untuk menjaga suhu tetap terjaga, troli barang untuk membawa barang dengan jumlah besar, chiller untuk menyimpan produk yang stabil pada suhu 2 - 8°C, palet yang terbuat dari plastik untuk menyimpan barang, pest control untuk mencegah adanya hewan pengerat, data logger untuk memantau suhu dan kelembaban, freezer untuk produk yang stabil pada suhu -20°C, serta Rak Obat. Bangunan dan fasilitas penyimpanan bersih dan bebas dari sampah, debu dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Selain itu bangunan dan fasilitas telah dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Pembersihan dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas di PT. PPI Cabang Bandung dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. 4. Operasional Dalam aspek operasional, semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan identitas obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan resiko produk palsu memasuki rantai distribusi resmi. Fasilitas ditribusi juga harus memastikan bahwa obat/dan atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat. Kegiatan distribusi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dimulai pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran. a. Pengadaan obat. Pengadaan obat dilakukan dengan cara pemesanan kepada pemasok yang terkualifikasi. Sebelum melakukan pemesanan kepada pemasok yang terpilih, fasilitas distribusi terlebih dahulu melakukan perencanaan pembelian. Perencanaan pembelian disusun berdasarkan perkiraan penjualan. Perkiraan penjualan dibuat dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti data tren penjualan periode sebelumnya, rencana tender, adanya aktivitas penjualan khusus. Berdasarkan perkiraan penjualan tersebut, fasilitas distribusi membuat Surat Pesanan yang ditujukan kepada pemasok. Surat Pesanan tersebut paling tidak harus mencantumkan nama dan alamat fasilitas distribusi, tanggal, nomor surat pesanan, nama, jumlah dan satuan obat yang dipesan, harus ditandatangani oleh Penanggung Jawab serta distempel perusahaan.1 PBF memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dan menerapkan prinsip CPOB. Kualifikasi pemasok bertujuan untuk memastikan obat yang didistribusikan oleh Fasilitas Distribusi diproduksi oleh Pemasok yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bermutu baik dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Kualifikasi pemasok di PT PPI terbagi menjadi 2 yaitu wewenang Pusat dan wewenang Cabang: Wewenang Pusat (Wewenang PT PPI Pusat adalah kualifikasi pemasok dari pabrik langsung seperti PT Biofarma dan PT. Satoria Pharma dengan membuat MOU atau surat perjanjian kerjasama yang ruang lingkupnya terdiri dari teknis proses penyaluran barang, harga yang diterima oleh distributor dan target penjualan. Divisi pengadaan PT PPI kantor Pusat harus melampirkan surat izin edar, ISO, sertifikat CPOB, Nomor Registrasi untuk memastikan legalitas obat dan pabrik untuk menyeleksi pemasok yang harus sesuai dengan klasifikasi supplier obat.1); Wewenang Cabang (Wewenang Cabang, apoteker penanggung jawab sebagai QA dicabang bertugas melakukan seleksi suplaier terhadap prouduk-prouduk yang akan disalurkan oleh cabang secara lokal berdasarkan perjanjian kerjasama dengan distributor lainya dimana, PT PPI cabang Bandung ditunjuk sebagai sub distibutor dari distributor prouduk tertentu, adapun kualifikasi yang harus dipenuhi oleh suplaier tersebut harus sesuai deengan peraturan yang berlaku untuk PBF.1) Kualifikasi pelanggan bertujuan memastikan bahwa obat/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan bukti kualifikasi yang terdokumentasi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelanggan baru, yaitu: Izin dari Departemen Kesehatan dan mempunyai penanggung jawab sesuaiketentuan; Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); Untuk sarana apotek harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dan contoh surat pesanan (SP); Untuk sarana rumah sakit harus memiliki Surat Izin Operasional; Untuk penanggung jawab dari sarana diatas harus ada STRA, SIPA, KTP dan spesimen tanda tangan penanggung jawab; Untuk penanggung jawab dari toko obat harus memiliki SIKTTK.1 b. Penerimaan Obat. Dalam proses penerimaan barang dari pusat, diperiksa dokumen pengiriman surat jalan dari pusat, pemeriksaan surat jalan ekspedisi dan shiplist. Pemeriksaan barang dilakukan dengan teliti dan benar sesuai prosedur yang ditetapkan. Pertama, periksa barang yang dikirim, bandingkan dengan dokumen kirim. Pemeriksaan dilakukan pada jenis barang, jumlah, bets, shelf live expired date dan kualitas kemasan produk apakah kemasannya original dan belum pernah dibuka/rusak. Untuk produk rantai dingin Pastikan barang diterima menggunakan kemasan standar (styrofoam/cold bag) berpendingin. Periksa suhu barang, hindari thermometer kontak langsung dengan ice gel/dry ice pada saat pemeriksaan suhu. Kemudian catat suhu pada bukupenerimaan. Apabila suhu tidak sesuai dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh bagian pengirim dan Gudang untuk mendapatkan keputusan dari Kantor Pusat apakah akan ditolak atau diterima. Waktu tenggang untuk penyelesaian Berita Acara maksimal 3 hari dan dimonitor oleh Kepala Gudang diterima dan laporkan ke APJ untuk mendapatkan keputusan dari Kantor Pusat apakah masih layak dijual atau tidak. Kedua, bila terdapat ke tidak sesuaian jenis barang, jumlah, kemasan barang rusak dan shelf live expired date yang telah ditetapkan maka dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh bagian pengiriman dan gudang. Berita acara tersebut dikirim ke pengirim dan bagian pemesanan untuk mendapatkan penyelesaian dan dimonitor oleh Kepala Gudang. Setelah pemeriksaan dilakukan maka dokumen kiriman barang ditandatangani oleh Kepala Gudang dan diserahkan ke Administrasi Gudang untuk diproses secara sistem selambat-lambatnya 1 x 24 jam. Sebelum dokumen diproses secara system maka simpan produk pada area penerimaan, pastikan tumpukan barang tidak melebihi ketentuan level tumpukan yang diizinkan. Untuk produk rantai dingin disimpan di chiller. Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke lokasi penyimpanan sesuai dengan dokumen penerimaan.1 c. Penyimpanan Obat Area dan fasilitas penyimpanan obat harus di design sedemikian rupa sehingga menjamin kondisi penyimpanan yang baik yaitu bersih, bebas dari banjir, bebas dari sampah, debu, unggas, serangga, hama, kebocoran atau pecahan, mikroorganisme dan kontaminasi silang. Pemeliharaan harus dilakukan untuk menjamin Gudang penyimpanan obat selalu dalam kondisi yang baik. Gudang penyimpanan obat dibangun dan dipelihara untuk melindungi obat yang disimpan dari pengaruh perubahan suhu dan kelembaban (Suhu optimal yang harus dijaga untuk Gudang obat antara (20-27)oC dan tingkat kelembaban yang harus dijaga antara (60% – 80%).1 Sistem penyimpanan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia yaitu FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan obat di gudang dilakukan berdasarkan kelompok direktorat, prinsipal, bentuk sediaan dan juga berdasarkan pada kondisi suhu yangsesuai untuk setiap produknya, dengan memperhatikan kestabilan produk terhadap temperatur dan cahaya. Penyimpanan barang disusun atau ditumpuk ke atas dengan jumlah tumpukan yang disesuaikan dengan yang tertera pada kemasan. Produk disusun di atas rak yang telah diberi alas atau pallet, untuk mencegah kerusakan pada produk karena lembab akibat kontak langsung antara produk dengan lantai dan juga untuk memudahkan pada saat pengambilan barang dengan menggunakan alat. Penyusunan barang, dibedakan juga berdasarkan bentuk sediaan dan kemasan yang mudah pecah disimpan pada bagian bawah rak untuk mengurangi resiko terjatuh pada saat pengambilan produk sedangkan obat yang dalam kemasan box seperti tablet disimpan pada bagian atas. Dalam penyimpanan barang sesuai dengan sifat stabilitas obatnya. Ruangan penyimpanan obat dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu Suhu Kamar (Ambient room), Suhu Kamar Terkendali (Cool room), Cold Room, dan Freezer. Ruangan suhu kamar merupakan ruangan yang digunakan untuk penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 25°C-30°C. Cool room merupakan ruangan yang digunakan untuk penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 15°C - 25°C. Produk disimpan pada ruang yang menggunakan AC dan harus disimpan di atas pallet.Seperti produk injeksi, produk antibiotik, produk yang bersalut gula, produk yang berbentuk ointment atau kirm dengan kemasan tube. Terdapat dalam lemari chiller yaitu ruangan yang digunakan untuk penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 2°C-8°C.Di dalam chiller terdapat thermostat yang berfungsi untuk mengatur suhu chiller (2°C-8°C) seperti vaksin. Suhu freezer (-15°C) – (-25°C). Contoh Obat yang yang disimpan yaitu vaksin polio. 5. Inspeksi Diri Inspeksi diri dilakukan secara berkala, yang bertujuan untuk melihat kesesuaian dan ketidak sesuaian secara teratur tentang keadaan dan kelengkapan fasilitas PBF dalam memenuhi persyaratan CDOB.Program inspeksi diri dirancang untuk memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB, serta untuk menetapkan tindakan perbaikannya.Semua pelaksanaan inspeksi diri dicatat untuk dibuat laporan yang berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Pelaksanan Inspeksi diri mencakup karyawan, bangunan dan fasilitas, peralatan, serta dokumentasi dan administrasi.Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan kekurangan, maka penyebabnya tersebut diidentifikasi dan dibuat Corrective Action Preventive Action (CAPA).CAPA kemudian didokumentasikan dan ditindak lanjuti sebagai bentuk evaluasi. Kegiatan inspeksi diri dapat dilakukan secara internal atau eksternal oleh pihak terkait (BPOM, Dinas Kesehatan, PBF Pusat).Umumnya inspeksi diri internal dilakukan tiap 6 bulan.1 Penanganan Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali Dalam hal ini, Apoteker berperan dalam penanganan obat/bahan obat yang diduga palsu.Jika menemukan obat yang diduga palsu segera melaporkan kepada instansi yang berwenang, industri farmasi, dan pemegang izin edar dengan tujuan memastikan obat palsu tidak beredar dipasaran.1 Penanganan keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali, penanganannya diatur sesuai dengan SOP, yaitu: a. Penanganan Keluhan Keluhan pelanggan terhadap produk disampaikan melalui Customer Service, Salesman atau Medical Sales Representative.Kemudian Customer Service akan mencatat dan input keluhan tersebut. Proses penanganan keluhan meliputi penerimaan, analisa dan tindakan perbaikan sampai dengan konfirmasi kembali ke pelanggan. Keluhan akan dianalisa oleh manager Komersil dan Apoteker Penanggung Jawab. Apoteker Penanggung Jawab membuat laporan dan tindakan koreksi serta konfirmasi kepada pelanggan paling lambat 3 x 24 jam.Agar tidak terjadi kembali keluhan dari pelanggan dilakuan tindakan preventif yang dikoordinasikan oleh Manager Komersial kepada Tim nya minimal 1 (satu) minggu sekali.1 b. Obat Kembalian Obat-obat yang dikembalikan dikalsifikasikan menjadi obat salah pesan/salah kirim, obat rusak (terlihat secara fisik), obat kadaluarsa, dan obat Recall.Petugas gudang berkewajiban memeriksa dokumen pengembalian barang apakah alamat sesuai dengan dokumen pembelian (faktur).Kemudian periksa barang yang dikirim dan bandingkan dengan dokumen retur barang.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi jenis barang, jumlah, bets, tanggal kadaluarsa, kualitas kemasan produk.Jika terdapat ketidak sesuaian, dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani petugas pengirim dan gudang untuk kemudian dikirim ke pelanggan dengan waktu tenggang penyelesaian maksimal 3 hari.1 c. Produk yang Diduga Palsu Untuk produk yang diduga palsu dapat terjadi akibat dari temuan BPOM atau keluhan masyarakat. Untuk produk yang di duga palsu akan mengalami recall. Produk yang diduga palsu ditarik atas instruksi dari BPOM/Mandatory yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh principal. Principal membuat penarikan produk diduga palsu kepada PBF pusat. selanjutnya PBF pusat membuat surat perintah penarikan produk diduga palsu kepada PBF cabang untuk ditarik.1 d. Penarikan Kembali Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen, intruksi instansi pemerintahan yang berwenang seperti Badan POM atau karena adanya keluhan pelanggan. Semua produk yang ditarik kemudian ditempatkan secara terpisah di ruang karantina yang aman dan terkunci serta diberi label dengan jelas. Ditempatkan di ruang karantina karena produk hasil recall tersebut belum jelas statusnya apakah good stock atau bad stock. Kemudiam produk akan diambil oleh prinsipal atau Badan POM untuk dilakukan pengujian. Dibuat laporan penarikandan di kirim ke Badan POM. Jika setelah pengujian hasilnya produk tersebut masih bagus maka akan masuk ke good stock namun jika barang rusak/terdapat masalah akan dimusnahkan di pusat dan di buat berita acara pemusnahan. 6. Transportasi Aspek transportasi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Bandung telah memenuhi CDOB. Dengan memiliki kendaraan dan personil yang telah dilengkapi peralatan keamanan yang memadai untuk mencegah pencurian. Kendaraan dan peralatan dirawat dan dijaga kebersihannya. Identitas obat yang dikirimkan juga jelas sehingga tidak terjadi salah kirim. Penanganan distribusi obat CCP disediakan transportasi khusus yang memiliki AC. Untuk produk CCP yang akan didistribusikan diletakan didalam coolbox disertai ice pack dan dikontrol suhunya, menggunakan thermometer min-max untuk pengiriman dan ada from suhu. Sebelum mengantarkan barang/kegiatan dilakukan checking kondisi tranportasi distribusi. Sedangkan untuk produk ethical ada kendaraan yang memakai pendingin biasanya pada suhu 25-30°C (ruang ambient), serta ada control suhu yang terletak di depan dan diatur oleh driver. Apoteker disini juga berperan dalam mengontrol kondisi produk dalam pengiriman telah disesuaikan dengan kondisi penyimpanannya dan memastikan distribusi produk yang sesuai dengan mutu yang telah dilaksanakan secara CDOB pada pelanggan yang tepat. 7. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat. Kontrak yang dimiliki oleh PT PPI Cabang Bandung adalah kontrak antar fasilitas distribusi, karena PT PPI Cabang Bandung adalah sub distributor dimana pengadaan barang didapatkan dari distributor lain. Kontrak tersebut diantaranya seperti pengadaan obat dari PBF Tri Sapta Jaya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. 8. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penulusuran. Dokumentasi meliputi pengadaan,penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pelaporan oleh PT. PPI Cabang Bandung selama menjalankan kegiatan dilakukan secara rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang. Pelaporan merupakan salah satu bagian dari peranan apoteker dalam fasilitas distribusi sediaan farmasi. Secara umum peranan apoteker dalam pelaporan adalah melaporkan berbagai kegiatan yang terjadi berkaitan dengan obat/sediaan farmasi yang dikelolanya oleh PBF tersebut. Dokumentasi disimpan selama 3 tahun setelah 3 (tiga) tahun dokumentasi baru dapat dimusnahkan. Untuk pelaporan Nartkotika dan psikotropika dan prekursor tidak dilakukan karena di PT. PPI tidak menyalurkan Narkotika, Psikotropika dan prekursor, begitu juga dengan pelaporan 50 zat aktif tidak dilakukan. PT. PPI hanya melakukan pelaporan e-report yang dilakukan setiap 3 bulan.