Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009,obat adalah bahan
atau paduan bahan, termasuk produk biologis yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidik isistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Obat sangat penting didunia kesehatan
terutama untuk kelangsungan hidup pasien dalam mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal.Sehingga diperlukan standarisasi kefarmasian dalam penerapan cara
pendistribusian obat yangbaik. Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, Apoteker memegang peranan penting
demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh
seorang Apoteker dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian.Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI N0.34 tahun 2014 atas perubahan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang pedagang besar farmasi.
Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangan.
PBF merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan
farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat.
Apoteker penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan
pengelolaan sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian.
Mengingat pentingnya hal tersebut, sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu dalam pendistribusian obat
oleh Pedagang Besar Farmasi. Oleh sebab itu, Pedagang Besar Farmasi
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaanya semua proses
distribusi dan pelaksanaan CDOB diawasi langsung oleh Apoteker Penanggug
Jawab setiap PBF.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Program Pendidikan Profesi Apoteker
SekolahTinggiFarmasi Indonesia bekerja sama dengan PT Perusahaan
Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Regional Bandung untuk memberikan
kesempatan kepada calon Apoteker untuk melaksanakan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA), agar calon Apoteker menjadi Apoteker yang dapat
menjalankan tugasnya secara professional terutama dalam bidang distribusi
farmasi dimasa yang akan datang.
1.2 Tujuan PKPA
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di PBF.
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di bidang distribusi farmasi PBF.
3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
1.3 Manfaat PKPA
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasiaan di PBF.
2. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan manajeman praktis mengenai
pekerjaan kefarmasian di PBF.
3. Mendapat pengetahuan penerapan prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB) dalam distribusi farmasi.
1.4 Waktu dan Tempat PKPA

Tempat pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar


Farmasi (PBF) PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Regional Bandung
dan dilaksanakan pada tanggal 03-30Juni 2021. Jam praktik dimulai dari jam
08.00-17.00 WIB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30
Tahun 2017 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pedagang besar
farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan
yang dimaksud PBF cabang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.30 Tahun 2017 pasal 1 ayat 2 adalah PBF yang yang telah
memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 mengenai
penyelenggaraan kegiatan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus sesuai
dengan ketentuan dan standar yang terdapat dalam Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB).
Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi,
Apoteker melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
yang ditetapkan Menteri dan menerapkan Standar Prosedur
Operasionalyang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus
menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dimana
landasan hukum PBF diatur dalam undang-undang sebagai berikut,
diantaranya:
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
3. Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan
Alat Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tahun 2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi.
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542
Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik.
8. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan RI Nomor 40 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi Dan Obat Mengandung Prekursor
Farmasi.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor
Farmasi.
2.2. Fungsi dan Tugas Pedagang Besar Farmasi
Adapun tugas dan fungsi dari pedagang besar farmasi (PBF) itu sendiri dapat dilihat dari
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148 Tahun 2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi akan diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi PBF
a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara
merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan
obat obatan untuk pelayanan kesehatan.
d. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF khusus, yang
melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
2. Tugas PBF
a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan
obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan
sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan setiap dilakukan
pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan
golongan bebas dan obat bebas terbatas sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan
obat keras tertentu.
2.3. Perizinan Pedagang Besar Farmasi
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan no 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi (PBF),pasal 2 mengenai perizinan Pedagang Besar Farmasi menyatakan:
1) Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal BinaFarmasi.
2) Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang.
3) Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)wajib
memperoleh pengakuan dari Kepala DinasKesehatan Provinsi diwilayah PBF
Cabang berada.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014
tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011t entang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pasal 4
Ayat (1) menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Berbadan hukum berupa persero anter batas atau koperasi;
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab;
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat
baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundan-undangan dibidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun
terakhir;
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan danpenyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan dan
memiliki ruang penyimpanan obatyang terpisah dari ruangan
lainsesuai CDOB.
7. Pemberian perizinan yang diberikan oleh Mentri Kesehatan kepada
PBFberlaku selama 5 tahun. Dan perizinan untuk PBF cabang
mengikuti masa berlakudari perizinan yang diberikan kepada PBF
Pusat. Sesuai dengan Peraturan MentriKesehatan No 1148 Tahun
2011 Bagian Keempat Pasal 11 menyatakan masa berlaku PBF tidak
berlaku apabila masa berlakunya habis dan tidak diperpanjan
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan ata Izin
dicabut.
2.4. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Tata Cara PenyelenggaraanPerbekalan Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang
Pedagang Besar Farmasi menyatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi (PBF)
memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiatan antara lain:
1. Pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. PBFdan PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari
kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib
melakukan pengujian laboratarium. Dalam hal dilakukan pengubahan
kemasan atau pengemas kembali bahan, PBF atau PBF Cabang wajib
memiliki ruang pengemasan ulang sesuai dengan persyaratan CDOB.
4. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
5. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.
6. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.
7. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.
PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditanda tangani Apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
b. Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 tentang
Pedagang Besar Farmasi, pada pasal 17 menyatakan bahwa dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan oleh pemerintah yaitu:
1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.
2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
Peraturan Menteri Kesehatan di atas juga menjelaskan tentang penyaluran
perbekalan farmasi di PBF ataupun PBF cabang yang memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud
meliputi: apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, atau toko
obat.
2. PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada
instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.
3. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya dikecualikan dari ketentuan tersebut,
PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan
Surat Penugasan/penunjukan.
4. Setiap Surat Penugasan/Penunjukan berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah
provinsi terdekat yang dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
5. PBF Cabang yang menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah provinsi
terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas Surat Penugasan/Penunjukan
secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan
tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai
POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang
dituju.
6. PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani Apoteker pengelola apotek
atau Apoteker penanggung jawab.
7. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi,
PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan.
8. PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung
jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat
dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.
2.5. Gudang diPedagang Besar Farmasi

Syarat dan ketentuan gudang PBF menurut Peraturan Menteri


KesehatanNomor 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi yang
tercantum pada BabIVadalah:
1. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada
lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas
pengawasan intern oleh Direksi/Pengurus dan Penanggung
jawab.
2. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada
dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus
memiliki Apoteker.
3. Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis
kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes
Provinsi, Kepala Badan,dan Kepala Balai POM dengan
mencantumkan:
a. Alamat kantor PBF Pusat
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan tersebut ditandatangani oleh Direktur/Ketua
dan dilengkapi dengan persyaratan seperti :
Fotokopi ijazah PBF, Fotokopi surat tanda registrasi
apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan,
e. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker
penanggung jawab
f. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
g. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan
h. Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan
secara tertulis kepada Kepala Dinkes Provinsi dengan
mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
i. Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis
kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes
Provinsi, Kepala Badan dan Kepala Balai POM dengan
mencantumkan:Alamat kantor PBFPusat, Alamatgudang,
Nama apoteker penanggung jawab Permohonan
ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan
persyaratan sebagai berikut:Fotokopi izin PBFdan Peta
lokasi dan denah bangunan gudang Permohonan perubahan
gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala
Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2).
2.6. Laporan Pedagang Besar Farmasi

Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan


secararutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun
2014 tentang Pedagang Besar Farmasi yang tercantum.

Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan


setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obatdan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM.
a. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan
kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.

b. Setiap PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan


psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan
penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2)
dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap
saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
2.7. PelanggarandanSanksiDisiplinApoteker

1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak


kompeten.Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak
dengan standar praktek Profesi/standar kompetensi yang benar,
sehingga berpotensi menimbulkan/mengakibatkan kerusakan,
kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi
tanggung jawabnya,tanpa kehadirannya, ataupun tanpa
Apoteker pengganti dan/atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu
dan/ atau tenaga tenagalainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada
kepentingan pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to
date”dengan cara yang mudah dimengerti oleh
pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil
disarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”,
‟keamanan”,dan‟khasiat/Manfaat”kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat,tanpa prosedur yang berlaku,sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat,sehingga dapat
menimbulkan kerusakanatau kerugian kepadapasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitasobat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat
kesehatan fisikataupun mental yang sedang terganggusehingga
merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swamedikasi(selfmedication) yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis,
dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap
pasientanpa alasan yanglayak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi
Apoteker(STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin
kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi
yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya
yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada
hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan
PeraturanperUndang-Undanganyangberlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktik yang dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktiksementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktik tetap atau selamanya Kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan diinstitusi pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa:
a. Pendidikan formal
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan,magang di
institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya
atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
PBF PT. PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)

3.1 Sejarah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)


Diera kolonial, pemerintah Belanda telah mendirikan perusahaan perdagangan di
Indonesia. Diantara perusahaan tersebut dikenal dengan “The Big Five” dengan
tujuan untuk mengekspor rempah-rempah ke Eropa. Kemudian setelah kemerdekaan
Indonesia, pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua perusahaan perdagangan
tersebut menjadi perusahaan milik negara dan di sebut Niaga pada tahun 1050-an.8
Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasaikan bertanggungjawab untuk
perdagangan dan pendistribusian komoditi dasar seperti makanan pokok (beras,
jangung, dll) di samping rempah-rempah tradisonal dan mereka juga bertanggung
jawab untuk perdagangan dan distribusi dan distribusi komoditas pertanian (pupuk,
pestisida dan bahan kimia), produk konsumen (tekstil dan otomotif). Pada bulan juni
2003, pemerintah indonesia telah memutuskan untuk menggabungkan sisa 3
Niaga/perusahaan perdagangan yaitu PT. Tjipta Niaga (persero), PT. Pharma Niaga
(persero) dan PT. Panja Niaga (persero) menjadi hanya satu perusahaan perdagangan
yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) atau yang dikenal dengan
Indonesia Trading Company(ITC) sejak tanggal 31 Maret 2003 berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI No. 22 tahun 2003.8
PPI sebagai salah satu perusahaan milik pemerintah yang bergerak dalam usaha
perdagangan. PPI berkembang menjadi perusahaan besar dengan jumlah cabang yang
terbesar di seluruh Indonesia di 32 kantor cabang dan lebih dari 12000 kios/outlet.
PPIadalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. PPI Cabang Bandung memiliki 2 Apoteker
Penanggung Jawab yaitu Penanggung jawab obat oleh Ika Rakhmatika, S.Farm.,Apt.
dengan No. SIPA 19821129/SIPA_32.73/ 2018/ 2281. Penanggung Jawab Alat
Kesehatan oleh Ferdi Haryanto, S.Farm., Apt dengan No. SIPA
19840201/SIPA_32.73/2019/1412.8
3.2 Lokasi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI)
Perusahaan Perdagangan Indonesia Pusat berkedudukan di Jakarta dan
beralamatkan di Graha PPI Jl. Abdul Muis Nomor 8-10, Jakarta Pusat 10160,
Indonesia. Sedangkan PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Bandung
berlokasi di Jalan Jawa No 12, Kelurahaan Babakan Ciamis kecamatan Sumur
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.
3.3 Visi dan Misi
Visi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah “Menjadi
perusahaan dagang terpercaya serta mempunyai akses sumber dan jaringan
pemasaran di dalam dan luar negeri.”
Misi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah:
1. Melakukan perdagangan umum dan khusus yang menangani beraneka ragam
produk sejak dari hulu ke hilir secara komersial dan terukur.
2. Melaksanakan transaksi perdagangan lokal maupun lintas negara.
3. Melakukan produksi barang-barang yang mendukung perdagangan.
4. Menjalin kemitraan dengan layanan yang terintegrasi dengan memanfaatkan
jaringan dan sistem teknologi informasi yang handal.
5. Meningkatlan kesejahteraan pegawai melalui produktivitas.8
3.4 Struktur Organisasi
PT Perusahaan Perdagaangan Indonesia (Persero) cabang Bandung dipimpin oleh
seorang Kepala cabang yang membawahi Manager Komersil, Manager Non
Komersil, Apoteker Penanggung Jawab Obat Jadi dan Apoteker Penanggung Jawab
Alat Kesehatan. Struktur Organisasi terlampir.
3.5 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Bandung memiliki
Apoteker Penanggung Jawab (APJ), tugas dan tanggung jawabnya yaitu:
1. Tugas APJ Obat Jadi
a. Menerima atau menolak Obat yang masuk ke gudang PPI Cabang
Bandung.
b. Menerima atau menolak Surat Pesanan sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang berlaku.
c. Mengusulkan segala sesuatu kepada General Manager terkait dengan
tugas dan tanggung jawabnya terkait proses distribusi obat.
d. Melakukan koordinasi dengan seluruh unit pekerjaan dalam proses
distribusi dan pengawasan proses distribusi serta purna jual.
2. Tanggung Jawab APJ Obat Jadi
a. Melaksanakan tugas yang diberikan General Manager/Pimpinan cabang
Fasilitas Distribusi.
b. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi.
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat.
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual.
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat.
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
j. Mendelegasikan tugasnya kepada tenaga teknis kefarmasian yang telah
mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen
yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina
atau memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau
diduga palsu.
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
tertentu sesuai peraturanperundang-undangan.
3. Tugas Jabatan APJ
a. Memimpin, membina, mengkoordinasi, mengontrol dan mengevaluasi
seluruh staf yang terlibat dalam proses distribusi obat.
b. Menyajikan laporan bulanan dan triwulan terkait distribusi obat di
Cabang Bandung.
c. Memonitor obat yang masuk dan keluar.
d. Melaksanakan semua perintah kerja yang diberikan General Manager
sesuai tanggung jawabnya dengan berpedoman kepada ketentuan
Perusahaan yang berlaku.
e. Harus mendapat perintah, ijin dan persetujuan secara tertulis dari General
Manager apabila melaksanakan tugas dan tanggung jawab diluar
ketentuan yang sudah ditetapkan Perusahaan.
3.6 Implementasi Aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)
1. Aspek Manajemen Mutu
Penerapan aspek manajemen mutu yang dilaksanakan bertujuan untuk
mempertahankan sistem manajemen mutu yang mencakup tanggung jawab,
proses dan langkah manajemen resiko dimana PT PPI (Persero) menerapkannya
melalui POB (Prosedur Operasional Baku) pada seluruh kegiatan yang terdapat
di PBF untuk menjamin mutu produk dan rantai distribusi agar dipertahankan
selama proses distribusi.
Peran apoteker dalam aspek manajemen mutu adalah membuat,
mengevaluasi dan merevisi POB. POB yang telah dibuat oleh apoteker
penanggung jawab akan dievaluasi kemudian di setujui oleh Kepala
Cabang.Bentuk evaluasinya dengan menerapkan sistem manajemen mutu ISO
9001, yang memberikan perbaikan pada kinerja managerial perusahaan,
berdasarkan tercapainya indikator kerja dan peningkatan standar minimal
pencapaian. PT PPI Cabang Bandung telah menerapkan ISO 9001 Tahun 2008
yang merupakan standar internasional yang sering digunakan untuk sertifikasi
sistem mutu perusahaan.
Tujuan dari sistem mutu antara lain, adalah menjaga dan meningkatkan
kemampuan organisasi dan memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan dan
persyaratan perundangan terkait, selain itu juga menjamin terselenggaranya suatu
sistem jaminan kualitas sehingga produk yang didistribusikan terjamin mutu,
khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen, serta
melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
Manajemen Risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup
identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam
kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Fokus manajemen risko ini adalah
mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap risiko, yang
tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan atau menambah nilai
maksimum kepada semua kegiatan organisasi.
Penerapan ISO 9001:2008 di PT PPI seperti ada nya instruksi kerja setiap
karyawan yang harus ditaati, dokumen-dokumen yang terkontrol, peralatan yang
selalu dikalibrasi, penyimpanan barang sesuai dengan kondisi yang
dipersyaratkan, komplain pelanggan yang ditangani dengan cepat disertai
solusinya, dan sebagainya.
2. Aspek Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan aspek organisasi, manajemen, dan personalia telah terlaksana
secara baik, dimana PBF PT PPI (Persero) telah memiliki struktur
organisasi.Struktur organisasi perusahaan dibentuk sebagai penunjang
pelaksanaan operasional sehingga setiap karyawan yang dimiliki memenuhi
kualifikasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.Untuk
meningkatkan kualitas kerja dapat dilakukan pelatihan-pelatihan bagi
karyawan.Pelatihan di PBF PT PPI (Persero) terdapat dua jenis yaitu :
1. Pelatihan Internal, yang dilakukan di dalam ruang lingkup internal
perusahaan dengan melibatkan divisi farmasi dan divisi SDM guna
meningkatkan kinerja personil dalam kegiatan distribusi obat.Tema
pelatihan ini dilakukan berdasarkan standar CDOB.
2. Pelatihan Eksternal, dilakukan di luar perusahaan. Dimana untuk
melakukan pelatihan ini, Personil terkait perlu mengajukan Surat
Permohonan mengikuti pelatihan tersebut dilengkapi dengan dasar dan
tujuannya kepada Divisi SDM.
Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. PPI (Persero) Cabang Bandung
dilaksanakan oleh seorang Kepala Cabang yang bertanggung jawab kepada PT.
PPI Pusat.Kepala Cabang membawahi Manager Komersil, Manager Non
Komersil serta Apoteker Penanggung Jawab. Dalam menjalankan
operasionalnya, apoteker penanggung jawab berkoordinasi dengan: Manajer
Komersil (Manager Komersil di PT PPI (Persero) membawahi beberapa bagian
antara lain: Asisten Manager, Administrasi Niaga, dan Salesman); Manajer Non
Komersil (Manager Non Komersil membawahi Staf non komersil dan Kepala
Gudang Kepala Gudang membawahi Staf logistik).
Tugas dan tanggung jawab Manajer Komersil adalah sebagai berikut:
Tercapainya sasaran penjualan (sales target) semua produk yang menjadi
tugasnya dalam hal jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya persyaratan
dan ketentuan penjualan yang ditetapkan Perusahaan di Area yang telah
ditentukan; Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan
panjang, target per salesman, sasaran kerja dan bertanggung jawab atas
pencapaian sasaran dan keuntungan Perusahaan; Bertanggung jawab atas
kelancaran kegiatan operasional Cabang Bandung dan melaksanakan semua
tugas yang diberikan General Manager mulai dari pengadaan, persediaan,
pengiriman dan pembayaran barang dagangan; Terciptanya pembinaan hubungan
baik dengan pelanggan dan mitra kerja lainnya; Menjamin kepastian ketersediaan
barang sampai ke tangan pelanggan dan membina hubungan baik dengan
pelanggan yang telah ada maupun kepada calon pelanggan baru; Menjamin
terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab
sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager
sesuai RKAP. Bertanggung jawab atas keberhasilan penagihan & pencairan
piutang atas transaksi yang dibuat bawahannya maupun dirinya sendiri;
Terjaminnya keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun terjaganya
citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas; Melakukan koordinasi
dengan Koordinator Divisi dalam mengatur jadwal untuk kunjungan team
salesman ke outlet; Membina, membimbing dan mengkoordinasi team
operasional/salesman agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab
sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager
sesuai RKAP; Membina hubungan baik dengan pelanggan dan mitra kerjanya;
Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar kunjungan yang
dilakukan salesman setiap sore; Menandatangani Surat Persetujuan Penjualan
atas semua transaksi penjualan dengan memperhatikan aturan Perusahaan
sebagaimana yang tercantum pada Sistem dan Prosedur Penjualan Barang
Dagangan; Memberikan paraf pada Faktur Penjualan sebelum ditandatangani
General Manager; Memberikan paraf pada Program Pengadaan Barang (PPB)
atas rencana pengadaan barang dengan memperhatikan sisa stock yang ada dan
sisa piutang yang masih terbuka; Melaksanakan tugas - tugas lain yang diberikan
oleh GM.
Tugas dan tanggung jawab Asisten Manajer adalah sebagai berikut: Sasaran
penjualan (sales target) semua produk OTC yang menjadi tugasnya dalam hal
jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan
penjualan yang ditetapkan Perusahaan; Mengkoordinasi, membimbing dan
membina bawahan dengan baik dalam memenuhi semua tugas dan tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya; Membuat rencana program kerja jangka
pendek, menengah dan panjang, target per salesman, sasaran kerja dan
bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan keuntungan; Menjamin kepastian
ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina hubungan baik
dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon pelanggan baru;
Menjamin terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan tanggung
jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General
Manager sesuai RKAP; Membina, membimbing dan mengkoordinasi team
komersial / salesman agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab
sehingga mampu mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager
sesuai RKAP; Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar
kunjungan yang dilakukan salesman setiap sore; Memberikan paraf pada
Program Pengadaan Barang (PPB) atas rencana pengadaan barang dengan
memperhatikan sisa stock yang ada dan sisa piutang yang masih terbuka.
Tugas dan tanggung jawab Administrasi Niaga adalah sebagai berikut:
Bertanggung jawab atas kelancaran dan ketertiban kegiatan administrasi
niaga/komersil dan melaksanakan semua tugas administrasi niaga mulai dari
pengadaan, persediaan, penjualan, dan pengiriman barang dagangan;
Bertanggung jawab atas kebenaran kartu persediaan; Melaporkan/merekap uang
masuk hasil penjualan per P2B; Membuat laporan distribusi; Membuat surat
persetujuan penjualan di system ERP AX; Bertanggung jawab atas kelancaran
dan ketertiban kegiatan administrasi niaga/komersil dan melaksanakan semua
tugas administrasi niaga mulai dari pengadaan, persediaan, penjualan, dan
pengiriman barang dagangan.
Tugas dan tanggung jawab Salesman adalah sebagai berikut: Mencapai
target penjualan (sales target) barang yang menjadi tugasnya dalam hal jumlah
dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan penjualan yang telah
ditetapkan perusahaan di area yang telah ditentukan; Memonitoring & menjamin
ketersediaan produk; Melakukan kegiatan penjualan ke Apotek, Rumah Sakit
atau instansi pemerintah lainnya sesuai target yang ditetapkan perusahaan;
Membuat laporan penyaluran secara berkala sesuai sistem yang ditetapkan
produsen.
Tugas dan tanggung jawab Manajer Non Komersil adalah sebagai berikut:
Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang dan
bertanggung jawab atas ketepatan dalam pembayaran, pembuatan laporan
keuangan, pengamanan asset perusahaan dan pengadaan inventaris perusahaan;
Berkoordinasi, membimbing dan membina bawahan dengan baik dalam
memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya;
Membina hubungan baik dengan bagian operasional maupun mitra lainnya;
Menjamin ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina
hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon
pelanggan baru; Menyajikan Laporan Keuangan Lengkap maupun Laporan
pengawasan lainnya secara benar dan tepat waktu sesuai Sistem Pelaporan
Perusahaan yang berlaku serta menyajikan laporan lainnya yang berguna bagi
pengambilan keputusan Kepala Cabang; Menjamin keamanan dan kerahasiaan
dokumen perusahaan maupun terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam
pelaksanaan tugas.
Staf Non Komersil terdiri dari beberapa bagian dengan masing-masing
uraian tugas sebagai berikut:
b. Fakturis dan Perpajakan memiliki tugas: Membuat Faktur Penjualan dan
Faktur Pajak; Membuat Laporan Harian dan Laporan Perpajakan;
Membuat laporan Realisasi Hasil Usaha harian, mingguan dan bulanan.
c. Akuntansi tugasnya adalah: Bertanggung jawab terhadap dokumen asli
transaksi penjualan (DO dalam Portepel), melakukan pencatatan piutang
semua transaksi penjualan barang dagangan di Cabang Bandung serta
monitoring hasil pencairan piutang; Menjamin ketertiban administrasi
piutang yang menjadi tanggung jawabnya; Mengarsipkan semua
dokumen yang terkait dengan piutang Perusahaan dengan lengkap, urut
dan rapi; Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan
maupun terjaganya citra/nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
d. Keuangan memiliki tugas: Bertanggung jawab atas penyimpanan uang
kas, cek/giro dalam portepel, surat berharga maupun dokumen penting
lainnya yang disimpan di brankas Perusahaan; Bertanggung jawab atas
proses penerimaan dan pengeluaran Kas / Bank sesuai dengan prosedur
yang berlaku; Mengarsipkan semua dokumen yang terkait dengan
penerimaan maupun pengeluaran Kas / Bank dengan lengkap, urut dan
rapi; Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun
terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
e. Kepala Gudang tugasnya adalah: Menerima Barang di Gudang sesuai
Surat Jalan dari Ekspedisi dan membuat Laporan Penerimaan Barang;
Mengatur sistem penyimpanan Barang sesuai dengan sistem FIFO;
Mengeluarkan barang dari Gudang sesuai dengan sistem FEFO
berdasarkan DO yang sudah di verifikasi Manager dan di
tandatanganiApoteker PenanggungJawab dan General Manager;
Menyajikan laporan persediaan secara berkala berdasarkan kartu
persediaan yang telah diisi terlebih dahulu; Mengkoordinasikan dan
melakukan dengan segera setiap kegiatan proses penerimaan dan
pengeluaran obat; Memastikan bahwa seluruh proses penerimaan dan
pengeluaran obat dari Gudang telah sesuai dengan CDOB; Menjamin
kualitas obat yang disimpan di gudang dengan melaksanakan sistem
penyimpanan gudang yang sesuai CDOB; Mengkoordinir pelaksanaan
Stok Opname yang dilakukan setiap periode per bulan, per enam bulan
ataupun Stok Opename per tahun; Mengerjakan tugas lain yang diberikan
oleh Manager Non Komersial dan General Manager.
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin
perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan harus dirancang
dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat
dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup
untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area
penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk
memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman, serta
memiliki sistem pencegahan yang berupa sistem alarm dan kontrol akses yang
memadai.
Bangunan di PT. PPI cabang Bandung memiliki beberapa ruangan untuk
menunjang operasional dalam penyimpanan dan pendistribusian diantaranya
meliputi gudang dan office.Untuk ruang Office meliputi ruang Kepala Cabang,
ruang bagian Komersil beserta stafnya, Ruang bagian Non Komersil beserta
stafnya, ruang Apoteker. PT PPI Cabang Bandung memiliki 1 gudang tempat
dilakukan proses penerimaan, penyimpanan dan penyaluran good stock. Terdapat
beberapa peralatan yang menunjang dalam kegiatan operasional diantaranya AC
untuk menjaga suhu tetap terjaga, troli barang untuk membawa barang dengan
jumlah besar, chiller untuk menyimpan produk yang stabil pada suhu 2 - 8°C,
palet yang terbuat dari plastik untuk menyimpan barang, pest control untuk
mencegah adanya hewan pengerat, data logger untuk memantau suhu dan
kelembaban, freezer untuk produk yang stabil pada suhu -20°C, serta Rak Obat.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan bersih dan bebas dari sampah, debu dan
memiliki sirkulasi udara yang baik. Selain itu bangunan dan fasilitas telah
dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan
pengerat atau hewan lain. Pembersihan dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas
di PT. PPI Cabang Bandung dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan.
4. Operasional
Dalam aspek operasional, semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas
distribusi harus dapat memastikan identitas obat dan/atau bahan obat yang
diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
resiko produk palsu memasuki rantai distribusi resmi. Fasilitas ditribusi juga
harus memastikan bahwa obat/dan atau bahan obat hanya disalurkan kepada
pihak yang berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat. Kegiatan
distribusi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dimulai pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan penyaluran.
a. Pengadaan obat.
Pengadaan obat dilakukan dengan cara pemesanan kepada pemasok
yang terkualifikasi. Sebelum melakukan pemesanan kepada pemasok
yang terpilih, fasilitas distribusi terlebih dahulu melakukan perencanaan
pembelian. Perencanaan pembelian disusun berdasarkan perkiraan
penjualan. Perkiraan penjualan dibuat dengan mempertimbangkan
berbagai faktor seperti data tren penjualan periode sebelumnya, rencana
tender, adanya aktivitas penjualan khusus.
Berdasarkan perkiraan penjualan tersebut, fasilitas distribusi
membuat Surat Pesanan yang ditujukan kepada pemasok. Surat Pesanan
tersebut paling tidak harus mencantumkan nama dan alamat fasilitas
distribusi, tanggal, nomor surat pesanan, nama, jumlah dan satuan obat
yang dipesan, harus ditandatangani oleh Penanggung Jawab serta
distempel perusahaan.1
PBF memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
dan menerapkan prinsip CPOB. Kualifikasi pemasok bertujuan untuk
memastikan obat yang didistribusikan oleh Fasilitas Distribusi diproduksi
oleh Pemasok yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, bermutu baik dan tidak menimbulkan masalah di kemudian
hari. Kualifikasi pemasok di PT PPI terbagi menjadi 2 yaitu wewenang
Pusat dan wewenang Cabang: Wewenang Pusat (Wewenang PT PPI
Pusat adalah kualifikasi pemasok dari pabrik langsung seperti PT
Biofarma dan PT. Satoria Pharma dengan membuat MOU atau surat
perjanjian kerjasama yang ruang lingkupnya terdiri dari teknis proses
penyaluran barang, harga yang diterima oleh distributor dan target
penjualan. Divisi pengadaan PT PPI kantor Pusat harus melampirkan
surat izin edar, ISO, sertifikat CPOB, Nomor Registrasi untuk
memastikan legalitas obat dan pabrik untuk menyeleksi pemasok yang
harus sesuai dengan klasifikasi supplier obat.1); Wewenang Cabang
(Wewenang Cabang, apoteker penanggung jawab sebagai QA dicabang
bertugas melakukan seleksi suplaier terhadap prouduk-prouduk yang akan
disalurkan oleh cabang secara lokal berdasarkan perjanjian kerjasama
dengan distributor lainya dimana, PT PPI cabang Bandung ditunjuk
sebagai sub distibutor dari distributor prouduk tertentu, adapun kualifikasi
yang harus dipenuhi oleh suplaier tersebut harus sesuai deengan peraturan
yang berlaku untuk PBF.1)
Kualifikasi pelanggan bertujuan memastikan bahwa obat/atau bahan
obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk
menyerahkan obat ke masyarakat dengan bukti kualifikasi yang
terdokumentasi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelanggan
baru, yaitu: Izin dari Departemen Kesehatan dan mempunyai penanggung
jawab sesuaiketentuan; Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); Untuk sarana apotek harus
memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dan contoh surat pesanan (SP); Untuk
sarana rumah sakit harus memiliki Surat Izin Operasional; Untuk
penanggung jawab dari sarana diatas harus ada STRA, SIPA, KTP dan
spesimen tanda tangan penanggung jawab; Untuk penanggung jawab dari
toko obat harus memiliki SIKTTK.1
b. Penerimaan Obat.
Dalam proses penerimaan barang dari pusat, diperiksa dokumen
pengiriman surat jalan dari pusat, pemeriksaan surat jalan ekspedisi dan
shiplist. Pemeriksaan barang dilakukan dengan teliti dan benar sesuai
prosedur yang ditetapkan.
Pertama, periksa barang yang dikirim, bandingkan dengan dokumen
kirim. Pemeriksaan dilakukan pada jenis barang, jumlah, bets, shelf live
expired date dan kualitas kemasan produk apakah kemasannya original
dan belum pernah dibuka/rusak. Untuk produk rantai dingin Pastikan
barang diterima menggunakan kemasan standar (styrofoam/cold bag)
berpendingin. Periksa suhu barang, hindari thermometer kontak langsung
dengan ice gel/dry ice pada saat pemeriksaan suhu. Kemudian catat suhu
pada bukupenerimaan.
Apabila suhu tidak sesuai dibuatkan Berita Acara yang
ditandatangani oleh bagian pengirim dan Gudang untuk mendapatkan
keputusan dari Kantor Pusat apakah akan ditolak atau diterima. Waktu
tenggang untuk penyelesaian Berita Acara maksimal 3 hari dan dimonitor
oleh Kepala Gudang diterima dan laporkan ke APJ untuk mendapatkan
keputusan dari Kantor Pusat apakah masih layak dijual atau tidak.
Kedua, bila terdapat ke tidak sesuaian jenis barang, jumlah,
kemasan barang rusak dan shelf live expired date yang telah ditetapkan
maka dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh bagian pengiriman
dan gudang. Berita acara tersebut dikirim ke pengirim dan bagian
pemesanan untuk mendapatkan penyelesaian dan dimonitor oleh Kepala
Gudang.
Setelah pemeriksaan dilakukan maka dokumen kiriman barang
ditandatangani oleh Kepala Gudang dan diserahkan ke Administrasi
Gudang untuk diproses secara sistem selambat-lambatnya 1 x 24 jam.
Sebelum dokumen diproses secara system maka simpan produk pada area
penerimaan, pastikan tumpukan barang tidak melebihi ketentuan level
tumpukan yang diizinkan. Untuk produk rantai dingin disimpan di chiller.
Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke lokasi
penyimpanan sesuai dengan dokumen penerimaan.1
c. Penyimpanan Obat
Area dan fasilitas penyimpanan obat harus di design sedemikian
rupa sehingga menjamin kondisi penyimpanan yang baik yaitu bersih,
bebas dari banjir, bebas dari sampah, debu, unggas, serangga, hama,
kebocoran atau pecahan, mikroorganisme dan kontaminasi silang.
Pemeliharaan harus dilakukan untuk menjamin Gudang penyimpanan
obat selalu dalam kondisi yang baik. Gudang penyimpanan obat dibangun
dan dipelihara untuk melindungi obat yang disimpan dari pengaruh
perubahan suhu dan kelembaban (Suhu optimal yang harus dijaga untuk
Gudang obat antara (20-27)oC dan tingkat kelembaban yang harus dijaga
antara (60% – 80%).1
Sistem penyimpanan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia yaitu
FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan obat di gudang dilakukan
berdasarkan kelompok direktorat, prinsipal, bentuk sediaan dan juga
berdasarkan pada kondisi suhu yangsesuai untuk setiap produknya,
dengan memperhatikan kestabilan produk terhadap temperatur dan
cahaya. Penyimpanan barang disusun atau ditumpuk ke atas dengan
jumlah tumpukan yang disesuaikan dengan yang tertera pada kemasan.
Produk disusun di atas rak yang telah diberi alas atau pallet, untuk
mencegah kerusakan pada produk karena lembab akibat kontak langsung
antara produk dengan lantai dan juga untuk memudahkan pada saat
pengambilan barang dengan menggunakan alat. Penyusunan barang,
dibedakan juga berdasarkan bentuk sediaan dan kemasan yang mudah
pecah disimpan pada bagian bawah rak untuk mengurangi resiko terjatuh
pada saat pengambilan produk sedangkan obat yang dalam kemasan box
seperti tablet disimpan pada bagian atas. Dalam penyimpanan barang
sesuai dengan sifat stabilitas obatnya. Ruangan penyimpanan obat dibagi
menjadi beberapa klasifikasi, yaitu Suhu Kamar (Ambient room), Suhu
Kamar Terkendali (Cool room), Cold Room, dan Freezer.
Ruangan suhu kamar merupakan ruangan yang digunakan untuk
penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 25°C-30°C.
Cool room merupakan ruangan yang digunakan untuk penyimpanan
produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 15°C - 25°C. Produk
disimpan pada ruang yang menggunakan AC dan harus disimpan di atas
pallet.Seperti produk injeksi, produk antibiotik, produk yang bersalut
gula, produk yang berbentuk ointment atau kirm dengan kemasan tube.
Terdapat dalam lemari chiller yaitu ruangan yang digunakan untuk
penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 2°C-8°C.Di
dalam chiller terdapat thermostat yang berfungsi untuk mengatur suhu
chiller (2°C-8°C) seperti vaksin. Suhu freezer (-15°C) – (-25°C). Contoh
Obat yang yang disimpan yaitu vaksin polio.
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri dilakukan secara berkala, yang bertujuan untuk melihat
kesesuaian dan ketidak sesuaian secara teratur tentang keadaan dan
kelengkapan fasilitas PBF dalam memenuhi persyaratan CDOB.Program
inspeksi diri dirancang untuk memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap
pemenuhan CDOB, serta untuk menetapkan tindakan perbaikannya.Semua
pelaksanaan inspeksi diri dicatat untuk dibuat laporan yang berisi semua
pengamatan yang dilakukan selama inspeksi.
Pelaksanan Inspeksi diri mencakup karyawan, bangunan dan fasilitas,
peralatan, serta dokumentasi dan administrasi.Jika dalam pengamatan
ditemukan adanya penyimpangan dan kekurangan, maka penyebabnya
tersebut diidentifikasi dan dibuat Corrective Action Preventive Action
(CAPA).CAPA kemudian didokumentasikan dan ditindak lanjuti sebagai
bentuk evaluasi. Kegiatan inspeksi diri dapat dilakukan secara internal atau
eksternal oleh pihak terkait (BPOM, Dinas Kesehatan, PBF Pusat).Umumnya
inspeksi diri internal dilakukan tiap 6 bulan.1
Penanganan Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan
Penarikan Kembali
Dalam hal ini, Apoteker berperan dalam penanganan obat/bahan obat yang
diduga palsu.Jika menemukan obat yang diduga palsu segera melaporkan kepada
instansi yang berwenang, industri farmasi, dan pemegang izin edar dengan tujuan
memastikan obat palsu tidak beredar dipasaran.1
Penanganan keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan
penarikan kembali, penanganannya diatur sesuai dengan SOP, yaitu:
a. Penanganan Keluhan
Keluhan pelanggan terhadap produk disampaikan melalui Customer
Service, Salesman atau Medical Sales Representative.Kemudian Customer
Service akan mencatat dan input keluhan tersebut. Proses penanganan
keluhan meliputi penerimaan, analisa dan tindakan perbaikan sampai
dengan konfirmasi kembali ke pelanggan. Keluhan akan dianalisa oleh
manager Komersil dan Apoteker Penanggung Jawab. Apoteker Penanggung
Jawab membuat laporan dan tindakan koreksi serta konfirmasi kepada
pelanggan paling lambat 3 x 24 jam.Agar tidak terjadi kembali keluhan dari
pelanggan dilakuan tindakan preventif yang dikoordinasikan oleh Manager
Komersial kepada Tim nya minimal 1 (satu) minggu sekali.1
b. Obat Kembalian
Obat-obat yang dikembalikan dikalsifikasikan menjadi obat salah
pesan/salah kirim, obat rusak (terlihat secara fisik), obat kadaluarsa, dan
obat Recall.Petugas gudang berkewajiban memeriksa dokumen
pengembalian barang apakah alamat sesuai dengan dokumen pembelian
(faktur).Kemudian periksa barang yang dikirim dan bandingkan dengan
dokumen retur barang.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi jenis
barang, jumlah, bets, tanggal kadaluarsa, kualitas kemasan produk.Jika
terdapat ketidak sesuaian, dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani
petugas pengirim dan gudang untuk kemudian dikirim ke pelanggan
dengan waktu tenggang penyelesaian maksimal 3 hari.1
c. Produk yang Diduga Palsu
Untuk produk yang diduga palsu dapat terjadi akibat dari temuan
BPOM atau keluhan masyarakat. Untuk produk yang di duga palsu akan
mengalami recall. Produk yang diduga palsu ditarik atas instruksi dari
BPOM/Mandatory yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh principal.
Principal membuat penarikan produk diduga palsu kepada PBF pusat.
selanjutnya PBF pusat membuat surat perintah penarikan produk diduga
palsu kepada PBF cabang untuk ditarik.1
d. Penarikan Kembali
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan
produsen, intruksi instansi pemerintahan yang berwenang seperti Badan
POM atau karena adanya keluhan pelanggan. Semua produk yang ditarik
kemudian ditempatkan secara terpisah di ruang karantina yang aman dan
terkunci serta diberi label dengan jelas. Ditempatkan di ruang karantina
karena produk hasil recall tersebut belum jelas statusnya apakah good
stock atau bad stock. Kemudiam produk akan diambil oleh prinsipal atau
Badan POM untuk dilakukan pengujian. Dibuat laporan penarikandan di
kirim ke Badan POM. Jika setelah pengujian hasilnya produk tersebut
masih bagus maka akan masuk ke good stock namun jika barang
rusak/terdapat masalah akan dimusnahkan di pusat dan di buat berita
acara pemusnahan.
6. Transportasi
Aspek transportasi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang
Bandung telah memenuhi CDOB. Dengan memiliki kendaraan dan personil
yang telah dilengkapi peralatan keamanan yang memadai untuk mencegah
pencurian. Kendaraan dan peralatan dirawat dan dijaga kebersihannya.
Identitas obat yang dikirimkan juga jelas sehingga tidak terjadi salah kirim.
Penanganan distribusi obat CCP disediakan transportasi khusus yang
memiliki AC. Untuk produk CCP yang akan didistribusikan diletakan didalam
coolbox disertai ice pack dan dikontrol suhunya, menggunakan thermometer
min-max untuk pengiriman dan ada from suhu. Sebelum mengantarkan
barang/kegiatan dilakukan checking kondisi tranportasi distribusi. Sedangkan
untuk produk ethical ada kendaraan yang memakai pendingin biasanya pada
suhu 25-30°C (ruang ambient), serta ada control suhu yang terletak di depan
dan diatur oleh driver.
Apoteker disini juga berperan dalam mengontrol kondisi produk dalam
pengiriman telah disesuaikan dengan kondisi penyimpanannya dan
memastikan distribusi produk yang sesuai dengan mutu yang telah
dilaksanakan secara CDOB pada pelanggan yang tepat.
7. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,
khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat. Kontrak yang dimiliki oleh PT
PPI Cabang Bandung adalah kontrak antar fasilitas distribusi, karena PT PPI
Cabang Bandung adalah sub distributor dimana pengadaan barang didapatkan
dari distributor lain. Kontrak tersebut diantaranya seperti pengadaan obat dari
PBF Tri Sapta Jaya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi
kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan
persyaratan CDOB.
8. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan
dan untuk memudahkan penulusuran. Dokumentasi meliputi
pengadaan,penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pelaporan oleh PT. PPI
Cabang Bandung selama menjalankan kegiatan dilakukan secara rutin dan
berkala kepada pihak yang berwenang. Pelaporan merupakan salah satu
bagian dari peranan apoteker dalam fasilitas distribusi sediaan farmasi. Secara
umum peranan apoteker dalam pelaporan adalah melaporkan berbagai
kegiatan yang terjadi berkaitan dengan obat/sediaan farmasi yang dikelolanya
oleh PBF tersebut. Dokumentasi disimpan selama 3 tahun setelah 3 (tiga)
tahun dokumentasi baru dapat dimusnahkan.
Untuk pelaporan Nartkotika dan psikotropika dan prekursor tidak
dilakukan karena di PT. PPI tidak menyalurkan Narkotika, Psikotropika dan
prekursor, begitu juga dengan pelaporan 50 zat aktif tidak dilakukan. PT. PPI
hanya melakukan pelaporan e-report yang dilakukan setiap 3 bulan.

Anda mungkin juga menyukai