Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Apoteker (apt)
Program Studi Profesi Apoteker
Disusun Oleh :
Disusun oleh :
Disetujui oleh
:
Pembimbing Preceptor PKPA,
Fakultas,
Universitas 17 Agustus 1945
PBF PT. Bahtera Sentra Niagatama
Jakarta
ii
KATA PENGANTAR
iii
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi, Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta yang turut membantu dalam pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
9. Semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker
bidang PBF.
Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas bantuannya
dalam penulisan laporan PKPA ini, semoga mendapatkan pahala yang
sebesar-besarnya. Akhir kata penulis mohon maaf dengan ketulusan hati
seandainya dalam penulisan laporan ini terdapat kekhilafan. Harapan
penulis semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada
umumnya serta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan pada
khususnya, Amin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
4.1 Kesimpulan............................................................................................40
v
4.2 Saran......................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
LAMPIRAN..........................................................................................................42
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
DAFTAR SINGKATAN
DO : Delivery Order
PO : Purchase Order
RS : Rumah Sakit
SP : Surat Pesanan
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
PBF diharapkan mampu melaksanakan proses pembelian hingga penyaluran
sediaan farmasi sesuai dengan cara distribusi obat yang baik (CDOB) dan
ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk sediaan farmasi yang
baik/bermutu tinggi. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB) berlaku untuk aspek pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan baku obat dalam
rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau
bahan obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan
obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses
distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus
menerapkan prinsip kehati- hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip
CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur
dan identifikasi risiko untuk memastikan mutu dan keamanan obat serta
mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang
bertanggung jawab dalam penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas
di bidang pelayanan kefarmasian. Untuk menghasilkan apoteker yang
profesional maka dibutuhkan kemitraan dengan Pedagang Besar Farmasi.
Kemitraan dimulai saat menjalani praktik kerja profesi Apoteker (PKPA),
sehingga pengalaman belajar praktik kefarmasian ini selanjutnya dapat
membekali calon apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian di PBF.
Untuk menghasilkan apoteker yang profesional khususnya dalam bidang
pelayanan kefarmasian di PBF, maka Universitas 17 Agustus 1945
bekerjasama dengan PT. Bahtera Sentra Niagatama.
PT. Bahtera Sentra Niagatama salah satu pedagang besar farmasi di
kota Jakarta yang dimiliki oleh Arifin Gouw dengan surat izin PBF
bersertifikat distribusi pada nomor HK.02.06.PBFBO/V/470/2015 yang
diterbitkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
pada tahun 2015 yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran
bahan baku obat. PT. Bahtera Sentra Niagatama memiliki seorang
Apoteker
2
Penanggung jawab PBF yang bertugas untuk bertanggung jawab atas semua
kegiatan operasional perusahaan yang menyangkut pemesanan hingga
penyaluran barang dalam hal ini bahan baku obat. PT. Bahtera Sentra
Niagatama resmi beroperasi pada tahun 2015 dan mendapatkan izin PBF
dengan menerima sertifikat yang didapat pada tahun 2015 yaitu Cara
Distribusi Obat Yang Baik (CDOB) dengan nomor sertifikat
A59000971/CDOB/3/XI/18.
Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa yang merupakan calon
apoteker dapat menerapkan materi yang didapatkan di kampus dengan
kegiatan yang dilakukan di PT. Bahtera Sentra Niagatama sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selian itu, dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman kerja agar nantinya dapat diterapkan secara
nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker khususnya dalam
dunia Pedagang Besar Farmasi (PBF).
3
1.3 Manfaat PKPA di PBF PT. Bahtera Sentra Niagatama
1. Mampu memahami organisasi struktural PBF
2. Mampu memahami aspek-aspek CDOB
3. Mampu memahami prinsip dasar seleksi obat dan estimasi kebutuhan obat
(perencanaan)
4. Mampu memahami monitoring dan pengawasan penyimpanan
5. Mampu memahami analisa dan verifikasi pemesanan oleh pelanggan
6. Mampu memahami pengelolaan obat rusak, kadaluwarsa, dam
pemusnahan obat
7. Memahami penanganan obat kembalian dan obat yang ditarik
8. Memahami tata Kelola administrasi dan pelaporan
4
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Pedagang Besar Farmasi
2.1.1 Distribusi dan Distributor
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Distribusi adalah
pembagian atau pengiriman barang-barang kepada orang banyak atau ke
beberapa tempat. Menurut M. Manullang, distribusi dapat diartikan
sebagai proses pemindahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Selain itu, ilmuwan ekonomi konvensional Philip Kotler mendefinisikan
distribusi adalah himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil
alih hak, atau membantu dalam mengalihkan hak atas barang atau jasa
tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Secara garis besar, dapat
disimpulkan bahwa distribusi merupakan kegiatan pemasaran dengan
tujuan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen ke
konsumen, sehingga dapat digunakan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Sedangkan yang dimaksud dengan distributor menurut Sofjan
Assauri dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran adalah
orang atau lembaga yang melakukan kegiatan distribusi atau disebut juga
pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari
tangan pertama (produsen) secara langsung. Dalam melakukan kegiatan
pemasaran dan penjualan barang, distributor melakukan pembelian barang
ke produsen. Dengan adanya jual beli tersebut kepemilikan barang
berpindah kepada pihak distributor. Kemudian barang yang telah menjadi
miliknya tersebut dijual kembali kepada konsumen. Menurut Vasu &
Mavinder Kaur, distributor adalah pedagang yang membeli barang dari
industri atau manufacturer (biasa disebut sebagai prinsipal atau produsen)
untuk dijual kembali oleh distributor tersebut atas nama dirinya sendiri.
Di bidang farmasi, yang dimaksud dengan distributor menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 adalah Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan Farmasi yang merupakan sarana untuk
mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang
Besar
5
Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1148 Tahun 2011 dijelaskan bahwa distribusi sediaan
farmasi dari industry farmasi sebelum sampai ke tempat pelayanan
kefarmasian harus melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pedagang besar
farmasi merupakan penyalur sediaan farmasi pasca produksi dan siap
didistribusikan ke fasilitas kesehatan seperti apotek atau instalasi farmasi.
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.1.2 Jenis-jenis Distributor Farmasi
Secara umum, distributor dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis, antara lain :
- Whole saler (whole distributor)
Whole saler disebut juga dengan pedagang besar. Whole saler
membeli barang dalam jumlah besar dan menyalurkannya kepada
retailer. Whole saler memegang peran yang sangat penting dalam
bidang eceran (retail), karena whole saler yang menyalurkan produk
perusahaan ke retail.
- Sole Distributor
Sole distributor merupakan distributor yang ditunjuk sebagai agen
tunggal untuk mendistribusikan produknya. Sole distribution biasanya
dilakukan dengan pertimbangan untuk membatasi kewajiban
perusahaan, misalnya dalam kasus adanya klaim. Selain itu sole
distribution digunakan karena pertimbangan jaringan yang dimiliki
oleh sole distribution cukup luas. Namun demikian, penggunaan sole
distribution ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain distributor
tunggal sering menyatukan distribusi produk perusahaan dengan merek
produk-produk perusahaan lain. Sering pula sole distribution ini hanya
berhubungan dengan whole saler besar dan tidak bersedia berhubungan
dengan whole saler yang kecil sehingga distribusi produk tidak merata.
6
- Sub Distributor
Sub distributor merupakan distributor independen yang ditunjuk
oleh perusahaan untuk mengelola distribusi di salah satu wilayah
tertentu. Keuntungan dari penggunaan sub distributor ini adalah
penyebaran produknya yang luas. Ini terjadi karena perusahaan
biasanya banyak menggunakan sub distributor. Selain itu para sub
distributor sangat mengenal betul wilayah kerjanya dan sudah
mempunyai jaringan yang kuat. Sedangkan kelemahannya adalah
biasanya sub distributor bekerja secara konvensional sehingga kurang
mampu menterjemahkan kebijakan pemasaran perusahaan. Sistem ini
banyak digunakan di Indonesia. Menurut jenis produknya, distributor
farmasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain :
Distributor Obat
Perusahaan berbentuk badan hukum berupa perseroan
terbatas atau koperasi yang memiliki sertifikat untuk pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penyerahan obat jadi. Obat jadi yang
dimaksud adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat
prekusor, obat psikotropika, obat narkotika, obat herbal, cream dan
salep serta obat injeksi.
Distributor Bahan Baku Obat
Perusahaan berbentuk badan hukum berupa perseroan
terbatas atau koperasi yang memiliki sertifikat untuk pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penyerahan bahan baku obat. Bahan
baku yang dimaksud adalah zat aktif obat, zat tambahan obat serta
dapat berupa kemasan obat.
Distributor Alat Kesehatan
Perusahaan berbentuk badan hukum berupa perseroan
terbatas atau koperasi yang memiliki sertifikat untuk pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro.
7
Selain itu, Menurut Dora Kusumastuti, Pedagang Besar Farmasi (PBF)
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
- PBF Lokal
PBF lokal biasanya hanya meliput satu daerah tertentu saja.
Dengan demikian, apotek yang berada di luar daerah tersebut tidak
akan terliput oleh PBF tersebut. Alasan adanya PBF lokal ini
sebenarnya dikarenakan daya jangkau PBF utama tidak mencukupi
daerah tersebut untuk diliputnya. Untuk membentuk perpanjangan
tangan, agar produk tetap terdistribusi merata, maka PBF utama akan
menggandeng beberapa PBF lokal tersebut. PBF lokal ini memiliki
kerjasama dengan PBF utama dan biasanya tidak berhubungan kontrak
langsung. Keberadaan stok dan aneka program promo yang dijalankan
biasanya akan dikontrol oleh PBF utama.
- PBF Nasional
PBF Nasional meliputi daerah yang luas ke seluruh penjuru tanah
air dan adanya perwakilan kantor cabang di tiap area menjadikan suatu
Farmasi Nasional, PBF tersebut bersifat nasional. Biasanya industri
yang bonafid akan mempercayakan produknya ke PBF semacam ini.
Industri juga berharap bahwa berbagai item produknya akan
terdistribusi merata ke seluruh pelosok nusantara. Dengan demikian
industri tersebut akan mengukuhkan posisinya dalam memperebutkan
market share yang ada.
Keuntungan bagi apotek dalam berhubungan dengan PBF utama
adalah adanya jaminan ketersediaan produk dan kemudahan proses
return (pengembalian) produk. Selain itu, kepastian produk tersebut
adalah produk asli tentu tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena
memang supply produk PBF utama berasal dari gudang industri secara
langsung. Disisi lain, industri biasanya dalam membuat program
promo akan bekerjasama dengan PBF utama, sehingga bagi apotek
yang loyal akan mendapatkan beragam program promo.
8
2.1.3 Tugas/Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun 2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi memiliki
beberapa tugas dan fungsi, tugas PBF antara lain sebagai berikut:
Tempat menyediakan dan menyimpan alat kesehatan dan sediaan
farmasi seperti bahan obat, obat, obat tradisional, suplemen dan
kosmetik.
Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi kepada
fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi: Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), Puskesmas, Klinik dan toko obat berizin serta
kepada PBF atau PBF cabang lain.
Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung
jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Toko obat berizin hanya
dapat menyalurkan obat-obatan golongan obat bebas dan obat
bebas terbatas. Sedangkan Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS), Klinik, Puskesmas, Instalasi Pemerintah dan PBF lain
dapat menyalurkan obat-obatan berupa obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
Sedangkan untuk fungsi PBF, antara lain :
Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri farmasi.
Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke
seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah
pelayanan kesehatan.
Membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
2.1.4 Aspek Hukum Tentang PBF
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
9
2. Permenkes No. 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang
Pedagang Besar Farmasi
3. Permenkes No. 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044).
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607).
2.1.5 Izin Usaha dan Sertifikat Distribusi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26 Tahun 2018, Izin
Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama
menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pelaku
usaha melakukan pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan
sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan
memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.
Sedangkan sertifikat Distribusi Farmasi adalah dokumen izin yang
diberikan kepada PBF untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sertifikat Distribusi Farmasi
diajukan oleh PBF. Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Distribusi
Farmasi yaitu memiliki secara tetap apoteker berkewarganegaraan
Indonesia sebagai penanggung jawab.
10
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26 Tahun 2018,
terdapat persyaratan umum dan persyaratan khusus usaha PBF untuk
mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi yang diterbitkan oleh
Kementrian Kesehatan. Persyaratan umum antara lain :
Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
Data apoteker penanggung jawab yang meliputi: STRA, ijazah, surat
pernyataan bekerja penuh waktu, perjanjian kerja sama yang disahkan
oleh notaris, dan KTP;
Data lokasi usaha yang meliputi: lokasi kantor dan gudang PBF; dan
Bukti Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Persyaratan khusus antara lain, sebagai berikut :
Memiliki bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat.
Memiliki prosedur pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
Memiliki prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.
Memiliki prosedur pengelolaan lingkungan sesuai dengan dokumen
Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
Menerapkan standar CDOB dalam kegiatan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat.
Apoteker penanggung jawab telah memiliki SIPA sebagai persetujuan
kewenangan praktik pada sarana PBF tersebut.
Memiliki Izin Khusus Penyaluran Narkotika bagi PBF yang
melakukan penyaluran Narkotika sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Memiliki Izin Khusus Importir/Eksportir Narkotika bagi PBF yang
melakukan impor/ekspor narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal PBF Pusat dan/atau PBF Cabang
menyalurkan produk Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan/atau
Kosmetika, PBF Pusat dan/atau PBF Cabang harus menerapkan
standar
11
usaha Pedagang Besar Obat Tradisional (sesuai KBLI 46442) dan/atau
Pedagang Besar Kosmetika (sesuai KBLI 46443).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun 2011,
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal. Izin PBF
berlaku
5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan yang telah
dijelaskan pada Peraturan Menteri Kesehatan No.34 Tahun 2014 sebagai
berikut:
Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab;
Komisaris atau dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua)
tahun terakhir;
Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
Selain memenuhi persyaratan diatas, PBF yang akan menyalurkan
bahan obat juga harus memenuhi persyaratan berikut, antara lain:
Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian
bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
Direktur Jenderal; dan
Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang
terpisah dari ruangan lain.
12
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
berikut:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
2. Susunan direksi/pengurus;
3. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang- undangan di bidang
farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
4. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
6. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
7. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
8. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
9. Peta lokasi dan denah bangunan
10. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
dan foto copy Surat Tanda Registrasi Apoteker Penanggung Jawab.
Masa berlaku menurut Permenkes N0. 1148 Tahun 2011, pasal 11
menyatakan bahwa izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila :
Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
Izin PBF dicabut.
2.1.6 Penyelenggaraan PBF
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF tercantum bahwa PBF hanya dapat
mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya
dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama
PBF. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah
memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Namun, Apoteker penanggung
jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF.
Setiap
13
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib
melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF yang telah
menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan POM.
Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus
dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
2.1.7 Pengadaan
Menurut Peraturan BPOM No.06 Tahun 2009, Pengadaan adalah
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan atau
disetujui. Pengadaan pada PBF dapat di order dengan memberikan SP (surat
pesanan) ke industri farmasi atau ke PBF industri farmasi tersebut. Selain
dapat mengorder dari industri, PBF juga mampu mengimport obat, alat
kesehatan dan bahan obat dari negara lain. Untuk mengimport obat PBF harus
memiliki laporan, sebagai berikut:
1. Laporan pemasukan dan distribusi bahan aktif obat;
2. Laporan pemasukan dan distribusi obat;dan
3. Laporan realisasi ekspor dan impor obat dan bahan obat.
Laporan realisasi impor obat dan bahan obat harus menggunakan data
dalam penerbitan pemberitahuan impor barang pada sistem Indonesia
National Single Window yang terintegrasi dengan laman resmi pelayanan SKI
Border Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2.1.8 Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan adalah proses penerimaan obat, alat kesehatan atau
bahan obat dari industri atau PBF industri. Proses penerimaan obat harus
melihat kecocokan SP terhadap faktur serta jumlah fisik, Pada kegiatan
penerimaan obat harus menjamin jumlah, mutu, waktu penyerahan,
14
spesifikasi, kesesuaian jenis dan harga yang tertera pada pesanan. Pada
PBF alur penerimaan dan penyaluran harus berbeda jalur (one way).
Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan RI No.3 Tahun 2015,
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat dan perbekalan kesehatan. Penyimpanan harus
didasarkan abjad obat, jenis sediaan, jenis obat (psikotropik, narkotik dan
prekursor) serta ketentuan suhu penyimpanan. Obat psikotropika harus
berada di lemari khusus, dalam ruangan terkunci. Dan untuk obat
prekursor farmasi dan OOT ditempatkan pada ruangan khusus yang
terkunci dan kuncinya wajib disimpan oleh APJ. Suhu ruangan
penyimpanan harus dicek tiga kali sehari untuk menjaga kualitas mutu
obat.
2.1.9 Penyaluran
Penyaluran adalah kegiatan pengantaran obat, alat kesehatan atau
bahan obat ke retailer sesuai dengan SP. Surat pesanan yang masuk harus
dilihat kecocokan dengan obat yang dipesan serta kejelasan data dari
apoteker pemesan (izin SIA dan SIPA). Kecocokan obat yang dimaksud
adalah obat bebas, bebas terbatas dan obat keras dapat memakai surat
pesanan biasa, sedangkan untuk prekursor, psikotropika dan OOT harus
menggunakan surat pesanan sesuai jenisnya. Untuk surat pesanan PPO
hanya dapat mencantumkan lima item obat berserta jumlah nya.
2.1.10 Penanganan Produk Kembali (Retur)
Produk kembali atau yang sering dikenal dengan retur adalah
proses pengembalian barang dari retailer ke PBF. Barang yang diretur
harus disimpan terlebih dahulu di lemari karantina untuk dicek kembali
apakah obat, alkes dan bahan obat dapat di distribusikan kembali ke
retailer. Obat yang sudah tidak dapat di distribusikan kembali maka
disimpan pada gudang penyimpanan khusus contohnya gudang barang
expired atau barang rusak.
2.1.11 Penarikan Kembali (Recall)
15
Penarikan Kembali atau yang dikenal dengan recall adalah sebuah
kegiatan penarikan kembali produk obat yang telah beredar di pasaran
akibat ditemukannya penyimpangan sehingga produk obat tersebut ditarik
untuk mencegah resiko yang dapat membahayakan kesehatan pasien.
Barang yang ditarik kembali kemudian disimpan pada lemari karantina
untuk menunggu kepastian lebih lanjut dari pihak industri yang
memproduksi.
2.1.12 Pemusnahan Produk
Menurut Peraturan BPOM RI No. 14 Tahun 2022, Pemusnahan
produk adalah suatu tindakan penarikan dan pemusnahan terhadap obat,
kemasan, dan/atau label yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Menurut peraturan BPOM RI No 14 Tahun 2019,
Pemusnahan produk pada PBF harus dilakukan oleh apoteker dengan saksi
Balai BPOM kota dan Dinas Kesehatan Provinsi serta membuat berita
acara pemusnahan. Selain itu pemusnahan produk yang telah tidak layak
dipakai dapat menggunakan pihak ketiga atau vendor. Vendor adalah
perusahaan atau orang yang menawarkan jasa pemusnahan produk sesuai
dengan ketentuan perundang- undangan dan peraturan yang berlaku.
2.1.13 Pelaporan
Menurut Peraturan BPOM RI No. 2 Tahun 2022, Pelaporan obat
dan bahan aktif obat dari PBF ke BPOM wajib disampaikan secara berkala
setiap 3 bulan sekali dengan waktu paling lambat 25 Januari, 25 April, 25
Juli dan 25 Oktober. Sedangkan untuk obat dan bahan aktif obat yang
berisi OOT, psikotropika dan prekursor wajib dilapor setiap bulan sebelum
tanggal 10 ke Kepala Badan POM.
16
distribusi atau penyaluran obat dan bahan obat yang bertujuan memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan
tujuan penggunaannya. PBF, PBF Cabang, dan Instalasi Sediaan Farmasi
dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Obat
dan Bahan Obat wajib menerapkan pedoman teknis CDOB. Pedoman
teknis meliputi beberapa aspek, antara lain :
a. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu
yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen
risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas
distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat
dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan
jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses
distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip
manajemen risiko mutu.
Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari
penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan
kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen manajemen puncak. Manajemen Mutu meliputi Sistem
Mutu, Pengelolaan Kegiatan Berdasarkan Kontrak, Kajian dan
Pemantauan Manajemen, serta Manajemen Risiko Mutu.
b. Organisasi, Manajemen, dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang
baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat
bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada
personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua
tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung
jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus
menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai
17
dengan tanggung jawabnya. Organisasi, Manajemen dan Personalia
meliputi: Organisasi dan Manajemen, Penanggung Jawab, Personil
lainnya, Pelatihan, dan Higiene.
c. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan
yang memenuhi persyaratan untuk menjamin perlindungan dan
distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan seperti harus
memiliki alur pintu masuk dan pintu keluar yang berbeda
sedangkan untuk Peralatan meliputi: Suhu dan Pengendalian
Lingkungan, Peralatan, Sistem Komputer, dan Kualifikasi dan
Validasi.
d. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi
harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat
tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi
yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus
menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk
memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima
berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk
meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki
rantai distribusi resmi. Operasional meliputi : Kualifikasi Pemasok,
Kualifikasi Pelanggan, Penerimaan Penyimpanan, Pemisahan Obat
dan/atau Bahan Obat, Pemusnahan Obat dan/atau Bahan Obat,
Pengambilan, Pengemasan, Pengiriman, Ekspor dan Impor.
e. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau
pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk
bahan tindak lanjut Langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi Diri harus dilakukan dalam jangka waktu yang ditetapkan
dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, serta dilakukan dengan cara yang
18
independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk
oleh perusahaan.
f. Keluhan, Obat Dan/Atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu
Dan Penarikan Kembali
Penanganan obat dan/atau bahan obat kembalian dimulai
dari proses penerimaan dari pelanggan sampai dengan serah terima
barang ke gudang pusat termasuk barang recall. Obat kembalian
ada beberapa jenis: salah pesan, salah kirim (dikembalikan saat
pengiriman), rusak, Iexpired date dan recall (ditarik dari
peredaran). Untuk produk kembalian karena salah kirim/pesan
agar dilakukan pemeriksaan oleh Apoteker sesuai ketentuan dan
diberikan persetujuan untuk layak dijual kembali. Produk
rusak/Expire date sesuai ketentuan dari industri farmasi bisa
dikirim
kembali ke industri farmasi atau dilakukan pemusnahan.
Penanganan produk palsu atau diduga palsu adalah
tanggung jawab pimpinan dan apoteker penanggung jawab.
Atas produk palsu yang ditemukan atau ditarik tersebut,
segera koordinasikan kepada Principal terkait cara
pengembaliannya. Penarikan (Recall) adalah penarikan obat
dan/atau bahan obat atas instruksi dari Principal. Principal
memberikan perintah penarikan berdasarkan inisiatif sendiri atau
atas perintah dari BPOM. Tanggung jawab:
a. Penanggung jawab/kepala bagian pemastian mutu
bertanggung jawab menyiapkan, mengkaji serta
mengkoordinasikan pelaksanaan penarikan kembali obat
dan/atau bahan obat
b. Kepala bagian pemasaran bertanggung jawab untuk
melakukan pembekuan dan penarikan kembali obat
dan/atau bahan obat
19
c. Kepala bagian gudang bertanggung jawab untuk menerima,
memisahkan produk yang ditarik dari pasar ke tempat yang
sudah ditentukan dan rekonsiliasi hasil penarikan produk.
g. Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi
penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode
transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi
melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Metode
transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama
transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis
risiko harus digunakan ketika merancanakan rute transportasi.
h. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak disebutkan terkait
dengan kontrak pemanfaatan fasilitas penyimpanan berupa
gudang/ruang di fasilitas distribusi dengan persyaratan tertentu.
Dalam dokumen kontrak perlu perhatian khusus terkait dengan
pengaturan terhadap wewenang dan tanggung jawab pada
penyimpanan dan pendistribusian produk, serta diperlukan adanya
addendum terhadap sertifikat CDOB masing-masing pihak.
i. Dokumentasi
Terdapat 5 jenis dokumentasi pada PBF menurut BPOM no.
6 tahun 2020, seperti :
1. Dokumen pengadaan: surat pesanan, faktur atau surat jalan dari
pemasok harus disatukan.
2. Dokumen penyimpanan: kartu stok
3. Dokumen penyaluran: surat pesanan dari pelanggan, faktur atau
surat jalan/surat penyerahan barang harus disatukan.
4. Dikecualikan bagi fasilitas distribusi yang memiliki sistem
komputerisasi yang terintegrasi antara pusat dan cabang.
20
5. Dokumen pembayaran jika diperlukan :
a. Format surat pesanan
b. Format faktur penjualan
c. Surat jalan/ surat penyerahan barang
d. Format kartu stok
Untuk membuktikan penerapan pedoman teknis CDOB,
PBF, dan PBF Cabang wajib memiliki Sertifikat CDOB yang
diterbitkan oleh Kepala Badan POM. Setiap PBF, PBF Cabang,
Instalasi Sediaan Farmasi, dan Industri Farmasi yang tidak
menerapkan CDOB dalam penyelenggaraannya akan dikenai
sanksi administratif sebagai berikut:
Peringatan tertulis
Penghentian sementara kegiatan; dan
Pencabutan sertifikat CDOB
21
- Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
- Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
- Pembelajaran Seumur Hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD), seminar dan workshop.
- Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan
Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.
Adapun tugas apoteker menurut peraturan BPOM RI No. 6 Th.
2020 antara lain :
Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu;
Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi
kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi;
Menyusun dan menyetujui program pelatihan dasar dan
pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang
terkait dalam kegiatan distribusi;
Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap
kegiatan penarikan obat dan bahan obat;
Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
22
Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan;
Meluluskan obat dan bahan obat kembalian untuk
dikembalikan ke dalam stok obat dan bahan obat yang
memenuhi syarat jual;
Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung
jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi
dan transportasi obat dan bahan obat;
Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai
program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi
berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka
waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan
setiap pendelegasian yang dilakukan;
Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk
mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat
kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu;
Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan
untuk obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan
perundang- undangan.
23
BAB III
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambar Umum PBF
PT. Bahtera Sentra Niagatama didirikan pada tahun 2015 dengan
tanggal izin PBF pada tanggal 13 November 2015. PT. Bhatera Sentra
Niagatama adalah distributor bahan baku obat dan bahan tambahan
makanan. PT. Bahtera Sentra Niagatama di dirikan oleh Bapak Gouw Inda
Arifin dengan Apoteker Penanggung Jawab Ibu apt. Mariana Octaviana. PT
Bahtera Sentra Niagatama sudah terdaftar di kementerian Investasi dan
Badan Koordinasi Penanaman modal dengan nomor izin
81202181719230001 yang beralamat di Grand Orchard Square D 16, Jl
Kelapa Hybrida, Kel. Sukapura, Kec. Cilincing, Kota Jakarta Utara,
Provinsi DKI Jakarta.
Adapun Visi dan Misi PBF PT. Bahtera Sentra Niagatama yaitu
: Visi :
Misi :
24
3.3 Struktur Organisasi
25
Gudang bahan baku obat. Pemantauan dilakukan pada saat kondisi actual
dimana Gudang tersebut berisi bahan baku obat yang siap di distribusikan
ke kostumer atau pelanggan, kemudian untuk aktifitas buka-tutup pintu,
perpindahan bahan baku dan kegiatan lainnya berjalan seperti biasa. Adapun
penempatan thermohygrometer di dinding tengah belakang, di dinding
mendekati pintu, di dinding tengah disebelah kanan.
26
terjaga sehingga kepuasan pelanggan dapat tercapai, serta untuk mencapai
kinerja yang lebih efektif dan efisien. PT. Bahtera Sentra Niagatama
memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat berdasarkan
CDOB dengan tujuan sebagai prosedur yang mengatur suatutindakan yang
akan dilakukan, ruang lingkup, untuk mengetahui proses atau alur,
singkatan- singkatan untuk mempermudah persepsi, juga dokumentasi SOP.
27
yang jelas sehingga tiap karyawan dapat memenuhi kualifikasi sesuai
dengan CDOB.
3. Bangunan Dan Peralatan
28
gudang sesuai dengan SOP yang telah tersedia.
30
Sedangkan dalam memilih supplier interlokal, supplier tersebut harus
memiliki izin pabrik, akun bank yang diakui, nomor kontak yang jelas,
dokumen (CoA dan MSDS) yang lengkap, sertifikat GMP yang
dikeluarkan oleh pemerintah setempat, dan kesamaan alamat CoA
dengan sertifikat GMP.
Pada saat bahan baku obat yang diimpor telah tiba, PPJK
(Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan) akan memberikan BC11
melalui email kepada PT. Bahtera Sentra Niagatama. BC11 berisi
informasi lokasi bahan baku obat dengan memuat nomor pos
penyimpanan bahan baku obat tersebut. Barang impor yang telah
tiba akan dilakukan proses stripping oleh Bea Cukai. Setelah proses
tersebut selesai, PPJK memberikan informasi kepada PT. Bahtera
Sentra Niagatama. Kemudian PT. Bahtera Sentra Niagatama
melakukan pengurusan PIB (Pemberitahuan Impor Barang). PIB
merupakan aplikasi yang digunakan untuk komunikasi dengan Bea
Cukai mengenaikeperluan pengeluaran barang impor. Untuk mengisi
31
PIB, memerlukan invoice, Purchasing Order, Packling List, CoA ,
Bill of Lading, Surat Keterangan Impor/SuratRekomendasi, form e
atau form A1, dan BC11. Pada aplikasi PIB, nomor pengajuan akan
terisi secara otomatis. Selanjutnya dilakukan pemilihan kantor
kepabeanan sesuai Bill of Lading dari supplier dan PPJK, nama
pengirim (supplier), alamat dan kode negara pengirim. Bill of Lading
memuat informasi nama sarana pengangkut, nomor sarana
pengangkut, bendera sarana pengangkut, pelabuhan muat dan
pelabuhan tujuan. Hal lain yang perlu di isi pada PIB yaitu nomor
BC11, tanggal BC11, nomor pos, dan sub pos lokasi barang impor,
biaya freight yang diperoleh dari harga freight yangditentukan PPJK
kemudian dikali dengan jumlah CBM (volume) yang terdapat pada
Bill of Lading, dan mengisi kurs berjalan (kurs pada PIB berubah
setiap hari rabu).
32
(Surat Keterangan
33
Impor) yang dikeluarkan oleh BPOM kemudian diserahkan kepada
pihak Bea Cukai. Variant product tidak perlu dilakukan pemasukan
data secara online lewat PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Bahan
baku obat (komersil maupun sampel) yang telah memenuhi proses
administrasi dari Bea Cukai dapat dibawa ke area gudang
penyimpanan.
b. Penerimaan
34
baku obat. Syarat tersebut meliputi suhu dan kelembapan tertentu
darimasing-masing bahan baku obat, sehingga pada PT. Bahtera Sentra
Niagatama terdapat gudang dengan pendingin ruangan untuk
bahanbakuobat yang harus disimpan pada suhu ruang dingin terkendali
pada rentang suhu 18˚C-25˚C dengan RH ≤ 70% serta gudang dengan
non berpendingin ruangan untuk bahan baku obat yang disimpan pada
suhuruang ≤ 30˚C dengan RH ≤70%. Suhu dan kelembapan pada
areagudang dilakukan pemeriksaan pada pagi, siang, dan sore hari
selama 5 hari (senin s/d jumat) dan dicatat pada kartu mapping suhu.
d. Pemusnahan bahan baku obat
Pengelolaan pada bahan baku obat yang rusak bertujuan untuk
memastikan agar obat tersebut mendapat penanganan sesuai dengan
standar prosedur yang ditetapkan, serta memastikan bahan baku obat
tersebut tidak disalahgunakan. Bahan baku obat yang rusak
dikumpulkan di dalam ruang reject. Bahan baku obat yang reject
tersebut disimpan sampai waktu kedaluwarsa kemudian Apoteker
Penanggung Jawab melakukan pemusnahan dengan bantuan pihak ke-
3 seperti Wastec. Pemusnahan dibuat BAP, dan disaksikan BPOM dan
Dinas Kesehatan.
e. Penyaluran
Penyaluran Sebelum dilakukan penyaluran, customer harus
melakukan registrasi ke PBF dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
Pada customer baru sebelum dilakukan pengisian data pada
sistem Zahir, sales dari customer akan dimintai data NPWP, Surat
Keterangan Terdaftar, dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(untukmembuat faktur pajak). Setelahnya dilakukan pemasukkan data
customer pada sistem Zahir, kemudian mata uang pada sistem Zahir
disesuaikan dengan lokasi customer, mengisi contact person, Nomor
NPWP, batas kredit dan hari jatuh tempo (30 hari) yang telah
disepakati oleh PT. Bahtera Sentra Niagatama dan customer, kesamaan
35
alamat kantor dan gudang customer, lalu data tersebut di rekam. Selain
itu, dilakukan juga pengisian form oleh customer yang berisi :
- Manager Purchasing/ Contact Person
- Nomor Registrasi
- Kode Pelanggan
- Nama Pelanggan
- Alamat
- Nomor Telepon
- Nomor NPWP
36
memilih batch sesuai barang yang tersedia, memasukkan pajak, harga
bahan baku obat, serta total harga. Lembar DO berikan kepada
customer bagian gudang beserta dokumen CoA. Lembar DO berisi 4
rangkap, lembar yang pertama sampai ketiga nantinya di kembalikan
ke PT. Bahtera Sentra Niagatama setelah mendapat tanda tangan dari
customer setelah barang diterima. Lembar ke 4 dan CoA untuk
customer.
f. Pengiriman
Pada PT. Bahtera Sentra Niagatama bisa dilakukan ke dalam
kota maupun keluar kota, menggunakan ekspedisi pihak ke-3 (SMS
dan Lestari Jaya). Pada saat dilakukan pengiriman, staff gudang akan
meminta DO (surat jalan) pada ekspedisi terkait, apabila surat jalan
tidak ada maka barang tidak dapat dikirimkan melalui ekspedisi.
Apabila terdapat surat jalan, maka selanjutnya staff gudang melakukan
pemeriksaan DO terhadap kesesuaian jenis bahan baku obat yang
dipesan, jumlah serta batch bahan baku obat. Setelahnya dilakukan
proses dokumentasi barang yang akan keluar untuk laporan, lalu DO di
tanda tangani oleh supir dan barang pesanan dapat di salurkan melalui
ekspedisi tersebut. Staff gudang kemudian mencatat barang yang
keluar pada kartu stok.
Setelah barang pesanan diterima oleh customer, selanjutnya
dilakukan pembuatan invoice. Invoice harus memiliki nomor yang
sama dengan nomor DO. Kemudian lembar invoice kepada customer
beserta DO (surat jalan), PO customer, lembar faktur pajak, dan
dilampirkan nomor rekening PT. Bahtera Sentra Niagatama untuk
customer melakukan pembayaran. Invoice berisi 4 rangkap, dan harus
menggunakan materai 10.000 diatas pembayaran minimal 5.000.000.
Pengiriman invoice maksimal 7 hari setelah ekspedisi mengembalikan
DO (surat jalan) yang telah di tanda tangani oleh customer.
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan untuk memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk tindak lanjut
langkah-
37
langkah perbaikan yang diperlukan seperti mengevaluasi seluruh
sistem operasional di fasilitas distribusi dalam semua aspek yang dapat
mempengaruhi keefektifan sistem mutu yang diterapkan, inspeksi diri
juga dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan operasional di fasilitas
distribusi terhadap pemenuhan persyaratan CDOB dan menemukan
kekurangan yang harus diperbaiki. PT. Bahtera Sentra Niagatama telah
memiliki SOP terkait inspeksi diri, dimana inspeksi diri akan
dilakukan satu tahun sekali.
6. Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Recall
38
pemeriksaan bahan baku obat yang di keluhkan customer.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bahan baku obat dengan
menggunakan bantuan pihak ke-3 untuk melalukan pengujian bahan
baku obat di laboratorium. Dari hasil pemeriksaan tersebut, maka
akan diambil suatu keputusan yang objektif.
7. Transportasi
Transportasi yang digunakan selama proses pendistribusian
bahan baku obat harus memadai dan dapat menjamin bahwa obat tidak
akan mengalami perubahan kondisi/rusak selama proses distribusi
berlangsung. Transportasi di PT. Bahtera Sentra Niagatama dilakukan
dengan bantuan pihak ke 3 (Ekspedisi SMS dan Ekspedisi Lestari
Jaya) serta dikelola dengan baik dan aman berdasarkan perjanjian yang
tertera pada surat kontrak. Kendaraan yang digunakan sudah sesuai
standar dan drivernya sudah terlatih untuk kontribusi dalam
pengiriman.
8. Sarana Distribusi Berdasarkan Kontrak
39
untuk data, dokumen atau laporan yang dibuat atau diterima di PBF
terkait pelaksanaan kegiatan operasional. Dokumentasi dilakukan di
seluruh proses operasional dari pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian sampai pelaporan harus terdokumentasi melalui dua
cara, yaitu secara komputerisasi dan dalam bentuk catatan secara
manual.
40
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 3. Gudang AC
44
Lampiran 5. Timbangan
45
Lampiran 7. Ruang Office
46
Lampiran 9. Surat Jalan
47
Lampiran 11. Ruang Reject
48