Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PBF PT. ALIDA PERINTIS JAYA


BANDUNG

14 April – 28 April 2020

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Apoteker


pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Disusun oleh :
Ema Sintya Nurjaya, S.Farm
52119010

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PBF PT. ALIDA PERINTIS JAYA
BANDUNG

Juni 2020

Laporan ini disusun untuk mememnuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Apoteker STIKes Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya

Ema Sintya Nurjaya , S.Farm


52119010

Disetujui Oleh:

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya PBF PT. Alida Perintis Jaya

apt. Ilham Alifiar, M.Farm apt. Dra. Siti Asniar F, S.Si., M.Kes
NIY: 880116

Mengetahui:
Ketua Prodi Pendidikan Profesi Apoteker

apt. Nur Rahayuningsih, M.Si.,


NIY: 880057
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT.
Alida Perintis Jaya periode April 2020 dengan baik dan dapat menyusun laporan
PKPA ini.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di STIKes Bakti
Tunas Husada Tasikmalaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan selama pelaksanaan PKPA ini:
1. PBF PT. Alinda Perintis Jaya sebagai instansi tempat PKPA telah
dilaksanakan.
2. apt. Nur Rahayuningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Profesi
Pendidikan Apoteker STIKes Bakti Tunas Husada.
3. apt. Ilham Alifiah, M.Farm Pembimbing praktek kerja profesi apoteker
4. apt. Dra. Siti Asniar Farisya, S.Si., M.Kes selaku pembimbing praktek kerja
profesi apoteker di PBF PT. Alida Perintis Jaya Bandung
5. Seluruh staf dan karyawan PBF PT. Alinda Perintis Jaya, atas semua bantuan
dan kerjasamanya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Kedua orang tua dan serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi sehingga menjadi sumber kekuatan dan semangat
bagi penulis.
7. Seluruh rekan-rekan PSPPA angkatan I, terimakasih atas dukungan dan
motivasi serta bantuannya.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas kebaikan dan
ketulusan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
laporan ini. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi
ilmu pengetahuan dan dunia kesehatan khususnya kefarmasian. Semoga

ii
kerjasama yang baik ini dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan di masa
mendatang.

Tasikmalaya, Mei 2020.

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Tujuan PKPA...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF).......................................................4
2.1.1 Definisi.................................................................................4
2.1.2 Tugas dan Fungsi PBF.........................................................4
2.1.3 Perizinan PBF.......................................................................5
2.1.4 Penyelenggaraan Kegiatan PBF...........................................9
2.1.5 Gudang PBF.........................................................................11
2.1.6 Pelaporan..............................................................................12
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)........................................12
2.2.1 Definisi CDOB....................................................................12
2.2.2 Aspek-aspek CDOB.............................................................13
BAB III TINJAUAN KHUSUS PT. ALIDA PERINTIS JAYA
3.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Alida Perintis Jaya..................24
3.1.1 Profil PT. Alida Perintis Jaya...............................................24
3.1.2. Landasan Hukum PBF PT. Alida Perintis Jaya....................25
3.1.3. Fungsi dan Tugas PBF PT. Alida Perintis Jaya....................26
3.1.4. Persyaratan Pendirian PBF PT. Alida Perintis Jaya.............26
3.1.5. Pemberian Izin PBF PT. Alida Perintis Jaya........................27

iv
3.2. Penyelenggaraan dan Pengelolaan PBF PT. Alida Perintis Jaya.....28
3.2.1 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi PBF PT.
Alida Perintis Jaya................................................................29
3.2.2 Gudang PBF PT. Alida Perintis Jaya...................................29
3.2.3 Pelaporan PBF PT. Alida Perintis Jaya................................30
3.3 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) PT. Alida Perintis
Jaya...................................................................................................31
BAB IV TUGAS KHUSUS
4.1 Teori Sistem Perencanaan, Pengadaan Dan Surat Pesanan Di
PBF...................................................................................................51
4.1.1 Sistem Perencanaan................................................................51
4.1.2 Pengadaan.............................................................................52
4.1.3 Surat Pesanan.......................................................................54
4.2 Sistem Perencanaan, Pengadaan Dan Surat Pesanan Di PBF
Alida.................................................................................................57
4.2.1 Perencanaan Dan Pengadaan..................................................57
4.2.2 Surat Pesanan Di PBF Alida................................................58
4.3 Study Kasus......................................................................................58
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan..........................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................62
LAMPIRAN....................................................................................................63

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
4.1 Surat Pesanan Obat bebas, bebas terbatas, dan obat keras ........................58
4.2 Surat Pesanan Obat mengandung precursor...............................................58

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Formulir Permohonan Perizinan PBF ........................................................63
2. Formulir Permohonan Pengakuan Cabnag PBF.........................................64
3. Struktur Organisasi PBF PT. Alida Perintis Jaya.......................................65
4. Formulir Barang Kembalian ......................................................................66
5. Berita Acara Penarikan Barang .................................................................67
6. Faktur PBF PT. Alida Perintis Jaya............................................................68
7. Form Checklist Penerimaan Barang...........................................................69
8. Nomor Induk Berusaha (NIB) PT. Alida Perintis Jaya..............................70
9. Sertifikat CDOB PT. Alida Perintis Jaya...................................................71
10. Dokumentasi PKPA PT. Alida Perintis Jaya..............................................72

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan di bidang kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Menurut Undang-Undang No.
36 Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya maka perlu dilakukan suatu upaya kesahatan.
Pelaksanaan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/ atau masyarakat.(UU RI No 36, 2009).
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Apoteker memegang peranan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan dan
demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal
tersebut dapat dilakukan oleh seorang Apoteker dengan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian. (UU RI No 36, 2014).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 Pekerjaan
kefarmasian merupakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. bahwa Apoteker
sebagai salah satu tenaga kefarmasian tidak hanya berperan dalam produksi atau
pelayanan obat saja, tetapi Apoteker juga berperan dalam proses pendistribusian
atau penyaluran obat. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah
sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi,

1
2

yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.(PP RI no 51, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
tahun 2017 Tentang Pedagang Besar Farmasi, yang dimaksud Pedagang Besar
Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan perundang - undangan. PBF merupakan sarana
distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang betanggung jawab dalam
menjamin ketersediaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional,
kosmetik) dan alat kesehatan, selain itu bertanggung jawab dalam menjaga mutu,
keamanan dan khasiat dari produk yang didistribusikan sampai ketangan
konsumen. (Permenkes No 30 , 2017).
Untuk menjamin obat yang disalurkan Pedagang Besar Farmasi sesuai
dengan spesifikasinya, aman dan berkualitas, pemerintah mengeluarkan
persyaratan dan ketentuan yang menjadi pedoman bagi setiap PBF dalam
menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berdasarkan Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan pasal 9 Tahun 2019 tentang
Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Cara Distribusi Obat yang
Baik (CDOB) merupakan ketentuan dan standar yang harus dijalankan oleh setiap
pelaku bisnis distribusi farmasi. Aturan tersebut bersifat mutlak dan akan ada
sanksi apabila tidak dijalankan. Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu dalam pendistribusian obat
oleh Pedagang Besar Farmasi. Oleh sebab itu, Pedagang Besar Farmasi
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaanya semua proses
distribusi dan pelaksanaan CDOB diawasi langsung oleh Apoteker Penanggug
Jawab setiap PBF. (BPOM RI, 2019)
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Program Pendidikan Profesi
Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada bekerja sama
dengan PT. Alida Perinits Jaya memberikan kesempatan kepada calon Apoteker
untuk melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di tempat tersebut,
agar calon apoteker dapat menjadi apoteker yang dapat menjalankan tugasnya
3

secara professional terutama dalam bidang distribusi farmasi dimasa yang akan
datang.

1.2 Tujuan PKPA


Tujuan dari diadakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di PBF PT. Alida
Perinits Jaya yaitu :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di bidang distribusi
farmasi (PBF).
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di bidang distribusi farmasi (PBF)
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
PBF, serta mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi yang professional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)


2.1.1 Definisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30
Tahun 2017 tentang pedagang besar farmasi yang merupakan perubahan kedua
atas peraturan menteri kesehatan nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
pedagang besar farmasi, pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan Pedagang Besar
Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan yang dimaksud dengan PBF
Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes No 30, 2017).

2.1.2 Tugas dan Fungsi PBF


1. Tugas PBF
a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko
obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF
lainnya.
c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan
setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian
obat hanya pada obat-obatan golongan bebas dan obat bebas terbatas
sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan

4
5

pendistribusian obat bebas , obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras
tertentu.
2. Fungsi PBF
a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah
air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat obatan untuk pelayanan kesehatan.
d. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF
khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

2.1.3 Perizinan PBF


A. Ketentuan Umum
Secara umum, perizinan pendirian PBF wajib memiliki izin dari direktur
jendral, setiap PBF dapat mendiikan cabang PBF dengan wajib memperoleh
pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada.
Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan, dan pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin
PBF.
Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab;
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat,
baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
6

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;


f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
Selain memenuhi persyaratan diatas, PBF yang akan menyalurkan bahan obat
juga harus memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian
bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur
Jenderal dan memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang
terpisah dari ruangan lain (Permenkes No 30, 2017).
B. Tata Cara Pemberian izin PBF
Perizinan pendirian PBF dengan sistem online single submission (OSS)
1. Pendaftaran
Cara mengakses laman OSS dilakukan dengan cara memasukkan:
a. NIK dalam hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan
b. Nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran perseroan
terbatas, yayasan/badan usaha yang didirikan oleh yayasan, koperasi,
persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap), persekutuan
firma (venootschap onder firma), atau persekutuan perdata;
c. Dasar hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum
daerah, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, lembaga
penyiaran publik, atau badan layanan umum (PP No 24, 2018).
Pelaku Usaha non perseorangan yang telah mendapatkan akses dalam laman
OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paling sedikit:
a. Nama dan/atau nomor pengesahan akta pendirian atau nomor
pendaftaran;
b. Bidang usaha;
c. Jenis penanaman modal;
d. Negara asal penanaman modal, dalam hal terdapat penanaman modal
asing;
e. Lokasi penanaman modal;
7

f. Besaran rencana penanaman modal;


g. Rencana penggunaan tenaga kerja;
h. Nomor kontak badan usaha;
i. Rencana permintaan fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau
fasilitas lainnya;
j. NPWP Pelaku Usaha non perseorangan; dan
k. NIK penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran
melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP (PP No 24,
2018).
2. Penerbitan
Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada:
a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan
usaha dan/atau kegiatan
b. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha
dan/atau kegiatan dan telah memiliki atau menguasai prasarana.
Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada Pelaku
Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau
kegiatan tapi belum memiliki atau menguasai prasarana, setelah Lembaga
OSS menerbitkan:
a. Izin Lokasi;
b. Izin Lokasi Perairan;
c. Izin Lingkungan; dan/atau
d. IMB, berdasarkan Komitmen (PP No 24, 2018).
3. Pembayaran
Segala biaya Perizinan Berusaha yang merupakan:
a. penerimaan negara bukan pajak;
b. bea masuk dan/atau bea keluar;
c. cukai; dan/atau
d. pajak daerah atau retribusi daerah,
8

Wajib dibayar oleh Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan (PP No 24, 2018).
C. Tata Cara Peberian Pengakuan PBF Cabang
Perizinan PBF cabang dilakukan melalui Dinas penanaman modal dan
pelayanna terpadu satu pintu (DPMPTSP), syarat pendaftraan sebagai berikut :
1. Surat Permohonan sesuai dengan Permenkes No.1148 Tahun 2010 diatas
Kop Surat ditujukan KepalaDinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat
ditandatangani oleh Kepala Cabang dan Apoteker calonpenanggungjawab
diatas Materai 6000 dan di cap Perusahaan (mencantumkan Alamat
lengkap danNo.Telp/Fax)
2. Surat Tugas/Surat Kuasa dari Kepala Cabang meterai 6000 (Jika
pengunggahan Permohonan bukanoleh Kepala Cabang)
3. Nomor Induk Berusaha PBF Pusat
4. Izin Usaha Alamat Pusat & Alamat Cabang (Surat Izin Usaha
Perdagangan dan TandaPendaftaran Agen Atau Distributor Barang
dan/atau Jasa dari OSS)
5. Izin Lokasi untuk alamat Cabang dari OSS
6. Izin Komersial / Operasional dari OSS
7. Scan sertifikat distribusi farmasi (Pusat) yang sudah dilegalisir oleh
Direktur Jenderal Kefarmasian danAlat Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI
8. Surat Pernyataan Tidak Pernah Terlibat Pelanggaran Peraturan Perundang-
Undangan Di BidangFarmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir dari
Kepala Cabang diatas Materai 6.000
9. Scan KTP / Akta Pendirian Cabang dan Akta Pengangkatan Kepala
Cabang;
10. Scan KTP/Identitas Apoteker Penanggung Jawab.
11. Scan Ijazah Apoteker Penanggung Jawab
12. Scan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
9

13. Surat Pernyataan bersedia bekerja penuh (Full Time) apabila melanggar
siap dikenakan sangsi sesuaiperaturan perundangan-undangan yang
berlaku dari Apoteker/Penanggungjawab diatas Materai 6.000,
14. Scan Surat Perjanjian Kerja antara Apoteker dengan Kepala
Cabang/Direktur (Akte/WaarmekingNotaris)
15. Denah/layout bangunan diatas kop surat, cap dan tandatangan kepala
cabang
16. Peta Lokasi diatas kop surat, cap dan tandatangan kepala cabang
17. Surat Pernyataan dari Pimpinan siap ditinjau ke sarana kapan saja diatas
materai 6000
D. Masa Berlaku Perizinan
Izin PBF dan PBF cabang dinyatakan tidak berlaku, apabila:
1. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau izin PBF/PBF
cabang dicabut (Permenkes No 30, 2017).

2.1.4 Penyelenggaraan Kegiatan PBF


PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh MenterI, melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan/atau sesama PBF, melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi. Pengadaan bahan obat melalui importasi
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. PBF Cabang hanya
dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat
(Permenkes No 30, 2017).
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Apoteker penanggung
jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus
PBF atau PBF Cabang. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab,
10

direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur


Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja (Permenkes No 30, 2017).
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran dan dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud
meliputi:
1. Apotek;
2. Instalasi farmasi rumah sakit;
3. Puskesmas;
4. Klinik; atau
5. Toko obat.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud, PBF dan PBF
Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. Untuk memenuhi
kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan
obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat
dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. PBF dan PBF
Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung
jawab (Permenkes No 30, 2017).
Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan
kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium. Dalam hal dilakukan
pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan obat sebagaimana
dimaksud , PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai
persyaratan CDOB. Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan
11

penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat
pendidikan dan pelatihan (Permenkes No 30, 2017).

2.1.5 Gudang PBF


Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang
terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh
direksi/pengurus dan penanggung jawab. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau
PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus
memiliki apoteker.
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat;
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat; dan Nama apoteker
penanggung jawab gudang tambahan.
Permohonan sebagaimana dimaksud ,ditandatangani oleh direktur/ketua
dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF;
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan;
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan tersebut.
Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan mencantumkan:
a. Alamat kantor PBF pusat;
b. Alamat gudang; dan
c. Nama apoteker penanggung jawab.
Permohonan sebagaimana dimaksud, ditandatangani oleh direktur/ketua
12

dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :


a. Fotokopi izin PBF; dan
b. Peta lokasi dan denah bangunan gudang
Permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan tersebut.
Gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran
sebagai bagian dari PBF atau PBF Cabang (Permenkes No 30, 2017).

2.1.6 Pelaporan
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, kepala dinas kesehatan provinsi dan Kepala Balai POM;
2. Selain laporan triwulanan kegiatan penerimaan dan penyaluran
sebagaimana dimaksud pada point (a) Direktur Jenderal setiap waktu dapat
meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau
bahan;
3. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika
dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi (Permenkes No 30, 2017).

2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


2.2.1 Definisi CDOB
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 tahun 2019
Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, yang dimaksud dengan
Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. PBF harus memiliki sertifikat CDOB sesuai Perka BPOM nomor
13

9 tahun 2019 (BPOM RI No 9, 2019).


Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk
aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau
bahan obat dalam rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi
obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat
dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama
proses distribusi. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku
pembanding dan obat uji klinis.
Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan
prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya
dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko,
harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai,
lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas
distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan
mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Semua

2.2.2 Aspek-aspek CDOB


1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat
dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup
prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan
dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.
14

Sistem mutu harus memastikan bahwa:


a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB;
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas;
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai;
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan;
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki;
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan
prinsip manajemen risiko mutu (BPOM RI No 9, 2019).
2. Organisasi, Manajemen, Dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.
Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan
dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan
bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar
semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus
didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta
dijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian
khusus, misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan
pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan teknis
harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyusun,
15

mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan sistem mutu.


Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari
risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Harus tersedia aturan untuk
memastikan bahwa manajemen dan personil tidak mempunyai konflik
kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan dan tekanan lain yang
dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan
obat, dan harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek
yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan lingkungan dan
integritas obat dan/atau bahan obat (BPOM RI No 9, 2019).
Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi
dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah
memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek
keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan
masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Penanggung
jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu;
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi;
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi;
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat;
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke
dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat
16

dan/atau bahan obat;


i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan
dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan;
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu;
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundangundangan (BPOM
RI No 9, 2019).
3. Bangunan Dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan
dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan
semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. Jika bangunan
(termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia
kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi
tanggung jawab dari fasilitas distribusi.
b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat
dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak,
yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat
dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. Jika diperlukan area
penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang
17

memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area


penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
c. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
d. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat
yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan,
mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan
keselamatan dan keamanan.
e. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi
dengan peralatan yang memadai
f. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
g. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak
berhak.
h. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan pembersih yang dipakai
harus sesuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat
dan/atau bahan obat.
i. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat
atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama harus
tersedia.
18

j. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
k. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital,
seperti termometer, genset, dan chiller.
l. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta
kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala
dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu
tertelusur (BPOM RI No 9, 2019).
4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia
untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal
dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai
peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan
obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
a. Penyimpanan
Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundang-undangan. Obat dan/atau bahan obat
harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan
terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus
harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan
kondisi penyimpanan khusus. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang
diterima harus dibersihkan sebelum disimpan..Harus diambil langkah-
langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa
obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out
19

(FEFO). Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik,
dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara
fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara
berkala.
b. Pemisahan obat dan/ atau bahan obat
Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai
persyaratan khusus harus disimpan di tempat terpisah dengan label yang
jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personil yang berwenang.
Sistem komputerisasi yang digunakan dalam pemisahan secara elektronik
harus dapat memberikan tingkat keamanan yang setara dan harus
tervalidasi. Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman
dan terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak,
kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga
palsu. Obat dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke
fasilitas distribusi harus diberi label yang jelas dan ditangani sesuai
dengan prosedur tertulis.
c. Pemusnahan obat dan/atau bahan obat
Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang
tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat
yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang
jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak
terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/
penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak
berwenang. Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat
termasuk laporannya harus disimpan sesuai ketentuan (BPOM RI No 9,
2019).
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan
20

dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri
harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang
kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli
independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya
cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap
kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi-diri.
5Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua
pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus
disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan
ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus
diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan
ditindaklanjuti (BPOM RI No 9, 2019).
6. Keluhan, Obat Dan/Atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu Dan
Penarikan Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi
rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis.
Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari
personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Diperlukan
koordinasi dari setiap instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam
menangani obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu. Jika diperlukan,
dibutuhkan suatu sistem yang komprehensif untuk menangani semua kasus,
termasuk cara penarikan kembali. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses
penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain
jika:
a. obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan;
b. obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
21

ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;


c. obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung
jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-
usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat
untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut
bukan obat dan/atau bahan obat palsu (BPOM RI No 9, 2019).
7. Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut sesuai dengan
prosedur, agar:
a. Identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang.
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain.
c. Ada tindakan pencegahan yang memadai apabila terjadi tumpahan,
penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian.
d. Kondisi lingkungan yang tepat dipertahankan, misalnya menggunakan
rantai dingin (cold chain) untuk produk termolabil (BPOM RI No 9,
2019).
8. Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat:
a. Kontrak antar fasilitas distribusi
b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya
22

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB (BPOM RI
No 9, 2019).
9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen
mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari
komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets,
instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan
distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis
dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.
a. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik.
b. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan
bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga
memperkecil risiko kesalahan.
c. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan
fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh
personil dan tidak berarti ganda.
d. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus
tercetak.
e. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat.
f. Dokumen harus disimpan selama minimal 3 tahun
g. Seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya
h. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan
dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang
tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen.
i. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to
date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
23

menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.


j. .Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap obat
dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi
penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal
uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan.
Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan
wadah harus dipatuhi.
k. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal, nama
obat dan/atau bahan obat; nomor bets; tanggal kedaluwarsa; jumlah yang
diterima / disalurkan; nama dan alamat pemasok / pelanggan.
l. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga
mudah untuk ditelusuri (BPOM RI No 9, 2019).
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
PT. ALIDA PERINTIS JAYA

3.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Alida Perintis Jaya


3.1.1 Profil PT. Alida Perintis Jaya
Pada awalnya PT. Alida Perintis Jaya merupakan usaha toko obat biasa
yang menjual obat tradisional kemudian berkembang dan maju pesat sehingga
dibentuk usaha yang lebih aman agar dapat menjual obat ethical maka dibentuklah
apotek.Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan ini berkembang cukup baik
sehingga dapat dikatakan merupakan salah satu kompetitor dengan perusahaan
sejenis. Beberapa tahun berjalannya usaha apotek, customer serta animo
masyarakat semakin besar maka perusahaan ini berkembang pesat sehingga jenis
dan jumlah obat yang tersedia di apotek melebihi kapasitas untuk sebuah apotek,
sehingga untuk mendistribusikan obat-obatan maka di bentuklah usaha Pedagang
Besar Farmasi (PBF) yang diresmikan tahun 1992 berdasarkan Surat Keputusan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Perusahaan ini memiliki badan
hukum resmi yang bergerak dalam bidang kefarmasian dengan area layanan di
seluruh Indonesia khususnya Jawa Barat.
Sampai saat ini perusahaan telah memiliki pelanggan kurang lebih 450-
500 outlet baik di dalam kota maupun di luar kota Bandung, dengan jumlah
karyawan kurang lebih dari 60 orang. Perusahaan ini sudah di kenal oleh
masyarakat maupun oleh perusahaan farmasi lain.
1. Visi dan Misi PT. Alida Perintis Jaya
Visi
“Distributor pilihan utama bagi principal dan customer (the leanding choice for
principal and customers)”
Misi
a. Mengutamakan pelayanan prima terhadap customer.
b. Menerapkan dan mengembangkan Good Distribution Practice.
c. Memberikan pelayanan distribusi yang professional.

24
25

2. Lokasi PT. Alida Perintis Jaya


PT. Alida Perinitis Jaya berlokasi di Jalan Babakan Tarogong No. 110
Kelurahan Bojong Loa Kaler Kecamatan Babakan Asih Kota Bandung, sebelah
utara kota Bandung. Lokasi PT. Alida Perintis Jaya berada pada daerah yang
padat penduduk
3. Struktur Organisasi PT. Alida Perintis Jaya
Secara struktur organisasi PT Alida Perintis Jaya, untuk keputusan puncak
ada di dewan direksi seperti di akta notaris No. 58 tanggal 18 Maret 1992 oleh
notaris Imas Tarwiyah Soedrajat. Sedangkan untuk teknis operasional dipimpin
seorang pimpinan diluar dewan direksi yang membawahi apoteker penanggung
jawab membawahi kembali bidang-bidang seperti bagian gudang, SPV bagian
pemasaran, bagian administrasi & akunting, bagian pemesanan, dan bagian
personalia.Bagian gudang di pimpin oleh kepala gudang yang membawahi
administrasi gudang, staf gudang, supir/Driver dan loper.Pada bagian administrasi
dikepalai oleh kepala staf administrasi yang membawahi CSO (Customer Service
Operational), Fakturis, Inkaso, dan Kasir.

3.1.2. Landasan Hukum PBF PT. Alida Perintis Jaya


PBF PT. Alida Perintis Jaya memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang
Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan
Kefarmasian
3. Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 Tentang
Pengamanan
Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011
Tahun 2011 Tentang Pedang Besar Farmasi
26

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang


Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 Tentang
Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik
8. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan RI
Nomor 40
Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi
Dan Obat
Mengandung Prekursor Farmasi

3.1.3. Fungsi dan Tugas PBF PT. Alida Perintis Jaya


Fungsi dari PBF PT. Alida Perintis Jaya yaitu sebagai sarana distribusi
obat sesama PBF. Pelayanan penyaluran obat dapat disalurkan kepada PBF lain
dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai peraturan perundang-undangan. Selain
itu PBF PT. Alida Perintis Jaya berfungsi sebagai aset kekayaan nasional,
lapangan pekerjaan dan sebagai tmpat pendidikan serta pelatihan.
Tugas PT. Alida Perintis Jaya sebagai PBF yaitu mengadakan,
menyimpan, dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh Menteri. Dalam melaksanakan tugas tersebut PT. Alida Perintis
Jaya sudah mengacu pada CDOB.
27

3.1.4. Persyaratan Pendirian PBF PT. Alida Perintis Jaya


Dalam pendirian PBF PT. Alida Perintis Jaya persyaratan yang disiapkan
seperti persyaratan yang tertulis pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30
Tahun 2017 pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan bahwa persyaratan pendirian PBF
adalah sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung
jawab.
4. Komisaris atau Dewan pengawas dan Direksi atau Pengurus tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun
terakhir.
5. Mempunyai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
6. Mempunyai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
pedoman CDOB.

3.1.5. Pemberian Izin PBF PT. Alida Perintis Jaya


PT. Alida Perintis Jaya telah memiliki izin dengan surat berijin No. HK.
01.04/0848/2017 terhitung 20-12-2017 s/d 20-12-2022 yang di keluarkan dari
KEMENKES RI yang berlaku selama 5 tahun. Proses perizinan ini dimulai dari
BPPT/ Badan Penyelenggaraan Perizinan Jawa Barat. Kemudian dilanjutkan dari
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang bersama perizinan/rekomendasi dari
BPOM Bandung. Bila sudah mendapatkan persetujuan baru dikeluarkan
rekomendasi dari BPPT ke Kementerian Kesehatan dengan tembusan ke BPOM
Jakarta.Dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dikeluarkanlah izin
sebagai legalitas perusahaan nomor izin PT. Alida Perintis Jaya seperti tersebut
28

diatas. Berkas yang harus dilengkapi sebanyak 4 rangkap yang terdiri dari :
a. 1 rangkap asli untuk Kementrian Kesehatan RI.
b. 1 rangkap copy untuk Dinkes Provinsi Jawa Barat.
c. 1 rangkap copy untuk Balai Besar POM.
d. 1 rangkap copy diarsip untuk perusahaan.
Berkas yang diajukan meliputi Kelengkapan administrasi terdiri dari
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ identitas direktur/ ketua, susunan direksi/
pengurus, pernyataan komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir, akta pendirian badan hukum yang sah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, surat Tanda Daftar Perusahaan,
fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), surat bukti penguasaan bangunan dan gudang, peta lokasi dan
denah bangunan, surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab dan fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Pemberian izin ditahun 2017 masih menggunakan prosedur yang manual belum
masuk secara eletronik, mulai tahun 2019 semua perijinan Kementrian Kesehatan
sudah dengan sistem online single submission (OSS).

3.2. Penyelenggaraan dan Pengelolaan PBF PT. Alida Perintis Jaya


Penyelengaraan PT. Alida Perintis Jaya sudah mengacu pada pedoman
CDOB dengan tujuan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai
melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Kegiatan operasionalnya
meliputi distribusi untuk obat, obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan.
Sarana, prasarana, sumberdaya serta infrastruktur PT. Alida Perintis Jaya telah
dirancang sedemikian rupa untuk menjamin kelancaran dan efektivitas jalur
distribusinya. Jalur layanan perdagangan dan distribusi PT. Alida Perintis Jaya
mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan ke apotek, PBF,
rumah sakit, pedagang obat eceran (PEO) dalam kota dan luar kota Bandung.
Perusahaan PT. Alida Perintis Jaya dalam pengelolaan operasional
langsung di kendalikan oleh pimpinan perusahaan sebagai manager perusahaan.
29

Sedangkan untuk operasional teknis kefarmasian langsung di koordinasi oleh


Apoteker penanggung jawab sesuai Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian, dan UU No. 36 tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan. Dalam menjaga kualitas layanan dan kelancaran operasional secara
menyeluruh, PT. Alida Perintis Jaya didukung dengan fasilitas gudang yang luas
serta dilengkapi peralatan yang akan menunjang efektivitas dan efisiensi kerja.
Armada transportasi yang terintegrasi dengan sistem informasi, juga merupakan
bagian yang penting dalam mendukung kelancaran aktivitas pengiriman barang.
Dalam rangka memberikan layanan yang professional dan lebih baik, PT. Alida
Perintis Jaya terus mengembangkan Sistem Teknologi Informasi Perusahaan yang
inovatif.

3.2.1 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi PBF PT. Alida Perintis
Jaya
Cara penyaluran di PBF PT. Alida Perintis Jaya yang pertama adalah
menerima surat pesanan dari outlet. Setelah surat pesanan diterima dilakukan
persiapan kelengkapan meliputi:
1. Pemeriksaan faktur yang ditandatangani penanggung jawab yang berisi :
a. Tanggal penyaluran.
b. Nama dan alamat tujuan.
c. Informasi identitas produk nama, bentuk sediaan, kekuatan, jumlah dan
kualitas produk.
d. Nomor Batch dan kadaluarsa.
e. Transportasi yang sesuai dan kondisi penyimpanan .
2. Sediaan farmasi yang masa kadaluarsa pendek segera disalurkan (FEFO).
3. Data sediaan farmasi yang dikeluarkan di catat pada kartu gudang.
4. Bagian administrasi mencatat pada kartu persediaan, buku pembelian dan
disimpan berdasarkan nomor urut dan tanggal penerimaan.

3.2.2 Gudang PBF PT. Alida Perintis Jaya


Gudang merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh suatu
30

PBF. Gudang berfungsi sebagai tempat pengadaan, penyimpanan, pendistribusian


sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Gudang di PT. Alida Perintis Jaya
sendiri harus mejamin mutu produk yang akan disalurkan. Bangunan PT. Alida
Perintis Jaya telah dirancang untuk menunjang kegiatan operasional dalam
penyimpanan dan pendistribusian. Hal ini bertujuan untuk menjaga mutu dan
stabilitas obat dari pengaruh suhu, kelembaban, cahaya, binatang pengerat, bebas
banjir dan keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu, akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman terbatas hanya diperuntukkan kepada
karyawan.

PT.Alida Perintis Jaya memiliki 5 gudang penyimpanan yaitu gudang A


yang merupakan tempat penyimpanan barang atau stok eceran, di gudang atau rak
A1 merupakan tempat penyimpanan barang atau stok fastmoving seeperti vitamin,
obat luar, makanan dan minuman, dan obat bebas terbatas. Gudang penyimpanan
B digunakan untuk sediaan yang mengandung prekursor, gudang penyimpanan C
untuk sediaan sirup, kosmetik, dan PKRT. Gudang penyimpanan C dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu C1 untuk sediaan fast moving tablet dan untuk barang
dengan kuantitas sedikit sedangkan C2 digunakan untuk menyimpan sediaan
cream, salep, tetes mata dan lain-lain. Untuk gudang penyimpanan D digunakan
untuk menyimpan sediaan tablet yang bersifat fast moving seperti amlodipin,
digudang atau rak penyimpanan D1 digunakan untuk menyimpan sediaan hormon.
Yang terakhir adalah gudang penyimpanan E, di gudang ini penyimpanan stok
barang dilakukan berdasarkan pabriknya.

3.2.3 Pelaporan PBF PT. Alida Perintis Jaya


Pelaporan merupakan salah satu bagian dari peranan apoteker dalam
fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Secara umum peranan
apoteker dalam pelaporan adalah melaporkan berbagai kegiatan yang terjadi
berkaitan dengan obat atau sediaan farmasi yang dikelolanya pada PBF tersebut.
PBF Alida Perintis Jaya secara rutin dan berkala dalam memberikan laporan
kepada pihak yang berwenang. Pelaporan tersebut terdiri dari :
31

1. Pelaporan kegiatan setiap 1 (satu) bulan sekali, berisikan data penerimaan dan
penyaluran obat golongan khusus prekursor, dilaporkan secara online yaitu
menggunakan e-Report pbf yang ditujukan kepada Kemenkes melalui
Direktur Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan
tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
2. Pelaporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali (laporan triwulan) yaitu
pelaporan tentang obat umum yang dilaporkan secara online menggunakan e-
Reportpbf Laporan ini ditujukan kepada Kemenkes melalui Direktur Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi.
3. Pelaporan setiap 3 (tiga) bulan ke BPOM yaitu pelaporan 50 zat aktif
menggunakan format yang sudah tersedia dan dilaporkan melalui email :
laporantriwulanpbf@pom.go.id dengan tembusan ke email BPOM yaitu
bpom_bandung@pom.go.id
4. Tidak ada laporan Narkotik maupun Psikotropik karena tidak tersedia obat
tersebut.

3.3 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) PT. Alida Perintis Jaya
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam setiap
Pedagang Besar Farmasi (PBF) termasuk di PBF PT. Alida Perintis Jaya sudah
sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu Surat Keputusan Kepala Badan POM
Nomor HK 03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk
memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan
sepanjang jalur distribusi. Sejak Maret 2020 PT Alida Perintis Jaya sudah
memiliki Sertifikat CDOB dengan nomor A89001175/CDOB/4/II/19 berlaku
sampai dengan tahun 2024.
Aspek-aspek yang terdapat dalam CDOB/GDP
1. Manajemen Mutu
PT. Alida Perintis Jaya sudah menerapkan sistem pengelolaan mutu dalam
melakukan manajemen dengan tujuan memastikan mutu produk/barang
32

dipertahankan selama proses distribusi. Fasilitas distribusi harus mempertahankan


sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen
risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan.
Peran dan tanggung jawab apoteker pada manajemen mutu untuk
memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu, membuat standar
prosedur operasional (SOP) masing-masing divisi secara keseluruhan sesuai tugas
pokok, mengontrol dan mengevaluasi pelaksanaan operasional sesuai dengan
standar prosedur, merevisi atau memperbaiki SOP sehingga sistem mutu dapat
dipertahankan. Petugas yang memegang peranan dan wewenang dalam hal
penyimpanan/stock serta penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya telah terkualifikasi kemampuan serta pengalamannya untuk menjamin
produk-produk tersebut disimpan dan disalurkan dengan baik.Untuk menjamin
mutu barang/obat yang tersedia di PT. Alida Perintis Jaya sudah dilengkapi
dengan SOP sebagai dasar pelaksanaan kegiatan, seperti pendistribusian,
penerimaan, dan lain-lain. Sedangkan untuk menjamin mutu dari obat-obat yang
dipesan maka supplier/pemasok yang ditunjuk harus memiliki izin atau
mempunyai legalitas/terkualifikasi. Standar Prosedur Operasional (SOP) di PT.
Alida Perintis Jaya dilakukan pembaharuan (upgrade) jika terjadi suatu perubahan
dalam sistem maupun regulasi.
2. Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi sediaan farmasi yang benar sangat bergantung pada personil yang
menjalankannya. Pelaksanaan aspek organisasi, manajemen dan personalia di PT.
Alida Perintis Jaya secara umum telah terlaksana secara baik.PT. Alida Perintis
Jaya memiliki struktur organisasi yang jelas sehingga masing-masing.personel
mengetahui tugas serta tanggung jawabnya masing-masing.
Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. Alida Perintis Jaya dilaksanakan
oleh seorang direktur yang diawasi oleh dewan komisaris. Direktur membawahi
seorang pimpinan yang dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh seorang
Apoteker penanggung jawab dan dalam kegiatannya di bantu oleh divisi akunting,
keuangan, inkaso, SAS, gudang dan supervisor marketing. Adapun tugas dan
33

tanggung jawab untuk masing-masing personalia adalah sebagai berikut:


1. Apoteker Penanggung Jawab (APJ)
Tugas pokok APJ adalah menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kefarmasian bidang pendistribusian dengan Cara Distribusi Obat Yang Baik.
Tanggung jawab APJ adalah bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran di Distribusi sesuai peraturan. Menurut
Job Description yang ada di PBF PT. Alida Perintis Jaya, fungsi utama APJ ialah:
a. Melaksanankan pengadaan berdasarkan permintaan bagian pembelian dan
menandatangani SP.
b. Melaksanakan pendistribusian berdasarkan permintaan bagian penjualan,
menyerahkan kebagian gudang dan menandatangani Surat Penyerahan
Barang serta mendokumentasikan.
c. Menyusun SOP dan IK.
d. Menyampaikan laporan kegiatan ke Kemenkes RI dan BPOM setiap 3 (tiga)
bulan sekali.
e. Menyampaikan laporan precursor setiap bulan ke Kementrian Kesehatan RI
sesuai e-laporan PBF.
f. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang distribusi atau penyaluran.
g. Apabila apoteker berhalangan hadir maka kegiatannya dapat diserahkan
kepada karyawan yang ditunjuk (berkompetensi) dan ditandatangani
pimpinan perusahaan. Selain itu terdapat beberapa peranan lainnya yang
harus dilaksanakan oleh Apoteker penanggung jawab, yaitu :
1) Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
2) Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
3) Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi.
34

4) Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan


penarikan obat dan/atau bahan obat.
5) Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
6) Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
7) Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke
dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.
8) Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat
dan/atau bahan obat.
9) Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
10) Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika
sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan
menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang
dilakukan.
11) Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina
atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil
penarikan kembali atau diduga palsu.\
2. Kepala Staff Administrasi
Tugas dan tanggung jawab kepala staff administrasi meliputi :
a. Bertanggung jawab kepada Kepala Cabang.
b. Membuat dan Menyusun rencana kebutuhan dan dana operasional, estimasi
tagihan dan budget biaya.
c. Melakukan Pemeriksaan atas keabsahan bukti-bukti penarikan dan
pengeluaran uang sesuai standar Operasional.
Dibawah kepala Staff Administrasi ada anggota-anggota yang ikut dalam
operasional, yaitu :
a. CSO ( Customer Service Operational)
Menerima pesanan baik dari salesman atau outlet langsung berupa
35

suratpesanan (telpon, fax, email, sms) lalu diberikan ke bagian EDP


(Electronic Data Processing) untuk dicetak fakturnya.
1) Mencatat faktur dari EDP ke buku register.
2) Memberikan faktur dan Surat Pesanan ke bagian gudang logistik dengan
tanda terima dibuku register.
3) Memberikan informasi barang kosong ke salesman atau outletnya.
b. Fakturis/EDP (Electronic Data Processing)
1) Menginput data penjualan ke komputer.
2) Membuat dan mencetak faktur.
3) Merubah harga jika ada kenaikan harga produk berdasarkan informasi
dari PBF Alida Perintis Jaya.
4) Input barang retur (membuat nota retur)
c. Inkaso
Tugas dan tanggungjawab inkaso meliputi :
1) Bertanggung jawab kepada Kepala staff Administrasi.
2) Membuat faktur pajak.
3) Membubuhkan stampel pada faktur pajak.
4) Menyusun faktur pajak.
5) Menerima faktur balik dari gudang.
6) Menyertakan faktur pajak dengan faktur penjualan.
7) Menyimpan faktur penjualan yang telah disertakan faktur pajak sebagai
arsip dan untuk penagihan.
8) Membuat DIH (Daftar Inkaso Harian) untuk penagihan.
9) Melakukan pencatatan dan pelaporan pajak baik PPN maupun PPh.
10) Membuat daftar piutang yang telah dilunasi.
d. Kasir
Tugas dan tanggungjawab kasir meliputi :
1) Menyusun buku kas.
2) Bertanggung jawab langsung kepada kepala staff administrasi.
3) Menangani proses penerimaan dan pengeluaran kas.
4) Melakukan kliring ke bank.
36

5) Pembuatan laporan mingguan dan bulanan.


e. Kepala Gudang
Tugas dan tanggung jawab kepala gudang meliputi :
1) Bertanggung jawab kepada pimpinan dan apoteker
2) Bertanggung jawab atas persediaan barang digudang sesuai sistem dan
prosedur yang berlaku.
3) Menjaga keamanan barang farmasi, baik stabilitas maupun keamanan
dari pencurian dan bahaya lainnya.
4) Bertanggung jawab terhadap operasional gudang mulai dari barang
masuk, barang keluar, penerimaan barang, penyimpanan barang, dan
penyusunan barang di gudang.
Dibawah kepala gudang terdapat anggota-anggota yang ikut dalam
operasional gudang, yaitu :
1) Administrasi Gudang
a) Input barang masuk dari principal atau PBF.
b) Order barang dan membuat Surat Pesanan (SP) pengadaan.
c) Membuat laporan barang masuk.
d) Membuat laporan barang rusak.
e) Membuat tanda terima retur barang rusak.
2) Staf Gudang
a) Bertanggung jawab kepada Kepala logistik.
b) Memeriksa kadaluarsa produk dan melakukan penyisihan barang
yang expire date nya dekat, dan barang yang rusak.
c) Melakukan stok opname harian sebelum pelayanan dimulai.
d) Melakukan stockopname setiap bulan.
e) Menata kerapian barang digudang dan tata letaknya.
f) Menyiapkan barang sesuai permintaan dalam faktur.
g) Melakukan Pengepakan untuk barang pesanan.
h) Bertanggung jawab atas barang per principal.
3) Supir/Driver
Tim expedisi yang mengantarkan barang menggunakan mobilbiasanya
37

keluar kota, barang yang diantarkan dalam jumlah yang banyak.


4) Loper
Tim expedisi yang mengantarkan barang menggunakan motor. Produk
yang di antar dalam jumlah yang sedikit untuk outlet dalam kota.
3. Supervisor
Tugas dan tanggung jawab supervisor meliputi :
a. Bertanggung jawab ke pimpinan perusahaan.
b. Memastikan tercapainya target sales sesuai business plan.
c. Melakukan kontrol tersedianya produk di pasar.
d. Memastikan program-program dapat dilaksanakan dengan baik.
e. Menyediakan stok agar tercapai omset sesuai target.
f. Memberikan laporan berkaitan dengan kegiatan distribusi yang
dilakukan.
g. Membagi waktu dengan efektif dimana 75% di lapangan dan 25% di
kantor.
h. Melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap salesman.
i. Melakukan fungsi coaching demi peningkatan kualitas salesman.
j. Membina hubungan baik dengan pelanggan dan principal.
Dibawah Supervisor ada salesman, tugas dan tanggung jawabnya yaitu :
a. Menyusun rencana kunjungan.
b. Memperkenalkan produk baru dan meningkatkan sales produk lama.
c. Memonitor dan melaporkan kegiatan-kegiatan pesaing.
d. Mencari pengalaman baru, untuk meningakatkan penjualan.
e. Memelihara hubungan baik dengan pelanggan.
Fungsi pokok bagian salesman adalah mencari dan memasarkan barang
yang telah dipesan serta melaporkan hasil penjualan barang kepada supervisor.
Seluruh karyawan yang ikut serta secara langsung dalam kegiatan pendistribusian
obat telah dilatih mengenai kegiatan CDOB dan dimotivasi untuk mendukung
standar CDOB oleh apoteker penanggung jawab. Agar semua personil yang
terlibat di PT. Alida Perintis Jaya kompeten, maka diikutkan pada pelatihan-
pelatihan, baik yang diadakan diluar PT. Alida Perintis Jaya maupun yang
38

diadakan secara khusus oleh PT. Alida Perintis Jaya sehingga tiap kegiatan yang
dilakukan di rantai distribusi tetap menjamin mutu obat dan/atau bahan obat tetap
terjaga. Misalnya APJ PT. Alida Perintis Jaya diikutsertakan pada seminar
mengenai CDOB, kemudian APJ tersebut mengadakan pelatihan untuk personel
gudang sesuai dengan yang Ia peroleh ketika seminar. Semua dokumentasi
pelatihan disimpan, serta efektivitas pelatihan dievaluasi secara berkala.
Pengarahan karyawan biasanya dilakukan setiap hari selasa. Sedangkan
untuk bagian gudang, pelatihan akan diberikan langsung oleh apoteker
penanggung jawab. Karyawan dilatih mengenai kegiatan Cara Distribusi Obat
Yang Baik (CDOB), ataupun cara penyimpanan obat yang baik/ good storage
practice (GSP). Sedangkan untuk sales, pelatihan yang diberikan bisa mengenai
tata cara mendistribusikan atau menghantarkan barang yang baik kepada para
pelanggan dengan komunikasi yang baik, sopan santun dan ramah.
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan PT.
Alida Perintis Jaya memiliki 3 lantai, dimana pada lantai pertama terdapat gudang,
ruang administrasi logistik, ruang penyimpanan obat dan ruang penerimaan dan
pengiriman barang (transito in dan transito out); dilantai dua merupakan kantor
yang terdiri dari ruang Direktur/pimpinan CSO, ruang Apoteker, ruang
Supervisor, ruang Inkaso dan ruang Saleman dan dilantai tiga terdapat gudang
penyimpanan obat untuk obat tablet yang mudah diangkut maupun diturunkan
kebawah dengan menggunakan life barang, sedangkan akses masuk kelantai 3
hanya dengan life kecuali darurat ada pintu yang terkunci saat ini.
a. Bangunan
Bangunan bebas dari banjir dan aman dari pencurian. Letak bangunan di
PT. Alida Perintis Jaya dibedakan berdasarkan tempat/area dari arus penerimaan
barang dan arus pengeluaran barang sehingga tidak terjadi benturan satu sama
lain. Bangunan di lantai 1 PBF PT. Alida Perintis Jaya terdiri dari gudang yang
berfungsi sebagai tempat pengadaan, penyimpanan, pendistribusian sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan. Gudang terdiri atas gudang obat untuk
39

menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan lemari reject tempat
menyimpan produk yang rusak atau kadaluarsa sebelum dimusnahkan. PBF PT.
Alida Perintis Jaya tidak menyalurkan obat-obat narkotika dan psikotropika
sehingga tidak ada lemari khusus untuk menyimpan kedua obat tersebut.
Gudang tempat penyimpanan sediaan farmasi di PT.Alida Perintis Jaya
sudah memiliki penerangan yang cukup sehingga memudahkan proses
penerimaan sampai dengan penyaluran, tidak terkena sinar matahari secara
langsung sehingga dapat melindungi produk dari penurunan kualitas dan mutunya,
lantai gudang dibuat lebih tinggi atau di tinggikan dari permukaan tanah untuk
menghindari banjir, tidak lembab, bebas dari hewan pengerat, dan dilengkapi
dengan alat pengatur suhu serta pengontrol suhu. Fasilitas pergudangan telah
memiliki kapasitas dan peralatan yang cukup memadai sehingga dapat
mendukung dalam pelaksanaan operasional perusahaan dengan lancar. Dengan
penerapan sistem informasi yang terintegrasi dengan baik akan mendukung
kelancaran pengiriman barang serta komunikasi yang terjalin dengan baik. PBF
PT. Alida Perintis Jaya juga sudah menggunakan sistem komputerisasi dalam
beberapara kegiatan operasionalnya, misalnya penghitungan stok barang. Barang
yang masuk stoknya langsung dimasukkan ke komputer dan akan berkurang
secara otomatis ketika faktur pesanan dari outlet dicetak.
Fasilitas pendukung lainnya diantaranya terdapat toilet, wastafel, mushola,
tempat parkir atau fasilitas lain yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
distribusi. Pembersihan dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas di PT. Alida
Perintis Jaya dilakukan berkala setiap seminggu sekali untuk tempat penyimpanan
produk dan setiap hari untuk kebersihan lingkungan penyimpanan dan kebersihan
ruangan. Sanitasi dan higienis merupakan tanggung jawab seluruh karyawan,
terutama pada bagian penyimpanan di area gudang. Sedangkan untuk mengatasi
binatang pengerat dan pengganggu seperti tikus, kecoa dan semut, PT. Alida
bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu PT. AAG yang memantau ke lapangan
langsung setiap 1 bulan sekali. Pest control ini yang disimpan di titik atau area
yang rentan terhadap hewan pengerat seperti tikus.
b. Peralatan Pendukung
40

Peralatan pendukung yang terdapat di PT. Alida Perintis Jaya seperti


APAR (alat pemedam api ringan), trolly, pest control, rak-rak obat,
palet,seperangkat komputer dan lain-lain. Termasuk juga alat-alat kebersihan
berupa penyedot debu, pembersih lantai dan sebagainya. Untuk melengkapi
kemanan juga dilengkapi dengan alat keamanan ruangan yang bekerja langsung
memantau seluruh kegiatan yang dilakukan di PT. Alida Perintis Jaya, khususnya
dibagian gudang dan sekitarnya berupa CCTV di PT. Alida Perintis Jaya juga
tersedia pula lemari pendingin, serta alat pengontrol suhu/ temperatur untuk
menjaga stabilitas obat berupa termometer yang telah dikalibrasi. Kalibrasi
dilakukan setidaknya setahun satu kali. Terdapat 3 buah termometer yang
diletakkan di suhu ruang (gudang penyimpanan dan rak-rak obat) dan di suhu
dingin (dalam lemari pendingin).
4. Operasional
Penerapan aspek operasional yang dilakukan oleh PBF PT. Alida Perintis
Jaya meliputi pemasok, pelanggan, perencanaan/ pengadaan, penerimaan dan
penyimpanan serta penyaluran. Jenis-jenis obat yang diperdagangkan di PBF
untuk pelanggan antara lain obat bebas, obat bebas terbatas, prekursor farmasi,
obat keras (daftar G), alat kesehatan, kosmetik, obat tradisional, vitamin dan
multivitamin, produk makanan dan minuman serta perbekalan kesehatan. Untuk
memenuhi kebutuhan produk di PT. Alida, maka diperlukan pemasok barang yang
terkualifikasi.
a. Persyaratan atau kualifikasi pemasok yang harus dipenuhi yaitu suplier,
principal dan distributor harus legal, dilihat dari:
b. Memiliki Legalitas yang jelas atau mempunyai izin operasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Menerapkan prinsip CPOB dan memiliki sertifikat untuk Produsen/ Pabrik.
d. Memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki SIKA.
Begitu pula dengan pelanggan, harus memenuhi kualifikasi yang sudah
ditentukan yaitu:
41

a. Pelanggan baik apotek, toko obat maupun PBF lainnya memiliki Legalitas
yang jelas atau mempunyai izin operasional sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
b. Dari segi Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dan memiliki
apoteker penanggung jawab yang telah memiliki Surat Izin Praktek Apoteker
(SIPA) atau STRTTK untuk penanggung jawab toko obat.
c. Untuk pemilik Apotek, harus dilengkapi KTP pemilik Apotek, hal ini
dimaksudkan agar bila terjadi masalah piutang dan produk dapat ditelusuri dan
NPWP sebagai bukti pembayaran pajak.

Sedangkan untuk obat yang masuk, harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. Memiliki nomor registrasi yang sah, tanggal expire date sesuai difaktur, dan
nomor batch.
b. Barang dalam kondisi baik dan tidak rusak.
c. Terdapat faktur dan surat jalan.
d. Faktur yang diterima ditandatangani apoteker yang mempunyai SIKA dan
diberi cap perusahaan.
1. Perencanaan dan Pengadaan
Produk di PT. Alida Perintis Jaya berasal Principal lokal, meliputi obat-
obat generik, obat-obat ethical kecuali narkotika dan psikotropika, multivitamin,
suplemen makanan, kosmetik, produk makanan dan minuman. Perencanaan dan
pengadaan dilakukan untuk memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan
teratur. Proses pengadaan bertujuan mendapatkan sedian farmasi dengan harga
yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses
berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan.
Metode pengadaan yang dilakukan oleh bagian pengadaan dilakukan
secara langsung dengan menghubungi langsung distributor/ suplier dan
distributor/ suplier akan menyiapkan dan mengirim barang yang telah di pesan.
Barang yang diterima dicocokan dengan Surat Jalan, jika sudah sesuai baru
datadimasukkan stok dan barang dimasukkan ke gudang penyimpanan. Sistem
42

perencanaan obat dilakukan dengan cara:


a. Menyesuaikan dengan tahun sebelumnya berdasarkan hasil rapat pimpinan
dan evaluasi tahunan.
b. Berdasarkan stock yang sudah habis / mendekati habis.
c. Berdasarkan buku defecta.
d. Hasil laporan bagian marketing.
e. Permintaan dari masyarakat.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam proses perencanaan adalah:
a. Pengumpulan dan pengolahan data.
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
2. Penerimaan
Untuk memastikan bahwa obat yang diterima dalam keadaan baik, sah dan
sesuai dengan yang dipesan, maka dilakukan pemeriksaan fisik barang dan
dokumen pengiriman barang pada saat obat diterima oleh bagian Transito
(penerimaan barang) dengan menggunakan checklist pada faktur pembelian yang
diterima dan Rincian Surat Kirim Barang. Setiap produk yang dibeli selalu
diperiksa kondisinya ketika diterima, apabila ditemukan produk yang tidak sesuai
jumlahnya dengan faktur, produk cacat ataupun rusak segera dikembalikan kepada
suplier untuk diganti dengan yang baru dengan nomer batch yang sama.
Kemudian faktur ditandatangani dan diberi cap penerimaan kemudian diserahkan
pada bagian Administrasi gudang untuk dilakukan pencatatan.
a. Standar Operasional Prosedur penerimaan barang, meliputi :
1) Penerimaan barang dilakukan di ruang karantina, Apoteker melakukan
pemeriksaan keaslian faktur/SPB dan memeriksa admin supplier, alamat
nomor faktur, tanggal, tanda tangan supplier/APJ supplier.
2) Apoteker mencocokan kesesuaian barang dengan faktur/surat jalan dan
bukti ekspedisi. Hal-hal yang harus diperiksa : Kesesuaian jenis barang,
jumlah, bets dan expire date. Apoteker juga melakukan verifikasi
keutuhan wadah/box, fisik dan fitur kemasan dan label kemasan.
43

3) Setelah semua sesuai, faktur/surat jalan dan bukti ekspedisi


ditandatangani oleh Apoteker. Barang yang diterima dipindahkan ke
gudang dan dicatat di buku penerimaan barang. Faktur/surat jalan dan
bukti ekspedisi disatukan, dan diarsipkan.
4) Arsip disusun dan disimpan berdasarkan urutan barang yang dating
terlebih dahulu dan tanggal penerimaan.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :
2) Surat jalan/faktur tidak boleh dicoret-coret, jika terdapat ketidaksesuaian
antara barang yang diterima dengan yang tercatat di faktur/surat jalan.
3) Jika pada saat penerimaan barang terdapat barang yang rusak/pecah,
maka harus segera dilaporkan dan dicatat pada faktur/surat jalan.

b. Retur Pembelian ke Supplier/Pabrik :


1) Barang yang diretur disiapkan dan disimpan terpisah dari barang lainnya
oleh staff gudang. Apoteker membuat form retur yang memuat barang-
barang tersebut ditandatangani oleh Apoteker dan Direktur.
2) Barang dikirim ke Supplier/Pabrik beserta form retur. Apoteker
mengarsip copy form retur yang disatukan dengan bukti ekspedisi.
Pengeluaran barang dicatat di buku pengeluaran barang.
3) Apoteker meminta bukti ekspedisi/tanda terima untuk barang yang sudah
diterima oleh Supplier (ada tanda tangan penerima) paling lambat 1
minggu setelah barang dikirim.
4) Dokumen retur di arsip oleh Apoteker.
Jika respons dari supplier :
1) Barang diganti dengan barang baru (proses hampir sama dengan
penerimaan barang).
2) Barang diproses retur tidak perlu melakukan proses lanjutan
3) Barang dikembalikan (barang ditolak oleh Supplier), proses hamper sama
dengan penerimaan barang, barang diinput sebagai barang rusak.
3. Penyimpanan
Produk di PT. Alida Perintis Jaya disimpan pada kondisi yang sesuai
44

seperti yang telah ditetapkan oleh pabriknya. Sistem penyimpanan obat di gudang
menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO), obat-obat yang tanggal
kadaluarsanya lebih dekat dijual atau didistribusikan terlebih dahulu, penempatan
pada rak-rak yang telah dikelompokkan berdasarkan sumber prinsipal,
penempatan berdasarkan obat-obat prekursor farmasi dan penempatan
berdasarkan produk slow moving dan fast moving. Barang-barang fast moving
disimpan di tempat yang paling mudah terjangkau. Obat-obat dengan stok dalam
jumlah kecil disimpan di rak-rak, sedangkan obat-obat dengan stok dalam jumlah
besar disimpan dalam karton-karton dan diletakkan diatas pallet. Produk disusun
di atas pallet untuk mencegah kerusakan pada produk karena lembab akibat
kontak langsung antara produk dengan lantai. Penempatan sediaan cair yang
disertai kemasan yang mudah pecah disimpan pada bagian bawah rak untuk
mengurangi resiko terjatuh pada saat pengambilan produk.
Setiap satu bulan sekali dilakukan stock opname dan dilakukan SOBH
(Stok Barang Harian) sebagai mekanisme kontrol terhadap arus masuk dan keluar
barang dengan mencocokkan antara stok fisik barang (keadaan barang yang
sebenarnya) dengan stok barang yang ada pada sistem di komputer. Stok opname
harian dilakukan pada sore hari setelah melayani pemesanan, sedangkan stok
opname bulanan dilakukan pada tanggal tertentu setiap bulannya atau dilakukan di
akhir bulan. Hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan dan mengetahui ada
tidaknya selisih barang antara jumlah barang yang tersedia dengan stok pada
sistem komputerisasi dan merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh
manajemen untuk menentukan jumlah persediaan akhir.
5. Penyaluran
Penyaluran produk di PT. Alida Perintis jaya kebanyakan hanya disalurkan
ke apotek, toko obat dan PBF lain. Dalam penyaluran terhadap pelangganbaru
harus terlebih dahulu mengisi formulir untuk pelanggan baru disertai persyaratan
yang telah ditentukan oleh pihak PT. Alida Perintis Jaya, kemudian formulir isian
tersebut akan dientry dalam bentuk Formulir Permohonan untuk pelanggan baru
yang akan disetujui dan ditandatangani oleh Direktur, Supervisor. Setelah
disetujui sebagai pelanggan PT. Alida Perintis Jaya, outletyang bersangkutan akan
45

diinformasikan dapat mulai melakukan pemesananbarang sesuai dengan ketentuan


sebagai pelanggan baru. Penerimaan pesanan di PT. Alida Perintis Jaya dilayani
secara tertulis melalui Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh penanggung
jawab.
Penerimaan SP dilayani dengan beberapa cara yaitu pemesanan melalui
salesmandi outlet ataupun pesanan langsung melalui telepon/faximile ke CSO.
Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon maka Surat Pesanan harus
diserahkan pada saat obat diterima.Selanjutnya barang disiapkan setelah ada
faktur yang dikeluarkan oleh petugas fakturis.Untuk obat prekursor farmasi harus
disertakan SP khusus prekursor farmasi yang berisikan data apoteker pemesan
beserta nomor SIPA, tujuan pemesanan dan ditanda tangani oleh apoteker
denganmencantumkan nomor SIPA.
Dalam melakukan pemesanan barang pada outlet dapat dilakukan dengan
pembayaran tunai maupun kredit.Dalam pemesanan tunai, faktur pajak langsung
dilampirkan dengan Surat Pesanan (SP)/Delivery Order (DO) dan juga faktur
penjualan.Outlet yang baru terdaftar sebagai pelanggan harus melakukan
pembayaran secara tunai terlebih dahulu dan hanya diperbolehkan kredit setelah 7
kali pembayaran secara tunai.Untuk penjualan kredit, faktur penjualan
dilampirkan dengan SP/DO dan nota inkaso, sedangkan faktur pajaknya baru
dilampirkan pada saat pelunasan.Faktur pajak diserahkan ke outletnya sebagai
bukti kalau pajaknya sudah dibayarkan.Pajak yang dibayar oleh outlet dilaporkan
oleh PT. Alida Perintis Jaya. Untuk kedit jangka waktu pembayaran (Term
OfPayment/TOP) sesuai dengan perjanjian biasanya 27 hari. Tiap
outletmempunyai limit (batas maksimal) untuk kredit. Untuk outlet yang jangka
waktupembayarannya sudah jatuh tempo tapi belum melakukan pembayaran
secaraotomatis tidak bisa memesan barang lagi secara kredit, kecuali
konfirmasiterlebih dahulu kekantor pusat PT. Alida Perintis Jaya untuk
mendapatpersetujuan kredit dengan melihat histori outletnya.
6. Inspeksi Diri
Yang dimaksud dengan audit internal yaitu elemen monitoring dari
strukturpengendalian internal dalam suatu perusahaan, yang dibuat untuk
46

memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur pengendalian internal lainnya.


Audit internal berfungsi membantu manajemen perusahaan untuk melakukan
pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian kecurangan atau ketidaksesuaian
yang terjadi di suatu perusahaan. Kelebihan audit internal diantaranya:
a. Membangun struktur pengendalian internal yang baik.
b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian.
c. Meningkatkan kinerja perusahaan.
d. Mengefektifkan fungsi internal audit.
PBF PT. Alida Perintis Jaya telah menerapkan aspek CDOB yang
kelimayaitu inspeksi diri melakukan dengan mengadakan audit internal secara
rutin setiap 1 tahun sekali. Inspeksi diri dilakukan bertujuan untuk memantau
pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan jika dalam audit
internal tersebut ditemukan kekurangan maka dibuat hasil temuan untuk
dilakukan langkah-langkah perbaikan. Maksud dari inspeksi diri adalah untuk
melihat kesesuaian antara sistem dan pelaksanaan yang dilakukan. Inspeksi diri
dilakukan dengan cara mengontrol setiap bagian/ divisi terkait dokumentasi dan
kesesuaian pelaksanaan dengan Standar prosedur operasional yang ada. Apabila
terdapat ketidaksesuaian maka akan dibuatkan indak lanjut perbaikan. CAPA
(Corective Action Preventive Action) merupakan tindak lanjut untuk perbaikan
yang dilakukan selanjutnya untuk mencegah agar tidak terjadi ketidaksesuaian
pelaksanaan dengan sistem atau SOP. Hasil audit yang dilakukan meliputi
kesesuaian dan kekurangan dilaporkan kepada BPOM. Peran apoteker adalah
sebagai koodinator audit mutu internal dalam pelaksanaan audit internal dan
menyiapkan pelaksanaannya. Langkah-langkah untuk audit internal meliputi :
a. Bentuk panitia audit.
b. Buat program.
c. Buat jadwal.
d. Buat formulir/ kuisioner audit.
e. Rekapitulasi hasil.
f. Evaluasi dan tindak lanjut.
g. Kesimpulan.
47

7. Penanganan Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga


Palsu dan Penarikan Kembali
Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak
berhakberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi
obatdengan penadaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki
izinedar. Sedangkan obat kembalian adalah obat yang telah disalurkan yang
dikembalikan karena adanya keluhan masalah kualitas atau atas permintaan dari
institusi yang berwenang, penarikan kembali, atau karena hal lain. Jika
adakeluhan dari pelanggan, biasanya pelanggan mengadukannya kepada
Salesmankarena Salesman yang paling sering berinteraksi langsung dengan
pelanggan.Kemudian Salesman melaporkannya kepada Supervisor untuk
kemudiandisampaikan pada rapat dengan Direktur dan APJ untuk ditangani
dandiselesaikan.Penerimaan obat kembalian harus sesuai dengan dokumen yang
adadan tertelusur agar produk yang dikembalikan benar berasal dari PT.
AlidaPerintis Jaya.
PT. Alida Perintis Jaya menerima pengembalian barang dari outlet
yangdapat terjadi karena adanya kesalahan pesanan dari produk, produk ED/
mendekati ED, kerusakan barang, atau kelebihan. Apabila pada saat pengiriman
barang terjadi penolakan (retur) atas barang yang dipesan, maka outlet harus
mengisi Surat Penolakan/retur yang dilengkapi alasan penolakan, cap resmi dari
outlet, penanggung jawab outlet, serta telah mendapatkan persetujuan dari
salesman dan Formulir Pemohonan Retur Barang. Formulir Penolakan yang telah
sampai di PT. Alida Perintis Jaya akan diproses dan dibuatkan Nota Retur yang
akan dijadikan arsip atau tanda bukti bahwa telah terjadi penolakan/retur barang
dari outlet. Untuk Retur Penjualan, maka :
a. Kantor mengutus orang untuk mengambil barang, disertai denganblanko tanda
terima barang atau barang tersebut dikirim lewat ekspedisi.
b. Barang yang sudah diterima gudang dibuat form returnya.
c. Form retur diserahkan ke fakturis untuk dibuat faktur retur.
Barang retur yang masuk dan belum diperiksa disimpan di ruang karantina
terlebih dahulu, kemudian diterima oleh Kepala Gudang untuk
48

diperiksakondisinya. Jika barang retur dalam kondisi baik, maka dibuat Bukti
Retur Barang yang ditandatangani oleh Kepala Gudang, APJ dan Supervisor,
kemudian barang dimasukkan kembali ke stoknya. Sedangkan jika barang retur
dalam kondisi rusak ketika diterima maka disimpan di ruang karantina untuk
ditelusuri penyebab kerusakannya.Jika kerusakan karena kesalahan kita, maka
barang masuk ruang reject untuk kemudian dimusnahkan.Jika barang rusak
karena kesalahan pelanggan, maka barang retur tidak dapat dikembalikan ke outlet
dan menjadi tanggung jawab outlet yang bersangkutan.
Penanganan obat palsu bertujuan untuk memastikan obat palsu
tidakberedar di pasaran.Apabila produk diduga atau dikategorikan obat palsu,
maka dilakukan penanganan produk Recall atau penarikan kembali. Produk
Recalladalah produk yang tidak sesuai dengan pemeriksaan oleh BPOM maka
produk tersebut akan ditarik dari peredaran. Penanganan produk recall bertujuan
untuk memastikan obat tersebut tidak beredar di pasaran dengan segera
melakukan penarikan. Logistik pusat mengirim suratrecall produk, dan batas
akhir penarikan produk tersebut dari outlet oleh cabang. Produk yang telah
ditarikdikirim ke pusat dilengkapi surat jalan ke pusat. Peran Apoteker adalah
membuat surat penarikan produk recall ke outlet, formulir penarikan produk recall
ke outlet dan membuat laporan realisasi penarikan produk kepada BPOM.
Pemusnahan produk dilakukan untuk mencegah beredarnya produk
yangsudah tidak layak jual beredar dan jatuh ke tangan yang tidak bertanggung
jawab. PT. Alida Perintis Jaya hanya melakukan pemusnahan sendiri jika produk
yang akan dimusnahkan dalam jumlah kecil, sedangkan untuk produk dalam
jumlah besar maka dikembalikan ke distributor/ suplier.
8. Transportasi
Peran dan tanggung jawab seorang apoteker pada aspek ini
adalahmemastikan mutu produk tidak mengalami perubahan selama pengiriman
denganikut serta dalam rencana perjalanan dan jadwal pengiriman, menyusun dan
menyetujui prosedur terkait pemeliharaan dan perawatan kendaraan, dan
memastikan bahwa produk tersebut sampai ke pelanggan.
Kendaraan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan
49

pendistribusianPT. Alida Perintis Jaya didesuaikan sedemikian rupa guna


mencegah terjadinya paparan obat dan/atau bahan obat pada kondisi yang dapat
mempengaruhi stabilitas dan integritas kemasan, serta untuk mencegah
kontaminasi.Untuk pengiriman dalam kota, dilakukan setiap hari sesuai pesanan,
paling lambat pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 16.00 seluruh loper sudah
berangkat untuk mengantarkan pesanan kepada para pelanggan. Sedangkan untuk
pelanggan diluar kota, pengiriman dilakukan oleh sopir sendiri atau melalui jasa
ekspedisi.PT. Alida melakukan perjanjian dengan pihak ke-3 dalam hal
transportasi yaitu dengan pihak jasa transportasi swasta PT. Lintas, PT. Aneka,
dan PT. Cobra yang sebelumnya telah dibuat MOU dan kerjasama yang
ditandatangani oleh pimpinan masing-masing.
Tugas pihak ketiga meliputi :
1. Mengantarkan barang pesanan kepada pihak pemesan dengan aman sesuai
dengan alamat pemesan.
2. Menjaga kemasan barang agar tidak rusak ketika pengantaran.
3. Menjaga mutu dan kualitas barang ketika pengantaran.
4. Men yesuaikan pemesanan barang antara waktu tempuh dan jarak tempuh.
5. Menjaga selalu nama baik PBF ketika pengantaran barang.
Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
PT. Alida Perintis Jaya telah melaksanakan sesuai dengan standar CDOB,
cakupan kegiatan kontrak dilakukan untuk menjaga keamanan, khasiat, dan mutu
obat dan/atau perbekalan kesehatan.Kontrak yang dilakukan biasanya antara PBF
PT. Alida Perintis Jaya dengan penyedia jasa transportasi/ ekspedisi yang
dilakukan untuk pendistribusian ke outlet, pengiriman obat dan/atau bahan obat
yang bersifat realokasi. Pengiriman barang selain pengiriman sendiri PBF PT.
Alida Perintis Jaya bekerja sama dengan PT. Lantas.
Selain jasa penghantaran barang, PT. Alida Perintis Jaya Juga
melakukankerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pengendalian hama. PT.
Alida Perintis Jaya bekerja sama dengan PT. Atrindo Asia Global yang akan
melakukan pengecekan setiap 1 bulan sekali. Penyedia jasa kontrak yang bekerja
sama telah memiliki sertifikat sesuai dengan bidang masing-masing sehingga
50

mempermudah pada saat pemeriksaan dari BPOM.


9. Dokumentasi
PT. Alida Perintis Jaya telah melakukan sistem dokumentasi sesuai
standarCDOB.Dokumen-dokumen terdiri dari standar operasional prosedur
(SOP), instruksi kerja (IK), Kontrak, Catatan. Data dalam bentuk kertas maupun
elektronik, disimpan selama minimal 3 tahun, setelah 3 tahun maka dokumen
tersebut dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar agar tidak menumpuk
padalemari arsip, kecuali dokumen speciment dan tandatangan apoteker dan cap
outlet, register daftar pelanggan baru apotek, rumah sakit, dan pedagang
besarfarmasi, dan tanda terima job desc disimpan selamanya. Dokumen-dokumen
yang dibuat oleh APJ PBF antara lain laporan obat yang mengandung prekursor
setiap bulan, Laporan Dinamika Obat setiap 3 bulan secara online, Shiplist dan
laporan-laporan lainnya.
Pelaporan kegiatan PBF Menurut Menteri Kesehatan Republik
IndonesiaNomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 pasal 30 yang telah dirubah dalam
Peraturan Mentri Kesehatan nomor 30 tahun 2017 menyebutkan bahwa setiap
PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan
sekali (laporan triwulan) meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Sesuai
Permenkes No3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan
pelaporan narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi bahwa PBF yang
melakukan penyaluran prekusor farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan pengadaan dan penyaluran obat prekusor
setiap bulan yang di laporkan ke Kemenkes RI tembusan Dinkes dan BPOM
secara online dengan alamat e-Report PBF Dirjen Bina Yanfar dan Alkes
Kemenkes RI. Sedangkan obat prekusor itu sendiri penyimpanannya di simpan di
tempat khusus dan mennggunakan surat pesanan khusus yang di tanda tangan oleh
APJ.
Pada sistem dokumentasi telah diterapkan Quality System
secarakomputerisasi, sehingga dapat mempermudah akses dalam pencatatan,
51

perencanaan dan pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran,


penarikan kembali produk, penanganan produk kembalian termasuk penyimpanan
dokumen hasil transaksi (Faktur dan SP) dikelompokan berdasarkan bulan dan
tahun dan disimpan selama 3 tahun.Peran dan tanggung jawab apoteker dalam
aspek dokumentasi adalah merancang dan mengkaji ulang dan melakukan revisi
terhadap setiap dokumen agar selalu up to date sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sehingga mutu produk senantiasa terjamin selama proses
distribusi hingga sampai ke konsumen.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
SISTEM PERENCANAAN, PENGADAAN DAN SURAT PESANAN DI
PBF

4.1 Teori Sistem Perencanaan, Pengadaan Dan Surat Pesanan Di PBF


4.1.1 Sistem Perencanaan
Perencanaan pengadaan obat dilakukan untuk menyusun kebutuhan obat
yang tepat dan dengan mutu yang baik, sehingga dapat meningkatkan efektivtas
dan efsiensi penggunaan dana. Perencanaan pengadaan obat merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan distribusi.Perencanaan pengadaan obat didasarkan
pada data trend penjualan obat, estimasi bufer stok untuk mencegah kekosongan
akibat kondisi tertentu, dan kapasitas gudang penyimpanan. Perencanaan
pengadaan dikatakan baik apabila tersedia obat dengan jenis dan jumlah yang
cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada
saat diperlukan ( BPOM RI No 9, 2019).
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar
konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari
perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung
jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan
dilakukan secara optimal sehingga obat dapat didistribusikan secara efektif dan
efsien. Tujuan perencanaan dalam pengadaan obat adalah untuk mencegah
terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan obat serta meningkatkan
frekuensi distribusi obat secara efektif dan efsien. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk mencapai tujuan dalam perencanaan pengadaat obat yaitu :
1. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat
mencapai tujuan dan sasaran
2. Pembelian obat dengan kwalitas / mutu yang sesuai standar.
3. Kecepatan peredaran obat dan jumlah pesanan obat.

52
53

4. Pertimbangan anggaran dan priotitas


5. Estimasi jumlah bufer stok obat yang tepat sehingga tidak terjadi
kekosongan stok.
Perencanaan pengadaan obat dianalisa berdasarkan trend jumlah,
frekuensi dan jenis pesanan. Data yang perlu dipersiapkan supaya
perencanaan pengadaan mendekati ketepatan antara lain :
1. Daftar perbekalan kesehatan
2. Stok awal
3. Penerimaan
4. Pengeluaran
5. Sisa stok
6. Obat hilang atau rusak / kadaluarsa
7. Kekosongan obat
8. Distribusi rata rata obat per tahun
9. Waktu tunggu
10. Buffer stock BPOM RI No 9, 2019).

4.1.2 Pengadaan
Pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan maupun penganggaran. Sistem
pengadaan obat dilakukan setiap saat dimana stok obat di gudang
mendekati minimal (sesuai bufer stok). Pengadaan obat merupakan
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
dibutuhkan melalui: ( BPOM RI No 9, 2019).
a. Pembelian/pemesanan
1) Terbatas (Hand to mouth buying),  pembelian/pemesanan (order)
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang pendek,
misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas,
ED cepat, dan PBF berada tidak jauh dari apotek, misalnya berada

53
54

dalam satu kota/wilayah sehingga lead time cepat dan selalu siap


melayani kebutuhan obat sehingga obat dapat segera dikirim.
2) Terencana, berkaitan dengan pengendalian persediaan barang yang
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah pengadaan dengan penjualan
tiap kurun waktu. Pembelian/pemesanan dalam jumlah yang
direncanakan untuk waktu tertentu. Biasanya dilakukan oleh apotek
yang mempunyai pelanggan tetap, barang laku/fast
moving, mempertimbangkan waktu/musim tertentu, jarak apotek jauh
dari PBF/PBF di luar kota sehingga lead time panjang, PBF
berkunjung tidak tiap hari, dan pengiriman tidak setiap hari. Cara
pembelian ini erat hubungan dengan pengendalian persediaan barang.
Pengawasan stok obat/barang sangat penting untuk mengetahui
obat/barang mana yang laku keras dan mana yang kurang laku. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok. Selanjutnya
dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan per item.
Pengadaan secara intuisi, dilakukan pada sediaan farmasi
yangdiperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan dalam
kurun waktutertentu, misalnya karena adanya pengaruh wabah suatu
penyakit. 
3) Spekulasi, dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan
untuk mengantisipasi akan adanya kenaikan harga dalam waktu dekat
atau karena ada diskon atau bonus untuk pembelian jumlah
besar. Pembelian/pemesanan dilakukan dengan pertimbangan diskon,
adanya penawaran bonus barang dan ada kemungkinan kenaikan
harga. Metode spekulasi harus dipertimbangkan kecepatan aliran
barang karena bisa jadi apotek rugi karena harus membeli dalam
jumlah besar akibat mengejar diskon, bonus atau ada kemungkinan
kenaikan harga sehingga barang menumpuk. Apotek bisa untung jika
barang tersebut fast moving cepat laku atau solusi lain beli dalam
jumlah besar namun bonusnya bagi dengan apotek lain jadi kerja sama
dengan apotek lain. (Kekurangan: obat menumpuk. Jadi, solusinya
55

Spekulasi terencana yiatu boleh spekulasi tapi untuk obat fast


moving). Cara pembelian ini dilakukan dalam jumlah yang lebih besar
dari kebutuhan, dengan harapan ada kenaikan harga dalam waktu
dekat atau dikarenakan adanya diskon atau bonus. Meskipun
pembelian secara spekulasi memungkinkan mendapatkan keuntungan
yang lebih besar tetapi cara ini mengandung resiko yang besar untuk
obat-obat dengan waktu kadaluarsa yang relative pendek dan yang
bersifat slow moving.
4) Konsinyasi, pemilik barang menitipkan barang kepada apotek.Apotek
hanya membayar barang yang terjual, sedangkan sisanya dapat diperpanjang
masa konsinyasinya. Cara seperti ini biasanya dilakukan pada produk
baru. Pembayaran dilakukan jika barang terjual. PBF menitipkan
barang baru (produk baru) ke apotek, jika sudah laku terjual baru
kemudian dibayar ke PBF dan jika tidak laku dalam jangka waktu
tertentu yang telah disepakati maka barang dapat dikembalikan.
5) JIT (just in time), pembelian dalam jumlah kecil/terbatas, jika sedang
butuh, baru memesan atau membeli, biasanya meode ini dipilih untuk
barang yang mahal, lama laku, dan keluarnya sedikit. (Kekurangan:
barang kosong).
Proses pengadaan harus memperhatikan beberapa aspek penting, antara lain :
a. Pembelian obat harus dengan jumlah yang tepat sesuai frekuensi pemesanan
dan banyaknya penjualan obat ( fast atau slow moving) serta
memperhitungkan kapasitas gudang penyimpanan dan kebutuhan stok bulan
berikutnya,
b. Pembelian obat dilakukan melalui manufaktur yang jelas atau pedagang besar
farmasi lain yang sah sehingga kualitas atau mutu obat terjamin.

4.1.3 Surat Pesanan


Surat Pesanan PBF adalah surat pesanan yang berisi pemesanan
obat obat yang diperlukan oleh sebuah peruasahaan untuk mencegah
kekosongan barang. Pengadaan obat dilakukan dengan membuat Surat
56

Pesanan (SP) atau PO (Purchase Order) kepada manufaktur atau Pedagang


Besar Farmasi lain. SP ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab
dengan mencantumkan stampel dan tanda tangan. Komponen SP meliputi
tanggal, nomor SP, nama supplier, nama obat, satuan obat dan jumlah
obat. Lembar SP untuk obat yang mengandung prekursor dibuat terpisah
dari SP obat keras dan obat bebas. Surat pesanan harus :
a. Asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 serta tidak dibenarkan dalam
bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan kepada
pemasok dan 1 rangkap sebagai arsip
b. Ditandatangani oleh Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung
Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai
ketentuan perundang-undangan
c. Dicantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat
lengakap (termasuk nomor telepon/ faksimili bila ada) dan stempel sarana.
d. Dicantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap
e. Dicantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka
dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam
bentuk eceran) dari Obat/ Bahan Obat yang dipesan
f. Diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas
g. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Surat Pesanan selain menggunakan manual juga dapat dilakukan
menggunakan sistem elektronik. Ketentuan surat pesanan secara elektronik
sebagai berikut :
a. Sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk,
sekurang kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun terakhir.
b. Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukan dan dipertanggungjawabkan
kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerima surat
pesanan.
c. Sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh
Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab.
57

d. Harus tersedia sistem backup data secara elektronik.


e. Sistem pesanan elektronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan
data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan /
atau oleh pihak yang menerima surat pesanan.
f. Pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan
diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan
secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.
Apabila Surat Pesanan tidak dapat digunakan karena suatu hal, maka
Surat Pesanan tersebut harus diberikan tanda pembatalan yang jelas dan
diarsipkan bersama dengan surat pesanan lainnya. Apabila surat pesanan
tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya, harus meminta surat
penolakan pesanan dari pemasok.
Jenis surat pesanan obat :
a. Surat Pesanan Obat Reguler (Biasa)
Untuk memesan barang atau obat dengan golongan Obat Bebas (OB) dan
Obat Keras (OK). Surat pesanan regular atau biasa terdiri dari dua rangkap,
rangkap yang pertama berwarna putih untuk ke Pedagang Besar Farmasi
(PBF) dan rangkap yang kedua berwarna merah muda untuk arsip.
b. Surat Pesanan Psikotropika
Surat pesanan psikotropika terdiri dari dua rangkap, rangkap pertama
berwarna putih untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF), dan rangkap berwarna
merah muda untuk arsip.
c. Surat Pesanan Narkotika
Untuk memesan golongan obat narkotik hanya bisa diperoleh dari Kimia
Farma. Surat pemesanan narkotik terdiri dari empat rangkap dengan warna
yang berbeda yaitu warna putih untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF), warna
biru untuk Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM), warna merah muda
untuk DINKES Kabupaten/ Kota, dan warna kuning untuk arsip.
d. Surat Pesanan Prekursor
58

Surat pesanan ini untuk memesan obat yang mengandung prekursor. Surat
pesanan prekursor dibuat tiga rangkap. Surat pesanan prekursor hanya dapat
digunakan untuk memesan satu atau beberapa jenis prekursor.
e. Surat Pesanan Obat Obat Tertentu (OOT)
Surat pesanan ini untuk memesan Obat Obat Tertentu (OOT). Surat pesanan
Obat Obat Tertentu (OOT) dibuat tiga rangkap. Kriteria Obat Obat Tertentu
(OOT) terdiri atas obat atau bahan yang mengandung : Tramadol,
Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin, Haloperidol, Dextrometorfan.

4.2 Sistem Perencanaan, Pengadaan Dan Surat Pesanan Di PBF Alida


4.2.1 Perencanaan Dan Pengadaan
Produk di PT. Alida Perintis Jaya berasal Principal lokal, meliputi
obat-obat generik, obat-obat ethical kecuali narkotika dan psikotropika,
multivitamin, suplemen makanan, kosmetik, produk makanan dan
minuman. Perencanaan dan pengadaan dilakukan untuk memberikan
pelayanan yang berkesinambungan dan teratur. Proses pengadaan
bertujuan mendapatkan sedian farmasi dengan harga yang layak, mutu
yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan
lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan.
Metode pengadaan yang dilakukan oleh bagian pengadaan
dilakukan secara langsung dengan menghubungi langsung distributor/
suplier dan distributor/ suplier akan menyiapkan dan mengirim barang
yang telah di pesan. Barang yang diterima dicocokan dengan Surat Jalan,
jika sudah sesuai baru datadimasukkan stok dan barang dimasukkan ke
gudang penyimpanan. Sistem perencanaan obat dilakukan dengan cara:
1. Menyesuaikan dengan tahun sebelumnya berdasarkan hasil rapat pimpinan
dan evaluasi tahunan.
2. Berdasarkan stock yang sudah habis / mendekati habis.
3. Berdasarkan buku defecta.
4. Hasil laporan bagian marketing.
5. Permintaan dari masyarakat.
59

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam proses perencanaan adalah:


1. Pengumpulan dan pengolahan data.
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
4.2.2 Surat Pesanan Di PBF Alida
Surat Pesanan di PBF ALIDA terdiri dari 2 SP yaitu :
1. SP untuk obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras

Gambar 4.1 SP obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras
2. SP untuk obat yang mengandung prekursor

Gambar 4.2 SP obat yang mengandung precursor


60

4.3 Study Kasus


Perencanaan dan pengadaan dilakukan untuk memberikan
pelayanan yang berkesinambungan dan teratur tetapi perencanaan obat
kadang-kadang tidak sesuai realisasi, ada beberapa hambatan yang
mungkin bisa terjadi salah satunya seperti saat ini, dengan adanya wabah
virus corona dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di berbagai
daerah yang berdampak dengan permintaan pelanggan yang berkurang
maka barang menumpuk sehingga pendistribusian mengalami penurunan.
Demikian juga dengan pesanan yang diperkirakan pendistribusi
past moving menjadi midle moving maka melemahnya pasar sehingga
berdampaknya pasar obat menurun. Kejadian ini berdampak pada
perencanaan dan pesanan obat tidak signifikan dengan pendistribusian atau
penjualan. Berikut merupakan Tren analisis pasar obat penjualan 3 bulan
terakhir.

Tren Analisis Pasar Obat


120
100
80 %
60
40
20
0
Maret April Mei

Analisis Data dan Pembahasan


Berdasarkan diagram tren data analisis dipasaran dapat dilihat pada
bulan maret 2020 prsentasi analisis obat sebesar 110 % dapat dikatakan
bahwa ketika bulan maret belum adanya keseriusan dari pemerintah terkait
pengaturan PSBB atau lock down, sehingga tidak mempengaruhi dalam
pendistribusian obat atau pengadaan obat. Kemudian pada bulan
selanjutnya yaitu april 2020 terjadi penurunan presentase menjadi 89%
karena pada bulan ini pemerintah sudah menerapkan di kota besar
61

melakukan lock down dan sangat berpengaruh terhadap pendistribusian


obat. Pada awal bulan mei 2020 terjadi penurunan yang sangat signifikan
menjadi 60% karena Pemerintah sudah menerapkan PSBB di daerah
maupun di kota- kota besar yang berpengaruh dalam pendistribusian obat
atau pengadaan obat, solusinya pendistribusian tersebut perlu dilakukan
kerjasama dengan aparat kepolisian atau aparat keamanan /instasi terkait
dalam hal pendistribusian obat ke berbagai daerah karena adanya PSBB
di berbagai daerah yang dapat menghambat dalam pendistribusian obat,
dan perlu adanya kesiapan kelengkapan dalam pemeriksaan seperti
memakai masker, surat tugas dan lain-lain.
62

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
1. Apoteker penanggung jawab PBF, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF cabang, dana dalam melaksanakan tugasnya
harus memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan
memenuhi pelayanan public.
2. Pedagang Besar Farmasi merupakan suatu perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Dalam perizinan pendirian PBF terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon, dan melalui proses yang telah
ditentukan. Dalam pelaksanaan tugasnya, PBF harus memenuhi CDOB.
3. CDOB merupakan hal yang harus diterapkan bahkan PBF wajib memiliki
sertifikat CDOB. Tingkat penerapan CDOB secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap mutu obat/bahan obat di suatu PBF.

62
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Departemen Kesehatan RI . 2014.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta

Peraturan Pemerintah. 2018. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019. Tentang
Pedoman teknis cara distribusi obat yang baik. Jakarta

63
LAMPIRAN

Lampiran 1
Formulir Perizinan PBF

64
Lampiran 2
Formulir Permohonan Pengakuan PBF Cabang

65
Lampiran 3
Struktur Organisasi PBF PT. Alida Perintis Jaya

66
67
Lampiran 4
Formulir Barang Kembalian

68
Lampiran 5
Berita Acara Penarikan Barang

69
Lampiran 6
Faktur PBF PT. Alida Perintis Jaya

70
Lampiran 7
Form Checklist Penerimaan Barang PBF PT. Alida Perintis Jaya

71
Lampiran 8
Nomor Induk Berusaha (NIB)

72
Lampiran 9
Serifikat CDOB

73
Lampiran 10
Dokumentasi PKPA PT. Alida Perintis Jaya

74

Anda mungkin juga menyukai