Disusun oleh:
APRIANTO DAWALI DATU
191FF05008
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas Kabupaten Sumedang dan UPT Jatinangor,
yang berlangsung tanggal 1 – 31 Maret 2020.
PKPA ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih
gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker di Universitas Bhakti Kencana. Di
samping itu, setelah mengikuti PKPA diharapkan dapat memperoleh pengetahuan
di apotek yang merupakan salah satu tempat pengabdian Profesi Apoteker.
Penulis mensyukuri adanya keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.
Keberhasilan yang penulis dapat tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak
yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan praktek kerja profesi apoteker ini. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt. selaku rektor Universitas
Bhakti Kencana
2. Ibu Dr. Patonah, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana
3. Ibu Herni Kusriani, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Bhakti Kencana.
4. Dadang Djuanda, M.Si., Apt Sebagai dosen pembimbing atas segala arahan,
saran, dan bimbingan selama penelitian sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
5. Ibu Yuyun Yulyani, S. Farm.,Apt dan Viti Sri Rahayu, S.Si., Apt selaku
Apoteker Penanggung Jawab dan pembimbing Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Dinas Kabupaten Sumedang dan UPT Jatinangor yang telah
meluangkan, pikiran, waktu dan perhatiannya untuk memberikan masukan
dan bimbingan pengarahan dengan tulus kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA)
iii
6. Seluruh Staf Dinas Kabupaten Sumedang dan UPT Jatinangor atas
kerjasama dan informasi yang telah diberikan
7. Kedua Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun
material sehingga penulis bias menyelesaikan laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
8. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis
sehingga dapat terselesaikannya laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca. Akhirnya
penulis berharap semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
3.3 UPT Puskesmas Jatinangor................................................................................. 30
BAB IV TUGAS KHUSUS
4.1 Pendahuluan ....................................................................................................... 37
4.2 Tujuan ................................................................................................................. 37
4.3 Hasil dan Pembahasan........................................................................................ 37
4.4 Kesimpulan......................................................................................................... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 42
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 42
5.2 Saran ................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 44
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
SUMPAH APOTEKER
vii
Kode Etik Apoteker
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
viii
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
ix
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik Apoteker
Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang
Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009
x
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan
dalam tiga hal, yaitu:
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.
Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
disiplin Apoteker.
xi
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI,
adalah organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas
membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker
Indonesia oleh Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan
dan menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan
guna mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan
etik Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
xii
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat
izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau
penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
xiii
BAB III LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/ mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau
masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi
tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker
pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau
tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
xiv
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date”
dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga
berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana
pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin ‘mutu’, ‘keamanan’,
dan ‘khasiat / manfaat’ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
xv
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker
(SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan
pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang
tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
xvi
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.
BAB VI PENUTUP
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi
pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi
dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh
para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara
profesional.
xvii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA
TUJUAN
Memastikan bahwa seorang apoteker memiliki seluruh kompetensi yang relevan
untukmenjalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuantentang praktik kefarmasian.
Memberikan arah dalam pengembangan pendidikan farmasi (identifikasi dan
penetapan capaian pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan evaluasi hasil
belajar) dan pelatihan di tempat kerja.
Memberikan arah bagi apoteker dalam pengembangan kompetensi diri secara
berkelanjutan.
STRUKTUR
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) standar
kompetensi. Kompetensi dalam sepuluh standar tersebut merupakan persyaratan
untuk memasuki dunia kerjadan menjalani praktik profesi.
Standar Kompetensi:
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi apoteker (PKPA) di Dinas
Kesehatan dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Jatinangor, adalah :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi dan tanggung
jawab apoteker di bidang fasilitas kesehatan.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di bidang fasilitas kesehatan.
3. Mengetahui dan memahami sistem pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
4. Mengetahui dan memahami sistem pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan, serta pelayanan farmasi klinik di Unit Pelaksana Teknis (UPT)
UPT Puskesmas Jatinangor.
5. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
kefarmasian di bidang fasilitas kesehatan.
3
4
5
Kabupaten Sumedang kembali dipimpin oleh Hj. Retno Ernawati, S.Sos, MM.
sampai sekarang.
2.2 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang terletak di Jalan Kutamaya No. 21
Sumedang, dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Hj. RetnoErnawati., S.Sos,
MM. Saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang mempunyai Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Puskesmas dengan jumlah Puskesmas pada tahun 2016 adalah 35
puskesmas sesuai dengan target Renstra Dinas Kesehatan. Jumlah Puskesmas
yang sudah terakreditasi pada tahun 2016 sejumlah 5 (lima) Puskesmas dengan
strata Akreditasi Dasar sebanyak 3 (tiga) Puskemas dan strata Madya sebanyak 2
(dua) Puskesmas. Jumlah Posyandu di 1.636. Jumlah Desa Siaga sampai dengan
tahun 2016 adalah 277.
Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala dengan titelatur Kepala Seksi
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mempunyai tugas pokok membantu Kepala Bidang SDK dalam melaksanakan
kegiatan pengadaan dan pengelolaan kefarmasian dan alat kesehatan. Untuk
melaksanakan tugas pokok, tugas Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis pengelolaan obat-obatan
(farmasi) penunjang pelayanan kesehatan dasar;
2. Menyusun rencana kegiatan penyediaan obat-obatan (farmasi);
3. Melaksanakan pengawasan dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan obat
obatan (farmasi) di unit pelayanan;
4. Melaksanakan pengawasan usaha apotik dan toko obat;
5. Merumuskan rencana kegiatan penyediaan alat kesehatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan di unit pelayanan;
6. Melaksanakan pendataan kebutuhan alat kesehatan pada setiap unit pelayanan
kesehatan dasar;
7. Melaksanakan pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian alat
kesehatan;
8. Melaksanakan pengawasan dalam pencatatan dan pelaporan penggunaan alat
kesehatan di unit pelayanan; dan
9. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan bidang tugasnya
kabupaten atau kota. Selain memiliki tugas yang jelas, gudang farmasi juga
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pendistribusian
obat, alat kesehatan serta perbekalan farmasi
2. Melakukan penyiapan, penyusunan rencana, pencatatan dan pelaporan
mengenai mutasi (keluar masuknya) perbekalan farmasi
3. Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum
4. Melakukan urusan tata usaha dan berbagai urusan administrasi yang
mencakup pengelolaan sediaan farmasi
UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan dipimpin oleh seorang
kepala dengan titelatur Kepala UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan.
Kepala UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas pokok
membantu Kepala Dinas dalam melaksanakan kegiatan teknis gudang farmasi dan
perbekalan kesehatan. Untuk melaksanakan tugas pokok, uraian tugas Kepala
UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan urusan ketatausahaan, rumah tangga, keuangan dan
kepegawaian UPT;
2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian
obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi;
3. Melaksanakan pemantauan, pencatatan dan pelaporan serta mengamati
persediaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, alat
kesehatan dan perbekalan farmasi; dan
4. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan bidang tugasnya.
5. Dalam melaksanakan tugas pokok dan uraian tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala UPT dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata
Usaha dan jabatan fungsional.
e. Fasilitas keamanan;
f. Ketersediaan utilitas publik;
g. Pengelolaan kesehatan lingkungan;
h. Kondisi lainnya.
1) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai yang
mendekati kebutuhan
2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
3) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
b. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pemerintah daerah setempat.
c. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai
Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam
menerima obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya
adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas
d. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar
dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat
yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan.
e. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan
pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas, dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
f. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
17
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar.
g. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara
tertib, baik yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan obat dan bahan medis habis sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan;
Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai;
Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat
dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas;
b. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan, dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai;
c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian;
18
c. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuannya adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien
anatara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan
dan penggunaan obat.
d. Ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain. Pasien rawat inap yang telah
pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi dan
kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy care) agar terwujud
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat
sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
20
22
23
terpadu Dinkes yang anggotanya terdiri dari Kepala Bidang SDK sebagai ketua,
Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai sekertaris, anggotanya
terdiri dari pengelola obat di UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan,
bagian program di Dinas Kesehatan dan beberapa Kepala UPT Puskesmas.
Metode untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yaitu
dengan metode konsumsi dan metode morbiditas yang didasarkan atas analisa
data konsumsi obat tahun sebelumnya. Dari hasil kesepakatan Tim Perencanaan
Obat diperoleh jenis item obat dan jumlah yang akan dipesan, selanjutnya diolah
lagi oleh Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan sumber anggaran
kemudian diserahkan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Sumber anggaran
berasal dari APBN bentuknya Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Program dalam
bentuk obat. Kriteria pemilihan obat mengacu pada Formularium Nasional
(Fornas) dan/ Daftar Obat Essensial Nasional (Doen), dengan kriteria obat yang
berkhasiat, efek samping rendah, biaya murah dan obat tunggal. Pengadaan obat
menggunakan sistem ekatalog dan tender. Untuk dana ≥200 juta dilakukan tender.
3.1.2 Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Tujuan
pengadaan obat adalah:
1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan
2. Mutu obat terjamin
3. Obat dapat diperoleh pada saat diperlukan
Pengadaan obat dan Perbekalan Kesehatan dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 dan No. 70 tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proses pengadaan obat
dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang diawali dengan
membentuk Pejabat Pengadaan. Pejabat Pengadaan menggunakan sistem
pengadaan e-katalog untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang
aman, bermutu, dan berkhasiat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
24
pengelolaan obat yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang berlaku, serta
dapat mengetahui dan memperbaiki kekurangan yang ada.
3.2 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan UPT Gudang Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan
3.2.1 Penerimaan dan Pemeriksaan
Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan dilakukan oleh Panitia
Penerima dan Pemeriksa Barang. Tujuan dilakukan pemeriksaan agar obat yang
diterima sesuai dengan jumlah dan jenis serta sesuai dengan dokumen yang
menyertainya. Kemudian barang dilakukan pencocokan seperti PBF, tujuan
pengirim, nama obat, jumlah obat, bentuk sediaan obat, expired (18 bulan), dan
tanda tangan dari Apoteker PBF atau distributor tersebut yang disertai dengan
Surat Izin Praktek Apoteker. Semua itu dilakukan pengecekan sesuai dengan surat
pesanan.
3.2.2 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan penyimpanan obat dan perbekalan
kesehatan adalah untuk:
1. Memelihara mutu obat
2. Menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah
3. Menjaga kelangsungan persediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
1. Penyiapan sarana penyimpanan
Ketersediaan sarana yang ada di unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan
bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang tersedia
di UPT Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan adalah sebagai berikut:
gedung, kendaraan roda dua dan roda empat, komputer + printer, telepon &
26
3.2.3 Pendistribusian
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Distribusi obat
dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari
kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat
persediaan obat. Tujuan distribusi adalah:
1. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian
3. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan
kesehatan.
4. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan
program kesehatan
28
3.4.3 Visi, Misi, dan Tata Nilai Prima UPT Puskesmas Jatinangor
Visi
Visi Puskesmas Rawat Inap Jatinangor mengacu pada Visi Kabupaten
Sumedang yang menetapkan Visi dalam tahapan keempat Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sumedang 2018-2023.
“Terwujudnya Masyarakat Sumedang yang Sejahtera, Agamis, Maju,
Profesional, dan Kreatif (SIMPATI) Pada Tahun 2023”
SIMPATI: Sejahtera Masyarakatnya, Agamis Akhlaknya, Maju
Daerahnya, Profesional Aparaturnya dan Kreatif Ekonominya.
Misi
Memenuhi kebutuhan dasar secara mudah dan terjangkau untuk
kesejahteraan masyarakat;
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Jatinangor, meliputi:
1. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
2. Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan Dinas kesehatan Kabupaten Sumedang dilaksanakan di Puskesmas.
Pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas Jatinangor terdiri dari 2 aspek
pelayanan yaitu pelayanan farmasi non klinik meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dan pelayanan farmasi klinik.
Pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh 1 orang TTK, 1 orang Apoteker dan 1
orang bagian administatif.
3.4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengelolaan obat dan BMHP dimulai dari tahap perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi.
Kegiatan pengelolaan obat dan BMHP diawali dengan proses perencanaan
dilakukan 1 tahun sekali, yaitu membuat data pemakaian barang (Puskesmas dan
jaringannnya) selama 1 tahun selanjutnya diserahkan ke Dinas Kesehatan Seksi
Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada akhir Desember. Pengadaan obat dan alkes,
dilakukan per 2 bulan, dengan cara membuat Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Data LPLPO berasal dari data UPT Puskesmas
Jatinangor dan jaringannya selama 2 bulan sebelumnya meliputi sisa stok,
penerimaan, pemakaian, sisa optimum, jumlah permintaan (dilebihkan 20% dari
sisa optimum), pola penyakit, dan jumlah kunjungan pasien. Kemudian
ditandatangan oleh petugas penerima dan kepala Puskesmas. LPLPO segera
diberikan paling telat tanggal 10, untuk kelancaran pengadaan barang di
Puskesmas. Proses selanjutnya, penerimaan barang dikirim dari UPT Gudang
Farmasi.
Penerimaan barang dilakukan oleh Tim Penerima Barang yang sudah
dibentuk oleh Puskesmas sebanyak 5 orang. Tim penerima akan memeriksa
34
kesesuaian barang, dengan LPLPO dan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK).
Kesesuaian barang, meliputi nama barang, jumlah, kadaluwarsa, kondisi fisik
barang. Jika terjadi kekurangan jumlah barang, barang akan diambil ke UPT
Gudang Farmasi dan Perbekalan Kesehatan pada hari itu. Jumlah dan jenis obat
terkadang tidak sesuai dengan permintaan, tergantung sisa stock yang ada di
gudang farmasi. Selanjutnya, tim penerima barang akan membuat Berita Acara
Pemeriksaan dan Penerimaan Barang, dibuat 4 rangkap. Setelah proses
penerimaan, selanjutnya disimpan di gudang induk UPT Puskesmas Jatinangor
berdasarkan golongan alfabetis dengan memperhatikan bentuk sediaan,
FIFO/FEFO, dan ditulis di kartu stok barang. Obat dan BMHP akan disalurkan
oleh UPT Puskesmas Jatinangor ke gudang loket obat, Puskesmas Pembantu
(PUSTU), Poskesdes/Polindes, ruang bersalin, IGD, KIA dan Poli Gigi.
Pelaporan dan pencatatan di UPT Puskesmas Jatinangor merupakan
catatan semua penerimaan dan pengeluaran semua jenis dan jumlah obat dan
BMHP. Tujuan dari Pencatatan dan Pelaporan adalah:
1. Bukti suatu kegiatan telah dilaksanakan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
3. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan
4. Sumber data untuk pembuatan laporan
Sarana pencatatan dan pelaporan di UPT Puskesmas Jatinangor meliputi:
1. Laporan Rencana Kebutuhan Obat (RKO)
2. LPLPO, harus tepat diisi data dan dikirim tepat waktu serta disimpan dengan
baik, dimanfaatkan untuk analisa penggunaan, rencana kebutuhan obat
(RKO), pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
LPLPO dibuat berdasarkan kartu stok dan catatan harian penggunaan obat
3. Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)
4. Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Barang
5. Pencatataan obat rusak/kadaluarsa
6. Berita Acara Pemeriksaan Obat Kadaluarsa
7. Kartu stok gudang dan buku penerimaan, untuk mencatat obat yang masuk
dan keluar gudang
8. Loket Obat: buku bantu, buku rekapitulasi, dan buku kunjungan resep
35
9. Laporan bulanan
10. Laporan Tahunan
11. Laporan stok opname
12. Laporan Penggunaan Obat Generik
Keputusan Menteri Kesehatan HK.03.01/MENKES/159/2010 Pedoman
Pembinaan Dan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah. Kewajiban membuat laporan penulisan obat generik secara
berjenjang dari Puskesmas dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kembali kepada Menteri Kesehatan.
13. Laporan Penggunaan Obat Rasional: ISPA Nonpneumonia, Diare
Nonspesifik, Myalgia.
Pemantauan dilakukan pada 1 pasien setiap hari untuk 3 kasus penyakit
tersebut. Pencatatan di Puskesmas Jatinangor seperti pencatatan pemakaian obat
harian dilakukan perhari, pencatatan pada kartu stok dilakukan 2 bulan sekali. Hal
tersebut terjadi karena proses yang cukup banyak tetapi tenaga kefarmasian yang
ada dipelayanan puskesmas jatinangor terbatas sedangkan pekerjaan yang
dilakukan di pengelolaan obat sendiri cukup banyak sehingga pekerjaan tidak
seimbang dengan jumlah tenaga kefarmasian yang ada. Tetapi, sebagai tenaga
kefarmasian kita harus mengatur waktu kita agar semua pekerjaan dapat dilakukan
dengan baik. Dalam hal penilaian kepuasan pelayanan, dari data analisa
menunjukan bahwa tingkat kepuasan pasien sudah bagus, dalam hal ini
pencapaian belum cukup sampai disini, pihak puskesmas harus tetap
mempertahankan serta meningkatkan pelayanannya sehingga dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada pasien guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
5.1 Kesimpulan
Hasil selama PKPA yang telah dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang dan UPT Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Mahasiswa memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumedang dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, pengelolaan
obat dan perbekalan kesehatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan, pelaporan, hingga
supervisi dan evaluasi.
2. Mahasiswa memahami standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, menenai
pengelolaan obat dan BMHP serta pelayanan farmasi klinik di UPT Puskesmas
Jatinangor.
3. Mahasisawa diberi kesempatan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
pasien dan .tenaga kesehatan lainnya di UPT Puskesmas Jatinangor.
4. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sangat bermanfaat bagi
mahasiswa program profesi apoteker untuk meningkatkan wawasan,
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggungjawab apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
sesuai Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
5.2 Saran
Selama pelaksanaan PKPA di Dinas Kesehatan dan UPT Puskesmas
Jatinangor Kabupaten Sumedang, ada beberapa hal yang ingin disarankan, yaitu:
1. Bagi mahasiswa yang akan praktek terlebih dahulu harus menguasai teori atau
materi yang berkaitan dengan regulasi yang mengatur tentang Dinas Kesehatan
dan Puskesmas, dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui penerapan secara
langsung di tempat praktek dan dapat membandingkan antara teori pada saat di
kuliah dengan praktek langsung di lapangan.
2. Dinas Kesehatan Gudang Farmasi
42
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45
Lampiran 3 LPLPO
49