Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

PEDAGANG BESAR FARMASI


(PBF)

di

PT. ANTARMITRA SEMBADA CABANG MEDAN


MEDAN

Disusun oleh:
Jun Kristiani Waruwu, S.Farm.
NPM 21.24.167

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA
DELI TUA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)
di

PT. ANTARMITRA SEMBADA


MEDAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Institut
Kesehatan Deli Husada Deli Tua

Disusun oleh:

Jun Kristiani Waruwu, S.Farm.


NPM 21.24.167

Pembimbing

apt. Masria Phetheresia, S.Farm,. M.Si. apt. Reina Fahwid Siregar, S.Farm.
NPP. 19880412 202202 2 001 Apoteker Penanggung Jawab
Pengajar Staf Fakultas Farmasi PT. AntarMitra Sembada
Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua Medan

Deli Tua, 21 Juni 2022


Fakultas Farmasi
Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua
Dekan,

apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si.


NPP. 19750105 202003 1 001

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)
di

PT. ANTARMITRA SEMBADA


MEDAN

Oleh:

Jun Kristiani Waruwu, S.Farm.


NPM 21.24.167

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. AntarMitra Sembada ini telah
disetujui untuk di ujikan oleh Komisi Penguji, pada Program Studi Profesi
Apoteker Program Profesi Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Deli Husada Deli
Tua.

Deli Tua, 16 Januari 2023

Tim Penguji:

1. apt. Masria Phetheresia, S.Farm,. M.Si.


NPP. 19880412 202202 2 001

2. apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si.


NPP. 19750105 202003 1 001

3. apt. Jhan Saberlan Purba, S.Si., M.Farm.


NPP. 19780919 202102 1 001

Disahkan Oleh:

Dekan Fakultas Farmasi


Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua, Ketua Prodi Profesi Apoteker,

apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si. apt. Masria Phetheresia, S.Farm,. M.Si.
NPP. 19750105 202003 1 001 NPP. 19880412 202202 2 001

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT. AntarMitra Sembada cabang

Medan. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun berdasarkan materi

yang disampaikan oleh pihak PT. AntarMitra Sembada cabang Medan.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi

Apoteker ini penulis banyak menerima bimbingan, dukungan, dan bantuan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Terulin S. Meliala, A.M.Keb., M.Kes. Selaku ketua Yayasan Rumah Sakit

Umum Sembiring Deli Tua.

2. Bapak Drs. Johannes Sembiring, M.Pd., M.Kes. Selaku Rektor Institut

Kesehatan Deli Husada Deli Tua.

3. Bapak apt. Linta Meliala, S.Si., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Farmasi,

Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua.

4. Ibu apt. Masria Phetheresia S.Farm., M.Si., sebagai Ketua Jurusan Program

Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Deli

Husada Deli Tua, Sekaligus Dosen Pembimbing yang telah berkenan

memberikan arahan, bimbingan kepada penulis selama melaksanakan Praktik

Kerja Profesi Apoteker hingga sampai pada tahap penulisan laporan ini.

5. Ibu apt. Reina Fahwid Siregar S.Farm. Selaku Apoteker pembimbing di PBF

PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan, yang telah berkenan memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama melaksanakan Praktek

Kerja Profesi Apoteker.

iii
6. Bapak dan Ibu Staff pengajar Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas

Farmasi Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua yang telah memberikan

bimbingan dan pengetahuan kepada penulis.

7. Ayah saya Yaredi Waruwu, Ibu saya Lidia Liama Gulo, Tante saya, Kakak

saya Aldian Waruwu dan Adik-adik saya Invo Waruwu, Memori Waruwu dan

Abdi Jaya Waruwu, serta sahabat saya Kristi Natalia Br Surbakti yang telah

memberikan banyak dukungan baik materi maupun doa yang tiada hentinya

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak

demi kesempurnaan lapoan ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Deli Tua, 21 Juni 2022


Penulis

Jun Kristiani Waruwu, S.Farm


NPM 2124167

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan, maka

perlu dilakukan suatu upaya Kesehatan. Upaya Kesehatan dapat dilakukan dalam

bentuk pencegahan penyakit, peningkatan Kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan Kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Presiden Republik

Indonesia, 2009).

Apoteker memegang peranan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009,

pekerjaan kefarmasian adalah pemuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dengan

demikian, seorang apoteker dapat mengabdikan dirinya pada pedagang besar

farmasi (PBF) (Presiden Republik Indonesia, 2009).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),

menyebutkan bahwa PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan

obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan.

1
2

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014

tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedangang Besar Farmasi (PBF), pada

pasal 4 menyebutkan dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman

modal, permohonan harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari

instansi yang, menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017

tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pada pasal

13 menyebutkan PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan

menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan oleh Menteri.

PBF merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran

sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Apotek, Instalasi Farmasi

Rumah Sakit, Klinik dan Toko Obat agar sampai ke masyarakat. Apoteker sebagai

penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan

farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian

sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,

2011).

Menurut peraturan Kepala BPOM RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang

Pedoman Teknik Cara Distribusi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat yang Baik

adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan


3

memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/pelayanan sesuai persyaratan dan

tujuan penggunaannya (Peraturan Kepala BPOM RI, 2019).

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu dan memastikan

bahwa mutu obat dan/atau bahan obat yang integritas rantai distribusi

dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus dikaji

dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus

divalidasi dan di dokumentasikan (Peraturan Kepala BPOM RI, 2020).

Mengingat pentingnya hal tersebut, maka Program Pendidikan Profesi

Apoteker Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua bekerja sama dengan beberapa

PBF, dimana salah satu PBFnya adalah PBF PT. AntarMitra Sembada cabang

Medan, dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker pada tanggal 2

Juni – 21 Juni 2022. PKPA ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman calon

Apoteker mengenai peranan Apoteker di PBF, organisasi, manajemen pengelolaan

sediaan farmasi dan penerapan teknis cara distribusi obat yang baik di PBF.

1.2 Tujuan PKPA di PBF

Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF

PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan (sebagai fasilitas distribusi sediaan

farmasi) adalah:

a. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,

keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian di bidang distribusi farmasi.

b. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan mempelajari

strategi dan pengembangan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar

Farmasi (PBF).
4

c. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar berkomunikasi

dan berinteraksi dalam lingkup Pedagang Besar Farmasi (PBF).

1.3 Manfaat PKPA di PBF

Adapun manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT.

AntarMitra Sembada Cabang Medan adalah:

1. Memahami peran dan tugas Apoteker penanggung jawab di PBF PT.

AntarMitra Sembada Cabang Medan dalam menjalankan pekerjaan

kefarmasian di bidang distribusi farmasi.

2. Memahami penerapan aspek manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF

PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan.

3. Memahami aspek-aspek Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang

diterapkan di PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan.

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.

AntarMitra Sambada Cabang Medan yang terletak di Jalan Bunga Asoka No. 97,

Asam Kumbang, Kec. Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara yang

dilaksanakan pada tanggal 2 Juni - 21 Juni 2022 mulai pukul 08.00 WIB s/d 16.00

WIB.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)

2.1.1 Defenisi Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)

Nomor 34 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Permenkes RI Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),

menyebutkan bawa Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF

adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.2 Landasan Hukum Pedagang Besar Farmasi

Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur PBF diantaranya:

a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan

Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan

Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

c. Peraturan Kepala BPOM Nomor 25 Tahun 2017 tentang Cara Sertifikasi Cara

Distribusi Obat yang Baik.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja

Tenaga Kefarmasian.

5
6

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015

tentang Peredaran, Penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan Narkotika,

Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.

g. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang

Baik.

2.1.3 Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF. Adapun tugas dan fungsi PBF yaitu:

a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat.

b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

2.1.4 Peranan Apoteker di Pedagang Besar Farmasi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan Apoteker adalah sarjana

farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan

Apoteker. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus

memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker penanggung

jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis

Kefarmasian.

Seorang tenaga kefarmasian dapat melaksanakan pekerjaan

kefarmasiannya pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi melalui


7

pedagang besar farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi pemerintah, pemerintah

daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Secara umum peran Apoteker dalam fasilitas distribusi atau penyaluran

sediaan farmasi adalah menjamin produk sampai ke tangan konsumen dengan

keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan, mengontrol

legalitas penyaluran obat (recheck) kebenaran surat pesanan Apotek dan Apoteker

penanggung jawab, mengontrol penyimpanan obat sesuai peraturan dan

mengontrol jika terdapat produk retur dan penarikan obat.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam

menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas

distribusi atau penyaluran sediaan farmasi merupakan salah satu bagian dari

penyelenggaraan pekerjaan farmasi dimana Apoteker sebagai penanggung jawab

harus memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menetapkan Standar

Prosedur Operasional (SPO) yang diperbaharui terus-menerus sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencatat segala hal yang berkaitan

dengan proses distribusi pada fasilitas distribusi atau penyaluran sdiaan farmasi.

Pelaksanaan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan

salah satu tanggung jawab seorang Apoteker dalam fasilitas distribusi atau

penyaluran sediaan farmasi yang bertujuan untuk menjamin produk sampai ke

tangan konsumen dengan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai dengan persyaratan.

Pelaksanaan peran Apoteker di fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi


8

sesuai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dimulai dari pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian.

2.1.5 Perizinan Pedagang Besar Farmasi

Untuk memperoleh izin PBF, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi

pada pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;

b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negera Indonesia sebagi penanggung

jawab;

d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik

langsung atau tidak langsungdalam pelanggaran peraturan perundang-

undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;

e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;

f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dangan perlengkapan yang

dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan

g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai

CDOB.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik


9

Sektor Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang

Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, proses perizinan

PBF dilakukan secara elektronik melaluli OSS (Online Single Submission).

Sertifikat perizinan PBF dikeluarkan oleh lembaga OSS mengatasnamakan

Menteri Kesehatan dalam bentuk sertifikat elektronik yang dapat di print out. Izin

PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan

dan pengakuan PBF cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF pusat.

2.1.6 Pemberian Izin Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 34 Tahun 2014 tentang

perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/MANKES/PER/VI/2011

tentang Pedagang Besar Farmasi pada pasal 7 untuk memperoleh izin PBF,

pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan

Apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif

sebagai berikut:

a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;

b. Susunan direksi/pengurus;

c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah

terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam

kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;

d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan;

e. Surat Tanda Daftar Perusahaan;


10

f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;

g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;

h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

i. Peta lokasi dan denah bangunan;

j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh Apoteker penanggung jawab;

k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

2.1.7 Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1148/MENKES/PER/ VI/ 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, menyatakan

bahwa izin PBF berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi

persyaratan. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:

a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;

b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau

c. Izin PBF dicabut

Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat dicabut apabila:

a. Tidak memperkerjakan Apoteker atau Asisten Apoteker penanggung jawab

yang memiliki Surat Izin Kerja.

b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun.

c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang ditetapkan dalam

peraturan.

d. Tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar farmasi tiga kali

berturut-turut.

e. Tidak memenuhi ketentuan Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi.

2.1.8 Penyelenggaraan Pedagang Besar Farmasi


11

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30

tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 13 yang

menyatakan tentang kegiatan penyelenggaraan pada pedagang besar farmasi yaitu:

1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan

menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu

yang ditetapkan oleh Menteri.

2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau

sesama PBF.

3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,

sesama PBF dan/atau melalui importasi.

4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat

dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.

6) PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat

harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung

jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.

2.1.9 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/

MENKES/ PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 17 menyatakan


12

bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan

oleh pemerintah yaitu:

a. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara

eceran.

b. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep

dokter.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30

Tahun 2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 20

menyatakan bahwa syarat dalam melaksanakan penyaluran obat adalah:

a. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat

pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung

jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat

dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.

b. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyaluran

obat berdasarkan pembelian secara elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.10 Gudang di Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, Pasal 25 dan 26

mengenai gudang PBF menyatakan bahwa syarat dan ketentuan gudang PBF adalah:

a. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang

terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh

Direksi/Pengurus dan Penanggung jawab.


13

b. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi

yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki Apoteker.

c. PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan

gudang, dengan setiap penambahan atau perubahan gudang PBF tersebut

harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal, dan untuk setiap

penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang harus memperoleh

persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

d. Gudang tambahan hanya melakukan penyimpanan dan penyaluran sebagai

bagian dari PBF atau PBF Cabang.

1.2.11 Pemetaan (Mapping) Suhu di PBF

Produk farmasi (obat) menurut CPOB harus disimpan pada suhu (dan

kelembapan) tertentu utuk mencegah/meminimalkan risiko degradasi obat yang

tentu akan mengurangi kualitas dan keamanan obat. Metodologi untuk melakukan

studi pemetaan suhu menurut WHO (2011) melibatkan langkah-langkah berikut.

Penting untuk dicatat bahwa langkah 1 hingga 5 harus diselesaikan sebelum

protokol pemetaan akhirnya dapat disetujui.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Pemilihan EDLM (Electronic Data Logging Monitors)

2. Penunjukan Tim Pemetaan

3. Survei Tempat Pemetaan

4. Kriteria Prosedur

5. Penentuan Lokasi EDLM

6. Membuat Laporan EDLM dan lokasi Alat pengatur Suhu

7. Labelling dan Programming EDLM


14

8. Pemasangan EDLM

9. Orientasi Pemetaan Suhu

10. Pengumpulan Data

2.1.12 Laporan Pedagang Besar Farmasi

Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan secara

rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang disebutkan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang

Pedagang Besar Farmasi yaitu:

a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3

(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat

dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada

Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur

Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat.

c. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika

wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan

secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat

diperiksa oleh petugas yang berwenang.


15

2.1.13 Sanksi Terhadap Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 33

menyatakan bahwa pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan

Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif yang dimaksud

dapat berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan, pencabutan pengakuan,

atau pencabutan izin. Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud

berlaku paling lama 21 hari kerja dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa

penghentian sementara kegiatan, pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat

dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan seluruh

persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan

Menteri ini.

2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam setiap

Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu Surat

Keputusan Kepala Badan POM Nomor 6 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat yang Baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan

untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB

dipertahankan sepanjang jalur distribusi.

Tujuan diterapkannya CDOB disetiap PBF, antara lain:

a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh

yang dibutuhkan pada saat diperlukan.


16

b. Terlaksanakanya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat

sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi

masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.

c. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan

konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai dengan

tujuan penggunaanya.

d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan,

termasuk selama transportasi.

2.3 Aspek-Aspek dari CDOB

Aspek-aspek dari CDOB Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan Nomor 6 Tahun 2020 meliputi 12 aspek yaitu:

2.3.1 Manajemen Mutu

Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur,

proses dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa

obat dan/ataubahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan

dan/atau transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem

mutu. Sistem mutu harus didokumentasikan secara lengkap dan terpantau

efektivitasnya.

Sistem mutu harus memastikan bahwa:

a. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan,

atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.

b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.

c. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka

waktu yang sesuai.


17

d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut

dilakukan.

e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan

dan diselidiki.

f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk

memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip

manajemen resiko mutu.

Manajemen resiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai,

mengendalikan, mengkomunikasikan, dan mengkaji resiko terhadap mutu obat

dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun

retrospektif. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian resiko secara

berkesinambungan untuk menilai resiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan

integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan ditetapkan

untuk menangani setiap potensi resiko yang teridentifikasi. Sistem mutu harus

ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani resiko baru yang

teridentifikasi pada saat pengkajian resiko.

2.3.1 Organisasi, Manajemen dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil

yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk

melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.

Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.

Harus ada struktur organisasi untuk setiap bagian yang dilengkapi dengan

bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar
18

semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggungjawab harus

didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta

dijabarkan dalam uraian tugas.

Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk penanggung

jawab. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan

kompetensi, sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiliki

pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,

identifikasi obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Penanggung

jawab memiliki tanggung jawab antara lain:

a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem manajemen

mutu.

b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta

menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan

lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan

distribusi.

d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan

obat dan/atau bahan obat.

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.

f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.

g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke

dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.

h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak


19

yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan

obat.

i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan

tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.

j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang

telah mendapatkan persetujuan dari instalasi yang berwenang ketika sedang

tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen

yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau

memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan

kembali atau diduga paslu.

l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat

dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan peraturan-undangan.

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam

CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai

tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan

termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga

kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala.

Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat harus

memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan. Personil yang

manangani obat dan/atau bahan obat berbahaya, termasuk yang mengandung

bahan yang sangat aktif (misalnya korosif, mudah meledak, mudah menyala,

mudah terbakar), beracun, dapat menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi


20

dengan pakaian pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan

kerja (K3).

Pelatihan karyawan dapat dilakukan baik internal maupun eksternal.

Sebagai pemberi materi dalam pelatihan harus mempunyai kompetensi sesuai

dengan bidang yang dilatihkan. Evaluasi berkala dilakukan secara rutin, misalnya

setiap 6 (enam) bulan sekali atau sesuai dengan kebutuhan masing-masing

fasilitas distribusi.

2.3.3 Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin

perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Hal-hal yang harus

diperhatikan yang berkaitan dengan bangunan dan peralatan, antara lain:

a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi

penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang

memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan

penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan

pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan

dilaksanakan secara akurat dan aman.

b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang

menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya (ruang karantina dan

ruang reject).

c. Diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus untuk obat dan/atau

bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai

dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika, bahan radio

aktif, dan bahan berbahaya).


21

d. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung

dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan

peralatan yang memadai dan memiliki sistem pencegahan yang berupa sistem

alarm dan control akses yang memadai.

e. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan

debu. Selain itu bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi

sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan

pengerat atau hewan lain.

f. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area

penyimpanan.

g. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan

obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan standar yang

ditetapkan serta harus ada program perawatan untuk peralatan vital, seperti

termometer, genset, dan chiller.

h. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan dan memonitor lingkungan

penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi.

i. Sistem komputerisasi yang digunakan sebelumnya harus diuji secara

menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang

diinginkan.

j. Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara berkala dan

teratur. Backup data harus disimpan di lokasi terpisah dan aman selama tidak

kurang dari 3 (tiga) tahun atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk

mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat. Faktor


22

lingkungan yang harus dipertimbangkan, antara lain suhu, kelembaban, dan

kebersihan bangunan.

2.3.4 Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.

Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi harus

melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai, kompeten

dan dapat dipercaya untuk pemasok obat dan/atau bahan obat.

Dalam hal ini, pendekatan berbasis resiko harus dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a. Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya melalui

CPOB dan CDOB

b. Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan (kemasan,

sediaan).

c. Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya

tersedia dalam jumlah terbatas.

d. Harga yang tidak wajar.

Selain pemasok, fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa obat

dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang

untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan memperhatikan kualifikasi

pelanggan. Fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa proses pengiriman,

penyimpanan, pemisahan obat dan/atau bahan obat, pemusnahan obat dan/atau


23

bahan obat, pengambilan, pengemasan, pengiriman, ekspor dan impor telah

terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedurnya.

Untuk pelaporan psikotropika dan prekursor sesuai Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 2010 dilakukan setiap bulan secara online melalui e-NAPZA

(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif). Tujuan pelaporan ini dikirim secara

online melalui e-napza adalah agar lebih ramah lingkungan (GoGreen) karena

tidak menggunakan kertas untuk membuat laporannya. Pelaporan tersebut

kemudian dikirimkan ke BPOM, lalu ke Kemenkes, Dinas Kesehatan Provinsi,

dan Balai Besar POM, tujuannya adalah untuk mengontrol pengeluaran

psikotropika dan obat prekursor untuk setiap bulannya. Sedangkan untuk obat all

product dilakukan tiga bulan sekali secara online melalui e-report dan dilaporkan

ke Kemenkes, tujuannya untuk melihat peredaran obat dan alat kesehatan.

2.3.5 Inspeksi Diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan

kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut. Program

inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan

mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri harus dilakukan dengan

cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh

perusahaan dan semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat.

2.3.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan

Recall

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat yang

berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur
24

tertulis. Tersedia catatan terhadap penanganan keluhan termasuk waktu yang

diperlukan umtuk tindak lanjutnya dan didokumentasikan.

Semua keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan

diduga palsu harus diteliti (diidentifikasi)/ditinjau dan dicatat sesuai dengan

prosedur yang menjelaskan tentang tindakan yang harus dilaksanakan dan setiap

keluhan harus dikelompokkan sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan trend

analysis terhadap keluhan.

Setiap keluhan tentang obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi

syarat harus dicatat dan diselidiki secara menyeluruh untuk mengidentifikasi asal

atau alasan keluhan, termasuk penyelidikan terhadap bets lainnya.

Tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau

bahan obat kembalian dengan memperhatikan hal berikut:

a. Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat

pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.

b. Jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus dicatat

dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang.

Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat

dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta

diberi label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Penilaian yang

diperlukan dan keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat tersebut harus

dilakukan oleh personil yang berwenang.

Tersedianya prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat

dan/atau bahan obat diduga palsu. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan

obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri
25

farmasi dan/atau pemegang izin edar. Setiap obat dan/atau bahan obat diduga

palsu harus dikarantina di ruang terpisah, terkunci, dan diberi label yang jelas.

Penyalurannya harus dihentikan, dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang

berwenang. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.

Tersedianya prosedur tertulis untuk penanganan obat dan/atau bahan obat

yang ditarik kembali yaitu obat dan/atau bahan obat harus ditempatkan secara

terpisah, aman, dan terkunci serta diberi label yang jelas. Proses penyimpanan

obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan persyaratan

penyimpanan sampai ditindak lanjuti. Perkembangan proses penarikan obat

dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan

akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim

dan dikembalikan. Fasilitas distribusi harus mengikuti instruksi penarikan yang

diharuskan oleh instansi berwenang atau industri farmasi dan/atau pemegang izin

edar.

2.3.7 Transportasi

Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi yang

memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan

sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus

digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.

Adapun metode transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat

dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang

dapat mengurangi mutu.

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi dengan

dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan verifikasi


26

kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kebijakan dan prosedur tertulis

harus dilaksanakan oleh semua personil yang terlibat dalam transportasi. Untuk

obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus selama transportasi

(misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus mencantumkan kondisi

khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta dicatat.

Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang

mengandung zat berbahaya lainnya yang dapat menimbulkan risiko khusus dalam

hal penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan (cairan mudah terbakar/menyala,

padatan dan gas bertekanan) harus disimpan dalam area terpisah dan aman, dan

diangkut dalam container dan kendaraan yang aman, dengan desain yang sesuai.

Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah terima obat

dan/atau bahan obat. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data

suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi

suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transpotasi.

2.3.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,

khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat antara lain:

a. Kontrak pemanfaatan fasilitas penyimpanan berupa gudang / ruang di fasilitas

distribusi.

b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain

transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang

diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan

terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai


27

dengan prinsip dan pedoman CDOB. Pemberi kontrak harus memberikan

informasi tertulis yang harus dilaksanakan oleh penerima kontrak.

Penerima kontrak harus memiliki tempat personil yang kompeten,

peralatan, pengetahuan, dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang

dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh fasilitas

distribusi lain untuk melaksanakan kegiatan distribusi, harus memenuhi

persyaratan CDOB.

Di dalam persyaratan kontrak harus mencakup beberapa hal yaitu:

a. Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman dan dalam

kondisi tidak terduga (force major).

b. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan obat

kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan

menyertakan berita acara kerusakan.

c. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak

wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.

d. Pemberi dan penerima kontrak harus melakukan investigasi terhadap kejadian

kehilangan atau kerusakan produk obat sampai dengan ditemukannya akar

permasalahan dan melaporkan kepada Badan POM perkembangan investigasi

sampai dinyatakan selesai.

e. Pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang

berhubungan dengan penanganan obat/bahan obat dalam pengiriman.

f. Penerima kontrak memiliki mekanisme untuk dapat melakukan penelusuran

keberadaan obat/bahan obat selama pengiriman.


28

2.3.9 Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen

mutu. Dokumentasi tertulis baik secara manual maupun elektronik harus jelas

untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan memenuhi prinsip

ketertelusuran, keamanan, aksesibilitas, integritas dan validitas.

Dokumentasi meliputi dokumen tertulis terkait dengan distribusi

(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), dokumen prosedur tertulis,

dokumen instruksi tertulis, dokumen kontrak, catatan, data, dan dokumen lain

yang terkait dengan pemastian mutu, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik.

Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa

setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil

risiko kesalahan.

Menurut Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 mengenai

dokumentasi:

1. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan,

penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti

pedoman CDOB.

2. Dokumen sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara

elektronik.

3. Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap saat

harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

2.3.10 Ketentuan Khusus Bahan Obat

Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama,

pengemasan ulang dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat
29

sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB. Dalam pengemasan ulang

bahan obat harus diperhatikan hal-hal berikut:

a. Pencegahan terhadap kontaminasi, kontaminasi silang, dan campur baur.

b. Pengamanan stok label, pemeriksaan jalur pengemasan, pemeriksaan dalam

proses, pemusnahan kelebihan label yang sudah tercetak nomor betsnya.

c. Cara sanitasi dan higiene yang baik.

d. Menjaga integritas bets.

e. Semua label harus dilepas dari wadah aslinya dan contoh label baru yang

dipasang selama kegiatan harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan

bets.

f. Jika dalam prosesnya digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh

masing-masing bets label harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan

bets.

g. Mempertahankan identitas dan integritas produk.

Bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian

lingkungan yang efisien untuk memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi,

kontaminasi silang, degradasi, perubahan fisikokimia dan/atau campur baur. Mutu

udara yang dipasok ke area pengemasan ulang tersebut harus sesuai untuk

kegiatan yang dilakukan, misalnya system filtrasi yang efisien. Fasilitas distribusi

yang melakukan pengemasan ulang harus memastikan bahwa stabilitas bahan obat

tidak terpengaruh oleh pengemasan ulang.

Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang

dapat mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar. Dokumentasi harus

tersedia, mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.


30

Sebelum bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi harus

memastikan tersedianya sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi

spesifikasi yang ditentukan. Sertifikat analisis asli harus disampaikan ke industri

farmasi untuk setiap pengiriman. Mekanisme transfer informasi harus tersedia,

termasuk informasi mutu atau informasi regulasi, antara industri farmasi bahan

obat dan pelanggan.

Label yang tertempel pada setiap wadah harus mencakup informasi

sekurang-kurangnya tentang:

a. Nama dari bahan obat, termasuk tingkat mutu (grade) dan farmakope acuan.

b. Nama International Non-proprietary (INN).

c. Jumlah (berat atau volume).

d. Nomor bets yang diberikan oleh industri farmasi bahan obat asal atau nomor

bets yang diberikan oleh fasilitas distribusi yang mengemas ulang.

e. Tanggal kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang.

f. Kondisi penyimpanan khusus.

g. Penanganan tindakan pencegahan.

h. Nama dan alamat lengkap industri farmasi asal.

i. Nama dan alamat lengkap fasilitas distribusi.

2.3.11 Ketentuan Khusus Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP)

Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab

khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang bertanggung

jawab dalam transportasi produk rantai dingin. Lokasi penyimpanan dipilih dan

dibangun untuk meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi


31

cuaca ekstrim dan bahaya alamiah lainnya. Lokasi dijaga dari penumpukan debu,

sampah dan kotoran serta terhindar dari serangga.

Area yang memadai harus disediakan untuk menerima dan mengemas

produk rantai dingin yang akan dikirimkan pada kondisi suhu yang terjaga. Area

ini hendaknya dekat dengan area penyimpanan yang suhunya terjaga. Area

karantina harus disediakan untuk pemisahan produk kembalian, rusak, dan

penarikan kembali menunggu tindak lanjut.

Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan

suhu terjaga, cold room/ chiller (+2 oC s/d +8 oC), freezer room/ freezer (-25oC

s/d - 15oC), dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Ruangan dengan suhu terjaga, cold room, dan freezer room:

1) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.

2) Dilengkapi dengan sistem auto defrost yang tidak mempengaruhi suhu

selama siklus defrost.

3) Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus-menerus dengan

menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang mewakili

perbedaan suhu ekstrim.

4) Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan

suhu.

5) Dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci.

6) Jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol

akses.

7) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga

oleh personil khusus selama 24 jam.


32

8) Dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil sedang di dalam cold

room/ freezer room atau cara lain yang dapat menjamin keselamatan

personil.

b. Chiller dan Freezer

1) Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin.

2) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.

3) Perlu menggunakan thermometer terkalibrasi minimal satu buah tiap

chiller/freezer dan secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun.

4) Hendaknya merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang

terletak pada satu titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama

operasi normal.

5) Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan

suhu.

6) Dilengkapi pintu/penutup yang dapat dikunci.

7) Setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri.

8) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga

oleh personil khusus selama 24 jam.

Fasilitas penyimpanan harus memiliki:

a. Chiller atau cold room (suhu +2° s/d +8°C), untuk menyimpan vaksin dan

serum dengan suhu penyimpanan 2° s/d 8°C, biasanya digunakan untuk

penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, OT, Hepatitis B, DPT-HB;

b. Freezer atau freezer room (suhu -15° s/ d -25°C) untuk menyimpan vaksin

OPV.
33

Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga

sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. Harus

berjarak minimal 15 cm antara chiller/freezer dengan dinding bangunan. Suhu

minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus

didokumentasikan. Pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio dapat

disimpan pada suhu kamar dan tidak diperbolehkan terpapar sinar matahari

langsung.

Penanganan vaksin jika sumber listrik padam:

a. Hidupkan generator.

b. Jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka dilakukan langkah- langkah

sebagai berikut:

1. Jangan membuka pintu chiller / freezer / cold room / freezer room.

2. Periksa termometer, pastikan bahwa suhu masih di antara +2°C s/d +8°C

untuk chiller/cold room atau ≥ -15°C untuk freezer/ freezer room.

3. Jika suhu chiller/cold room mendekati +8°C, masukkan cool pack (+2°C

s/d +8°C) secukupnya.

4. Jika suhu freezer / freezer room mendekati -15°C, masukkan cold pack (-

20°C) atau dry ice secukupnya.

c. Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka vaksin harus dievakuasi

ke tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan.

Chiller / cold room/ freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau

dalam hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya. Termometer

dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard yang

tersertifikasi. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu


34

pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. Semua kegiatan tersebut

harus terdokumentasi.

Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut:

a. FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih

pendek harus lebih dahulu dikeluarkan.

b. FIFO (First In First Out), produk yang lebih diterima agar lebih dulu

didistribusikan.

c. Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin

Vial Monitor) dan kondisi indikator sudah mengarah atau mendekati ke batas

layak pakai (posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin

tersebut harus lebih dulu dikeluarkan walaupun tanggal kedaluwarsanya

masih panjang.

2.3.12 Ketentuan Khusus Narkotika, Pskotropika dan Prekursor Farmasi

Kunci tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi

dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan personil lain yang

dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan. Personil lain yang dimaksud adalah

Tenaga Teknis Kefarmasian, atau Kepala Gudang. Bila penanggung jawab

fasilitas distribusi berhalangan hadir, kunci tempat penyimpanan narkotika

psikotropika, dan/atau prekursor farmasi dapat dikuasakan kepada Pimpinan

Puncak atau Tenaga Kefarmasian.

1. Kualifikasi Pelanggan

Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas

distribusi lain yang memiliki izin khusus penyalur narkotika, instalasi farmasi

pemerintah, apotek, klinik dan rumah sakit yang memiliki kewenangan


35

menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran

psikotropika atau prekursor farmasi ke fasilitas industri farmasi, fasilitas distribusi

lain, apotek, rumah sakit, klinik dan puskesmas yang memiliki kewenangan

memproduksi, menyalurkan atau menyerahkan psikotropika atau prekursor

farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pengadaan

Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem elektronik. Ketentuan

surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:

a. Sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh

Apoteker Penanggung Jawab.

b. Mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat

lengkap (termasuk nomor telepon/ faksimili bila ada) dan stempel sarana.

c. Mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap.

d. Mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk

angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak

dalam bentuk eceran) dari narkotika, psikotropika dan/ atau prekursor farmasi

yang dipesan.

e. Mencantumkan nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan

penulisan yang jelas.

f. Sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketelusuran produk,

sekurang-kurangnya dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terakhir.


36

g. Surat pesanan elektronik harus dapat ditunjukan dan dipertanggungjawabkan

kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerbitkan surat

pesanan maupun pihak yang menerima menerima surat pesanan.

h. Harus tersedia sistem backup data secara elektronik.

i. Sistem pesanan elekronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan

data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/

atau oleh pihak yang menerima surat pesanan.

j. Pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan

diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan

secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.

k. Surat pesanan manual (asli) harus diterima oleh pemasok selambatnya 7

(tujuh) hari setelah adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak

pemasok bahwa pesanan elektronik telah diterima.

3. Penerimaan

Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat

dan/atau bahan obat yang diterima benar dan tidak mengalami perubahan selama

transportasi.

Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:

a. Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan

kemasan harus sesuai dengan surat pengantar/ pengirirnan barang dan/ atau

faktur penjualan, serta Certificate of Analysis untuk bahan obat;

b. Kondisi kontainer pengiriman dan/ atau kemasan termasuk segel, label dan/

atau penandaan dalam kondisi baik;


37

c. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/

pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat

pesanan.

4. Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan

disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi dan/ atau Balai Besar /Balai

Pengawas Obat dan Makanan (POM) setempat, serta dibuat berita acara

pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan

saksi.

Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis dan kekuatan

sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;

b. Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan;

c. Cara dan alasan pemusnahan;

d. Nama penanggung jawab fasilitas distribusi; dan

e. Nama saksi-saksi.

5. Dokumentasi

Pencatatan mutasi narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi wajib

dilakukan dengan tertib dan akurat. Pencatatan mutasi dapat dilakukan dalam

bentuk kartu stok manual maupun elektronik. Melakukan stock opname secara

berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.

Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan

dan/atau surat pengantar/ pengiriman barang/ dari industri farmasi atau dari

fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/ atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi
38

satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari

dokumen lain.

Seluruh dokumen (manual/ elektronik) pencatatan, dokumen penerimaan,

dokumen penyaluran, dan/ atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan

Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara terpisah

paling singkat 3 (tiga) tahun. Seluruh dokumen manual/elektronik harus tersedia

pada saat dilakukan pemeriksaan.


BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah PT. AntarMitra Sembada

PT. AntarMitra Sembada didirikan pada 15 September 1990, Sebagai

distributor untuk PT. Pharos Indonesia Milik Sekelompok Pharos/ Novel/ Etercon/

Century/ Medicastore. PT. Antar Mitra Sembada membentuk dua tim pemasaran,

yaitu tim Pemasaran Layanan Kesehatan dan tim Pemasaran OTC. Seiring

berkembangnya PT. AntarMitra Sembada tidak hanya berurusan dengan produk

farmasi, tetapi juga alat kesehatan dan persediaan medis untuk mendukung

kelancaran logistiknya. Perusahaan memiliki dua gudang di Jakarta (untuk

mencakup wilayah Indonesia barat) dan Surabaya (untuk mencakup wilayah

Indonesia timur). Dimulai dengan hanya satu kantor cabang, sejak Mei 2011,

Perusahaan memiliki 29 cabang di seluruh Indonesia.

Kantor PT. AntarMitra Sembada cabang Medan sebelumnya berlokasi di

alamat JL. Sei Belutu No. 28, Padang Bulan Selayang I, Kec Medan Selayang

kemudian pindah lokasi ke alamat JL. Sei Batang Hari No. 57, Babura Sunggal,

Kec. Medan Sunggal, Kota Medan. Dan sekarang berlokasi di Jl. Asoka No. 95/97

Kelurahan Asam kumbang, Medan Selayang, Kota Medan.

3.2 Visi dan Misi PT. AntarMitra Sembada

3.2.1 Visi

Menjadi perusahaan pemasaran dan distribusi terkemuka di Indonesia.

3.2.2 Misi

Pemasaran dan distribusi produk-produk farmasi, kesehatan, dan

konsumen yang berkualitas tinggi dan memberikan nilai tambah bagi Perusahaan,

Karyawan, Masyarakat, dan Pemerintah.

39
40

3.3 Logo PT. AntarMitra Sembada

Gambar 3.1 Logo PT. AntarMitra Sembada


3.4 Lokasi PT. AntarMitra Sembada
PBF (Pedagang Besar Farmasi) PT.AntarMitra Sembada cabang Medan

beralamat di Jl. Asoka No. 95/97 Kelurahan Asam kumbang, Medan Selayang,

Kota Medan.

3.5 Operasional PT. AntarMitra Sembada

PT. AntarMitra Sembada beraktivitas mulai hari Senin s/d Jumat pukul

08.00-17.00 WIB. Dan hari Sabtu pukul 08.00-14.00 WIB.

3.6 Struktur Organisasi PT. AntarMitra Sembada

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka dasar tertentu yang

menunjukkan hubungan satuan organisasi dan individu – individu yang berada

didalam suatu organisasi tersebut. Melalui struktur organisasi maka tugas-tugas,

wewenang dan tanggung jawab setiap pejabat dapat diketahui dengan jelas dan

tegas, sehingga di harapkan setiap satuan-satuan organisasi dapat bekerja bersama

sama secara harmonis. PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan dikepalai oleh

BM (Branch Manager) membatasi Apoteker penanggung jawab APJ PBF, KSL

( Kepala Seksi Logistik), APJ Alkes, KSA (Kepala Seksi Keuagan) dan lain-lain.

Struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran.


41

3.7 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian dan pelayanan.

3.8 Perencanaan

Perencanaan kebutuhan obat di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.

Antarmitra Sembada Cabang Medan memakai sistem droping unit logistik sentral

yang dapat diubah sesuai ketentuan cabang. Perencanaan dilakukan berdasarkan

Forecast (rencana jual) yang dibuat 2 minggu sebelum bulan baru. Pengadaan

barang-barang dilakukan dengan memesan barang ke HO (Head Office) yang ada

di Jakarta dengan menggunakan surat pesanan (SP) elektronik yang telah

ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ) Pedagang Besar Farmasi

(PBF). Khusus untuk preparat Psikotropika, Prekusor, dan Obat-obat Tertentu

(OOT) Surat Pesanan (SP) asli wajib dikirimkan ke kantor pusat.

Stok barang-barang/obat-obat yang dipesan untuk digunakan kebutuhan

bulan berikut dan buffer stock, pemesanan selanjutnya dilihat dari stok barang,

bila stok barang sudah minimum maka akan dilakukan pemesanan 2 minggu

sebelum awal bulan, hal ini dilakukan karena pertimbangan lead time (waktu

tunggu) kedatangan barang sampai di cabang, seperti waktu penyiapan pesanan

barang-barang atau obat-obatan selama 3 hari, dan masa pengiriman barang

selama 7 hari, bila tidak ada kendala diperjalanan. Hal ini dilakukan demi

menjaga mutu obat saat berada diperjalanan mengingat penyimpanan obat harus

memerlukan penanganan yang tepat. Pengiriman barang melalui jasa udara dan

darat. Contoh obat yang dikirim menggunakan jasa udara yaitu obat CCP (Cold

Chain Product). Barang/obat yang telah dipesan akan disalurkan ke Apotek,


42

Rumah Sakit, dan lain-lain. Obat-obat yang masuk atau yang datang harus

dibukukan dalam buku khusus gudang.

3.9 Pengadaan

Pedagang Besar Farmasi PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan

mengadakan kebutuhan obat dari kantor HO (Head Office). Pengadaan tergantung

kebutuhan obat yang dibutuhkan. Pemesanan Psikotropika, Prekursor atau Obat-

obat Tertentu (OOT), tentunya terdapat batasan pemesanan yang harus ditaati,

sehingga pemesanan tidak boleh berlebihan hanya sesuai kepentingan. Pemesanan

alat kesehatan juga tergantung kebutuhan.

3.10 Penerimaan

Obat-obatan di PT. Antarmitra Sembada diterima oleh bagian penerimaan

barang yang merupakan petugas gudang, yang disaksikan oleh Apoteker dan

Kepala gudang (KSL). Pengecekan barang berdasarkan kondisi fisik barang yang

sampai, jumlah No. batch, Expired Date (ED), No. registrasi harus sesuai dengan

Delivery order (DO) yang dikirim dari HO (Head Office).

Hal-hal penting dalam penerimaan barang:

a. Bukti pesanan barang dari gudang (untuk memastikan pesanan barang dalam

spesifikasi tepat).

b. Bukti tanda terima barang

c. Obat-obat seperti Psikotropika, Prekursor dan Obat-Obat Tertentu (OOT)

setelah diperiksa petugas gudang, harus diperiksa kembali oleh Apoteker

Penanggung Jawab (APJ).


43

3.11 Penyimpanan

Sistem penyimpanan barang di PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan

dilakukan dengan cara penyimpanan obat harus disesuaikan dengan suhu tertentu

sesuai jenis obatnya. Pengaturan suhu dilakukan dengan tujuan agar obat yang

disimpan digudang dalam keadaan baik sehingga kualitas terjaga. Suhu yang tidak

sesuai dapat merusak mutu obat. Berikut adalah rentang suhu penyimpanan yang

diterapkan di PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan:

 Chiller = 20 – 80C

 Colder = 80 – 150C

 Ruangan dingin (Coolroom) = 150 – 250C

 Suhu ruangan (ambivent) = 250 – 300C

Chiller digunakan untuk menyimpan sediaan pada rentang suhu 2οC - 8οC

yang memerlukan penanganan khusus seperti: Metvel injeksi, Acid ascorbid

injeksi, Oxyla Injeksi, dan Atracurium Injeksi. PT. Antarmitra Sembada Cabang

Medan memiliki 2 buah Chiller, yang masing-masing Chiller dilengkapi dengan

Thermoloqer dan Thermohigro yang telah dikalibrasi. Chiller yang digunakan

juga telah dikalibrasi dan pemetaan suhu (mapping).

Colder adalah tempat penyimpanan obat pada rentang suhu 8° – 15ºC.

Contoh obatnya seperti Carbazochrom injeksi. Sedangkan untuk sediaan yang

disimpan di dalam Cool room seperti: sediaan kosmetik dari principal Surya

Dermatologi Medical (SDM) dan beberapa obat tablet yang disimpan pada

kondisi Cool room dengan rentang suhu 15 οC – 25 οC seperti Levazide. Pada

ruangan ini juga dilengkapi dengan Thermohigro untuk memonitoring suhu

diruangan. Suhu ruangan (ambient) dengan rentang suhu 25οC – 30οC digunakan

untuk menyimpan Produk Obat Tradisional, Alkes, beberapa sediaan OTC dan
44

Medical lainnya. Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Obat-obat

Tertentu (OOT) disimpan di dalam ruangan Cool room yang terpisah dari

penyimpanan sediaan lainnya dan diberi jeruji besi dan terkunci yang membatasi

akses keluar-masuk petugas, demi menjaga sediaan dari resiko yang tidak

diinginkan. Ruangan penyimpanan dilengkapi dengan lemari besi dan kartu stock

gudang. Setiap item obat disusun berdasarkan abjad, dan diterapkan sistem FIFO

(First In First Out) dan sistem FEFO (First Expire First Out). Setiap petugas

gudang yang akan menyiapkan orderan, harus mengambil sediaan berdasarkan no.

batch yang tertera dalam packing list.

3.12 Pendistribusian

Alur pendistribusian obat di PT. AntarMitra Sembada cabang Medan:


Outlet membuat orderan Salesman menginput orderan melalui
Mobile Take Order

Orderan akan muncul ke bagian Sales


Service

Packing list

Petugas menyiapkan orderan

Faktur dicetak dan ditanda tangan


oleh APJ

Orderan diserahkan ke
Diserahkan ke ekspeditur Checker bersama faktur
untuk dikirim ke Outlet

Gambar 3.2 Alur distribusi obat di PT. AntarMitra Sembada


45

3.13 Pelaporan

Pelaporan dapat dibagi menjadi 3 laporan yaitu : laporan bulanan, laporan

triwulan, laporan semester.

3.14 Laporan Bulanan

Pelaporan kegiatan di PT. AntarMitra Sembada dilakukan dengan cara

elektronik pada dua sistem, yaitu SIDDIE (BPOM) dan E-report.

Tabel 3.1 Laporan Apoteker Penanggung Jawab

N Nama Frekuensi Kirim pelaporan Deadline


o Laporan laporan pelaporan
1 Psikotropika, Bulanan Dinas kesehatan dan Balai Tanggal 15
Prekursor, POM setempat setiap
OOT bulan
2 Psikotropika, Bulanan http://e-napza.pom.go.id/ Tanggal 10
Prekursor, setiap
OOT, E-Napza bulan
3 Psikotropika, Bulanan http://pbf.binfar.depkes.go.id/ Tanggal 15
Prekursor, E- setiap
PBF bulan

E-Napza untuk pelaporan psikotropika dan OOT (Obat-Obat Tertentu)

yang diaporakan setiap bulan sebelum tanggal 10 ke BPOM. E-Report untuk

psikotropika dan prekursor yang dilaporkan setiap bulan sebelum tanggal 10 dan

melaporkan selain obat psikotropika dan prekursor yang dilaporkan setiap

triwulan.

3.15 Laporan Triwulan

Laporan triwulan dilakukan pertiga bulan, seperti kegiatan penerimaan dan

penyaluran obat keras, obat bebas terbatas dan obat yang dijual selama 3 bulan.
46

Laporan tersebut yaitu Triwulan BPOM, Triwulan E-PBF dan AHA kosmetik.

Adapun laporannya sebagai berikut:

Tabel 3.2 Laporan Triwulan

No Nama Frekuensi Kirim pelaporan Deadline


laporan laporan pelaporan
1 Triwulan Triwulan laporantriwulanpbf@pom.go.id/ Tanggal 15
BPOM setiap bulan
2 Distribusi Triwulan http://pbf.binfar.kemkes.go.id/ Tanggal 20
obat setiap bulan
triwulan E-
PBF
3 AHA Triwulan Dinas kesehatan & Badan/Balai Tanggal 15
Kosmetik POM setempat setiap bulan

3.16 Laporan Semester

Tabel 3.3 Laporan Semester

No Nama Frekuensi Kirim pelaporan Deadline


laporan laporan pelaporan
1 Kendaraan Semester Dinas kesehatan & Balai Tanggal 15
ekspedisi POM setempat Juli dan 15
Januari
2 Rayon Semester Dinas kesehatan & Balai Tanggal 15
salesman POM setempat Juli dan 15
Januari

3.17 Laporan Tiap Kejadian

Tabel 3.3 Laporan Kejadian

No Nama Frekuensi Kirim pelaporan Deadline


laporan laporan pelaporan
1 Recall Tiap kejadian Dinas kesehatan & Balai Sesuai
POM setempat klasifikasi
penarikan

3.18 Inspeksi Diri

Inspeksi diri dilakukan oleh tim internal dan eksternal. Tim

eksternal dilakukan oleh Badan POM, sedangkan untuk tim internal salah satunya
47

adalah Apoteker Penanggung Jawab. Inspeksi diri internal dilakukan setiap 6

bulan sekali. Jika pada saat inspeksi diri didapatkan temuan maka langsung dibuat

CAPA (Corrective Action and Preventif Action). Kemudian temuan tersebut

termasuk dalam kategori minor, mayor, critical, atau critical absolut. Untuk

kategori minor adalah tidak mempengaruhi sistem mutu dan kualitas produk.

Belum ada petunjuk sebelum ditemukannya temuan.

Kategori mayor adalah berpengaruh pada kualitas produk/kerja dan

berpengaruh besar pada sistem mutu dan produk. Sudah ada petunjuk tetapi tidak

dijalankan oleh sebagian kecil bagian yang berkaitan. Temuan critical adalah

sangat berpengaruh pada berjalannya sistem dan kualitas produk/kerja. Satu

prosedur tidak dijalankan oleh beberapa atau semua bagian. Kegiatan koreksi

dilakukan secepatnya. Ketika proses inspeksi diri internal akan dilakukan kembali,

temuan yang sebelumnya harus sudah dikoreksi.

3.19 Trasportasi

Kendaraan yang digunakan untuk ekspedisi di PT. Antarmitra Sembada

cabang Medan yaitu 10 motor dan 3 mobil. Kendaraan ini digunakan untuk

pengiriman dalam kota. Standar untuk kendaraan yang digunakan dan

ekspediturnya yaitu adanya SIM, STNK, kendaraan dalam kondisi baik,

kebersihan dari kendaraan itu sendiri. Untuk menjaga kondisi dari kendaraan,

dilakukan perawatan setiap hari mengenai kebersihan kendaraan dan setiap satu

bulan sekali untuk kondisi mesin kendaraan. Pada setiap kendaraan ditempel

daftar produk yang termasuk dalam produk rantai dingin, sehingga setiap

ekspeditur mengetahui produk apa saja yang harus menggunakan cool box untuk

pengirimannya.
48

3.20 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan hal yang penting dari sistem manajemen yang

ditujukan untuk meminimalisir kesalahan komunikasi lisan dan untuk

memudahkan penelusuran serta dapat dipertanggung jawabkan. Dokumen

disimpan selama tiga tahun. Dokumen tersebut merupakan dokumentasi yang

terkait dengan kegiatan pengadaan barang, penyimpanan, penyaluran, dan

pelaporan. Apoteker Penanggung Jawab wajib mendokumentasikan bukti

penyaluran yaitu dengan menyimpan copy faktur yang telah ditanda tangani

pelanggan dan surat pesananan dari pelanggan. Selain itu untuk Apoteker

Penanggung Jawab wajib melaporkan daftar pemakaian psikotropika, prekursor,

dan obat-obat tertentu setiap satu bulan sekali (maksimal pada tanggal 10) melalui

sistem elektronik online yaitu e-Napzake BPOM.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mahasiswa Apoteker Deli Husada

Deli Tua angkatan VIII di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. AntarMitra

Sembada Cabang Medan di Jl. Bunga Asoka No. 95/97 Kelurahan Asam

kumbang, Medan Selayang, Kota Medan.

Pelaksanaan PKPA ini sangat bermanfaat bagi calon Apoteker, karena

dapat mengetahui tugas dan tanggung jawab seorang apoteker pada sarana

distribusi khususnya di Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9

Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, PBF dan

PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran

obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PT.

Antarmitra Sembada Cabang Medan telah memiliki sertifikat CDOB (Cara

Distribusi Obat yang Baik), sehingga dengan adanya sertifikat CDOB ini maka

PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan telah memenuhi persyaratan CDOB

dalam mendistribusikan obat.

Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab

yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,

penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat (Menkes RI, 2011).

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi

obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Untuk

memastikan bahwa personil mampu memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam

melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan CDOB, maka semua

49
50

personil wajib mengikuti pelatihan tentang CDOB serta menerima pelatihan dasar

maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Pengadaan barang di PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan dilakukan

melalui PT. Antarmitra Sembada Pusat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF

yang menyatakan bahwa PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat

dan/atau bahan obat dari PBF pusat. Pengadaan dilakukan berdasarkan forecast

marketing, sales dan institusi. Dalam hal pengadaan produk PT. Antarmitra

Sembada dilakukan dengan mengirim purchase order (PO) ke NWD oleh PT.

Antarmitra Sembada Cabang.

Proses penerimaan pada PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan

dilakukan sesuai dengan CDOB yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap

bukti pesanan barang dari Gudang (untuk memastikan pesanan barang dalam

spesifikasi tepat), kemudian dilakukan pengecekan bukti pemesanan dengan fisik

barang untuk memastikan bahwa kiriman obat yang diterima benar, berasal dari

pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama

transportasi, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa pada obat harus sesuai dengan

faktur. Jika terjadi ketidaksesuaian jumlah atau ditemukan adanya barang rusak

maka dibuat berita acaranya dan dilaporkan.

Berdasarkan peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman

Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, kondisi penyimpanan untuk obat harus

sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang memproduksi obat tersebut.

Penyimpanan obat di PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan dilakukan dengan

memperhatikan suhu penyimpanan ruangan dari masing-masing obat.


51

Gudang penyimpanan dibagi menjadi beberapa ruang, ruang precursor,

ruang ambient, chiller, cold room, ruang karantina dan ruang bad stock. Semua

sediaan obat disusun rapi di dalam rak dengan posisi no. batch dan tanggal

kadaluwarsa dihadapkan ke depan dengan tujuan untuk memudahkan petugas

gudang dalam mengambil barang yang dimaksud. Sediaan obat diletakkan di atas

palet sehingga sediaan tidak berkontak langsung dengan lantai yang dapat

menyebabkan kerusakan pada obat. Untuk menjamin kesesuaian suhu dan

kelembapan ruangan, dilakukan pencatatan suhu dan kelembapan tiap tiga kali

dalam sehari. Dilakukan juga pemeliharaan ruangan dengan mengisi kartu

pemeliharaan ruangan/ceklis kebersihan setiap satu kali sehari. Inspeksi diri di PT.

Antarmitra Sembada Cabang Medan dilakukan 1 x 6 bulan. Jika ditemukan

penyimpangan dalam hal tidak sesuai dengan ceklis inspeksi diri dan Jika terjadi

penyimpangan dalam hal kondisi penyimpanan maka dilakukan Corrective Action

and Preventive Action (CAPA) untuk dapat menanggulangi penyimpangan yang

terjadi.

Pengendalian barang di gudang PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan

dilakukan dengan melakukan stock opname yaitu stock opname harian, bulanan

dan tahunan. Stock opname nasional dilakukan satu kali dalam satu tahun. Stock

opname dilakukan terhadap jumlah fisik barang dan jumlah barang pada sistem

komputer. Setiap bulan dilakukan integrity stock oleh apoteker penanggung jawab

dengan random barang di lokasi penyimpanan, random faktur di lokasi outbond

untuk sesuai fisik barang yang akan diantar dengan faktur. Random barang masuk

dilokasi in bound untuk sesuaikan barang masuk dengan dokumen pesanan.


52

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF dan PBF Cabang hanya dapat

menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain dan fasilitas pelayanan

kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (apotek, instalasi

farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat). Dalam hal

pendistribusiannya, PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan mendistribusikan

obatnya sesuai dengan surat pesanan. Untuk surat pesanan prekursor dan obat-

obat tertentu sebelumnya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh apoteker

penanggung jawab PBF. Pada saat pengiriman untuk produk yang memerlukan

perlakuan khusus seperti obat yang harus disimpan pada suhu dingin maka

dikemas dalam cool box, untuk memastikan agar suhu tetap terjaga dilakukan

pencatatan suhu di form monitoring suhu CCP.

Berdasarkan peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman

Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, keluhan obat dan/atau bahan obat harus

berdasarkan surat recall dari patner bisnis PBF barang yang melakukan penarikan

kembali, serta jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus

dicatat dalam catatan notifikasi recall ke pelanggan. Barang kembalian (return)

dari relasi kepada PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan dapat dilakukan

dengan alasan kadaluarsa, rusak, recall atau tidak sesuai pesanan. Barang yang

dikembalikan diletakkan di lemari yang terpisah dengan obat lain dan diberi label

yang jelas.

Pelaporan di PT. Antarmitra Sembada Cabang Medan dilakukan dengan

menyampaikan laporan setiap satu bulan sekali untuk prekursor, obat-obat tertentu

kepada BPOM melalui e-NAPZA dan tiga bulan sekali untuk obat-obatan regular
53

melalui e-report. Pelaporan hasil inspeksi diri yang berupa evaluasi pelaksanaan

dan saran perbaikan berdasarkan Check List Pelaksanaan Kepatuhan CDOB

dilaporkan oleh tim inspeksi diri sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.

Laporan disampaikan kepada Manajer Unit Kerja Logistik dengan tembusan

kepada Business Improvement Compliance (BIC) Kantor Pusat.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di

PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Peran dan tugas Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF adalah

melaksanakan dan mengawasi kegiatan pengelolaan distribusi obat yang

terdiri dari pengadaan, penerimaan dan penyaluran obat sesuai dengan Cara

Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan peraturan perundang-undangan.

2. Calon apoteker diberi kesempatan melihat langsung serta mempelajari

strategi dan pengembangan praktik profesi Apoteker di Pedagang Besar

Farmasi (PBF), dimana dalam Sistem Operasional di PBF dibutuhkan

Apoteker yang penanggung jawab di PBF tersebut.

3. Calon apoteker memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di bidang

distribusi farmasi karena telah melihat gambaran nyata bagaimana pekerjaan

kefarmasian yang dilakukan difasilitas distribusi melalui PKPA.

4. Aspek manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF PT. AntarMitra

Sembada Cabang Medan telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan

Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga mudah dipahami.

5. Calon apoteker diberikan kesempatan baik untuk belajar berkomunikasi dan

berinteraksi langsung dalam lingkup Pedagang Besar Farmasi (PBF).

54
55

5.2 Saran

Secara umum penerapan CDOB di PT. AntarMitra Sembada Cabang

Medan secara garis besar telah memenuhi CDOB. Dari hasil kegiatan PKPA yang

dilaksanakan di PT. AntarMitra Sembada Cabang Medan, ada beberapa hal yang

dapat disarankan, meliputi:

1. Pihak PBF tetap melakukan pelatihan rutin CDOB sehingga dapat

mempertahankan penerapan CDOB dan mampu mengikuti perkembangan

dalam peraturan perundang-undangan.


DAFTAR PUSTAKA

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Peraturan Kepala BPOM RI. 2019. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat
Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia.

Peraturan Kepala BPOM RI. 2020. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat
Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden
Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 44 tentang Prekursor. Jakarta: Presiden Republil
Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

WHO. 2011. Temperature Mapping of Storage Areas. Switzerland: World Health


Organization.

56
LAMPIRAN

Lampiran 1 Tampak depan gedung PT. AntarMitra Sembada cabang Medan

57
Lampiran 2 Struktur organisasi PT. AntarMitra Sembada cabang Medan

58
Lampiran 3 Sertifikat CDOB PT. AntarMitra Sembada cabang Medan

59
60
Lampiran 4 Perubahan sertifikat CDOB PT. AntarMitra Sembada cabang Medan

61
Lampiran 5 Kartu monitoring suhu

62
Lampiran 6 Daftar Produk CCP (Cold Chain Product)

63
64

Anda mungkin juga menyukai