DI
APOTEK KIMIA FARMA URIP SUMOHARJO
Tanggal 15 Oktober 2019 sampai 8 November 2019
Disusun oleh :
RISTIEYEN RAMADINI
15120180143
A. Aspek Legalitas
1. Etik Profesi
Dalam berbagai bidang keilmuan salah satu bidangnya adalah etik profesi
Apoteker dimana etik profesi apoteker telah diatur oleh organisasi IAI (Ikatan Apoteker
Indonesia ) yang mengatur berbagai aspek tetang profesi apoteker, salah satunya adalah
kode etik, dalam Web resmi Ikatan Apoteker Indonesia dikatakan bahwa
Kode etik Apoteker Indonesia merupakan suatu ikatan moral bagi Apoteker.
Dalam kode etik diatur dalam perihal kewajiban-kewajiban Apoteker, baik terhadap
masyarakat, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (Sutdrajat dan Ningsih, 2017).
Kode etik profesi Apoteker telah tercantum pada Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
yang diterapkan pada tahun 2009, yakni seorang Apoteker di dalam menjalangkan tugas
kewajiban serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta
dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sunpah/janji Apoteker
(Kode Etik Apoteker Indonesia, 2009)
Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral
yaitu (Ikatan EtikApoteker Indonesia, 2009):
Kewajiban Umum
1) Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah (Janji Apoteker)
2) Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
3) Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh terhadap
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
4) Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan khususnya pada dibidang kefarmasian.
5) Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
6) Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan mendaji contoh yang baik bagi
masyarakat
7) Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
8) Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan khususnya di bidang farmasi.
Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
1) Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan
2) Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik
3) Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mepertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
Kewajiban Apoteker Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lain
1) Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain
2) Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat petugas kesehatan lain.
2. Peraturan Perundang-undangan
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur
dalam landasan hukum:
1) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 Tentang Apotek.
2) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 1965 Tentang Apotek.
3) Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib
Apotek No.1.
4) Peraturan Menteri Kesehatan No. 187/Menkes/Per/III/1991 Tentang Pelaksanaan
Masa Bakti dan izin Kerja Apoteker.
5) Keputusan Menteri Kesehatan No. 397b/Menkes/SK/VII/1991 Tentang Larangan
Peredaran Obat Tradisional yang Tidak Terdaftar.
6) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian izin Apotek (Hardjono, 2001).
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/IX/1993 Tentang Ketentuan
dan Pemberian Ijin Apotek sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1322/Menkes/Per/IX/202 Tentang Ketentuan Pemberian Ijin
Apotek.
8) Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993/Tentang Kriteria Obat
yang dapat Diserahkan Tanpa Resep.
9) Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993/ Tentang Obat Wajib
Apotek No.2.
10) Keputusan Menteri Kesehatan No. 925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar
Perubahan Golongan Obat No.1.
11) Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
12) Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997 Tentang Peredaran
Psikotropik.
13) Undang-undang No. 5 Tahun1997 Tentang Psikotropika.
14) Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.
15) Peraturan Pemerintah No. 72 tahin 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.
16) Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Obat Wajib
Apotek No.3.
17) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
18) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
19) Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek.
20) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
21) Permenkes No.73 tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
22) Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
B. Tata Cara Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan
1. Pembuatan Studi Kelayakan
Studi kelayakan (Feasibility Study) adalah penelitian tentang dapat tidaknya
suatu usaha dilaksanakan dengan berhasil. Keberhasilan yang dimaksud adalah
manfaat dari usaha yang akan didirikan, yaitu usaha apotek yang dapat diartikan
sebagai manfaat finansial, manfaat bagi perekonomian, dan manfaat sosial. Studi
kelayakan dimaksudkan untuk mempelajari apakah pendirian Apotek di lokasi yang
telah ditentukan tersebut sudah layak atau belum untuk berdiri. Tujuan diadakan studi
kelayakan adalah untuk menghindari kerugian, memaksimalkan keuntungan,
mengevaluasi aspek-aspek yang mempengaruhi, mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi kunci keberhasilan, mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan,
mengetahui dampak-dampak yang akan terjadi, serta mengetahui biaya yang harus
disediakan (Santosa, 2010)
Studi ini merupakan alat analisis yang meliputi rekomendasi dan batasan yang
digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam memutuskan apakah suatu
konsep bisnis layak dilaksanakan. Studi kelayakan digunakan untuk mendukung
proses pengambilan keputusan berdasar analisis untung rugi sebuah bisnis atau
kelayakan suatu proyek. Studi kelayakan dilaksanakan selama fase pertimbangan
dalam siklus pengembangan bisnis setelah rencana bisnis dibuat (Thompson, 2005).
Studi kelayakan perlu dilaksanakan dengan tujuan, yaitu
Fokus terhadap proyek dan garis besar alternatif pilihan yang ada
Memilah alternatif bisnis
Mengidentifikasi peluang baru melalui proses investigasi
Mengidentifikasi alasan-alasan untuk menghentikan proyek meningkatkan
kemungkinan sukses proyek dengan mengenali dan mengantisipasi faktor-faktor
yang dapat berpengaruh pada kelangsungan proyek
Menyediakan informasi yang berkualitas dalam proses pengambilan keputusan;
menyediakan dokumentasi tentang investigasi menyeluruh bisnis yang akan
dijalankan
Membantu proses peminjaman modal atau pendanaan dari institusi atau sumber
dana lainnya
Membantu menarik investor (Hofstrand, 2009).
Studi kelayakan merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode ilmiah adalah
sistematis. Penyusunan studi kelayakan sebagai salah satu metode ilmiah pada
umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan, yaitu (Sulastri L, 2016) :
a. Penemuan Ide
Agar dapat menghasilkan ide proyek yang dapat menghasilkan produk laku
untuk dijual dan menguntungkan diperlukan penelitianyang terorganisasi dengan
baik serta dukungan sumber daya yangmemadai. Jika ide proyek lebih dari satu,
dipilih denganmemperhatikan:
1) Ide usaha sesuai dengan kata hatinya
2) Pengambil keputusan mampu melibatkan diri dalam hal-hal yangsifatnya teknis
3) Keyakinan akan kemampuan usaha menghasilakan laba
b. Tahap Penelitian
Setelah ide proyek terpilih dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan
metode ilmiah:
1) Mengumpulkan data
2) Mengolah data
3) Menganalisis dan menginterpretasikan hasil pengolahan data
4) Menyimpulkan hasil
5) Membuat laporan hasil
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi yaitu membandingkan sesuatu dengan satu atau lebih standar atau
kriteria yang bersifat kuantitatif atau kualitatif. Ada 3 macam evaluasi :
1) Mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan
2) Mengevaluasi proyek yang akan dibangun
3) Mengevaluasi bisnis yang sudah dioperasionalkan secara rutin
Dalam evaluasi bisnis yang akan dibandingkan adalah seluruh ongkos yang akan
ditimbulkan oleh usulan bisnis serta manfaat yang akan diperkirakan akan diperoleh.
d. Tahap Pengurutan Usulan yang Layak
Jika terdapat lebih dari satu usulan rencana bisnis yang dianggap layakperlu
dilakukan pemilihan rencana bisnis yang mempunyai skor tertinggi jika dibanding
usulan lain berdasar kriteria penilaian yang telah ditentukan.
e. Tahap Rencana Pelaksanaan
Setelah rencana bisnis dipilih perlu dibuat rencana kerja pelaksanaan
pembangunan proyek. Mulai dari penentuan jenis pekerjaan, jumlah dan kualifikasi
tenaga perencana, ketersediaan dana dan sumber daya lain serta kesiapan
manajemen.
f. Tahap Pelaksanaan
Dalam realisasi pembangunan proyek diperlukan manajemen proyek. Setelah
proyek selesai dikerjakan tahap selanjutnya adalah melaksanakan operasional bisnis
secara rutin. Agar selalu bekerja secara efektif dan efisien dalam rangka
meningkatkan laba perusahaan dalam operasional perlu kajian-kajian untuk
mengevaluasi bisnis dari fungsi keuangan, pemasaran, produksi dan operasi.
Aspek-aspek yang dilakukan dalam studi kelayakan (Afiyah, 2015 dan Afandi,
2009) :
a. Aspek Pasar dan Pemasaran, meliputi :
1) Menganalisis permintaan pasar
2) Menganalisis pesaing
3) Menganalisis pangsa pasar
4) Menganalisis strategi dan bauran pemasaran
Analisis pasar dengan memperhatikan jenis pasar dan strategi persaingan yaitu
gambaran mengenai pasar monopoli, pasar oligopoly atau pasar persaingan bebas.
Potensi pasar ditinjau dari jenis konsumen yang memiliki daya beli tinggi terhadap
apotek dan daya tarik laba. Target pasar (konsumen sasaran) yaitu jenis konsumen
yang menjadi sasaran dan jenis konsumen yang bukan menjuadi sasaran (Ranny,
2011).
b. Aspek Hukum dan Legalitas, membahas mengenai badan hukum organisasi dan
jenis-jenis perizinan yang diperlukan.
c. Aspek Teknis dan Produksi, meliputi :
1) Menganalisis lokasi produksi
2) Menganalisis bahan baku, bahan tambahan,dan bahan penolong
3) Menganalisis teknologi yang digunakan
4) Menganalisis proses produksi
Analisis teknis berupa peta lokasi dan lingkungan disekitarnya yang
memberikan gambaran mengenai pemetaan lokasi-lokasi yang menjadi target
pendirian sebuah usaha/apotek. Situasi lingkungan disekitar lokasi yang menjadi
target seperti situasi fasilitas transportasi, jenis konsumen, jumlah praktek dokter,
usaha/apotek pesaing. Kemudian desain interioe dan eksterior yang memberikan
gambaran mengenai warna dan bentuk gedung serta billboard, harus dapat
memberikan identitas tersendiri yang dapat membedakannya dengan apotek pesaing.
Warna dan bentuk gedung harus dapat menarik perhatian konsumen. Kemudian dari
jenis produk yang dijual apakah dominan dan perlu diperhatikan kelengkapan
produk yang tersedia (Ranny, 2011).
d. Aspek Organisasi dan Manajemen, meliputi :
1) Menganalisis struktur organisasi
2) Menganalisis jumlah dan kualifikasi tenagakerja
Analisis manajemen yang menjelaskan struktur organisasi yang memberikan
gambaran mengenai apotek yang berdiri sendiri atau menjadi bagian dari apotek
yang sudah ada serta jumlah kebutuhan tenaga kerja yang memberikan gambaran
mengenai jumah karyawan yang dibutuhkan untuk omzet tertentu jenis karyawan
yang dibutuhkan. Program kerja juga harus memberikan gambaran mengenai
langkah-langkah penting yang menjadi prioritas untuk dikerjakan dalam
memperoleh sasaran yang ditetapkan dan kapan program tersebut dilaksanakan
(Ranny, 2011).
e. Aspek Finansial, meliputi :
1) Menganalisis kebutuhan dana
2) Menganalisis sumber dana
3) Menganalisis modal kerja
4) Menghitung proyeksi rugi/laba
5) Menghitung proyeksi arus kas masuk (cash inflow)
6) Menganalisis kelayakan berdasarkan kriteria penilaian investasi yang terdiri dari
Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),
dan Profitability Index (PI).
Analisis Kelayakan Investasi yaitu (Afandi, 2009) :
a. Metode PBP (Payback Period) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu
(periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.
PBP = jumlah investasi / aliran kas bersih x 1 tahun
Kriteria penilaian pada payback period adalah :
1) Jika PBP < waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut dapat diterima.
2) Jika PBP > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak.
b. Metode ARR (Average Rate of Return) merupakan cara untuk mengukur rata-rata
pengembalian bunga dengan cara membandingkan antara rata-rata laba sebelum
pajak EAT dengan rata-rata investasi.
Rata-rata EAT = total EAT / umur ekonomis
c. Metode NPV (Net Present Value) Merupakan metode analisis keuangan yang
memperhatikan adanya perubahan nilai uang karena faktor waktu; proyeksi arus kas
dapat dinilai sekarang (periode awal investasi) melalui pemotongan nilai dengan
faktor pengurang yang dikaitkan dengan biaya modal (persentase bunga).
NPV = Total PV Aliran Kas Bersih – Total PV Investasi
Kriteria penilaian NPV adalah :
1) Jika NPV > 0, maka investasi diterima.
2) Jika NPV < 0, maka investasi ditolak.
d. Metode IRR (Internal Rate of Return) IRR adalah tingkat bunga yang akan diterima
sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal.
IRR = PI – CI x P2-P1 / C2-C1
Keterangan :
P1 = Tingkat bunga 1
P2 = Tingkat bunga 2
C1 = NPV 1
C2 = NPV 2
c. Keuangan (finance)
Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh
informasi sehubungan dengan kondisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai
oleh perusahaan. Tujuan dasar dari pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan
informasi yang berguna dalam penentuan keputusan dan investasi bagi pihak intern
maupun pihak ekstern (Purwanti, 2015).
Laporan keuangan atau financial statement (biasanya dalam bentuk Neraca
dan Perhitungan Laba-Rugi) berisi informasi tentang prestasi perusahaan di masa
lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan kebijakan di masa yang
akan datang. Penting sekali untuk mengenali bahwa neraca merupakan laporan
tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu, sedangkan
perhitungan laba-rugi menunjukkan hasil kegiatan operasi selama periode waktu
tertentu. Laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan dari transaksi keuangan
yang telah terjadi selama tahun buku yang bersangkutan yang dibuat oleh
manajemen, untuk pertanggungjawaban tugas yang dibebankan oleh pemilik
perusahaan (Purwanti, 2015).
1) Laporan laba rugi
Bertujuan untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek
selama satu tahun. Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan,
biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu disebut
laporan laba-rugi. Laporan laba-rugi biasanya berisi hasil penjualan, harga pokok
penjualan/HPP (saldo awal + persediaan – saldo akhir), laba kotor, biaya
operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah
pajak, pendapatan non usaha, dan pajak. Persediaan yaitu penjualan dibagi rata-
rata persediaan, dan rata-rata persediaan didapat dari rumus saldo awal + saldo
akhir x ½. Tujuan dari persedian yaitu untuk mengetahui berapa lama perputaran
barang atau lama barang selama di apotek. Tujuan dari HPP yaitu untuk
mengetahui margin atau keuntungan yang didapat.
2) Laporan neraca akhir tahun
Bertujuan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun
harta tetap. Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada
waktu tertentu disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan
jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang
disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan
dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut.
3) Laporan hutang piutang
Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam
satu tahun disebut laporan hutang, sedangkan laporan piutang berisikan piutang
yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak
apotek.
d. Perpajakan
Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan apotek mengacu
kepada Undang-undang RI No. 6 tahun 1983 sebagai mana telah di rubah terakhir
dengan UU RI No.16 Tahun 2000. Ketentuan yang dimaksud adalah :
a. Tahun Pajak pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun
kalender.
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Adalah suatu sarana administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenalan identitas diri atau identitas wajib
pajak.
c. Surat Pemberian (SPT) Adalah surat yang oleh wajib pajak dipergunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang -undangan perpajakan.
2. Pengelolaan obat, perbekalan farmasi, dan barang lain
a. Pemilihan (selection)
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan (Permenkes
No. 73 Tahun 2016).
Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar
diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang
tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi
(Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun 2010) :
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan.
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi
dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang
sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.
3) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik.
4) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek
yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
Kriteria pemilihan obat, sebelum melakukan perencanaan obat perlu
diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat
(Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun 2010) yaitu :
1) Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.
2) Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah.
3) Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal.
4) Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun
bioavailabilitasnya.
5) Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik.
6) Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka
pilihan diberikan kepada obat yang :
a) Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
b) Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan.
c) Stabilitas yang paling baik.
d) Paling mudah diperoleh.
7) Harga terjangkau.
8) Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan :
a. Kontra Indikasi.
b. Peringatan dan Perhatian.
c. Efek Samping.
d. Stabilitas.
Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.
a. Procurement
1) Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Permenkes No. 72
tahun 2016).
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (Permenkes No. 73 Tahun
2016).
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
a) Anggaran yang tersedia;
b) Penetapan prioritas;
c) Sisa persediaan;
d) Data pemakaian periode yang lalu;
e) Waktu tunggu pemesanan; dan
f) Rencana pengembangan.
2) Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan
dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain (Permenkes No. 73 Tahun 2016) :
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan.
b. Distribution inventory
Sistem inventori obat adalah suatu sistem yang bertanggungjawab untuk
merencanakan dan mengawasi inventory obat mulai dari tahap penerimaan stok
sampai distribusi ke pelanggan. Agar rumah sakit memperoleh keuntungan yang
optimum maka sistem inventory harus bertujuan sebagai berikut :
1) Pelayanan pelanggan yang maksimal
2) Biaya operasional yang rendah
3) Investasi inventory yang minimal.
c. Aspek asuhan kefarmasiaan
1) Pelayanan informasi obat
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan
obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk
sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif,efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain (Permenkes No. 73 Tahun 2016).
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi :
a) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
b) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan);
c) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
d) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi
yang sedang praktik profesi;
e) Melakukan penelitian penggunaan Obat;
f) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
g) Melakukan program jaminan mutu.
2) Konseling
Konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap
muka atau wawancara, merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian atau
kegiatan aktif apoteker dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman serta
memberikan penjelasan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan obat dalam proses pengobatan dan penggunaan obat (Depkes RI, 2007).
Konseling dimana memberikan kesempatan bagi apoteker untuk memberikan
layanan secara langsung kepada pasien di komunitas, dimulai dengan fokus pada
pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan obat, menjelaskan
tanggung jawab pasien untuk mengikuti petunjuk yang diterapkan oleh apoteker
yang sesuai untuk pasien, misalnya nama obat dan tujuan pengobatan, aturan
pakai, cara penggunaan, lama penggunaan, efek samping, dan cara penyimpanan
obat(Farida dan Endang, 2016).
Adapun tujuan dilakukan konseling (Depkes RI, 2007)
Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keberhasilan terapi
b. Memaksimalkan efek terapi
c. Meminimalkan resiko efek samping
d. Meningkatkan cost effectiveness
e. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.
Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
f. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem
g. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri
dalam hal terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016, Konseling merupakan proses
interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan
perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
Obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling :
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu :
1) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan Obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.
3) Pengobatan mandiri
Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau
penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti
asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan
penyakitnya dan apotekerlah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa
memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh
dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut (Permenkes
Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993).
Obat yang dapat diseahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
e. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk
pengobatan sendiri.
4) Pelayanan obat dan resep
Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016 Kegiatan pengkajian Resep
meliputi :
a. Kajian administratif : nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; nama
dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;
dan tanggal penulisan Resep.
b. Kajian kesesuaian farmasetik : bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas; dan
kompatibilitas (ketercampuran obat).
c. Pertimbangan klinis : ketepatan indikasi dan dosis obat; aturan, cara dan lama
penggunaan obat; duplikasi dan/atau polifarmasi; reaksi obat yang tidak
diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain); kontra indikasi;
dan interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai
dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication
error).
5) MESO terlaporkan
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis (Permenkes No. 73 Tahun 2016).
Kegiatan :
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6) Dispensing (therapeutic cycle)
Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2017, Dispensing terdiri dari
penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan
pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan Resep : menghitung kebutuhan
jumlah obat sesuai dengan Resep; mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : warna putih untuk obat
dalam/oral; warna biru untuk obat luar dan suntik; menempelkan label “kocok
dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan
obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;
h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan);
i. Menyimpan Resep pada tempatnya;
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir
5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien
yang memerlukan obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
7) Evaluasi penggunaan obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien (Permenkes No. 73 Tahun 2016) :
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan yang dilakukan :
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri
dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.
c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain
adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,
pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan
apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat
DAFTAR PUSTAKA
Afandi dan Mukodim D, 2009, “Analisis Studi Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha PT.
Aneka andalan karya”, Vol. 3, ISSN: 1885-2559.
Afiyah A, dkk, 2015, ‘Analisis Studi Kelayakan Usaha Pendirian Home Industry’, Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol. 23, No. 1
Latifah E, dkk, 2016, “Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Magelang”,
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, Vol. II, No. 1
Sugianto. D., 2013 “Analisis Investasi Pembangunan Rumah Sakit Unisda Medika Di Kampus
Universitas Darul Ulum Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan”, Extrapolasi Jurnal
Tekhnik Sipil Untag Volume 6 Nomor 1, Surabaya.
Sulastri. L., 2016 “Studi KelayakanBisnis UntukWirausaha”, LaGood Publishing ISBN : 978-
602-74112-0-3.
Susanti, 2015, “Sisitem Informasi Manajemen (SIM) Pembelian dan Penjualan pada Apotek
Mahkota”, Palembang.
Thompson, A., 2005, Entrepreneurship and Business Innovation: The Art of Successful
Business Start-Ups and Business Planning, Vineyard. Pub., Guildford, Australia, p. 185.