Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

RS ADVENT BANDUNG
JL. CIHAMPELAS NO.161, BANDUNG
PERIODE 1 MARET 30 MARET 2017

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker


Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani

OKTAVIA ANDRIANI, S.Farm


3351162089

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
[1]
menyeluruh, dan berkesinambungan . Tempat untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan disebut fasilitas pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan yaitu setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat [1].

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
[2].
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat .
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian di rumah sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik [3].
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilaksanakan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu [3].

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan


seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di
rumah sakit yang dilakukan oleh instalasi farmasi meliputi pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan pelayanan farmasi
klinik[3]. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung
jawab[3]. Apoteker dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan
kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan sehingga dapat memenuhi hak
pasien dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan
hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri[3].

Dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia, khususnya menciptakan


apoteker yang handal dan mampu menghadapi tantangan dalam mengikuti
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang farmasi, maka Program
Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani
menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Advent Bandung dalam melaksanakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker di rumah sakit. Dengan program ini diharapkan
mahasiswa profesi apoteker dapat memahami dan mengetahui secara langsung
peran serta apoteker dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
rumah sakit, yaitu:
I. Membekali calon apoteker dengan wawasan dan keterampilan dalam
memahami dan menguasai kompetensi apoteker di rumah sakit.
II. Mahasiswa profesi apoteker diharapkan mampu melaksanakan fungsi
apoteker di rumah sakit dalam mengelola sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai di rumah sakit.
III. Mahasiswa profesi apoteker diharapkan mampu melaksanakan pelayanan
farmasi klinik dan mampu berpartisipasi serta berkontribusi dalam
penelitian medis di rumah sakit.
1.3 Penatalaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Advent Bandung
yang terletak di Jl. Cihampelas No.161, Bandung mulai tanggal 1 Maret sampai
dengan tanggal 30 Maret 2017.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Rumah Sakit[2]


2.1.1 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit[4]
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2014 rumah sakit terdiri dari:
i. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A, kelas B,
kelas C, kelas D, dan kelas D Pratama.
ii. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi rumah sakit khusus kelas A,
kelas B, Kelas C. Rumah sakit khusus meliputi rumah sakit khusus Ibu dan
anak, Mata, Otak, Gigi dan mulut, Kanker, Jantung dan pembuluh darah, Jiwa,
Infeksi, Paru, Telinga-hidung-tenggorokan, Bedah, Ketergantungan obat, dan
Ginjal.

2.1.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit[2]


Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur
rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medik,
komite medis, satuan pemeriksa internal, serta administrasi umum dan keuangan.

2.1.3 Akreditasi Rumah Sakit[6]


Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri.
Akreditasi Nasional dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi
berdasarkan rekomendasi dari surveior akreditasi. Akreditasi Internasional hanya
dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang sudah
terakreditasi oleh international Society for Quality in Health Care (ISQua). Salah
satu lembaga tersebut adalah Joint Commission International atau disingkat (JCI).
2.1.4 Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit[3,5].
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat
di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua
spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga
4
kesehatan lainnya apabila diperlukan.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)[3]


2.2.1 Tugas dan Fungsi IFRS[3]
i. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi :
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
b. Melaksanakanpengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi
dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi (TFT);
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian;
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.

ii. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:


a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Pelayanan Farmasi Klinik
2.2.2 Struktur Organisasi(3)
Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup
penyelenggaraan manajerial, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan
bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.
2.2.3 Sumber Daya Manusia[3]
Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri dari pekerjaan kefarmasian
meliputi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian serta pekerjaan penunjang
meliputi Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian, Tenaga
Administrasi dan Pekarya/Pembantu pelaksana. Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. IFRS harus
dikepalai oleh seorang apoteker sebagai apoteker penanggung jawab.

2.2.4 Sarana dan Peralatan[3]


i. Sarana
a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:
Ruang Kantor/Administrasi; Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; Ruang distribusi Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari distribusi Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai rawat jalan (apotek
rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi); Ruang konsultasi / konseling
obat; Ruang Pelayanan Informasi obat; Ruang produksi; Ruang Aseptic
Dispensing; Laboratorium Farmasi
b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri
dari: Ruang tunggu pasien; Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang rusak;
Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan; Fasilitas toilet, kamar mandi
untuk staf.
ii. Peralatan
Peralatan yang paling sedikit harus tersedia meliputi peralatan untuk
penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik steril dan nonsteril maupun
aseptik/steril; Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip; Kepustakaan yang
memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi Obat; Lemari penyimpanan
khusus untuk narkotika; Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat
yang termolabil; Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah
yang baik; Alarm.

2.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai[3]
2.3.1Pemilihan[3]
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.

2.3.2 Perencanaan Kebutuhan[3]


Pencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis,
tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

2.3.3 Pengadaan[3]
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

2.3.4 Penerimaan[3]
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

2.3.5 Penyimpanan[3]
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian
(persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai).

2.3.6 Pendistribusian[3]
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis pabis pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin
mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit
pelayanan dapat dilakukan dengan ca ra: Sistem persediaan lengkap di ruangan
(floor stock), Sistem resep perorangan (individual), Sistem unit dose dan Sistem
kombinasi.

2.3.7 Pemusnahan dan Penarikan[3]


Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.8 Pengendalian dan Administrasi[3]


Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi
dan Terapi (TFT) di rumah sakit. Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

2.4 Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai[3]
Manajemen risiko merupakan aktivitas pelayanan kefarmasian yang dilakukan
untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada
pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu
organisasi.

2.5 Pelayanan Farmasi Klinik[3]


2.5.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep[3]
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
2.5.2 Penelusuran riwayat penggunaan obat[3]
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan yang dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

2.5.3 Rekonsiliasi obat[3]


Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi obat.

2.5.4 Pelayanan Informasi Obat[3]


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, kurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.

2.5.5 Konseling[3]
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan reaksi obat yang tidak dikehendaki
dan meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
2.5.6 Visite[3]
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.

2.5.7 Pemantauan Terapi Obat[3]


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman,efektif dan rasional bagi pasien.

2.5.7 Monitoring Efek Samping Obat[3]


Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.

2.5.9 Evaluasi Penggunaan Obat[3]


Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

2.5.10 Dispensing sediaan steril[3]


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat.

2.5.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah[3]


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena
indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
2.6. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik[3]
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah faktor risiko terkait karakteristik kondisi klinik pasien, faktor terkait
penyakit pasien, dan faktor terkait farmakoterapi pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang Undang No. 36


Tentang Kesehatan, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang
Republik Indonesia No.44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MenKes/Per/III/2010, Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit, Jakarta
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014,
Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 2014.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045 Tahun 2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 2014.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
012/Menkes/SK/X/2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta, 2012.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58/Menkes/SK/X/2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, Jakarta, 2014.

Anda mungkin juga menyukai