Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN AKHIR

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI INDUSTRI FARMASI
PT. DARYA-VARIA LABORATORIA PLANT GUNUNG PUTRI
Jl. MERCEDES BENZ NO.105, CICADAS, KECAMATAN GUNUNG
PUTRI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Disusun Oleh:

Hayyat Gempita Syakban, S.Farm


2241012152

ANGKATAN II TAHUN 2022/2023


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
PERIODE 5 JUNI-29 JULI 2023
HALAMAN PENGESAHAN

LOGBOOK
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT
RUMAH SAKIT OTAK MUHAMMAD HATTA
PERIODE: 4 SEPTEMBER - 28 OKTOBER 2023

Disusun Oleh :
Hayyat Gempita Syakban, S.Farm 2241012152

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. apt. Yufri Aldi apt. Khairil Armal. Sp. FRS
NIP. 196511231991031002 r

Diketahui oleh,
Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker
Ketua Prodi,

2
Dr. apt. Yelly Oktavia Sari, M.Pharm, Ph.D.
NIP. 197810152005012004

3
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang
industri farmasi PT. Darya-Varia Plant Gunung Putri. Kegiatan PKPA ini telah
dilaksankan dari tanggal 5 Juni – 29 Juli 2023. Sholawat serta salam kepada
Baginda Rasulullah SAW Allahumma sholi’ala sayyidina Muhammad wa’ala ali
sayyidina Muhammad.
Tugas khusus ini ditujukan sebagai salah syarat menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker,
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang. Tugas khusus ini selesai tidak
terlepas dari dukungan dan do’a yang diberikan oleh orang tua, saudara, keluarga,
dan rekan-rekan seperjuangan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Ibu Prof. apt. Henny Lucida, Ph. D selaku Pembimbing 1 yang telah
membimbing selama PKPA di bidang Industri Farmasi.
2. Bapak apt. Wahyu Prasetyo Wibowo, S.Farm selaku Pembimbing 2 dan
Manager PPIC-Logistic yang telah membimbing dan memberikan arahan
selama PKPA di PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri.
3. Ibu apt. Aryaty Ekasary, S.Farm selaku PPIC Supervisor yang telah
membimbing, mengarahkan serta memberi saran selama PKPA di PT.
Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri.
4. Seluruh Staff PPIC-Logistic di PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung
Putri yang telah membimbing dan memberikan arahan selama PKPA di
PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri.
5. Ibu apt. Dita Permatasari, S.Farm., M.Farm selaku Pembimbing
Akademik, yang telah membimbing dan mengarahkan PKPA di bidang
industri farmasi
6. Ibu Prof. Dr. apt. Fatma Sri Wahyuni selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas

3
7. Ibu apt. Yelly Oktavia Sari, M.Pharm, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
8. Kedua Orang tua dan keluarga atas dukungan serta semangat luar biasa
yang diberikan selama menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Profesi Apoteker Angkatan II
Tahun 2022 Universitas Andalas.
10. Semua pihak yang telah membantu sehingga laporan praktek laporan
Praktek Kerja Profesi Apoteker terselesaikan.

Bogor, Juli 2023

Penulis

4
DAFTAR ISI

5
DAFTAR GAMBAR

6
DAFTAR TABEL

7
DAFTAR LAMPIRAN

8
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat meliputi
seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat mulai dari pengadaan bahan
awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Industri Farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti
registrasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi dan perdagangan produk
yang dihasilkan, dan lain-lain) karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB terdiri atas
12 aspek yang harus diterapkan oleh industri farmasi, yakni sistem mutu industri
farmasi; personalia; bangunan-fasilitas; peralatan; produksi; cara penyimpanan
dan pengiriman obat yang baik; pengawasan mutu; inspeksi diri; audit &
persetujuan pemasok; keluhan dan penarikan; dokumentasi; kegiatan alih daya;
kualifikasi dan validasi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian menyebutkan bahwa, Pekerjaan Kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Industri farmasi sebagai salah satu tempat apoteker melakukan pekerjaan
kefarmasiannya mensyaratkan harus memiliki 3 (tiga) Apoteker sebagai
penanggung jawab, masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi dan
pengawasan mutu.
Dalam mempersiapkan tenaga apoteker yang dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian dengan baik dan benar, dibutuhkan sarana bagi calon
apoteker untuk memperoleh pengalaman. Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) merupakan salah satu sarana untuk memperoleh pengalaman tersebut.

9
Selain itu, PKPA juga memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk
memperoleh pengetahuan teknis dan manajerial pada sebuah industri farmasi.
Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Andalas bekerja sama dengan PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri
dalam menyelenggarakan PKPA yang berlangsung dari tanggal 5 Juni sampai
29 Juli 2023.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan
oleh Fakultas Farmasi Universitas Andalas bekerja sama dengan PT. Darya-Varia
Plant Gunung Putri adalah:
1. Dapat menerapkan dan memiliki keterampilan dalam melaksanakan
manajemen dan kepemimpinan yang efektif dan efisien dalam pengelolaan
pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segalal aspek
CPOB.
3. Meningkatkan pemahaman mengenai peran, fungsi, posisi, dan tanggung
jawab apoteker dalam industri farmasi.
4. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di bidang distribusi farmasi.
5. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang professional di industri farmasi.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Manfaat dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
diselenggarakan
oleh Fakultas Farmasi Universitas Andalas bekerja sama dengan PT. Darya-Varia
Laboratoria Plant Gunung Putri adalah:
1. Mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala aspek
CPOB.
2. Menambah dan memantapkan pengetahuan tentang kegiatan industri farmasi,

10
mengenal, serta memahami tugas dan tanggung jawab serta kewajiban
seorang apoteker khususnya di industri farmasi.
Mengetahui perbandingan teori tentang industri farmasi dengan aplikasinya d lapangan.

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Definisi Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1799/Menkes/ Per/XII/2010, Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan obat
yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat
untuk didistribusikan. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat
dilakukan oleh Industri Farmasi. Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan
proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan; dan/atau
sebagian tahapan saja. Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan
penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Permenkes, 2010).

2.1.2 Fungsi Industri Farmasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010, Industri Farmasi fungsi sebagai berikut
(Permenkes, 2010):
1. Pembuatan obat dan/atau bahan obat,
2. Pendidikan dan pelatihan,
3. Penelitian dan pengembangan.
2.1.3 Ciri-ciri Industri Farmasi
Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi
mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Ciri-ciri industri farmasi yang perlu
diperhatikan, antara lain adalah (Priyambodo, 2007):

11
a) Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat mengenai
regulasinya (registrasi, CPOB, distribusi, pengadaan, dan lain-lain)
karena menyangkut nyawa manusia.
b) Industri farmasi disamping menghasilkan obat untuk penderita, juga
merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh
keuntungan (profit). Jadi tidak hanya aspek sosial tetapi juga aspek
ekonomi.
c) Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena
bukan tidak mungkin jika dikemudian hari terjadi akibat yang tidak
diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan
membayar ganti rugi yang sangat besar.

2.1.3 Regulasi Industri Farmasi


Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri
Farmasi dari Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi, yaitu:
a) Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b) Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c) Memiliki NPWP
d) Komisaris dan direksi tidak terlibat, baik langsung dan tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Industri farmasi harus memperoleh izin yang diperlukan untuk
persetujuan prinsip dengan masa berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan
persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh
persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Jika
permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung
melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi
peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu

12
3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, perusahaan yang bersangkutan harus
menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan
sekali kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dengan
tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Permenkes, 2010).
Setelah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, dapat dilakukan
permohonan izin usaha industri. Permohonan diajukan kepada Direktur Jenderal
Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin industri farmasi berlaku untuk
seterusnya selama industri farmasi bersangkutan masih berproduksi dan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Surat permohonan izin
industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu (Permenkes, 2010).
Industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau
penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin perluasan
diperlukan apabila perusahaan yang bersangkutan akan menambah luas area
produksi. Izin usaha industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama
perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Permohonan izin
usaha industri farmasi dapat diajukan setelah pembangunan fisik industri farmasi
selesai dan perusahaan siap melaksanakan kegiatan produksi komersial
(Permenkes, 2010).
Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut
berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri
Farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan
persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi
wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan
(Permenkes, 2010).

2.1.4 Pengawasan Industri Farmasi


Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki
setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti,

13
dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa
dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan
pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat.
Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1799//Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa (Permenkes, 2010):
1. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM).
2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah
untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi
obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM).
3. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak
memenuhi persyaratan keamanan khasiat atau mutu (diberikan oleh
Kepala BPOM).
4. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM).
5. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala
BPOM).
6. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala
BPOM).
Namun, pencabutan izin usaha industri farmasi dapat langsung dilakukan
jika terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam hal berikut (Permenkes, 2010):
1. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi melakukan pemindahan tangan hak milik Izin Usaha Industri
Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan
dalam Surat Keputusan ini.
2. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara
berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan
informasi yang tidak benar.

14
3. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri.
4. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku
Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,
obat palsu.
5. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan.

2.2. Apoteker Industri Farmasi


2.2.1 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi
Penanggung jawab produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi, memiliki pengalaman praktis yang memadai, memperoleh
pelatihan yang sesuai dalam produksi obat dan perencanaan produksi,
pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat, CPOB,
penguasaan bahasa inggris yang baik, dan keterampilan manajerial serta
kepemimpinan yang di sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya
secara profesional. Kepala produksi juga bertanggungjawab atas pelaksanaan
pembuatan obat agar memenuhi spesifikasi kualitas yang ditetapkan dan dibuat
sesuai peratura CPOB dalam batas dan biaya yang telah ditetapkan (CPOB,
2018).
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, apoteker produksi
memiliki tupoksi kerja sebagai berikut (CPOB, 2018):
1. Bertanggung jawab memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan
sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi
dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.
3. Bertanggung jawab untuk penyediaan, evaluasi, dan penandatanganan
prosedur-prosedur pengolahan induk dan pengemasan induk yang
diperlukan.

15
4. Memeriksa catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch
serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur
tersebut.
5. Memastikan bahwa validasi yang tepat dilaksanakan.
6. Menyiapkan, melaksanakan, dan memantau penyelenggaraan program
pelatihan personil produksi yang efektif serta kelakukan evaluasi
tahunan atas semua personil produksi.
7. Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembuatan obat mulai dari
perolehan bahan, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat
ke gudang obat jadi.
8. Bersama PPIC menyusun rencana produksi.
9. Melakukan pembahasan prosedural yang berlaku dalam mencari
penyebab serta tindakan yang relevan pada kegagalan produksi
bersama bagian urusan mutu.
10. Memastikan agar alat keperluan produksi dikualifikasi dan/atau
divalidasi serta digunakan dengan benar.
11. Turut melaksanakan inspeksi CPOB dan menyiapkan rencana
perbaikan serta realisasinya.
12. Membuat laporan bulanan, anggaran tahunan, dan mengusahakan
perbaikan biaya produksi.
13. Berhubungan dengan pemerintah (Badan POM) yang berkaitan
dengan kualitas obat.

2.2.2 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu (Quality


Control)
Penanggung jawab pengawasan mutu hendaklah seorang ilmuwan dalam
ilmu pengetahuan alam dan seorang apoteker yang memiliki pengalaman praktis
di industri farmasi, pengalaman dalam penyiapan peralatan laboratorium dan
metode termutakhir, penyiapan metode analisis, memiliki pengetahuan terkait
CPOB, pengawasan selama proses serta pengujian stabilitas. Kepala bagian
pengawasan mutu bertanggung jawab meluluskan atau menolak bahan awal,
bahan pengemas, dan produk ruahan menurut spesifikasi (CPOB, 2018).

16
Secara rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab seorang
penanggung jawab pengawas mutu adalah sebagai berikut (CPOB, 2018):
1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi.
2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan.
3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan
sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
4. Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis.
5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di
bagian pengawasan mutu.
6. Memastikan bahwa validasi metode analisis yang tepat dilaksanakan.
7. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan mutu dan spesifikasi
bahan atau produk.
8. Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk melakukan tiap inspeksi,
pengujian, dan analisis.
9. Menyusun rancangan dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis.
10. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk.
11. Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di kemudian hari.
12. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berlanjut dan
bahan awal jika diperlukan, serta menyiapkan prosedur penyimpan
bahan dan produk dalam industri berdasarkan data stabilitasnya.
13. Menetapkan tanggal kadaluarsa dan batas waktu penggunaan bahan
awal dan produk jadi berdasarkan berdasarkan data stabilitas serta
kondisi penyimpanannya.
14. Menyediakan baku pembanding sekunder sesuai spesifikasi yang
terdapat pada prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku
pembanding pada kondisi yang tepat.
15. Melakuakan evaluasi produk kembalian dan menetapkan apakah produk
tersebut dapat digunakan langsung atau diproses ulang atau harus
dimusnahkan.

17
16. Bertanggung jawab dalam penerapan Cara Berlaboratorium
Pengawasan Mutu yang Baik (Good Laboratory Practice).
17. Bertanggung jawab dalam penentuan dan penerapan peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengawasan mutu.

2.2.3 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality


Assurance)
Penanggung jawab pemastian mutu hendaklah seorang apoteker terdaftar
dengan pengalaman praktis di industri farmasi, memiliki pengalaman dan
pengetahuan di bidang pembuatan obat serta pengujian fisik dan analisis kimia,
pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat dan
laboratorium terkini, CPOB baik nasional maupun internasional, penguasaan
bahasa inggris yang baik, dan keterampilan dalam kepemimpinan yang
dibuktikan dengan sertifikat lembaga yang ditunjuk (CPOB, 2018).
Dalam pelaksanaan kerjanya, bagian pemastian mutu memili kewenangan
dan tanggung jawab dalam sistem mutu, termasuk (CPOB, 2018):
1. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai
efektifitasnya, dan mendorong perbaikan.
2. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil
keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama
dengan bagian lain.
3. Memastikan penyelenggaraan validasi proses pembuatan dan sistem
pelayanan.
4. Memastikan pengelolaan penyimpangan berdampak pada mutu
termasuk penyimpangan batch.
5. Memastikan penerapan sistem pengendalian perubahan dan
menyetujui perubahan.
6. Melakukan pelulusan akhir atau penolakan obat jadi.
7. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu suatu
industri farmasi.
8. Memprakarsai dan memimpin audit internal atau inspeksi diri berkala
serta mendampingi tim audit Badan POM maupun auditor eksternal
dan mengkoordinasikan tindakan atau tanggapan terhadap temuan.

18
Termasuk partisipasi pelaksanaan audit eksternal, yaitu terhadap
pemasok, penyedia bahan dan laboratorium berdasarkan kontrak.
9. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasn mutu.
10. Mengevaluasi atau mengkaji catatan batch.
11. Menetapkan dan memantau pelaksanaan higiene, sanitasi, dan
kebersihan di industri farmasi.
12. Mengevaluasi protokol dan laporan kualifikasi atau validasi serta
menyetujui atau mengotorisasinya bersama bagian-bagian
bersangkutan.
13. Menentukan dan mengawasi penerapan sistem penyimpanan catan
dari semua kegiatan.
14. Melakukan pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB.
15. Memberikan persetujuan akhir terhadap seluruh perubahan
bersangkutan dengan sistem, dokumen, produk, bangunan, dan sarana
penunjang.
16. Melakukan Pengkajian Mutu Produk (PMP) sesuai jadwal yang
ditetapkan.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan suatu pedoman untuk memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang
telah ditentukan tetap dicapai. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Terdapat 12 aspek dalam CPOB, yaitu sistem mutu,
personalia, bangunan–fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan
pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, keluhan dan
penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, dan kualifikasi dan validasi
(CPOB, 2018).

2.3.1 Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan

19
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu”
yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
Departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Tujuan
untuk mencapai mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar
(CPOB, 2018).
Manajemen Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua aspek
baik secara individual maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu
produk. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan. Oleh karena itu Manajemen Mutu mencakup juga Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). Unsur dasar manajemen mutu adalah (CPOB, 2018):
1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu Industri Farmasi yang tepat
mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
2. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu.
Luas dan kompleksitas aktivitas perusahaan hendaklah dipertimbangkan
saat mengembangkan suatu Sistem Mutu Industri Farmasi yang baru maupun
ketika memodifikasi sistem yang sudah ada. Desain sistem hendaklah
menggabungkan prinsip-prinsip manajemen risiko yang tepat termasuk
penggunaan perangkat yang tepat (CPOB, 2018).

2.3.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh

20
pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri Farmasi hendaklah memiliki
personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang
memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi
harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil
pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas
tertulis (CPOB, 2018).
Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta
mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan
CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung
jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil Kunci mencakup kepala
bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu.
Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu)/kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain (CPOB, 2018).

2.3.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, dan kesalahan lainnya, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak
lain yang dapat menurunkan mutu obat (CPOB, 2018).
Persyaratan bangunan menurut CPOB antara lain (CPOB, 2018):
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah
terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti
pencemaran dari udara, tanah, dan air maupun dari kegiatan industri
lain yang berdekatan.

21
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan
dirawat agar memperoleh perlindungan maksimal.
c. Bangunan Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah
produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus.
d. Produk antibiotika tertentu, hormon tertentu, sitotoksik tertentu, bahan
aktif berpotensi tinggi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
e. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, dan langit-langit)
hendaklah licin, bebas dari keretakan, dan sambungan yang terbuka
serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi.
f. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol
serta ventilasi yang baik.
g. Area produksi diventilasi secara efektif dengan fasilitas pengendali
udara.

2.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam
dari batch ke batch dan untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan
agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan
hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan yang
bersentuhan dengan bahawan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh
menimbulkan reaksi, adisi, absorbsi, yang dapat mempengaruhi identitas, mutu,
atau kemurnian. Peralatan diletakkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari
penumpukan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk.
Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran
yang bisa mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian (CPOB, 2018).

2.3.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,

22
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Penerapan higiene perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, mencuci tangan
sebelum memasuki area produksi, memakai pakaian pelindung. Semua personil
hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Sesudah
pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja
dan kesehatan personil secara berkala. Tiap personil yang mengidap penyakit
atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah
dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses
dan obat jadi sampai kondisi personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi
menimbulkan risiko. Kegiatan makan, minum dan merokok tidak diperbolehkan
dalam area gudang, laboratorium dan area produksi (CPOB, 2018).

2.3.6 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar (CPOB, 2018).
Unsur-unsur produksi yang diatur oleh CPOB meliputi pembelian bahan
awal yaitu bahan baku dan bahan pengemas; validasi proses; pencegahan
kontaminasi silang; sistem penomoran bets/lot; penimbangan dan penyerahan;
pengolahan; pengemasan; pengawasan selama proses; penanganan bahan dan
produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan; karantina dan penyerahan
produk jadi; catatan pengendalian pengiriman obat; penyimpanan bahan awal,
bahan kemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dan pengiriman dan
pengangkutan (CPOB, 2018).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti: penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

23
pengemasan, dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah
diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah
dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan.
Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap
mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat, dan dilaporkan kepada Bagian
Pengawasan Mutu. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina
secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai
dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi (CPOB, 2018).
Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani
seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah
disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan
secara teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.
Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian
untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.
Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi
kecampurbauran ataupun kontaminasi silang (CPOB, 2018).
Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba
atau pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan. Bila bekerja dengan bahan
atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu
timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan
yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi. Selama pengolahan, semua
bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang
kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan
yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan
ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi (CPOB, 2018).
Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda
dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat
membantu untuk menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak,
bersih, dan lain-lain). Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa
penyalur dan alat lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah

24
terhubung dengan benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat
mungkin dihindarkan (CPOB, 2018).
Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari
kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan
Mutu. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang. Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarkan
dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat (CPOB, 2018).

2.3.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan
untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan. Pengawasan Mutu
tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua
keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan
Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat
melakukan kegiatan dengan benar (CPOB, 2018).
Tiap pemegang Izin Industri Farmasi hendaklah mempunyai Bagian
Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah
tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang
sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu
dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Personel Pengawasan Mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan
penyelidikan yang sesuai (CPOB, 2018).
Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung
jawab, antara lain adalah membuat, memvalidasi dan menerapkan semua

25
prosedur pengawasan mutu, mengawasi pengendalian sampel pembanding
dan/atau sampel pertinggal dari bahan dan produk bila perlu, memastikan
kebenaran label pada wadah bahan dan produk, memastikan pelaksanaan
pemantauan stabilitas produk, ikut serta dalam investigasi keluhan yang terkait
dengan mutu produk, dll. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur tertulis, dan dicatat (CPOB, 2018).
Penilaian produk jadi hendaklah mencakup semua faktor yang terkait,
termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, evaluasi dokumen
produksi (termasuk pengemasan), sesuai dengan Spesifikasi Produk jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir (CPOB, 2018).

2.3.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
objektif (CPOB, 2018).
Inspeksi diri hendaklah mencakup semua aspek dalam CPOB yaitu:
 Personalia.
 Bangunan termasuk fasilitas untuk personil.
 Perawatan bangunan dan peralatan.
 Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi.
 Peralatan.
 Pengolahan dan pengawasan selama-proses.
 Pengawasan Mutu.
 Dokumentasi.
 Sanitasi dan higiene.
 Program validasi dan revalidasi.
 Kalibrasi alat atau sistem pengukuran.
 Prosedur penarikan kembali obat jadi.

26
 Penanganan keluhan.
 Pengawasan label.
 Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh personil-personil
perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri
yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB
(CPOB, 2018).

2.3.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali


Produk
Sistem dan prosedur terkait dengan penangan keluhan terhadap produk
dan penarikan kembali hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai,
menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu. Jika perlu,
segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi
secara efektif. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah diterapkan
pada investigasi, penilaian cacat mutu dan proses pengambilan keputusan terkait
dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta
tindakan pengurangan-risiko lain (CPOB, 2018).
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari
satu atau beberapa produk atau seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran
distribusi yang dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila
ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap
kesehatan. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang diperiksa secara berkala
untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Tindakan penarikan kembali
produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat
mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Catatan dan
laporan penarikan kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan baik
(CPOB, 2018).

27
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian ke
industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain
misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan
identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Tiap keluhan
yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup rincian mengenai
asal usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala
bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut (CPOB,
2018).
Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
dipertimbangkan untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus
bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan
mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut mencakup tindakan perbaikan
bila diperlukan, penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang
bersangkutan, dan tindakan lain yang tepat. Catatan keluhan dikaji secara berkala
untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi,
yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari
peredaran (CPOB, 2018).
Selain penarikan, perlu dipertimbangkan tindakan tambahan untuk
mengurangi risiko yang terjadi akibat cacat mutu. Tindakan tersebut dapat
mencakup penerbitan surat yang memperingatkan tenaga kesehatan profesional
terkait penggunaan bets yang berpotensi cacat. Hal ini hendaklah
dipertimbangkan berdasarkan kasus perkasus dan didiskusikan dengan otoritas
pengawas obat terkait. (CPOB, 2018).

2.3.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan

28
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang
harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama
pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu (CPOB,
2018).
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk, dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang
digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya:
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets
produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir (CPOB, 2018).
2.3.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak tertulis hendaklah dibuat meliputi pembuatan
dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait.
Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk
usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai
dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan
kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak (CPOB, 2018).

2.3.12 Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

29
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan
proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan
dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan
cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur
utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di
dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah
mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut (CPOB, 2018):
 kebijakan validasi;
 struktur organisasi kegiatan validasi;
 ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi;
 format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan
dan jadwal pelaksanaan;
 pengendalian perubahan;
 dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan


validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah
merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang
mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat
ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi,
kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang
ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan
yang sesuai. Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan, hendaklah diberikan
persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi
selanjutnya (CPOB, 2018).

30
BAB III TINJAUAN KHUSUS
3.1 Sejarah Perusahaan
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (“Darya-Varia” atau “Perseroan”) adalah
perusahaan industri farmasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) yang
berdiri pada 1976. Pada November 1994, Darya-Varia mencatatkan sahamnya di
Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham DVLA. Pada 1995, Darya-Varia
mengakuisisi PT Pradja Pharin (Prafa) dan menjadi entitas induk yang terus
mengembangkan sayapnya pada sektor kesehatan di Indonesia. Pada 2014,
Perseroan melakukan merger dengan Prafa, yang menggabungkan diri ke dalam
Darya-Varia.

Gambar 1. Logo United Laboratories, Inc. (Unilab)

Kemudian pada Juli 2014, aset dan kewajiban Prafa dikonsolidasikan


setelah Perseroan menjadi entitas induk. Saat ini, Blue Sphere Singapore Pte Ltd
(BSSPL) adalah pemilik 92,13% saham Darya-Varia, afiliasi dari United
Laboratories, Inc. (Unilab). Unilab didirikan pada tahun 1945. Unilab merupakan
perusahaan farmasi terbesar di Filipina dengan jaringan afiliasi tersebar luas di
Asia, meliputi Indonesia, Vietnam, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura,
Laos, Kamboja, dan Tiongkok (.

31
3.2 Profil Perusahaan
3.2.1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.
Saat ini, Darya-Varia mengoperasikan dua pabrik yang telah memenuhi
standar internasional Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memproduksi produk-produk
Perseroan dan memberikan jasa toll manufacturing bagi pelaku bisnis nasional
dan multinasional untuk dipasarkan di dalam dan luar negeri.

Gambar 2. Logo PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.

Produk kapsul gelatin lunak, produk sediaan cair, plester obat, salep, dan
krim diproduksi di Pabrik Gunung Putri. Dalam memproduksi produk-produk
tersebut, Pabrik Gunung Putri menerapkan Sistem Manajemen Terpadu dan
memperoleh sertifikat ISO 9001:2015, ISO 14001:2015, ISO 45001:2018 dan ISO
22000:2018. Sedangkan produk injeksi steril dan sediaan padat dalam bentuk
tablet dan kapsul diproduksi di Pabrik Citeureup. Pabrik Citeureup juga
menerapkan Sistem Manajemen Terpadu dan memperoleh sertifikat ISO
9001:2015, ISO 14001:2015, ISO 45001:2018, dan SNI ISO/IEC 17025:2017.
Dalam menjalankan bisnis Toll Manufacturing, Darya-Varia bekerja sama
dengan Perusahaan afiliasinya, PT Medifarma Laboratories di Pabrik Cimanggis
Depok, PT. Genero Pharmaceuticals di Pabrik Cikarang Bekasi, dan PT. Cosmax
Indonesia di Ciracas, Jakarta Timur. Perseroan telah dipercaya oleh mitra bisnis
lokal dan asing baik untuk pasar domestik dan internasional untuk bisnis Ekspor
& Toll Manufacturing dan melakukan transfer teknologi, uji coba lab dan pilot,
studi stabilitas, pengadaan bahan baku dan kemasan, dan produksi komersial
barang jadi yang berkualitas.

32
Darya-Varia selalu memastikan mutu dan keamanan dari setiap
produknya, sehingga semua produknya telah bersertifikat halal. Seluruh fasilitas
pabrik yang dimiliki Darya-Varia telah menerapkan sistem jaminan halal. Pada
tahun 2013, Perseroan menerima sertifikasi halal untuk Natur-E, produk
suplemen kapsul gelatin yang terbuat dari unsur hewani, dan merupakan
sertifikasi halal untuk produk suplemen pertama bagi perusahaan farmasi di
Indonesia. Darya-Varia menghasilkan produk berkualitas tinggi untuk lini
produk Consumer Health dan Obat Resep dalam rangka membangun brand yang
dipercaya dan dikenal di seluruh Indonesia. Selama 47 tahun, Darya-Varia terus
bergerak maju untuk memberikan fasilitas kesehatan yang bermutu tinggi.
Melalui misi “membangun Indonesia yang lebih sehat setiap orang di setiap
waktu”. Melalui pendekatan konsisten dan hubungan erat dengan berbagai pihak
serta didukung komitmen terhadap pertumbuhan berkelanjutan, Perseroan
bertujuan mewujudkan visi menjadi perusahaan terbaik di bidang penyedia
solusi kesehatan yang berkualitas di Indonesia. Darya-Varia selalu berkomitmen
untuk menyediakan beragam produk berkualitas dengan strategi yang tepat
untuk kesehatan masyarakat Indonesia
3.3 PPIC (Production Planning Inventory Control) dan Logistik
3.3.1 Uraian Umum
Departemen PPIC (Production Planning Inventory Control) dan Logistik
merupakan salah satu departemen di PT. Darya-Varia Plant Gunung Putri yang
terpisah menjadi 2 divisi yaitu divisi PPIC dan dan Divisi Logistik atau
warehouse. Masing- masing divisi memiliki supervisor yang dibawahnya
terdapat section head dan membawahi beberapa staff. PPIC terbagi menjadi
PPIC manufaktur (in-house) untuk produksi produk PT. Darya-Varia Plant
Gunung Putri dan PPIC manufaktur toll (kegiatan alih daya) dalam bentuk toll-
out bekerja sama dengan PT. Medifarma Laboratories, PT. Genero
Pharmaceuticals, dan PT. Cosmax Indonesia. Serta kegiatan toll-in dengan PT.
Sanofi-Aventis Indonesia. Tugas dan tanggung jawab PPIC terdiri dari
Production Planning dan Inventory Control. Production planning mengacu
untuk mengatur jadwal kegiatan perencanaan produksi atau Production Activity
Control (PAC) berdasarkan master planning schedule (MPS) yang telah
dirancang berdasarkan foscast pasar. Sedangkan Inventory Control bertugas

33
dalam memantau jumlah stock dan kecukupan material yang tersisa dari
warehouse untuk dilakukan produksi produk serta melakukan analisis terhadap
pengadaan material yang diperlukan. Dan untuk divisi Warehouse terbagi
menjadi tiga bagian gudang yaitu Raw Material (RM), Packaging Material
(PM), dan Finished Good (FG). Pembelian RM atau PM harus berasal dari
pemasok manufakfur atau suplier yang telah disetujui dan terdaftar dalam
Approved Vendor List (AVL). Sedangkan untuk bahan baku yang bersertifikasi
halal, material harus berasal dari manufaktur yang terlampir dalam halal matrix
materials atau matrik halal bahan awal.

3.3.2 PPIC
1. Perencanaan Pengadaan Material
Dalam hal perencanaan pengadaan material (baik dalam bentuk RM atau PM)
yang diperlukan untuk kegiatan produksi produk PT. Darya-Varia Laboratoria Plant
Gunung Putri, maka divisi PPIC (In-house) terlebih dahulu akan menganalisis stock
yang ada di gudang dengan melihat Material Requirement Planning (MRP) dalam
sistem SAP. MRP adalah salah satu metoda yang digunakan untuk menentukan material
bahan baku maupun pengemas yang dibutuhkan, kapan dan dalam jumlah berapa
kuantitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi. Sehingga dalam
merancang perencanaan pengadaan bahan baku material selain analisis MRP juga
berpatokan pada Master Planning Schedule (MPS) sebagai dasar penjadwalan kegiatan
produksi. Dalam melihat alur material atau Requirment Planning yang perlu dipahami
yaitu setelah MRP running pada sistem SAP, berdasarkan master pack size yang
dikeluarkan oleh produksi atas hasil analisa planner kapasitas dan schedule plan order
sesuai kapasitas produksi, maka stock yang tersedia dapat dilihat dengan kebutuhan
material pada MRP, selanjutnya PPIC akan melakukan analisa dan memperhitungkan
stock yang tersedia dengan kebutuhan material berdasarkan aspek yang telah ditentukan
pada daftar PR (Puchase Order) atau daftar permohonan pembelian bahan baku dan
bahan kemas untuk ditentukan material apa saja yang perlu dipesan. Selanjutnya dari PR
yang ada akan dibuat PO (Purchasing Order) atau daftar pemesanan bahan baku dan
bahan kemas ke supplier setalah disetujui. selanjutnya form tersebut didistribusikan pada
bagian Procurement untuk memutuskan pemasok yang akan digunakan sesuai dengan
yang tercantum pada daftar yang ada dalam AVL atau matrixs halal material. Kemudian
Procurement akan mengeluarkan PO (Purchase Order) yang otomatis dalam sistem

34
SAP dan nantinya akan dikirim ke pemasok seperti manufaktur atau distributor terkait.
Setelah itu, PPIC bersama Procurement akan memonitor dan memberi follow-up
pesanan tersebut.
2. Perencanaan Produksi
Sebelum menetapkan jadwal produksi, tim PPIC harus memiliki gambaran
terkait analisis pasar dari produk yang akan di produksi, untuk data tersebut akan
didapatkan dari forcast yang berasal dari pihak marketing setelah melihat
permintaan pasar atau demand. Forecast yang didapatkan akan di baca oleh
sistem SAP dalam bentuk MPS (Master Produksi Schedule). Staff PPIC
selanjutnya akan melakukan pengecekan stock material dan kapasitas dari
produksi, ketika stock dan kapasitas memadai, maka akan dilakukan perilisan PrO
(Process Order) jika BOM (Bill of Material) dari produksi telah ada. Tetapi jika
terdapat kekurangan stock maka akan dilakukan permintaan pembelian material
baik raw materil atau packaging material kepada pihak Procurement. Dalam
membuat jadwal produksi PPIC akan melihat kebutuhan MPS dan lead time
proses tiap produk. Serta, perlunya dilakukan sosialisasi kepada departemen
terkait seperti QA, QC, Produksi dan Gudang agar terdapat persaman presepsi dan
kesepakatan. Penjadwalan produksi ini dilakukan dengan mempertimbangkan
lead time serta holding time produk ruahan di ruang penyimpanan produksi. Staff
PPIC secara periode akan melakukan update jadwal produksi dan melakukan
evaluasi aktualisai jadwal yang terjadi dilapangan jika terdapat adanya issue pada
setiap proses produksi, sehingga bagian produksi akan menginformasikan terkait
adanya perubahan yang terjadi kepada PPIC.
Terkait dengan perencanaan produksi maka cakupan kegiatannya antara
lain demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, dan
perencanaan produksi dan persediaan. Demand planning merupakan suatu proses
memperkirakan permintaan dari sebuah produk agar persediaannya dapat
dipenuhi sehingga konsumen bisa selalu terpuaskan. Persediaan barang tidak
boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan surplus atau kelebihan stok,
namun juuga tidak boleh terlalu sedikit agar tidak terjadi out of stock di pasaran.
Demand planning merupakan proses yang sangat penting karena tanpa
mengetahui berapa jumlah produk harus disediakan untuk konsumen, perusahaan
akan mengalami kerugian. Kerugian bida terjadi akibat barang yang tersedia

35
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Demand planners perlu mengawasi faktor internal dan eksternal yang
dapat memengaruhi permintaan, seperti ketersediaan sumber daya, masalah
bencana alam, kondisi cuaca dan medan distribusi, acara berita, kejadian tertentu
atau pengaruh lainnya. Mengumpulkan informasi dari semua sumber yang
mungkin adalah cara terbaik untuk menghasilkan perkiraan yang akurat dan
memastikan integrasi dengan perkiraan pasokan untuk memenuhi permintaan
pelanggan secara efisien. Setelah didapatkan data perkiraan yang akurat maka
demand planner akan melakukan perencanaan dan penyesuaian biaya.
3.3.3 Logistik
PT Darya-Varia Laboratoria memiliki 3 gudang yang digunakan untuk
menyimpan barang diantaranya gudang bahan baku atau Raw Material (RM), gudang
bahan pengemas atau Packaging Material (PM) dan gudang produk jadi atau Finished
Good (FG). Penyimpanan bahan awal maupun bahan kemas harus mengikuti
persyaratan kondisi penyimpanan yang baik sesuai dengan rekomendasi supplier,
terutama terkait suhu penyimpanan. Untuk penyimpanan produk jadi kondisi
disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan yang tertera pada penandaan produk untuk
menjaga kondisi fisik dari produk jadi. Setiap penerimaan bahan awal, bahan pengemas,
maupun produk jadi petugas gudang melakukan pengecekan barang yang diterima
sesuai dengan dokumen pengiriman. Selain itu dilakukan pemeriksaan identitas dan
kondisi wadah yang diterima apakah sesuai dengan persyaratan, untuk memastikan
bahwa berang yang diterima telah sesuai dengan yang seharusnya. Distribusi masing-
masing barang dari gudang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO).
Beberapa jenis gudang penyimpanan di PT Darya-Varia Plant Gunung Putri, antara lain:
3.3.3.1 Raw Material Warehouse (RMWH)
RMWH merupakan gudang yang diperuntukan untuk penyimpanan bahan baku
yang berasal dari supplier yang telah terdata di AVL. Selain untuk menyimpan bahan
baku (raw material). RMWH juga bertanggung jawab atas penerimaan raw material dari
suplier dan menyiapkan raw material dalam hal penimbangan bahan baku untuk
diproduksi yang dipesan oleh PPIC melalui PrO (Process Order) serta Picking List.
Untuk fasilitas gudang RMWH, memiliki beberapa tipe didasari atas stabilitas dari zat
aktif atau eksipien terhadap suhu lingkungan dan kelembaban terhadap penyimpanan,
untuk mengatur suhu digunakan AC (air conditioner). Persyaratan suhu untuk gudang

36
mengunakan AC dengan suhu maksimal 25˚C dan non AC Maksimal 30˚C).
Gudang RMWH terdiri atas 3 gudang, yaitu gudang RM 1, RM 2, serta RM 3.
Tujuan gudang RM dibagi menjadi 3 ruangan dikarenakan untuk meningkatkan efesiensi
kapasitas gudang. Masing-masing gudang memiliki tujuan dan fungsi masing-masing,
untuk RM 1 digunakan untuk penyimpanan material yang memiliki flow permintaan yang
cepat ke produksi, dan juga difungsikan sebagai gudang penerimaan material yang akan
dilakukan penimbangan. Serta, gudang tersebut juga digunakan untuk menyimpan zat
aktif yang memiliki shelf life singkat tetapi kuantitas yang sedikit seperti flavour serta
coloring, khusus untuk produk flavour, dikarenakan materialnya mudah menguap atau
volatil material, maka diberikan penanganan khusus untuk material tersebut dengan
dimasukkan dalam lemari penyimpanan untuk produk mudah menguap, begitu juga hal
nya dengan material yang mudah terbakar seperti alkohol dan hexan juga dimasukkan
dalam lemari yang sama. Untuk gudang RM 1 didesain menggunakan AC dan dilakukan
monitoring suhu dan RH setiap pagi dan sore.
Selain itu, untuk penanganan produk yang menggunakan material prekursor
seperti Pseudoephedrine untuk produk paratusin (In-house), juga disimpan di gudang RM
1 pada ruangan khusus dengan menggunakan terali atau pintu besi dan dikunci, hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunakaan bahan aktif obat. Untuk kunci
ruangan pada nantinya akan dipegang oleh supervisor RM sebagai penanggung jawab,
dan saat akan mengambil materia tersebut juga harus disaksikan oleh supervisor RM atau
section head.
Selanjutnya material yang juga disimpan dan di lead oleh gudang RM 1 adalah
material yang berasal dari kegiatan alih daya, yaitu material yang berasal dari kontrak toll
in dari beberapa munfakturing farmasi yang menjalani kerjasama dengan PT. Darya-
Varia Plant Gunung Putri seperti produk Pharmaton (Sanofi). Untuk material keperluan
produksi produk toll-in ini disimpan pada ruangan terpisah dengan material produk in
house, dikarenakan untuk produk toll-in semua bahan material keperluan produksi produk
terkait di siapkan dan dikirim oleh manufakturing bersangkutan. Hal tersebut dilakukan
atas dasar kesepakatan yang telah diambil serta untuk mencegah terjadinya mix up
material antara produk toll-in dengan produk in-house. Pada Gudang RM 1 juga
terhubung langsung dengan ruang penimbangan untuk memudahkan mobilisasi material
dari warehouse ke produksi.
Tidak jauh berbeda dengan RM 1, untuk RM 2 dan RM 3 difungsikan untuk
penyimpanan material, tetapi untuk RM 2 lebih difungsikan untuk penerimaan produk (in
coming matrial) dari supplier serta digunakan untuk penyimpanan sementara atau sebagai

37
ruang staging area saat karantina material sebelum produk disampling oleh bagian QC
(sampling QC), kegiatan ini juga didukung dengan adanya fasilitas laboratorium
sampling QC di gudang tersebut. Gudang RM 2 sendiri tidak difasilitasi dengan AC
dikarenakan untuk material yang disimpan di gudang RM 2 merupakan material yang
cenderung tidak rusak karena pengaruh suhu atau dapat stabil pada suhu maksimum
30˚C, tetapi gudang RM 2 tetap dilakukan pengecekan suhu dan RH untuk menjaga agar
suhu tidak melewati range aman stabilitas material. Berbeda halnya dengan Gudang RM
3, untuk RM 3 difasilitasi AC untuk mengontrol suhu, hal ini bertujuan dikarenakan
material yang umumnya disimpan di gudang RM 3, merupakan material yang
berpengaruh terhadap suhu, sehingga untuk suhu dilakukan pemantauan secara berkala.
Untuk gudang RM 3 juga diperuntukan untuk produk FG (Finished Good), salah satu
contoh produk FG yang disimpan di Gudang RM 3 adalah Hand Body Lotion (HBL),
tujuan dilakukan distribusi produk dari gudang FG ke Gudang RM 3 ini dikarenakan
kapasitas gudang yang besar dari RM 3, sehingga memungkinkan untuk dilakukan
penyimpanan produk FG di Gudang RM 3, sehingga dapat menurunkan beban gudang
FG dan memaksimalkan kapasitas gudang tersebut.

Gambar 1 .Alur kerja Raw Material Warehouse

1. Penerimaan Bahan Baku RM


Mekanisme penerimaan bahan baku atau raw material di RMWH sebagai berikut:
 Saat barang atau material sampai ke gudang PT Darya Varia Plant gunung Putri,
maka transportasi supplier yang membawa material akan diarahkan langsung ke
gudang RM 2 untuk dilakukan bongkar muat dan serah terima material antara pihak

38
yang mengantarkan material (sopir) dengan houseman. Selanjutnya petugas gudangan
akan melakukan beberapa pengecekan seperti surat jalan dengan memperhatikan
nama industri yang dituju, serta alamat yang tertera, yang harus dipastikan adalah
kesesuaian barang yang dikirim diperuntukan kepada PT. Darya Varia Plan Gunung
Putri.
 Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap material yang akan masuk dengan surat
pesanan dan surat jalan, pengecekan dilakukan dari jumlah barang yang akan masuk,
perhatikan CoA yang berasal dari supplier, lakukan pengecekan dan samakan data
dengan CoA, AVL dan Matrixs halal yang berasal dari PT. darya Varia Plant Gunung
Putri.
 Lakukan pengecekan terhadap kondisi fisik material yang datang, pengecekan
dilakukan dari setiap individual box dan master box.perhatikan apakah ada material
yang rusak atau tidak layak untuk diterima, jika terdapat barang yang rusak. Maka
pihak gudang dapat melaporkan kejadian dan melakukan complaint ke manufakturing
pengirim.
 Lalu perhatikan juga expired date, serta freshness indeks dari material yang datang.
Logistik selanjutnya akan melakukan konfirmasi ke PPIC terhadap barang yang
datang, berdasarkan aturan yang diterapkan di PT. Darya-Varia Plant Gunung Putri,
dimana untuk kualifikasi material yang datang harus dalam keadaan fresh batch
(dibawah 75%), kecuali dalam hal tertentu, misalnya material yang digunakan sangat
diperlukan untuk kegiatan produksi.
 Setelah dilakukan pengecekan, maka bagian gudang (in-coming) akan melakukan GR
(Good Receipt) saat penerimaan barang dan secara otomatis stock akan terupdate ke
sistem SAP. Ketika melekukan GR terhadap material tersebut maka akan tergenerate
nomor control untuk semua material (untuk nomor control atau nomor batch di luar
manufacturing pengirim akan dikeluarkan oleh PT. Darya-Varia Plant Gunung Putri).
Tujuan penggunaan nomor control baru agar memudahkan untuk melakukan tracking
material baik saat dilakukan penyimpanan di gudang atau telah masuk ke dalam
proses produksi.
 Saat dilakukan GR oleh tim house man maka status material pada batch yang datang
masing-masing dalam tahap quarantin atau dalam tahapan (quarantine inspection)
dan siap untuk dilakukan sampling pengujian oleh QC, ketika dilakukan pengecekan
dengan menggunakan hand held pada layar monitor akan terbaca label kuning. Saat
ini PT Darya-Varia Plant Gunung Putri telah menerapkan sistem tidak digunakannya
lagi ruang karantina khusus untuk material yang datang, karena untuk identitas

39
produk sudah menggunakan nomor kontrol yang telah terdata di sistem SAP,
sehingga untuk untuk material yang datang akan diberikan stiker label identitas yang
tertera QR code. Saat dilakukan sampling material, jika material lulus atau approved,
maka pihak QC akan memindahkan status material secara sistem yang disebut dengan
liris, maka jika stiker identitas material dilakukan pengecekan kembali, selanjutnya
material akan terbaca label hijau. Tetapi jika produk tidak lulus uji, sebaliknya
produk akan terbaca label merah atau dapat dikatakan meterial reject. Sehingga di
PT. Darya-Varya Plant gunung putri tidak lagi mengunakan kertas label
merah/hijau/kuning untuk memberikan status pada produk. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi adanya kesalahan human error dalam pelulusan material saat karantina.
 Saat semua prosedur pengujian telah dilakukan dan material telah rilis dari karantina
secara sistem, maka dapat dilakukan penyimpanan material sesuai dengan spesifikasi
material masing-masing.
 Ketika PrO diturunkan oleh tim PPIC, maka akan dilakukan koordinasi dengan orang
gudang bahwa produksi akan dijalankan sehingga pada nantinya tim gudang akan
menyiapkan material di gudang RM 1 sesuai pesanan yang ada di picking list untuk
material raw material.

2. Manajerial Penyimpanan Bahan Baku RM


Prinsip penyimpanan material baik RM di gudang PT. Darya-Varia Plant
gunung Putri hampir sama dengan menggunakan rak yang terdiri atas 3 sampai 4 level.
Cara penyusunan material atau produk jadi berdasarkan bobot dari material yang datang.
Untuk rak level satu digunakan untuk bobot yang lebih berat, semakin naik ke atas level
nya pun akan bertambah dan bobot material atau produk jadi tidak boleh lebih berat dari
level sebelumnya. Setiap material di susun di atas palet plastik berdasarkan aturan
penumpukan dan bentuk kemasan material seperti karung, drum dan karton. Serta, juga
perlu diperhatikan untuk bahan baku yang memiliki sifat fisik dalam bentuk cairan juga
dipisahkan dan diletakkan pada rak level paling rendah agar tidak terjadi tumpahan dan
mencemari material lain. Penyusunan bahan RM juga mempertimbangkan aspek self life
dari material yang datang dengan menggunakan metode FEFO (First Expired First Out),
sehingga material yang akan expired lebih dekat akan dikeluarkan terlebih dahulu untuk
dikirim ke produksi. Serta pada gudang RM 3, juga terdapat fasilitas chiller yang
dipergunakan untuk penyimpanan material cold chain (material rantai dingin), seperti
vitamin B, E dan Glutation.
3. Penimbangan Bahan Baku Material

40
Mekanisme penimbangan material untuk keperluan produksi:
 Sebelum melakukan penimbangan, maka material yang telah diambil dari gudang
akan diletakkan sementara di staging area untuk dilakukan penyimpanan sementara
sampai akan ditimbang. Serta dilakukan pemeriksaan material dengan melakukan
pengecekan dengan menggunakan hand held untuk memastikan identitas material.
 Antara ruang RM 1 dan ruangan penimbangan terdapat ruangan antara yang
memisahkan ke dua ruangan tersebut. Ruang antara didesain memiliki tekanan
ruangan yang lebih rendah yaitu 5 atm, selisih 5 atm dengan ruangan penimbangan
yang memiliki tekanan 10 atm. Tujuan digunakan ruang anatara ini agar menghindari
kontaminasi silang yang mungkin terjadi.
 Ketika akan melakukan penimbangan, maka secara otomatis material yang diambil
dari gudang RM 1 akan berkurang stock nya secara otomatis di sistem SAP setelah
dilakukan pelaporan atas pengeluaran material dari permintaan PPIC. Tetapi tim
gudang juga akan melakukan pencatatan manual pada Bin-Card setiap material yang
keluar di gudang untuk ditimbang.
 Dokumen yang diperlukan agar proses penimbangan dapat dilakukan adalah PrO dan
Picking list dari PPIC serta Bacthing Control Sheet (BCS) dan Checklist Batch
Record yang dikeluarkan oleh produksi. Setelah semua dokumen telah diterima oleh
tim penimbangan. Maka proses penimbangan dapat dilakukan dengan teliti sesuai
dengan permintaan.
 Sebelum dilakukan penimbangan, beberapa material perlu ditambahkan perlakuan
khusus, seperti dilakukan pengecilan ukuran partikel (dihaluskan) untuk produk
vitamin C dan glutation, hal ini bertujuan agar memudahkan kelarutan dari zat aktif
ketika dilakukan mixing dengan bahan eksipien. Serta ada juga perlakuan dengan
memanaskan zat aktif yang bersifat lilin atau memadat pada suhu ruang, sehingga
harus dilakukan pemanasan dengan oven pada suhu 120˚C selama 16 jamuntuk
material cobalt sulfat, pemanasan ini bertujuan agar material dapat mudah di mixing
dalam bentuk liqud, sehingga akan menciptakan sediaan yang homogen.
 Untuk ruang penimbangan terbagi atas 2 ruangan, yaitu ruang timbang dengan bobot
besar dalam satuan kilogram (kg) dan ruang timbang dengan bobot kecil dalam
satuan miligram (mg) prosedur penimbangan dilakukan di ruangan yang memiliki
kamar berlatar belakang LAF (Laminar Air Flow), satu ruang LAF ruang timbang
bobot besar terdiri atas dua timbangan yang dapat menampung maksimal hingga 285
kg. Setiap hari sebelum dilakukan penimbangan semua alat timbang akan dilakukan
kalibrasi terlebih dahulu dengan cara melakukan tara dengan menggunakan anak

41
timbangan (untuk timbangan besar 10 kg, timbangan analitik kecil 200 gram). Serta
setiap pagi dan sore hari akan dilakukan pengecekan suhu dan Rh ruangan dan
tekanan ruangan ( suhu ≤ 26˚C, kelembaban 70˚C dan tekanan ≥ 20 pascal), kegiatan
ini juga akan dipantau oleh bagian QC untuk meluluskan izin penimbangan dan
melakukan pengecekan line clearence dan monitoring LAF.
 Setelah diizinkan untuk melakukan penimbangan oleh bagian QC, maka sebelum itu
tim penimbangan akan melakukan sterilisasi terhadap penggunaan alat dalam
memudahkan proses penimbangan seperti spatel, dan tidak lupa dilakukan sterilisasi
terhadap timbangan menggunakan alkohol 70%. Saat proses penimbangan pastikan
LAF hidup dan berfungsi. Lakukan penimbangan sesuai dengan dokumetasi
permintaan dan sifat fisik material. Setelah semua material ditimbang, maka lakukan
pencucian alat di ruang cuci dan lakukan sterilisasi terhadap alat yang telah di cuci.
 Untuk penimbangan material khusus seperti zat aktif perkursor maka penimbangan
harus disaksikan oleh supervisor warehouse dan section head yang bertugas,
 Beberapa material untuk pembuatan produk soft kapsul tidak dilakukan
penimbangan di ruang timbang, tetapi langsung dimobilisasi dari tempat
penyimpanan ke ruang produksi untuk ditimbang, seperti sediaan liguid contohnya
sorbitol. Hal ini dikarenakan produk memiliki sifat fisik liquid sehingga untuk
memudahkan proses produksi, maka untuk material tersebut langsung di kirim
menggunakan pipa dari drum penyimpanan ke ruang produksi.
 Setelah dilakukan penimbangan, maka seluruh material dipindahkan ke ruangan
staging bahan baku produksi dengan syarat holding time hingga 60 hari. Jika dalam
60 hari bahan baku tidak diolah di ruang produksi, maka material harus dilakukan
pengujian ulang oleh bagian QC, apakah material masih dapat digunakan atau tidak
dapat digunakan karena alasan tercemar.

3.3.3.2 Packaging Material Warehouse (PMWH)


Packaging Material Warehouse (PMWH) yaitu gudang untuk menyimpanan
bahan pengemas. PMWH bekerja secara aktif dalam memenuhi kebutuhan packing alur
kerja gudang untuk keperluan produksi. Packaging produk terdiri atas beberapa jenis,
yaitu slab, insert, dan box. Penyimpanan packaging dilakukan terpisah berdasarkan
kestabilannya terhadap suhu, sehingga untuk jenis packaging yang dapat rusak pada
intervensi suhu akan disimpan pada ruang pendingin. Gudang Packaging Material (PM)
terdiri atas 2 gedung, gudang PM 1 dan gudang PM 2, tujuan nya agar meningkatkan
kapasitas penyimpanan material PM di gudang, sehingga daya tambung gudang dapat

42
meningkat. Dan untuk penerimaan material dilakukan pada gedung PM 1, tetapi untuk
pengeluaran material tetap dilakukan pada masing-masing gudang.
1) Penerimaan Material PM
Dalam penerimanaan material PM, prosedur yang digunakan di PT. Darya-Varia
Plant Gunung Putri hampir sama dengan penerimaan raw material, setelah dilakukan
pengecekan secara administrasi, selanjutnya lakukan pengecekan fisik atas material yang
datang, seperti pemeriksaan material yang pecah pecah botol atau ada cacat fisik pada
material tube. Salah satu prosedur yang membedakan penerimaan RM dan PM adalah
harus dipastikan bahwa material yang mudah pecah seperti wadah botol yang berbahan
tipe IV (NP atau soda-lime), dikirim mengunakan palet kayu, tujuan nya untuk menjamin
material yang dikirim dari suplier tidak rusak saat diperjalan.
Setelah material dilakukan serah terima antara pihak pengirim atau supplier
dengan pihak gudang, maka semua material yang masuk akan ditempelkan dengan stiker
identitas material dan selanjutnya material akan masuk ke tahap karantina dan akan
dilakukan pengujian terhadap in-coming material oleh bagian QC, beberapa parameter
yang diuji adalah mikrobiologi, kualifikasi pengemas dan zat pengotor. Maka sama
halnya dengan raw material, pada tahap ini packaging material berada dalam tahap
Quarantin Inspection (QI) sehingga ketika di scan dengan alat hand held akan terbaca
label kuning. Hingga saat produk selesai uji maka QC akan melakukan rilis terhadap
status material apakah lulus (label hijau) atau reject (label merah). Setelah material rilis
oleh QC, maka material dapat disimpan pada tempat berdasarkan spesifikasi
penyimpanannya. Untuk expired date atau masa guna untuk packaging material selama
10 tahun, maka jika suatu material telah mencapai masa maksimum penyimpanan, maka
bagian QC akan melakukan pengujian lebih lanjut, untuk memutuskan penggunaan
material.
2) Managerial Penyimpanan Gudang RM
Penyimpanan material terbagi menjadi dua bagian yaitu, gudang yang memiliki
pendingin (AC) dan ruangan yang tidak memiliki pedingin. Untuk ruangan yang
memiliki pendingin difungsikan untuk gudang alufoil dan label produk, persyaratan
suhu untuk gudang ini adalah maksimum 25˚C dengan kelembaban (RH) maksimum
75%. Tujuan diberikan nya perlakuan pemantauan suhu dan kelembaban pada ruangan
ini untuk menjaga bentuk packaging agar tidak mengalami berubah karena kenaikan
suhu. Berbeda dengan ruangan atau gudang non AC, ruangan ini diperuntukan untuk
material kemasan Box, seperti individual box, dan master box yang tidak mengalami
perubahan atau stabil pada suhu maksimal 32˚C dengan kelembaban 80%.

43
Untuk cara penyusunan material diletakkan pada rak yang terdiri atas beberapa
level. Cara penyusunan pun hampir sama dengan raw material, yaitu untuk bobot
material yang berat akan diletakkan pada rak level satu hingga seterusnya, hingga pada
rak level paling atas akan disimpan material yang memiliki bobot ringan. Pada rak juga
terdapat nama rak yang berdasarkan alfabetis, serta dilengkapi dengan kode QR untuk
masing-masing level rak, yang mencakup tentang identitas yang disimpan pada rak
tersebut. Tujuan pemberian kode QR ini untuk memudahkan untuk tracking material
saat akan mengeluarkan ketika ada picking list untuk keperluan produksi.
Yang perlu adanya perhatian lebih dalam mengatur gudang RM adalah ketika
terjadinya pergantian packaging, sehingga perlu dilakukan pemisahan material secara
teliti agar tidak terjadi mix up antara kemasan baru dengan kemasan lama.

3.3.3.3 Finished Good Warehouse (FGWH)


FGWH bertugas dalam penyimpanan produk jadi yang akan didistribusikan ke
distributor maupun prinsipal. Selain produk jadi dalam master box yang akan
didistribusikan secara local dan eksport, PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri
juga mengirimkan produk dalam bentuk eceran (individual box). Untuk gudang FG
(Finished Good) sendiri berhubungan langsung dengan ruang packaging produksi,
sehingga untuk setiap produk yang telah dipackaging akan didistribusikan ke gudang FG.
Gudang FG terdiri atas dua bangunan, dengan difasilitasi pendingin ruangan.
1. Manajerial Penyimpanan Produk jadi Pada Gudang FG
Dalam penyimpanan produk jadi yang telah selesai dilakukan packing dalam
master box harus cukup dalam satu batch produksi, dan telah diberikan barcode (kode
QR) identitas pada bagian luar master box, maka produk jadi dapat dimobilisasi ke
gudang FG. Untuk penempatan produk jadi akan disimpan pada rak berdasarkan prinsip
yang sama dengan gudang RM dan PM, untuk produk yang lebih berat atau permintaan
nya banyak akan disimpan pada rak level 1. Pada setiap rak dan palet akan terdapat
barcode yang berisikan identitas produk beserta lokasi penyimpanan dari produk jadi
tersebut. Hal ini bertujuan agar memudahkan untuk melakukan tracking terhadap produk.
Pada ruang gudang FG ini difasilitasi pendingin ruangan suhu 25˚C dengan kelembaban
75%, hal ini ditujukan agar sedian produk jadi tidak berubah stabilitasnya saat dilakukan
penyimpanan, serta dilakukan monitoring suhu dan kelembaban pada pagi dan sore hari.
2. Pengiriman Produk ke Distributor
Saat masuknya pesanan yang berasal dari distributor atau prinsipal atas
permintaan /demand (marketing) maka selanjutnya pihak Supply Chain

44
Management (SCM) akan membuatkan permintaan tersebut dalam bentuk PO
(Purchase Order) untuk dikirim ke Gudang FG. Selanjutnya staff gudang akan
membuatkan TO (Transaction Order) yang digunakan untuk pengambilan produk
jadi dari tempat penyimpanan, setelah pengambilan produk jadi sesuai pesanan
maka akan dibuat DO (Delivery Order) untuk diberikan kepada pihak yang akan
melakukan serah terima produk dengan pihak pengirim (pihak ke-3), dilakukan
Pengecekan DO terhadap produk jadi yang akan dikeluar dari gudang, serta DO
akan ditandatangai oleh pihak yang bersangkutan seperti pihak Gudang Jadi,
PPIC, satpam, dan pembawa barang. Selanjutnya, dibuat Surat Izin Keluar Barang
(SIKB) oleh Gudang Produk Jadi. Di gerbang, satpam akan mengecek SIKB dan
DO. Bila tidak ada permasalahan secara administrasi, maka produk jadi dapat
dikirim ke distributor.
3.4 Departemen Quality Assurance (QA)
3.4.1 Uraian Umum Departemen Quality Assurance
Quality Assurance merupakan sistem yang dibuat bertujuan agar seluruh
produk yang berada dalam industri farmasi yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditetapkan, semua sistem tersebut memenuhi dan
mengacu pada pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)/Good
Manufacturing Practices (GMP), Cara Berlaboratorium yang Baik/Good
Laboratory Practices (GLP) dan Cara Uji Klinis yang Baik/Good Clinical
Practices (GCP), serta Cara Distribusi yang Baik (CDOB)/Good Distribution
Practices (GDP). Departemen Quality assurance memiliki tugas untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
sehingga QA bertugas untuk mengawasi proses dari hulu ke hilir. QA juga
bertugas untuk menangani keluhan dan obat kembalian, serta penarikan kembali
produk yang beredar di pasaran jika ditemukan keluhan terhadap obat.
Departemen PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri dikepalai
oleh seorang manager yang merupakan seorang apoteker. Departemen ini terdiri
atas 5 bagian yang masing-masing bagian dikepalai oleh seorang supervisor,
bagian tersebut yaitu:
 Bagian Document Control Center (DCC): Bagian ini bertugas untuk
menjaga seluruh dokumen yang beredar merupakan dokumen hasil
revisi terakhir. DCC memiliki empat aktivitas yang dilakukan

45
sepanjang tahun. Empat aktivitas itu adalah registrasi, SOP, Master
Batch record, dan Jaminan Produk halal.
 Bagian QA Compliance: Change Control (CC), Corrective Action
Preventive Action (CAPA), audit internal, tata cara menjadi auditor,
Kualifikasi dan evaluasi Pihak 3, kaji ulang manajemen, serta
Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan Keluhan ke Vendor.
 Bagian kalibrasi dan validasi: Bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kualifikasi dan validasi serta kalibrasi alat. Validasi yang
dimaksud mencakup validasi proses, validasi metode analisis dan
validasi pembersihan. Validasi, kalibrasi dan kualifikasi tidak hanya
berlaku untuk produksi saja tetapi juga melakukan pengecekan pada
air change, perbedaan tekanan, kualifikasi alat compressed air dan
purified water. Dimana divisi ini setiap tahun membuat Rencana
Induk Validasi (RIV).
 Product Integrity (PI): Product integrity menangani tugas dan
tanggung jawab, yaitu pelolosan produk jadi, penanganan Batch
Record, penanganan penyimpangan (deviasi), penanganan keluhan
produk, produk kembalian, Recall dan Mock Recall.
 Quality Risk Management (QRM): QRM memiliki inspektor yang
berbeda dari inspector yang berasal dari QC. Inspektor di QA
memiliki fungsi pengawasan. PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk
Gunung Putri tools yang digunakan untuk melakukan manajemen
risiko adalah dengan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dan
Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Tugas dari QRM
yaitu mengkaji Pengkajian Resiko (Risk Assessment), Penanganan
sampel pertinggal produk jadi (Retain sampel), pengawasan selama
proses produksi (In Proses Control), Analisis Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP).

3.4.2 Document Control Center (DCC)

DCC memiliki 4 tugas utama yaitu registrasi, Master Batch Record, SOP
dan Sistem Jaminan Produk Halal. Aktivitas registrasi yang dilakukan adalah

46
aktivitas yang menyangkut registrasi obat baru variasi (mayor/ minor) serta
renewal. Selain itu, aktivitas yang berkaitan dengan SOP di DCC meliputi
perbaikan format dan mensirkulasikan SOP pada setiap departemen yang
memerlukannya. DCC juga menyimpan berkas SOP yang telah dinyatakan
obsolete atau tidak berlaku lagi. Dokumen SOP yang disirkulasi akan berlaku
selama 3 tahun. Bila setelah jangka waktu 3 tahun masih dianggap sesuai dengan
perlakuan, maka dapat dikaji ulang, diberi cap dan dapat digunakan untuk 3
tahun mendatang. Untuk prosedur revisi SOP inisiator akan diberikan Draft SOP
versi terakhir dan mengisi CC (Change Control). Draft kemudian diberikan ke
DCC untuk Formatting dan di print-out. Inisiator akan mendistribusikan ke pihak
terkait untuk meminta approval. Setelah mendapatkan approval maka akan
diberikan ke compliance untuk di-review apakah revisi SOP sesuai dengan CC.
Apabila telah sesuai maka akan di berikan ke QA Manager untuk persetujuan
dan kemudian dilakukan training ke bagian terkait. Akan di-review kembali
setelah training oleh Supervisor DCC, serta staff DCC akan mengecek perlembar
apakah SOP sudah sesuai.
Kegiatan DCC yang berkaitan dengan master batch record (MBR) adalah
DCC bertugas dalam melakukan aktivasi master batch record yang telah disetujui
oleh QA Manager dan telah dilakukan training ke bagian terkait seperti bagian
produksi, PI (Product Integrity), Kal-Val (apabila jika ada action untuk validasi),
QRM (untuk Risk Assessment-nya). Selanjutnya DCC akan melakukan distribusi
MBR ke departemen terkait yaitu Departemen Produksi, MTU (Manufacturing
Technical Unit), dan RND (Research and Development). Master batch record
adalah batch record yang pertama kali dibuat dan tersedia di sistem SAP sebelum
diisi oleh departemen lain seperti produksi atau PPIC. Bila master batch record
akan dirubah, maka change control dilakukan oleh departemen bersangkutan,
yang kemudian akan dikaji dan disetujui oleh QA manager.
Aktivitas yang berkaitan dengan sistem jaminan produk halal adalah audit
halal yang dilakukan di PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri sebanyak
1 kali setahun oleh Koordinator Halal Internal (KAHI) dan Auditor Halal Internal
(AHI) yang bertugas melakukan audit internal pabrik, dengan training yang
dilakukan setiap dua tahun sekali.

47
3.4.3 Product Integrity
Product integrity merupakan divisi yang berurusan dengan pelolosan
produk jadi, penanganan Batch Record, penanganan penyimpangan (deviasi),
penanganan keluhan produk, produk kembalian, Recall dan Mock Recall.
Sebelum dilakukan release product, QA akan menerima dokumen dari produksi,
menerima dokumen CoA dari QC, dan akan mengecek kelengkapan &
kesesuaian batch record dengan menggunakan check list. Tugas QA disini yakni
hanya memverifikasi dokumen dengan spesifikasi yang telah ditetapkan saja
karena semua dokumen sudah diisi oleh masing-masing departemen yang
menyerahkan dokumen tersebut. Tugas QA lainnya yakni mengecek
kelengkapan batch record dokumen seperti paraf, dsb. Apabila suatu produk
tidak ditemukan masalah dalam batch record dan CoA maka akan mendapatkan
penanda RFT (Right First Time). RFT ini akan dinilai langsung oleh bagian QA.
Alur release product di PT Darya Varia Laboratoria, Tbk. Gunung Putri
yakni dimulai dengan penyerahan dokumen ke QA kemudian akan dicek oleh
staff dan diverifikasi oleh supervisor lalu akan didisposisikan ke manager.
Apabila telah di-approve maka release product akan ditulis pada sistem dan
diakhiri dengan penempelan label release. Sedangkan untuk produk toll
manufacturing out, QA hanya menerima dokumen CoA saja. Apabila release
maka penempelan label akan dilakukan oleh industri yang membuat produk
tersebut dan bukan dari PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri. Setelah
produk di-realese kemudian batch record dan CoA akan disatukan dalam satu
amplop dan disimpan dalam ruangan batch record. Untuk produk Pharmaton
disimpan selama 5 tahun dari tanggal produksi sedangkan untuk produk lain
disimpan sampai kadaluarsa produk + 1 tahun. Pemusnahan harus diurut
berdasarkan nomor batch dari tahun produksi.
Produk kembalian dan penarikan produk merupakan salah satu program
kerja dari Product Integrity. Produk kembalian merupakan produk yang
dikembalikan dari outlet atau distributor pusat. Terdapat kriteria dalam produk
kembalian seperti ED dan kerusakan, namun tidak menerima apabila kerusakan
berasal dari distributor/ pelanggan. Distributor yang akan melakukan
pengembalian produk harus membuat format laporan produk yang akan
dikembalikan dengan isi seperti nama produk, nomor bets, jumlah, dan alasan

48
dikembalikan. Produk yang dikembalikan akan dilakukan sampling untuk
keperluan investigasi. Untuk produk yang mengandung prekursor akan
diinvestigasi 100%. Setelah produk disampling kemudian produk akan
diletakkan di gudang karantina dan diberi penanda label. Produk kembalian
karena kerusakan dan ED akan dipisahkan di dalam gudang karantina. Pada
akhirnya QA akan memutuskan produk akan dikemas ulang, diolah kembali atau
dimusnahkan. Apabila value kurang dari 50 juta maka produk kembalian tidak
akan dikemas ulang kecuali jika di pasaran sedang mengalami stock out. Apabila
melakukan pemusnahan prekursor maka harus ada saksi dari BPOM.
Recall product dapat dilakukan secara mandatory, volunteery maupun
simulasi penarikan. Recall product mandatory biasanya disertai dengan surat
peringatan dari BPOM sedangkan recall product volunteery biasanya atas
keinginan dari pabrik, misalkan kasus stabilita produk. Klasifikasi penarikan
dapat bersifat critical (menimbulkan kecacatan dan kematian), major
(menimbulkan efek pada kesehatan tapi tidak menimbulkan kematian), dan
minor. Sebelum melakukan proses recall akan dibuat tim dengan membuat surat
penarikan recall. Setelah dilakukan penarikan produk kemudian akan dilakukan
rekonsiliasi untuk mengetahui jumlah obat yang ditarik dengan jumlah obat yang
dipasarkan sehingga dapat diketahui jumlah obat yang masih berada dipasar.
Produk-produk recall dapat dikemas ulang apabila nomor registrasi tidak
tercantum di kemasan. Namun, pada umumnya produk recall akan dimusnahkan.
Simulasi penarikan dilakukan yakni hanya mengambil data saja dengan tujuan
untuk menilai kinerja. Frekuensi simulasi penarikan dilakukan apabila 3 tahun
berturut-turut tidak ada recall product. Namun frekuensi simulasi penarikan
setiap perusahaan berbeda, untuk PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Gunung
Putri sendiri melakukan simulasi penarikan 1 tahun sekali. Simulasi penarikan
tidak untuk semua produk melainkan harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu
untuk melihat produk yang bresiko.
Deviasi merupakan penyimpangan-penyimpangan yang masih ditemukan
oleh pihak internal sedangkan keluhan merupakan penyimpangan yang
ditemukan oleh pelanggan. Apabila terdapat deviasi maka harus segera dilakukan
investigasi dan dibuat CAPA. Pada setiap departemen apabila terdapat deviasi

49
maka harus melaporkan kepada atasan untuk diteruskan ke QA. Apabila terdapat
penyimpangan maka harus segera dilakukan tindakan segera untuk menghindari
reject pada produk. Deviasi diklasifikasi menjadi tiga bentuk seperti critical
(misalkan kontaminasi pada produk), major (misalkan penyimpangan pada suhu
dan RH) dan minor. Setiap deviasi harus dikaji terlebih dahulu kemudian
ditentukan kelas deviasinya. Skala prioritas untuk deviasi terbagi menjadi 4 yaitu
sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
Penanganan keluhan biasanya berasal dari distributor, dokter, RS, dan
outlet, namun mayoritas keluhan berasal dari distributor. Setiap keluhan yang
masuk maka harus disertai dengan sampel produk untuk dilakukan investigasi.
Investigasi juga disertai dengan melakukan pengkajian terhadap data produk yang
ada. Suatu keluhan tidak diperlukan tindakan segera karena sudah terlanjur terjadi
kesalahan. Apabila keadaan memerlukan penggantian produk maka tidak dapat
diganti dengan produk yang sama sehingga akan dilakukan potong tagihan.
Apabila ada keluhan yang berkaitan dengan farmakovigilans maka akan ada
tindak lanjut secara langsung secara farmakovigilans.
3.4.4 QA Compliance
QA compliance berfungsi untuk memastikan bahwa setiap dokumen di PT
Darya Varia Laboratoria sudah sesuai dengan standar. Kerja dari bagian QA
compliance Change Control (CC), Corrective Action Preventive Action (CAPA),
audit internal, tata cara menjadi auditor, Kualifikasi dan evaluasi Pihak 3, kaji
ulang manajemen, dan Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan Keluhan ke
Vendor. Change control terkait dengan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses
yang berlangsung karena setiap perubahan dapat berimpact terhadap mutu,
regulasi, GMP dan standar lain. Untuk memonitoring terhadap perubahan maka
change control dibuat oleh masing- masing departemen. Change control terbadi
menjadi 3 kelas diantaranya:
1. Perubahan minor adalah perubahan yang tidak terdampak pada atribut
kritis dari sistem, fasilitas, peralatan, bahan/ produk dan prosedur/
proses, biasanya perubahan bersifat editorial dan/ atau perubahan
format. Contohnya list HET, protap baru, atau pembuatan Batch
Record baru.

50
2. Perubahan mayor adalah perubahan yang mungkin atau akan
berdampak secara signifikan pada atribut kritis istem, fasilitas,
peralatan, bahan/ produk dan prosedur/ proses, atau registrasi dari
Badan POM atau termasuk kedalam kategori minor variasi sesuai
dengan ASEAN Variation Guideline for Pharmaceutical Products.
Perubahan major dapat memerlukan adanya persetujuan resmi dan/
atau validasi atau kualifikasi ulang. Contohnya perubahan pemasok,
pengadaan alat baru, perubahan suhu penyimpanan, perubahan proses
produksi, perubahan pada sistem pengelolaan air, perubahan
spesifikasi dan pengujian bahan baku.
3. Perubahan Kritikal adalah perubahan yang berdampak secara
signifikan pada atribut kritis dari sistem, fasilitas, peralatan, bahan/
produk, prosedur/ proses dan atau registrasi di badan POM atau
termasuk dalam kategori major variasi sesuai dengan ASEAN
Variation Guideline for Pharmaceutical Products. Contohnya
pengaktifan kembali produk, perubahan produsen bahan aktif,
perpanjangan waktu kadaluarsa, perubahan formula, perubahan pada
sistem tata udara, perubahan spesifikasi bahan baku.
Change control memiliki skala prioritas dibagi ke dalam 4 empat tingkat, yaitu:
1. Prioritas Sangat Tinggi untuk penyelesaian tindakan usulan
perubahan dengan jangka waktu 2 minggu.
2. Prioritas Tinggi untuk penyelesaian tindakan usulan perubahan
dengan jangka waktu 1 bulan.
3. Prioritas Sedang untuk penyelesaian tindakan usulan perubahan
dengan jangka waktu 6 bulan.
4. Prioritas Rendah untuk penyelesaian tindakan usulan perubahan
dengan jangka waktu lebih dari 6 bulan.
Change control dapat bersifat sementara dengan masa aktif hanya 3 bulan
setelah itu harus diganti dengan CC permanen jika diperlukan. Apabila tidak
diganti maka CC sementara tidak berlaku kembali. Proses perubahan change
control harus ada approve terlebih dahulu oleh QA kemudian akan dicatat dalam
indeks change control dan akan ada persetujuan dari QA manajer. Pada saat

51
melakukan CC harus mengamati control untuk memastikan tidak ada risiko yang
muncul dan apabila terdapat risiko yang muncul maka harus dilakukan mitigasi
risiko dengan segera. Setelah menerapkan CC yang baru maka CC owner harus
melaporkan tindakan sesuai dengan CC baru kepada compliance.
CAPA (Corrective Action and Preventive Action) merupakan suatu
tindakan perbaikan dan pencegahan terhadap suatu penyimpangan. Sumber
CAPA dapat berasal dari berbagai macam diantaranya risk assessment,
penyimpangan, OOS, audit, keluhan dan PQR. QA compliance hanya bertugas
untuk mem-followup semua CAPA dari semua sumber tersebut. Apabila suatu
CAPA sudah close maka harus lapor ke compliance. Suatu CAPA dapat
berdampak kepada produk dan non-produk. Untuk verifikasi CAPA berbeda
antara produk dan non produk, untuk CAPA yang tidak terdampak pada produk,
pengecekan efektivitas CAPA dilakukan setelah 6 bulan sejak CAPA
diimplementasikan. Untuk CAPA yang terdampak pada produk, pengecekan
efektivitas CAPA dapat dilakukan 6 bulan sejak CAPA diimplementasikan
dengan jumlah minimal bets produksi sebanyak 3 bets, apabila kurang dari 3 bets
efektivitas CAPA dilakukan setelah produksi mencapai 3 bets.
Audit dapat dilaksanakan oleh pihak internal, pihak eksternal maupun
dari internal ke pihak eksternal seperti pada produk toll manufacturing,
laboratorium pihak ke-3 dan sterilisasi pihak ke-3. Audit Internal terkait Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
(CPKB), ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001:2015
tentang Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 45001:2018 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, ISO 22000:2018 tentang Sistem
Manajemen Keamanan Pangan, pengelolaan prekursor farmasi dan Obat-Obat
Tertentu Yang Sering Disalahgunakan (OOT) dan Audit Internal Terkait Sistem
Jaminan Produk Halal (SJPH) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setahun sesuai dengan Rencana Audit Internal.
Alur proses audit oleh QA compliance Audit pemasok dilaksanakan
tergantung pada kesediaan waktu dari pemasok yang akan diaudit. Berbeda
dengan audit internal, form CAPA dari audit pemasok tidak masuk ke dalam
indeks CAPA internal. Apabila nilai audit < 2 maka harus diadakan audit tiap

52
tahun, apabila nilai audit 2-2,49 maka harus diadakan audit 2 tahun sekali
sedangkan apabila nilai 2,50-3,50 maka audit selanjutnya dapat diadakan 3 tahun
sekali, dan nilai > 3,50 maka audit selanjutnya dapat diadakan 4 tahun sekali.
Hasil audit akan diberikan kepada bagian procurement sehingga dapat dijadikan
pertimbangan oleh bagian procurement untuk melakukan pengadaan. Apabila
supplier dari luar negeri maka audit dapat menggunakan GMP kuesioner atau
mengacu pada unilab.
Auditor dibagi menjadi dua yakni auditor terkait halal dan auditor terkait
mutu. Syarat menjadi auditor yakni harus sudah ditraining GMP, sudah ditraining
menjadi auditor, dan harus ikut 2 kali jadi observer. Kemudian akan dilakukan
evaluasi, apabila lulus maka dapat diangkat menjadi auditor. Anggota auditor
merupakan perwakilan dari tiap departemen.
Kaji Ulang manajemen bertujuan untuk menjamin dan memastikan
kesesuaian dan keefektifan Sistem Manajemen Terpadu berdasarkan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
(CPKB), ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001:2015
tentang Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 45001:2018 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, ISO 22000:2018 tentang Sistem
Manajemen Keamanan Pangan, dan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Pelaksanaan Kaji Ulang Manajemen melibatkan seluruh bagian yang terkait dalam
Sistem Manajemen Terpadu dan Sistem Jaminan Produk Halal. Semua masalah
terkait dengan Sistem Jaminan Terpadu akan dikaji secara periodik minimal 1
(satu) tahun dalam rapat Kaji Ulang Manajemen Terpadu yang dipimpin oleh QA
Manajer dan Kaji Ulang Manajemen Halal akan dilakukan minimal 1 (satu) tahun
sekali pada akhir tahun yang dipimpin oleh KAHI. Kaji Ulang Manajemen
Terpadu membahas evaluasi terhadap seperti, kesesuaian kebijakan dan prosedur,
pedoman sistem manajemen terpadu, tindak lanjut kaji ulang manajemen
sebelumnya, pembahasan isu internal dan eksternal, kesesuaian dengan regulasi,
serta perbaikan kerja. Kaji Ulang Manajemen Halal membahas evaluasi terhadap
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), hasil audit internal terakhir, CAPA, Hasil
audit dari LPPOM MUI, serta penambahan produk yang akan disertifikasi halal.
Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan Keluhan ke Vendor

53
disebabkan ketidakpuasan terhadap vendor karena adanya kegagalan
performance/ mutu dari pemasok bahan awal/ bahan pengemas/ bulk yang
diterima PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri. Sumber dari Tindakan
Perbaikan dan Tindakan Pencegahan Keluhan ke Vendor bisa berasal dari
ketidaksesuaian/ deviasi terhadap bahan baku, pengemas, dan bulk import setelah
proses dinyatakan diterima atau di-release. Sumber lainnya bisa berasal dari
penolakan/ reject karena ketidaksesuaian incoming material.
3.4.5 Quality Risk Management
Quality Risk Management adalah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, komunikasi dan peninjauan risiko mutu produk
disepanjang siklus hidup produk. Tools yang digunakan untuk risk assessment
yakni FMEA, HACCP, dan HIRA. Risk management terdiri atas 2 dua jenis
yakni prospective risk management (terkait perubahan yang akan terjadi),
retrospective risk management (diawali dengan isu yang muncul kemudian
analisis risiko atau sudah terjadi terlebih dahulu). Pada IMS 2020 prospective
risk register menggunakan ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu, dan
ISO 14001:2015 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, sedangkan
retrospective menggunakan FMEA.
Quality Risk Management (QRM) memiliki tugas yaitu, mengkaji
Pengkajian Resiko (Risk Assessment), Penanganan sampel pertinggal produk jadi
(Retain sampel), pengawasan selama proses produksi (In Proses Control), serta
Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP).
Tujuan dari kajian risiko mutu adalah untuk menghindari semua risiko
yang tidak dapat ditoleransi terhadap keamanan pasien, bisnis perusahaan, dan
regulasi yang telah ditetapkan. Proses dari kajian risiko adalah memperhatikan
kajian risiko, mengidentifikasikan deviasi, perubahan, dan ketidaksesuaian,
kemudian melakukan analisis dengan fishbone dan menghitung bobot risiko. Cara
penentuan bobot dari resiko PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri
menggunakan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) yaitu dengan
menggunakan rumus: RPN = O x D x S. Dimana RPN adalah Risk Priority
Number/ Angka Prioritas Resiko, O adalah occurance atau frekuensi keterulangan
penyimpangan, D (detection) adalah deteksi terhadap masalah/kemampuan

54
menentukan risiko dari penyimpangan/ perubahan. Dan S (Severity) adalah
Dampak dari resiko yang diambil akibat penyimpangan/ perubahan. Resiko
dianggap Tinggi jika nilai RPN ≥ 75, Sedang jika RPN antara 30-64, dan Rendah
jika RPN ≤ 27. Jika RPN rendah tetapi severity 4 atau 5 maka memerlukan
pengendalian resiko.
Alur kerja pada QRM yakni dimulai dari setiap bagian harus membuat risk
register yang ditunjukkan ke QRM. Divisi QRM dapat melakukan inspeksi harian
yang dilaksanakan ke bagian produksi SC, GP, packaging SC dan GP. Alur dari
pengkajian nrisiko di PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri seperti
berikut:

Bagian QRM juga menangani kegiatan pasca produksi salah satunya


yakni berkaitan dengan sampel pertinggal. Sampel pertinggal di ambil dari tiap
bets produk yang diproduksi pada tahun berjalan. Retain sampel ini disimpan
pada ruangan khusus dengan suhu terkontrol. Retain sampel disimpan sampai
masa kadaluarsa + 1 tahun, kecuali untuk produk permintaan khusus seperti
Pharmaton disimpan selama 6 tahun yang dihitung dari proses produksi. Setelah
masa tersebut produk bisa di buang untuk dimusnahkan. Jumlah retain sampel
yang disimpan minimal untuk 2 kali analisa lengkap.
Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis/ Hazard Analysis And
Critical Control Point (HACCP) adalah suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya terkait
dengan keamanan pangan (ISO 22000: 2018). Identifikasi bahaya adalah metode
untuk menemukan, mengenali dan menggambarkan bahaya. Informasi yang

55
relevan, tepat, dan terkini penting dalam melakukan identifikasi bahaya. Proses
identifikasi bahaya dimulai dari penentuan tahapan proses, bahaya yang mungkin
muncul (fisika, kimia, mikrobiologi), jenis bahaya, penyebab bahaya, apakah
bahaya potensial signifikan/ nyata (berdasarkan nilai RPN) apabila nilai RPN
Rendah (L) maka potensi bahaya tidak signifikan tetapi kalau nilai RPN Sedang
(M) atau Tinggi (H) maka potensi bahaya Signifikan, tindakan pencegahan dan
dilanjutkan dengan pohon keputusan untuk menentukan CP (Control
Point), CCP (Critical Control Poin) dan OPRP (Operational Prerequisite
Program). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan adalah
rencana pengendalian bahaya dari bahaya-bahaya yang sudah teridentifikasi.
Sedangkan Operational Pre Requisite Program (OPRP) Plan adalah program
prasyarat yang mengendalikan bahaya yang signifikan. Alur proses menjelaskan
alur mulai dari proses penerimaan bahan awal sampai produk jadi didistribusikan
dan disusun menggunakan metode SIPOC (Supplier, Input, Process, Output and
Customer). Alur proses dicek oleh operator dan diverifikasi oleh tim pengkajian
risiko. Berikut adalah alu proses HACCP:

Selama proses produksi, tiap tahapan dilakukan pengawasan mutu oleh


inspektor QA melalui In process Control, yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan
selama proses produksi dan pengemasan untuk memonitor dan bila perlu

56
melakukan penyesuaian parameter proses untuk memastikan produk memenuhi
persyaratan spesifikasi. Inspektor QA akan memverifikasi line clearance yang
dilakukan oleh operator dan kepala seksi, seperti mengecek pada tekanan ruang,
suhu ruangan, RH ruangan, label identitas dengan BMR-nya, dan lain
sebagainya. Pada produksi Soft Capsule inspektor QA akan melakukan
pemeriksaan berat kapsul lunak dan gelembung pada isi kapsul untuk
pemantauan nozzle. Operator produksi melakukan pemeriksaan berat kapsul,
berat isi kapsul, cangkang kapsul dan gelembung pada isi kapsul untuk
pemantauan nozzle sebanyak 1 kapsul per-nozzel setiap 30 menit sekali (untuk
produk ekspor) dan 60 menit sekali (untuk produk lokal) kemudian Inspektor QA
akan melakukan verifikasi satu kali untuk semua nozzle pada saat melakukan
inspeksi di area enkapsulasi. Pemeriksaan gelembung hanya dilakukan untuk
produk yang transparan seperti Natur E 100, Forti D, Dalfarol, dan lain
sebaginya. Untuk berat isi kapsul didapat dari berat kapsul lunak dikurang
dengan berat kulit kapsul. Apabila 3 kali pemeriksaan berturut-turut dihasilkan
soft kapsul yang tidak memenuhi standar maka produksi akan dihentikan dan
dibuat laporan deviasi. Pada proses pengeringan, Inspektor QA melakukan
verifikasi label pada tray sesuai dengan prosedur pembuatan, memastikan suhu
dan kelembapan ruangan pengeringan memenuhi spesifikasi, dan memastikan
pemerian kapsul lunak baik dan sesuai serta tidak tercampur dengan bets dari
produk lain. Pemeriksaan soft capsule sebelum pengemasan primer dilakukan
oleh operator produksi dan diverifikasi oleh inspektor QA setiap 1 bets sekali
dengan jumlah sampel untuk produk Conzace 32 capsules per lot dan untuk
selain Conzace 13 capsules per lot dengan kekerasan ≥ 10 N. Sebelum dilakukan
proses striping dan saat penggantian foil maka operator produksi melakukan
pemeriksaan kemasan dengan kode kemasan yang akan digunakan dan inspketor
QA akan melakukan verifikasi saat inspeksi ke area stripping proses.

3.4.6 Kalibrasi dan Validasi


Kalibrasi merupakan serangkaian tindakan pada kondisi tertentu untuk
menentukan tingkat kesamaan nilai yang diperoleh dari sebuah alat atau sistem
ukur, atau nilai yang direpresentasikan dari pengukuran bahan dan
membandingkannya dengan nilai yang telah diketahui dari suatu acuan standar

57
pada kondisi tertentu. Kalibrasi dilakukan pada alat atau sistem ukur untuk
menyamakan nilainya dengan acuan standar pada kondisi tertentu. Menggunakan
metode yang mengacu pada standar internasional atau prosedur yang
dikembangkan oleh laboratorium yang bersertifikat. Alat yang sudah dikalibrasi
diberi tanda tanggal kalibrasi dan jadwal kalibrasi selanjutnya serta
terdokumentasi. Personil yang melakukan kalibrasi bisa personil internal
perusahaan yang sudah terkualifikasi atau dari pihak eksternal yang bersertifikat.
Kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban, selalu dikontrol pada saat
melakukan kalibrasi. Selain itu, kalibrasi juga harus dilakukan pada interval waktu
tertentu. Beberapa hal yang harus dilakukan kalibrasi antara lain, peralatan untuk
pengendalian, penimbangan, pengukuran, pemantauan dan pengujian yang kritis
untuk memastikan mutu.
Kalibrasi dilakukan sekali dalam setahun. Bagian kal-val akan membuat
jadwal pelaksanaan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dari tujuh hari sebelum waktu
yang tercatat hingga tujuh hari setelahnya. Apabila lebih dari tujuh hari belum
divalidasi, alat tersebut tidak boleh digunakan hingga terkalibrasi. Apabila hasil
kalibrasi tidak masuk dalam nilai standar, maka kalibrasi dilakukan oleh orang ke-
2 hingga maksimal orang ke-3. Apabila tidak memenuhi nilai standar maka dicatat
dalam laporan sebagai penyimpangan dan alat tidak boleh digunakan. Untuk
menentukan jadwalnya maka setelah alat terkalibrasi alat akan ditempel label
yang berisi tanggal kalibrasi dan jadwal kalibrasi selanjutnya.
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
dengan prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik, bahwa prosedur, proses, material
kegiatan atau sistem, pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang
diharapkan. Validasi dilakukan apabila formula atau metode baru diadopsi,
sehingga akan menghasilkan produk sesuai persyaratan. Perubahan yang dapat
mempengaruhi mutu produk, baik dalam proses pembuatan, peralatan, maupun
bahan, harus dilakukan validasi. Beberapa jenis validasi yang dilakukan Validasi
PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri yaitu:
1) Validasi Proses; Validasi proses merupakan tindakan pembuktian yang
didokumentasikan bahwa proses yang dilaksanakan dalam batas parameter
yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat

58
terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan
atribut mutu yang diterapkan. Validasi ini dapat dilakukan secara prospektif
dan konkuren. Data validasi proses diambil minimal 3 bets skala produksi
yang beruntun. Untuk validasi proses pada skala pilot diambil 2 bets atau
sesuai kriteria ketentuan Badan POM.
2) Validasi Pembersihan; Validasi pembuktian yang didokumentasikan untuk
pembuktian bahwa prosedur pembersihan peralatan produksi, yang dilakukan
sesuai prosedur tetap yang berlaku dapat menghilangkan residu bahan aktif,
residu bahan pembersihan, dan mengurangi jumlah cemaran mikroba, sesuai
persyaratan yang ditetapkan. Validasi pembersihan dapat dilakukan
setidaknya 3 kali berturut-turut terhadap batch skala produksi. Untuk
pengambilan sampel kimia maupun mikrobiologi dapat dilakukan dengan
metode swab atau metode bilas. Penetuan batas keterimaan residu zat aktif
dapat dilakukan dengan memilih “worst-case” dengan 4 kriteria yaitu kriteria
dosis, kriteria 10 ppm, kriteria toksisitas, dan kriteria bersih secara visual
(visually clean).
3) Validasi Sistem Komputerisasi; adalah dokumentasi pembuktian suatu sistem
yang terintegrasi dengan suatu software atau sistem keamanan secara
konsisten akan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Validasi sistem
komputasi di pabrik PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri
dilakukan terhadap semua alat/ instrumen yang terdampak langsung atau
tidak langsung terhadap kuaitas produk. Termasuk sistem yang digunakan
dalam proses produksi, penimbangan, kontrol inventori, pengujian dan
penyimpanan produk. Untuk software yang terintegrasi dengan alat seperti
Analitical Process Control Sistem (APC), PLC, dan instrumen laboratorium
dilaksanakan, bersamaan dengan kualifikasi alat atau jika tidak
memungkinkan maka dilakukan pada validasi software secara terpisah.
4) Validasi Transportasi; Validasi transportasi merupakan tindakan pembuktian
bahwa pada saat pengiriman produk jadi ke distributor tidak terdapat
perubahan suhu yang dapat mempengaruhi mutu produk. Validasi
transportasi dilakukan untuk pengiriman lokal ke distributor dan afiliasi.
Selama transportasi validasi disesuaikan dengan suhu penyimpanan produk

59
jadi dengan perekaman suhu harus dilakukan agar mendeteksi adanya
fluktuasi suhu selama pengiriman. Perekaman suhu dilakukan setiap 15 menit
selama dalam perjalanan.
Setelah itu, validasi dilakukan dengan dengan mengacu pada protokol.
Setelah tervalidasi, dibuat laporan validasi dan didokumentasikan kegiatan
validasi tersebut. Validasi ulang dilakukan setelah 5 tahun apabila dalam suatu
prosedur tidak terdapat perubahan. Jika terdapat perubahan pada prosedur yang
dapat mempengaruhi mutu produk, misalnya perubahan mesin atau formula,
dilakukan re-validasi.
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas,
dan sistem yang digunakan dalam suatu proses/ sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten serta menghasilkan produk sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Tujuan dari kualifikasi yaitu dapat
melakukan produksi sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Dilakukan
terhadap peralatan kritis (mesin produksi, alat lab, alat timbang) dan sistem
penunjang (sarana produksi, gudang, kamar timbang) sebelum validasi proses.
Jenis-jenis kualifikasi di PT Darya-Varia Laboratoria, Tbk Gunung Putri antara
lain:
1) Kualifikasi Desain/ Design Qualification
Dokumen yang memverifikasi bahwa desain dari sistem dan peralatan
sesuai untuk tujuan yang diinginkan. kualifikasi desain dilakukan
pertama kali dalam melakukan validasi fasilitas, peralatan, atau sistem
yang baru diterapkan. Pada sistem kritis seperti Purified Water System,
kualifikasi hendaklah dimulai dari kualifikasi desain. Kualifikasi
design meliputi verifikasi kesesuaian rancangan fasilitas, peralatan,
dan sistem terhadap spesifikasi kebutuhan dan verifikasi kesesuaian
rancangan terhadap CPOB dan CPKB.
2) Kualifikasi Instalasi/ Installation Qualification (IQ)
Dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dan
instalasi peralatan dan sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan
mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat.
Kualifikasi instalasi meliputi kesesuaian instalasi fasilitas, peralatan

60
dan sistem, pengumpulan dan pemeriksaan instruksi kerja atau manual
dari supplier dan kebutuhan perawatan (maintenance) kebutuhan
kalibrasi peralatan/ instrumen, dan verifikasi bahan konstruksi
(material of construction) dari fasilitas, peralatan, dan sistem.
3) Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)
Dokumentasi yang memverifikasi bahwa seluruh sistem dan peralatan
yang telah di instalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan
pada rentang operasional ayang diantisipasi. Kualifikasi operasional
dilakukan setelah kualifikasi instalasi. Kualifikasi operasional meliputi
verifikasi fungsi dan fasilitas, peralatan dan sistem untuk mengetahui
apakah dapat bekerja sesuai spesifikasi pembuat (manufacture) dan
dapat bekerja pada batasan operasional yang ditentukan.
4) Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)
Dokumentasi yang memverifikasikan bahwa sistem dan peralatan,
yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan
memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan
spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi kinerja umumnya dilakukan
setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional berhasil.
Kualifikasi kerja meliputi pengujian, menggunakan bahan-bahan
produksi, pengganti yang sesuai atau produk simulasi, yang telah
dikembangkan dari pengetahuan mengenai proses serta fasilitas,
peralatan, dan sistem. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa
kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah.
3.5 Departemen Produksi
Departemen Produksi bertanggung jawab dalam proses pembuatan obat
dan kosmetik. Departemen Produksi dikepalai oleh seorang manager produksi
yang membawahi beberapa supervisor produksi. Produksi di PT. Darya Varia
Laboratoria Tbk. (DVL) Plant Gunung Putri dibedakan menjadi 2 kategori yakni
Soft Capsule (SC) dan General Pharmacy (GP) yang masing-masingnya
memiliki supervisor produksi dan supervisor packaging. Supervisor membawahi
section head yang bertanggung jawab terhadap proses di ruang produksi masing-
masing yang dijalankan oleh operator di ruang produksi dan packer di ruang

61
packaging. Manager produksi juga dibantu oleh team support/bagian
administrasi.
Tugas dari Departemen Produksi adalah penanganan deviasi dan complaint
dengan mekanisme investigasi serta pembuatan CAPA, kemudian pemenuhan
CAPA, training operator, revisi dokumen (Batch Record dan Standar
Operasional Prosedur (SOP)), serta pembuatan manufacturing process dan
formula. Departemen produksi juga bertanggung jawab dalam pembuatan Bill of
Material (BOM), Manufacturer Order (MO), dan Packaging Order (PO)
sebelum proses produksi dijadwalkan oleh PPIC (Proses Pre-Production), serta
pembuatan Batching Control Sheet (BCS), Batch Manufacturing Record (BMR),
dan Batch Packaging Record (BPR).
Area produksi terbagi atas 2 macam, yaitu area produksi SC dan area
produksi GP. Area produksi SC menjalankan proses produksi sediaan SC
dimulai dari mixing (gelatin & compounding), enkapsulasi, drying, inspeksi,
poleshing, printing, sortir, hingga stripping. Sedangkan Area produksi GP dibagi
menjadi beberapa sediaan, yaitu sirup dan tulle. Pada area sediaan sirup terdapat
ruangan mixing, ruang antara dan ruang pengisian sediaan. Pada area sediaan
tulle terdapat ruangan mixing, laminating dan stripping, serta sorting. Area
penimbangan pada SC dan GP dilakukan dalam satu tempat. Hasil dari ruang
stripping SC dan filling (GP) selanjutnya masuk ke ruang packaging.
Sebelum masuk area produksi, seluruh personil produksi harus melalui ruang
loker untuk melakukan cuci tangan dan melepas sepatu rumah. Lalu personil
melalui ruang antara dengan melangkah ke overbanch dan selanjutnya
mengenakan pakaian khusus produksi seperti sepatu produksi, coverall, masker,
dan penutup kepala (head cap). Setelah pakaian dipastikan terpasang semua
dalam keadaan rapi, personil membuka pintu airlock untuk masuk ke area
produksi.
Proses produksi dimulau ketika Production Order (PrO) yang telah
dijadwalkan oleh PPIC diturunkan ke personil produksi. PrO merupakan sebuah
perintah untuk dilakukannya produksi setelah adanya perintah dari sistem SAP
untuk diberikan kepada pihak gudang. Pihak gudang akan melakukan
penimbangan bahan awal di ruang timbang RM. Setelah ditimbang, bahan awal

62
tersebut dipindahkan ke ruang stagging dan diperiksa kesesuaian jumlah dan
bahan awal yang ditimbang. Dalam ruang stagging, setiap bahannya disimpan
dalam 1 (satu) trolly yang sama untuk 1 batch produksi dan hanya untuk 1
produk untuk mencegah terjadinya ketercampuran bahan awal. Pada trolly,
wadah bahan, dan kemasan bahan tersebut terdapat label identitas bahan. Sistem
pelabelan ini juga diterapkan pada ruang produksi, untuk memperjelas proses apa
yang sedang terjadi di ruang tersebut. Operator wajib memberikan/menuliskan
pada papan label identitas ruangan saat melakukan kegiatan di dalam ruangan
tersebut.
Setelah serah terima barang, bahan awal menjadi tanggung jawab bagian
produksi dan dibuatlah Production Issue (PI). PI adalah suatu laporan yang
terdiri dari labour hour issue, machine hour issue, dan raw material issue.
Labour hour issue merupakan jumlah jam yang dibutuhkan oleh karyawan untuk
menyelesaikan suatu tahapan proses produksi. Machine hour issue merupakan
jumlah jam yang dibutuhkan oleh mesin untuk menyelesaikan suatu tahapan
proses operasi. Sedangkan Raw material issue merupakan jumlah bahan awal
aktual yang digunakan dan sesuai dengan Batching Control Sheet (BCS). Lalu
ketiga issue tersebut dimasukkan ke sistem EXACT untuk membuat suatu PI
utuh yang menyatakan bahwa barang telah diserah-terimakan ke bagian
produksi.
Ketika produksi dimulai, bahan awal dari ruang stagging dibawa oleh
operator produksi ke koridor produksi. Untuk bahan awal tulle dibawa melalui
koridor area produksi menuju air lock 1 ruang produksi tulle, kemudian
dilakukan serah terima antara petugas timbang dengan operator produksi. Bahan
awal ditarik ke ruang air lock 2 oleh operator produksi. Di ruang air lock 2,
plastik luar disemprot menggunakan alkohol 70%, kemudian bahan awal dibawa
ke ruang mixing tulle.

3.5.1 Persiapan Produksi


Sebelum dimulainya proses produksi, setiap tahapannya harus dilakukan
line clearence terlebih dahulu guna memastikan kesiapan jalur proses produksi,
mulai dari kebersihan ruangan, kebersihan dan kesiapan alat, suhu, kelembapan,
tekanan ruangan dan lain-lain. Pastikan produk antara, ruahan dan dokumen ari

63
produk sebelumnya telah dipindahkan dari ruangan yang akan digunakan untuk
produk selanjutnya. Line clearence yang telah diperiksan oleh section head dan
inspektor QC diberi label bersih sebagai tanda proses produksi sudah bisa
dilakukan. Jika tidak ada label bersih, peralatan harus dilakukan sanitasi ulang.
Line clearence dilakukan setiap pergantian produk, pergantian No. Bets, atau
setelah sanitasi mingguan (sanitasi pada hari minggu, maka lakukan kembali line
clearence pada hari senin).

3.5.2 Alur Produksi Soft Capsule


Proses awal dari produksi soft capsule adalah mixing yang dibedakan atas
2 macam, yaitu mixing gelatin dan mixing pasta (isi kapsul). Persyaratan ruang
mixing adalah suhu 27oC dan RH maksimum 70% serta perbedaan tekanan
dengan koridor sebesar 5 Pa. Mesin yang digunakan untuk proses mixing gelatin
adalah melter korea dan melter USA (Royal Melter). Jumlah mesin yang dimiliki
untuk proses mixing isi kapsul sebanyak 3 mesin sedangkan mesin mixing untuk
cangkang gelatin sebanyak 2 mesin yang masing-masing terpisah ruangannya.
Proses mixing masing-masing bahan cangkang gelatin pada awalnya dilakukan
pre-mixing larutan warna di luar ruangan menggunakan ultra-turax kemudian
disatukan ke dalam tabung melter dengan menjaga suhu pencampuran tetap pada
suhu 95oC- 100oC. Masukkan Glyserin, Gelatin, Sorbitol bila ada lalu berturut-
turut zat pengawet, zat pewangi serta larutan warna dan atau zat warna (Suspensi
Titanium, Suspensi Iron Oxide) ke dalam Melter, biarkan ± 10 menit agar
campuran betul-betul homogen. Setelah homogen/waktu yang tertentu,
masukkan Purified Water sedikit demi sedikit hingga seluruh Purified Water
habis dan membentuk massa yang homogen. Lakukan proses pemanasan selama
± 30 menit. Sampel massa gelatin diperiksa terhadap homogenitas, gelembung
udara, dan benda-benda yang tidak tercampur/larut sempurna. Setelah proses
mixing, bulk cangkang gelatin dan isi kapsul kemudian dilakukan IPC. IPC
dilakukan setiap 30 menit untuk produk yang akan diekspor sedangakn produk
lokal IPC dilakukan setiap 60 menit. IPC yang dilakukan terhadap bulk bahan
cangkang gelatin yakni harus dicek keberadaan gelembung udaranya.
Keberadaan gelembung udara dapat menganggu proses enkapsulasi seperti
misalnya kapsul bocor, permukaan kapsul tidak rata dan mencekung.

64
Apabila massa gelatin yang terbentuk memenuhi syarat/baik, massa
gelatin siap untuk dituang kedalam wadah/tangki gelatin yang bersih. Masukkan
lembaran identitas tersebut pada plastik atau taruh ditempat label pada
tangki/wadah gelatin, bawa tangki gelatin ke ruang Enkapsulasi. Temperatur
tangki gelatin senantiasa harus dijaga tetap pada 60 oC. Massa gelatin siap untuk
dipakai proses pembuatan kapsul selama 24-36 jam. Untuk libur pendek seperti
akhir pecan massa gelatin sisa atau yang belum dipakai disimpan di ruang
ruahan, pemanas tangki dimatikan. Apabila akan dipakai kembali pemanas
tangki dinyalakan untuk mencapai suhu 60oC. Tujuan suhu dijaga yakni untuk
mencegah mengerasnya gelatin karena suhu terlalu dingin. Apabila suhu terlalu
panas maka dapat menyebabkan bulk gelatin terlalu lengket. Suhu harus tetap
terjaga selama proses transfer tersebut karena proses enkapsulasi tidak langsung
memakai seluruh bulk melainkan memakai tiap lot bahan cangkang gelatin yang
telah dicampur.
Mixing isi kapsul dilakukan menggunakan mesin Frymma Koruma,
Scholl Mixer, atau Mesin Meko. Sebelum melakukan mixing, pastikan ruangan
bersih dan alat-alat seperti spatel karet, spatel SS, tangki obat, dan mesin
(misalnya MECO 900 liter) semua dalam keadaan bersih dan periksa label
bersih. Kemudian cek nomor Bets produk yang telah diturunkan oleh PPIC.
Keluarkan bahan baku isi kapsul yang sudah ditimbang dari wadah ke tempat lori
dengan membaca dan mengontrol label identitasa yang tertera pada masing-
masing bahan baku. Timbang kembali bahan baku (re-check) dengan
mencocokannya dengan berat yang tertera pada Raw Material Identification Tag
(R.M.I.T).
Tangki obat bersih ditarra pada timbangan lantai kapasitas 600 kg.
Timbang bahan awal sesuai dengan Batching Control Sheet kemudian masukkan
berturut-turut ke dalam tangki, lalu hasil timbangan dicatat pada Batch
Manufacturing Record (BMR). Jalankan mesin MECO 900 liter dengan
menekan tombol “ON” dengan kecepatan 100 rpm. Jika campuran sudah
homogen mesin dimatikan dengan menekan tombol “OFF”. Keluarkan cairan isi
kapsul/pasta isi kapsul melalui valve bawah dan saring menggunakan saringan
SS Mesh #200. Formulasi pengisi setelah peracikan dideaerasi secara

65
menyeluruh di bawah vakum untuk menghilangkan udara yang terperangkap
dalam formulasi. Deaerasi adalah langkah penting dalam pembuatan produk
softgel yang mempengaruhi tidak hanya viskositas isi, keseragaman campuran,
keseragaman berat isi, dan dengan demikian keseragaman konten selama
pembuatan, tetapi juga stabilitas fisik dan kimia dari produk softgel jadi selama
penyimpanannya. Kumpulan formulasi pengisi dengan skala yang lebih kecil
dapat dideaerasi dalam wadah stainless steel tahan tekanan di bawah vakum.
Formulasi pengisian dengan skala yang lebih besar biasanya dipindahkan secara
vakum ke dalam tangki stainless steel yang tahan tekanan dan selanjutnya
dideaerasi di bawah vakum (misalnya, Deaerator Vakum Fryma Koruma). Untuk
formulasi isian yang sangat kental, proses deaerasi dapat dibantu dengan
pencampuran sedang dengan atau tanpa menggunakan panas. Panjang deaerasi
formulasi bahan pengisi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti komposisi
(misalnya, lipofilik vs. hidrofilik, larutan vs. suspensi, ada atau tidak adanya
viskosifier dan surfaktan), jumlah, dan viskositas bahan pengisi (Gullapalli,
2010).
Cairan isi kapsul yang sudah selesai proses mixing diberi Label Karantina
yang sudah diisi kemudian ditempel dibagian badan tangki dan dibawa ke ruang
ruahan. Sebelum ke proses selanjutnya lakukan IPC pada bulk isi kapsul yaitu
menguji viskositas cairan.
Enkapsulasi merupakan tahap utama dalam pembuatan kapsul lunak
dimana kapsul mulai dicetak dengan mesin enkapsulasi. Fasilitas mesin
enkapsulasi yang dapat digunakan yakni sebanyak 5 mesin Chang Sung dengan 2
tipe yaitu CS-M3 dan CS-J1. Suhu maksimum selama proses enkapsulasi sebesar
25oC dengan RH 45% serta keadaan harus negatif koridor.
Selama pembuatan produk softgel menggunakan proses die roll, massa
gel disebarkan ke casting drum untuk membentuk pita dengan bantuan alat
pengukur yang dikenal sebagai spreader box. Spreader box terdiri dari hopper
yang memiliki celah memanjang di bagian bawahnya dan gulungan berputar
(spindel) yang ditempatkan di antara dua tepi celah untuk memberikan celah
melalui mana massa gel cair diekstrusi oleh putaran gulungan. Mekanismenya
memungkinkan volume massa gel lewat melalui celah seragam di sepanjang

66
celah sehingga menghasilkan pembentukan pita dengan ketebalan seragam di
seluruh lebar dan panjangnya. Ketebalan pita dapat dikontrol melalui
pengontrolan aliran massa gel yang dapat dengan mudah dicapai dengan
menambah atau mengurangi kecepatan gulungan yang berputar. Gulungan yang
berputar dalam mekanisme hopper juga membantu menghilangkan gelembung
udara makroskopis dari massa gel kental sebelum melewati celah sehingga
meningkatkan kualitas film yang disimpan pada casting drum. Spreader box
mengontrol aliran massa gel ke casting drum hingga ketebalan pita dalam -10%
dari spesifikasi yang ditetapkan. Ketebalan pita basah dapat bervariasi dari 0,022
inci hingga 0,045 inci (Gullapalli, 2010).
IPC yang dilakukan saat proses enkapsulasi yakni dengan menimbang
bobot kapsul, tebal pita gelatin, dan bobot cangkang. IPC dilakukan setiap 30
menit untuk produk yang akan diekspor sedangkan produk lokal IPC dilakukan
setiap 60 menit.
Kapsul yang sudah dienkapsulasi lalu diletakkan ke dalam tray dan
ditransfer ruang pengeringan. Pada produksi SC ruang pengeringan yang tersedia
sebanyak 5 ruang dengan suhu ruang pengeringan berkisar antara 25- 30 oC
dengan RH 10-24%. Pengeringan dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
drying tumbler atau dengan tray-drying atau bisa dikombinasi keduanya. Drying
tumbler berjalan selama 10-12 jam yang menghasilkan kapsul setengah kering
yang dilanjutkan ke penyimpanan di ruangan pengering selama 2-3 hari.
Sedangkan proses pengeringan tanpa menggunakan drying tumbler
membutuhkan waktu lebih agar kapsul benar-benar kering, yaitu 5-7 hari.
Proses inspeksi awal kapsul basah dilakukan dengan cara diremas dan
diayak diatas tray. Hal ini bertujuan untuk pemeriksaan kapsul terhadap adanya
kebocoran, bentuk kapsul tidak simetris, dan ada tidaknya gelembung udara.
Kapsul hasil inspeksi awal yang dinyatakan baik, ditabur kembali di atas tray
(dimampatkan) kemudian dimasukkan kembali ke dalam ruang pengering.
Kapsul dinyatakan kering apabila kekerasan kapsul ≥ 10 Newton. Selanjutnya
kapsul dicek kekerasannya pada ruang IPC. Jika kapsul yang teruji sudah
memenuhi spesifikasi kekerasan, maka dapat dilanjutkan kepada proses
poleshing. Tetapi jika hasil uji kekerasan menunjukkan kapsul masih belum

67
mencapai kekerasan yang diharapkan akan disimpan kembali ke dalam area
drying room.
Proses poleshing soft capsule dilakukan dengan menggunakan heksan
atau etanol 95% yang mudah terbakar, sehingga ruangannya terpisah dari gedung
utama produksi. Proses ini diharapkan untuk dapat menghilangkan debu, minyak,
dan pengotor lainnya yang menempel pada kapsul, sehingga didapatkan kapsul
akhir yang mengkilap, bersih, dan halus.
Soft capsule yang permukaannya sudah mengkilap dilanjutkan ke proses
printing. Proses ini berfungsi untuk memberikan identitas produk pada kapsul
dengan cara mencetakkan nama produk menggunakan mesin print. Mesin yang
digunakan ada beberapa jenis, antara lain Markem II.1, Markem II.2, Markem
III, Harnet Delta, dan Harnet HC-MT.
Setelah melalui proses printing, soft capsule dibawa menuju ruang sotir.
Soft capsule akan dipisahkan berdasarkan ukurannya. Soft capsule yang
berukuran lebih kecil atau lebih besar daripada ukuran standar akan terpisah ke
rak yang berbeda dengan soft capsule yang sesuai standar. Mesin sortir yang
digunakan ada dua jenis, yaitu mesin sortir Seideneder dan mesin sortit Syntro.
Soft capsule yang lolos sortir akan dilakukan inspeksi akhir untuk
dilakukan cek hasil printing, kesesuaian bentuk, kesesuaian warna, dan
kekerasan kapsul. Jika terdapat soft capsule yang belum mencapai tingkat
kekerasan yang baik, maka soft capsule akan kembali ke proses drying hingga
mencapai tingkat kekerasan yang baik untuk proses stripping.
Soft capsule yang lolos inspeksi akan dilanjutkan ke tahap stripping.
Mesin stripping soft capsule di PT. Darya Varia Laboratoria Plant Gunung Putri
berjumlah 5 mesin. Mesin stripping 5 memiliki kapasitas yang lebih besar
diantara mesin lainnya, dan proses packingnya dibantu oleh tenaga robotic. Saat
proses stripping, dilakukan IPC yaitu cek kobocoran strip setiap 15 menit sekali
menggunakan mesin vakum. Strip yang baik akan lolos ke conveyor menuju
ruang packing, sedangkan strip yang kurang baik akan di reject.
3.5.3 Alur Produksi General Pharmacy Secara Umum
Pada area general pharmacy, PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant
Gunung Putri secara garis besar memproduksi 3 produk, produk cair, semisolid,

68
dan sediaan tulle. Karena pada area ini juga diproduksi produk kosmetik, maka
pada area ini selain menggunakan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) juga
menggunakan Cara Produksi Kosmetik yang Baik sebagai pedoman (CPKB).
Secara umum proses produksi general pharmacy dibagi antara lainPenimbangan
masing-masing bahan
a) Mixing, dilakukan pencampuran masing-masing bahan yang telah
ditimbang
b) Filtrasi
c) Filling, capping, dan sealing
d) Labelling
e) Pengemasan sekunder
f) Kontrol kualitas yang di uji adalah organoleptis, kadar zat aktif, pH,
BJ, viskositas, penampilan, kebocoran, volume, kelengkapan, dan
penandaan.
3.5.3.1 Alur Produksi General Pharmacy Produk Cair dan Produk Semisolid
Bila dibandingkan dengan proses produksi soft capsule, pada proses
produksi produk cair dan semisolid proses yang dilakukan lebih singkat. Hanya
dilakukan proses pencampuran setiap bahan yang dibutuhkan di dalam tanky
mixer, pencampuran setiap senyawa aktif dengan pelarut atau fase pembawanya.
Untuk produk semisolid sendiri proses dilakukan dengan pencampuran antara 2
fase, fase minyak dan fase air ataupun pendispersian bahan padat ke dalam basis
sediaan semisolid. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mesin tanky yang
dapat diatur suhunya untuk memudahkan proses pembentukan sediaan semisolid
serta dibantu dengan terdapatnya rotor mixer untuk proses pengadukan. Setelah
seluruh bahan dihomogenkan, selanjutnya akan dilakukan proses filling, proses
filling menggunakan alat filling sesuai dengan sediaan yang akan dikemas. Alat
dibagi menjadi alat yang sudah terspesifikasi untuk melakukan proses filling
produk cair dan semisolid, atau produk obat dan produk kosmetik. Alat yang
digunakan berbeda, untuk menghindari terjadi kontaminasi silang antara produk
obat dan kosmetik, walupun adanya proses sanitasi sebelum dan sesudah alat
digunakan. Seletah proses filling, produk secara otomatis menuju ruang
packaging GP.

69
3.5.3.2 Alur Produksi General Pharmacy Produk Tulle
Sediaan tulle atau plester kasa digunakan secara topikal dengan
bersentuhan dengan luka. Tujuan dari penggunaan sediaan tulle atau plester kasa
untuk melindungi luka dari kontaminasi dan memberikan perlindungan terhadap
infeksi bakteri, dan untuk menyerap eksudat dan cairan pada luka terbuka dengan
bantuan serat pada balutan kasa.
Pada proses produksinya, pertama harus dibuat terlebih dahulu pasta yang
mengandung senyawa aktifnya. Pada PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant
Gunung Putri, sendiri pasta untuk tulle juga diproduksi pada area GP. Prosesnya
seperti saat produksi produk semisolid lainnya. Setelah pasta selesai diproduksi,
akan selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin, dimana akan digabungkan antara
pasta dengan kain kasa, yang selanjutnya secara otomatis akan langsung
dipotong sesuai dengan ukurannya dan langsung dibungkus ke dalam primary
packaging-nya berupa aluminium foil.
Karena tulle sendiri merupakan produk steril, maka seluruh proses ini
dilakukan pada ruang kelas C. proses tidak dilakukan pada ruang kelas A
ataupun B karena produk tulle yang diproduksi akan dilakukan proses sterilisasi
akhir menggunakan sinar gamma yang dibantu oleh pihak ke-3.
3.5.3.3 Packaging General Pharmacy
Ruang packaging GP sendiri terpisah dengan ruangan packaging SC
untuk menghindari terjadinya tercampurbauran. Berbeda dengan area packaging
SC struktur organisasinya walaupun mirip, yaitu dipimpin oleh seorang
supervisor, tetapi hanya terdapat dua supervisor dimana masing-masing
supervisor berjaga untuk shift pertama dan kedua, dan sedangkan untuk shift
ketiga, proses packaging di area GP tidak diamati langsung oleh supervisor
dibantu oleh para section head untuk memimpin operator.
Pada ruang packaging GP, produk dikemas kedalam individual box, satu
per satu, untuk produk cair, dan beberapa botol untuk produk kosmetik, sesuai
dengan spesifikasi tiap produk yang tertera pada individual box-nya. Untuk
memenuhi peraturan pemerintah, ada juga proses barcoding setiap produk obat,
untuk memudahkan masyarakat untuk memastikan produk merupakan produk
yang asli.

70
Setelah proses sterilisasi oleh vendor, tulle dikembalikan ke PT. Darya-
Varia Laboratora Tbk. Plant Gunung Putri untuk selanjutnya dikemas ke dalam
individual box dan master box-nya. Proses ini juga lakukan pada area packaging
GP.
3.5.3.4 Proses Pengujian IPC Pada General Pharmacy
IPC pada general pharmacy dilakukan pada proses mixing dengan
mengambil sampel sesuai ketentuan dan volume yang ditentukan dalam protap.
Kemudian sampel ini akan di kirim ke lab kimia. Sampel yang memenuhi syarat
diberi label “release” oleh QC. Hal ini menandakan bahwa proses produksi bisa
dilanjutkan ke tahap filling. Saat filling, diambil sejumlah sampel untuk uji
viskositas, berat jenis dan volume terpindahkan serta akan dianalisis secara
mikrobilogi. Selain itu, pada proses filling juga terdapat proses capping dan botol
akan dicek kebocoran dan integritas cap. Setelah itu proses dilanjutkan ke tahap
packing, pada proses ini inspektor QC melakukan pengecekan terhadap
penandaan pada kemasan sekunder. Proses IPC yang dilakukan pada pembuatan
produk Darya Tulle yakni dengan menimbang berat produk tiap 30 menit.
3.3.4 Pencegahan Pencemaran Silang
Salah satu pencegahan pencemaran silang di PT. Darya-Varia Laboratoria
Plant Gunung Putri adalah pelaksanaan line clearance setiap pergantian batch,
pergantian produk, dan/atau setelah sanitasi rutin. Line clearance terdiri dari
proses clearing, cleaning, dan checking. Proses clearing adalah proses untuk
merapikan atau memindahkan produk atau peralatan yang digunakan pada batch
sebelumnya, agar tidak tercampur dengan produk atau peralatan yang akan
digunakan pada batch selanjutnya. Proses cleaning adalah proses pembersihan
baik ruangan maupun peralatan yang digunakan agar tidak mencemari produk
atau peralatan yang digunakan pada batch selanjutnya. Untuk alat-alat yang tidak
bisa dibongkar-pasang seperti mixing tank dan transfer line maka untuk
pembersihan dilakukan dengan cara Clean in Place. Proses clearing dilakukan
oleh operator yang sama. Proses checking merupakan proses pengecekan ulang
apakah setelah dilakukan proses clearing dan cleaning ada produk/peralatan dari
batch sebelumnya, untuk proses checking biasanya dilakukan oleh independent
checker. Selain line clearance, pencegahan pencemaran silang juga dilakukan

71
oleh setiap personil yang akan masuk ke area produksi dengan mengenakan
pakaian khusus area produksi serta mencuci tangan untuk menjaga kebersihan
tangan.
3.5.4 Penanganan Produk yang Ditolak dan/atau Diolah Kembali
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk
tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu,
diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih
dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan
dicatat. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu
kekecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak
terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui setelah dilakukan evaluasi
terhadap risiko yang mungkin timbul. Catatan pengolahan ulang hendaklah
disimpan. (BPOM, 2018) Pada PT. Darya-Varia Laboratoria Plant Gunung Putri,
produk yang ditolak seperti pada produksi sediaan soft capsule jika ditemukan
strip yang meletek, guntingan strip tidak rapi akan di restrip. Restrip selama
proses restripping dikumpulkan per group sesuai dengan no.batch “restrip” dan
yang dilengkapi dengan penandaan yang jelas: nama produk, batch number, dan
grup. Pengembalian bahan kemas sekunder, untuk pengembalian bahan kemas
sekunder reject atau rusak, lengkapi dengan label “Rejected” jika kerusakan dari
vendor dan bukan karena mesin, sedangkan untuk kemasan yang rusak karena
mesin maka perlu dilakukan pemusnahan oleh bagian HSE. Pengembalian
packaging material ke warehouse perlu dipastikan memenuhi aspek berikut:
 Kemasan dalam keadaan baik dan belum dicoding.
 Kelebihan bahan kemas dari kebutuhan yang diperlukan oleh produksi
setelah dilakukan rekonsiliasi.
3.5.5 Karantina dan Penyerahan Produk
Karantina produk jadi dilakukan sebagai tahap akhir pengendalian
sebelum dilakukan penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.
Menurut BPOM (2012) menyatakan bahwa pelulusan produk harus
memperhatikan beberapa hal yaitu:

72
 Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi baik
pengolahan maupun pengemasan.
 Adanya sampel pertinggal dari kemasan yang akan dipasarkan dalam
jumlah yang cukup untuk pengujian di masa mendatang.
 Pengemasan maupun penandaan memenuhi persyaratan dan sesuai dengan
hasil pengecekan bagian Pengawasan Mutu.
 Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima.
Produk jadi yang telah diterima pada area karantina memiliki jumlah
yang sesuai dengan yang tertera pada dokumen.

3.6 Departemen Techanical Services


Departemen ini terdiri dari Manufacturing Technical Unit (MTU) dan
Operational Exellence (OE). Departemen ini memiliki manager sebagai
pemimpin utama dan supervisor MTU sebagai pemimpin bagian MTU.
3.6.1 Manufacturing Technical Unit (MTU)
MTU adalah bagian yang menunjang segala hal yang berhubungan dengan
teknis pabrik. Bagian ini memiliki fungsi support plant pada bagian teknis
manufaktur produk dan support teknis. MTU dengan RnD merupakan suatu divisi
yang hamper memiliki persamaan, tetapi RnD lebih kepada perencanaan awal
untuk membuat suatu produk baru yang dimulai dari research sedangkan MTU
lebih kepada pengembangan produk yang telah direncanakan oleh RnD. MTU
berkaitan dengan beberapa tugas diantaranya:
1) Produk transfer/toll manufacturing
2) Alternate Source Development (ASD)
3) Process Improvement (PI)
3.6.2 Operational Excellence (OE)
Operational Excellence adalah suatu bagian sistem yang mengadopsi dari
Unilab (The Lean Management). Hal ini paling mendasar sebelum melakukan
Operational Exellence yakni harus terpenuhinya 6S (5S + Safety). Operational
Excellence terdiri atas:
1) Visual management
2) Leader Standar Work

73
3) DAP (Daily Accountability Process)
4) Discipline
Produk Transfer atau yang biasa orang kenal dengan toll manufacturing
merupakan kegiatan alih daya produksi atau pengalihan tanggung jawab
produksi dari suatu perusahaan kepada pabrik lain. Departemen MTU
bertanggung jawab untuk mengembangkan metode yang cocok untuk proses
produksi produk yang diberikan oleh pemberi kontrak, agar menghasilkan
produk yang sesuai spesifikasi menggunakan alat yang terdapat di bagian
produksi. Selain itu MTU, jika PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. akan
melakukan kegiatan alih daya untuk membuat produknya di pabrik lain maka
team MTU akan melakukan pengujian transfer teknologi menyesuaikan
spesifikasi produk yang akan diproduksi dengan alat yang dimiliki penerima
kontrak.
Selain untuk kegiatan alih daya, MTU juga melakukan tugas Process
Improvement (PI) dengan mencari cara paling optimal dalam memproduksi
produk dengan tujuan menghemat baiya produksi serta diharapkan juga dapat
meningkatkan kualitas itu sendiri setalah menggunakan metode terbaru. PI
sendiri dilakukan dengan melakukan trial dan pengujian terhadap produk
existing. Proses ini selain diharapkan dapat mengganti metode atau proses
penggunaan alatnya menjadi lebih efektif dan efisien, juga diharapkan dapat
mengurangi jumlah bahan yang digunakan tanpa mempengaruhi kinerja produk.
Dalam usaha mencapai efisiensi, MTU dapat juga melakukan perubahan
terhadap bahan baku. Alternate Source Development adalah kebijakan dari PT.
Darya-Varia Laboratoria untuk melakukan perubahan atau penambahan terhadap
vendor pada zat aktif/eksipie. Kegiatan ini juga dapat menjadi suatu jawaban bila
terjadinya masalah supply bahan baku yang digunakan oleh 1 vendor, sehingga
memiliki alternatif vendor lain yang dapat menyalurkan bahan baku tersebut
sehingga jadwal produksi tidak terhambat.
Alur yang harus dilakukkan adalah dimulai dari departemen procurement
akan mencari vendor yang dapat memberikan supply produk dengan CoA yang
mirip dengan bahan yang di-supply dari vendor sebelumnya kemudia QC akan
mereview CoA tersebut. Hasil analisis produk setelah menggunakan bahan dari

74
vendor baru yakni tidak boleh ada perbedaan dengan produk yang berasal dari
vendor sebelumnya. Apabila ada perbedaan maka harus dilakukan registrasi
ulang kepada BPOM. Dokumen yang harus dipenuhi selain CoA saat
pendaftaran vendor baru adalah MSDS, sertifikat halal, data stabilitas, metode
analisis, dan Drug Master File. Proses melakukan alternate source development
yakni review dokumen kemudian sampling 3 bets berbeda dari bahan baku untuk
analisis kualifikasi yang dilakukan oleh QC. Apabila hasil analisis memenuhi
spesifikasi maka akan dilanjutkan ke tahap uji coba. Uji coba berhubungan
dengan penggantian zat aktif atau bahan eksipien yang dominasi dan sangat
berpengaruh kepada produk sedangkan non uji coba dilaksanakan apabila bahan
eksipien tidak memiliki pengaruh signifikan misalkan pernggantian pemanis
buatan menjadi pemanis alami.
3.7 Quality Control
Departemen quality control (QC) merupakan salah satu dari departemen
vital pada industri farmasi. Sesuai dengan namanya, QC sendiri bertanggung
jawab terhadap pengawasan mutu terhadap aspek yang dilakukan di seluruh
kegiatan produksi PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant Gunung Putri. Pada
PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. departemen ini terdiri dari 3 bagian yaitu,
Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi, dan Incoming Material & IPC.
Departemen QC dikepalai oleh seorang manager yang merupakan seorang
apoteker.
3.7.1 Bagian pengujian Chemical
Departemen QC bagian Kimia merupakan salah satu bagian/instrumen
dalam kegiatan pengawasan mutu. Bagian ini memiliki tugas untuk memastikan
bahwa bahan baku yang akan gunakan dalam proses produksi telah memenuhi
standard yang sesuai dengan kompendial sebagai tanda bahwa material tersebut
memiliki kualitas yang sama dengan yang tertera pada CoA-nya. Pengecekan
bahan baku dilakukan saat material baru datang dan diterima oleh bagian
warehouse.
Pengecekan oleh inspektor QC tidak hanya dilakukan pada material bahan
baku saja, tetapi juga dilakukan pada bahan kemas. Pengecekkan akan dilakukan
di laboratorium yang berada di departemen QC. Dalam proses pengujian,

75
departemen QC banyak menggunakan instrumen seperti pH meter,
spektrofotometer UV-Vis, Karl Fisher, Total Organic Carbon (TOC),
Polarimeter, dll.
Pada proses produksi, departemen QC bagian Chemical bertanggung
jawab untuk melakukan IPC pengecekkan kadar pada produk-produk hasil mixing
dan compounding yang dihasilkan di departemen produksi, baik bagian GP
ataupun SC. IPC pengecekkan kadar dilakukan kecuali terthadap hasil melting
gelatin. Selanjutnya IPC oleh departemen QC juga dilakukan pada saat produk
kapsul yang sudah memenuhi spesifikasi kekerasan. Sebelum dilanjutkan ke
proses stripping, departemen QC bagian chemical akan melakukan pengujian IPC
kembali terhadap produk kapsul.
Selanjutnya departemen QC bagian Chemical, juga melakukan pengujian
stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan dan produk trial.
Bagian pengujian kimia bertanggung jawab terhadap pengujian bahan
awal, produk ruahan (in process) maupun produk jadi, stabilitas, validasi metode
analisis pada produk-produk existing (bukan produk baru). Sedangkan validasi
dan metode analisis untuk prooduk baru dilakukan sepenuhnya oleh RnD
3.7.2 Bagian pengujian microbiology
Salah satu produk yang dihasilkan oleh PT. Darya-Varia Laboratoria
Tbk. Plant Gunung Putri adalah produk Tulle. Produk Tulle yang sendiri dibuat
sebagai produk steril, karena penggunaannya yang diperuntukan untuk
membantu penyembuhan luka secara topikal. Untuk memastikan bahwa mutu
tulle yang diproduksi sudah memenuhi spesifikasi dengan benar, maka perlu
dilakukannya pengecekan dan pengujian terhadap sediaan tulle yang sudah
disterilisasi akhir, memastikan bahwa produk tersebut sudah steril atau belum.
Pengujian terhadap tingkat sterilisasi adalah dengan pengecekan jumlah
mikrobilogi. Pengujian ini dilakukan oleh departemen QC khususnya bagian
Mikrobiolobgi.
Selain finish good sediaan tulle, bagian mikrobiologi juga memiliki tugas
untuk melakukan pengujian terhadap berbagai bahan baku produksi yang baru
datang dan memiliki parameter jumlah minimal cemaran biologi pada
spesifikasinya. Baik bahan baku ataupun pada kemasan primer untuk obat,

76
khususnya botol kaca untuk produk obat.
Berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyatakan
bahwa setiap limbah yang dihasilkan oleh industri farmasi harus sudah diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang, untuk menghindarinya terjadinya pencemaran
dan kontaminasi terhadap lingkungan. Maka dari itu perlu adanya pengendalian
terhadap limbah yang dihasilkan oleh suatu industri farmasi. Karena produk
akhir pengolahan limbah air nantinya akan dihasilkan air yang akan dibuang ke
lingkungan sekitar, sehingga untuk memastikan aman perlu dilakukan uji
mikrobiologi sehingga memastikan air yang dibuang telah bersih baik secara
fisik, kimia, dan biologi.
Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengujian mikrobiologi dari bahan
awal yang dikategorikan memerlukan pengujian mikrobiologi dan produk jadi
yang meliputi uji total bakteri dan jamur, sterilisasi tulle, identifikasi bakteri
pathogen, uji potensi antibiotic, pengujian B12 dan efektivitas pengawet.
3.7.3 Incoming material & IPC
Bagian ni bertanggung jawab terhadap pengambilan sampel bahan awal
dan bahan pengemas yang akan dilakukan uji apakah memenuhi syarat atau tidak
untuk digunakan dalam produksi. Serta bagian ini bertanggung jawab terhadap
pengambilan sampel in process control maupun produk jadi yang nanti akan
didistribusikan ke lab pengujian kimia dan pengujian microbiology.
3.7.4 Analytical Development
Selain bagian-bagian di atas, pada departement QC juga terdapat bagian
analytical development. Dimana bagian ini bertugas untuk melakukan pengujian
stabilitas untuk semua jenis produk. Produk yang dilakukan uji sendiri adalah
seluruh produk yang diproduksi di PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant
Gunung Putri dengan pengujian stabilitasnnya disesuaikan antara bentuk sediaan
dan spesifikasi dari produk tersebut. Pengujian stabilitas yang dilakukan adalah
dengan pengujian stabilitas jangka panjang dengan suhu ruang serta pengujian
menggunakan suhu penyimpanan termodifikasi menggunakan climatic chamber.
Berdasarkan jangka waktunya, pengujian stabilita yang dilakukan dapat dibagi
menjadi:
1) Uji jangka panjang, pengujian dilakukan hingga ED +1 tahun

77
2) On going stability, pengujian dilakukan hingga akhir tahun ED
3) In-use stability, pengjuian dilakukan untuk produk krim dan liquid dengan
waktu pengujian selama penggunaan.
Durasi pengujian harus disesuaikan dengan perhitungan sendiri. Pengujian
sirup akan dilihat volume total sediaan dan dosis pemakaian. Misalkan,
kekuatan sediaan sirup 5mg/ml dengan volume total 60ml sehingga sehari
akan dibutuhkan konsumsi obat sebanyak 15ml. Maka waktu pengujian
dilakukan selama 4 hari dengan batas tolerasi tambahan waktu 3 hari.
Namun, untuk produk krim perhitungan diasumsikan 1gr dalam satu kali
penggunaan.
Pengujian stabilitas terhadap produk untuk uji jangka panjang terdapat 8
titik yang harus diambil diantaranya bulan ke-0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, dan 36. Uji
stabilitas dipercepat dilakukan selama 6 bulan dengan titik pengambilan bulan
ke-0, 3, dan 6. Uji dipercepat selama 6 bulan ini diasumsikan seperti masa ED
obat dan berfungsi untuk registrasi awal produk obat. Produk yang harus diuji
stabilitas yakni produk baru, ganti supplier bahan aktif/eksipien, atau terdapat
deviasi pada proses produksi. Alur untuk melakukan uji stabilitas on-going
biasanya dimulai dari produksi dengan mengambil minimal 1 produk per tahun
untuk diuji. Kemudian mengisi form untuk proses serah terima dan alasan
dilakukan uji stabilitas. Lalu semua protokol berasal dari QC. Proses pengerjaan
uji stabilitas yakni dimulai dari sampel datang di lab QC kemudian pengujian
akan dimasukkan ke dalam program stability dengan memasukkan keterangan
tanggal sehingga di dalam sistem akan menampilkan jadwal sampling secara
otomatis. Toleransi yang diberikan untuk sampling yakni ± 7 hari dengan
menyesuaikan keadaan lab atau lot nya. Apabila telat dilakukan sampling maka
harus tetap dilakukan pengambilan sampel namun untuk selanjutnya harus
mengikuti jadwal yang seharusnya.
Parameter yang harus diperhatikan pada use stability yakni uji fisik kimia
dan mikrobiologi. Parameter yang perlu dilihat pada pengujian stabilitas jangka
panjang:
1) Fisik, meliputi BJ, pH, berat kapsul, berat isi, waktu hancur, rupture
test (dengan alat uji disolusi dan biasanya untuk soft capsule). Media

78
yang digunakan untuk rupture test yakni air terlebih dahulu lalu
apabila tidak bisa bekerja dengan baik maka baru ditambahkan buffer
dan enzim dari hemani dan nabati.
2) Kimia, uji logam berat, uji kadar, dll
3) Mikrobiologi, titik uji pada bulan ke-0, 6, 12, 24, dan 36.
Valiadasi metode analisis harus melakukan beberapa tahapan uji,
diantaranya:
1) Uji presisi
2) Uji akurasi, dilakukan dengan teknik spiking ke dalam plasebo. Spike
yang ditambahkan tergantung dari zat aktif yang akan digunakan pada
plasebo
3) Uji linearitas
4) Uji ketangguhan, menguji metode di beberapa lingkungan yang
berbeda sehingga dapat diketahui rentang. Misal awal pengujian
dilakukan pada suhu 30°C kemudian metode diuji kembali di suhu
yang berbeda misalkan suhu 32°C.
5) Uji LOD dan LOQ, dihitung berdasarkan linearitas standar
6) Uji spesifitas, uji ini bertujuan untuk mencaari pengganggu zat aktif.
Pada awalnya diukur terlebih dahulu plasebonya kemudian jika ada
respon maka ditambahkan faktor koreksi, dengan batas maksimal
respon plasebo yakni 2%.
Verifikasi hanya perlu melakukan uji presisi dan uji akurasi saja, namun
terkadang juga melakukan uji lineraritas. Pengujian zat aktif harus mengikuti
spesifikasi yang telah ditetapkan di dalam kompendial sedangkan untuk poroduk
jadi mengikuti acuan dari BPOM.
3.8 Engineering
Departemen Engineering dibagi menjadi 3, bagian elektrikal, maintenance,
dan utility. Departemen yang dipimpin oleh seorang manager dibantu oleh
supervisor setiap bagiannya. Secara garis besar departemen engineering
merupakan departemen support untuk seluruh departemen lainnya. Departemen
engineering memiliki tugas untuk mengoprasikan dan memelihara alat elektronik
dan mesin lainnya yang berada di lingkungan PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.

79
Plant Gunung Putri.
3.8.1 Engineering Utility
Pada area produksi tidak hanya menggunakan alat yang secara langsung
digunakan untuk usaha memproduksi obat. Tetapi juga terdapat alat penunjang
dalam usahanya untuk menghasilkan obat dengan kualitas yang baik. Baik alat
ataupun fasilitas yang digunakan dalam area produksi, seperti sistem tata udara
(HVAC yang dilengkapi dengan HEPA filter), sistem tata air (purified water
system dan tap water), compressed air baik yang oil free ataupun yang tidak,
boiler dan genset. Seluruh alat dan fasilitasnya dioprasikan dan dijaga oleh
engineering bagian utility.
Sistem Heating, Ventililating, and Air Conditioning atau HVAC
digunakan di seluruh ruangan dan koridor area produksi untuk mengendalikan
udara yang masuk. Fasilitas boiler digunakan untuk menghasilkan uap panas yang
bertekanan. Sedangkan untuk pembuatan purified water dan hot & high purified
water PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant Gunung Putri menggunakan bahan
baku berupa tap water atau air tanah. Sumber air tanah yang digunakannya sendiri
diambil dari 2 sumur yang berada di dalam lingkungan PT. Darya-Varia
Laboratoria Tbk. Plant Gunung Putri dengan kedalaman 110meter dan 70 meter di
dalam tanah. Sedangkan untuk HPW yang banyak digunakan untuk kepentingan
sanitasi alat, dihasilkan dari fasilitas boiler, dan didistribusikan di seluruh area
produksi menggunakan pipa baja SL 316 yang terstandarisasi. Serta suhunya
selalu dijaga di antara 70-90°C dan menggunakan sistem looping atau selalu
bergerak di dalam pipa sehingga mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba.
3.8.2 Engineering Electrical
Engineering electrical adalah bagian departemen engineering yang
memiliki tugas untuk melaksankan perawatan kelistrikan yang dilaksanakan setiap
6 dan 12 bulan sekali. Perawatan kelistrikan dapat dilakukan pada akhir yahun dan
awal tahun dan belangsung selama satu minggu.
Sumber listrik yang digunakan di PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant
Gunung Putri sendiri didapatkan dari vendor yang dialirkan melalui saluran udara
tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang dibangun oleh vendor di dalam lingkungan
PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant Gunung Putri, dimana listrik yang

80
dialirkan masih bertegangan tinggi sehingga diperlukan fasilitas gardu yang
berisikan trafo untuk menurunkan tegangan sehingga dapat digunakan dan di
alirkan ke seluruh bagian. Selain menggunakan aliran listrik dari gardu, saat
terjadinya pemutusan listri, pada bengkel engineering terdapat mesin genset yang
mampu menghasilkan cadangan listrik dan mampu menampung sampai dengan 2
hari full waktu kegiatan produksi PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. Plant Gunung
Putri.
3.8.3 Engineering Maintenance
Kegiatan perawatan atau maintenace untuk alat-alat yang digunakan dalam
produksi dibantu oleh departemen engineering bagian maintenance. Baik dari alat
mixing, enkapsulasi, hingga alat stripping, seluruh alat dibantu oleh bagian
maintenance dalam perawatannya. Selain hal dalam perawatan, bagian
maintenance juga berperan dalam kegiatan Factory Accaptance Test (FAT) dan
Site Accaptance Test (SAT) sebagai bagian dalam proses pengadaan dari suatu
mesin baru atau penggantian mesin produksi.
Pada area produksi yang banyak menggunakan atau menyesuaikan alat
dalam kegiatan produksi, dibutuhkan untuk mencari pengaturan yang aktual
sehingga alat dapat berkerja sesuai dan menghasilkan produk dengan spesifikasi
yang diinginkan. Untuk pengaturan dari suatu alat dibutuhkan kegiatan studi atau
kegiatan pencarian setting ataubila dibutuhkan akan memodifikasi alat sehingga
mendapatkan hasil terbaik untuk digunakan dalam kondisi aktual. Maka untuk
proses ini bagian produksi akan dibantu oleh departemen engineering bagian
maintenance.

3.9 Departemen HSE (Health Safety and Environment)


Departemen HSE bertujuan untuk melindungi lingkungan dan menjaga
kesehatan serta keselamatan di tempat kerja. Kegiatan K3 (keselamatan dan
kesehatan kerja) yang diimplementasikan meliputi:
1. Mereview HIDADC yang dibuat oleh masing- masing departemen telah
sesuai pengendaliannya dalam meminimalisir resiko
2. Memastikan seluruh alat sistem proteksi kebakaran layak untuk
digunakan
3. Memastikan pihak ketiga telah mendapat safety induction

81
4. Melakukan safety campaign untuk meningkatkan awarness setiap
pekerja terhadap K3
5. Membuat laporan P2K3 (panitia Pembina K3) dan mengirim ke
disnaker
6. Mengevaluasi pemenuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku
Implementasi terkait lingkungan di tempat kerja diantaranya:
1. Memastikan storage dan handling B3 telah sesuai prosedur
2. Bekerja sama dengan pihak ketiga untuk melakukan pengujian air
limbah, emisi, dan udara ambient
3. Monitoring penyimpanan limbah B3 dan bekerja sama dengan pihak
ketiga untuk pemusnahan limbah
4. Monitoring operasional IPAL
5. Membuat laporan UKL UPL dan melaporkan ke dinas lingkungan hidup
6. Membuat laporan pemantauan air limbah per triwulan dan melaporan ke
dinas lingkungan hidup
7. Membuat laporan pengelolaan limbah B3.

82
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di PT Darya-
Varia Laboratoria Tbk Plant Gunung Putri dapat disimpulkan bahwa:
1. PT Darya-Varia Laboratoria Tbk Plant Gunung Putri telah
menerapkan seluruh aspek CPOB mulai dari sistem mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan
pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit
mutu dan audit persetujuan pemasok, keluhan dan penarikan produk,
dokumentasi, kegiatan alih daya, dan kualifikasi dan validasi.
2. Peran apoteker di PT Darya-Varia Laboratoria Tbk Plant Gunung
Putri terlihat pada tiga personel kunci yaitu Quality Assurance,
Quality Control dan Produksi. Selain itu apoteker juga dapat
mengambil peran di departemen lain seperti Logistik, PPIC, MTU,
dan lain sebagainya.

83
3. Mahasiswa PKPA telah mengetahui tentang peran, fungsi, dan posisi
apoteker dalam industri farmasi khususnya di PT Darya-Varia
Laboratoria Tbk Plant Gunung Putri.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di PT Darya-
Varia Laboratoria Tbk Plant Gunung Putri, semua aspek CPOB sudah diterapkan
dengan baik dan benar, sehingga disarankan untuk menjaga penerapan ini tetap
memenuhi aspek CPOB yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. PPOP CPOB 2012 Jilid 1. Jakarta:
Badan POM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 43 tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta: BPOM.
Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No 1799/MENKESPER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Priyambodo. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama.
PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 2023. Profil PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.
[Internet]. Tersedia di : https://www.darya-varia.com/id. Diakses pada : 24
Juli 2023.

84
LAMPIRAN

85

Anda mungkin juga menyukai