Disusun Oleh :
NIS : 20203257
Mengetahui,
dr. Agung Pribadi, M.Kes., M.Si, Med, Sp.B. apt. Eni Munfarida, S.Farm.
i
HALAMAN PENGESAHAN
PIHAK SEKOLAH
NIS : 20203257
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. serta sholawat dan
salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
beserta keluarga dan para sahabat. Berkat Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya saya
dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di RSUD
REHATTA KELET dengan tepat waktu. Selesainya laporan tersebut tidak lepas
dari doa, bantuan dan dukungan serta bimbingan dari beberapa pihak, sehingga
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada, yakni :
serta semua pihak yg memberikan kontribusi dalam proses penyusunan laporan ini
yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna.oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
iii
dari pihak yang membaca. Penulis memohan maaf apabila ada kesalahan dalam
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya bagi
para pembaca pada umumnya.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................................................ 56
B. SARAN............................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 58
LAMPIRAN ............................................................................................................. 59
PIO ............................................................................................................................. 80
LEAFLET ................................................................................................................. 81
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang diberi sakit dan
sehat, dengan adanya riwayat sakit pada manusia, maka adanya pelayanan
kesehatan untuk mengatasi sakit tersebut. Pelayanan Kesehatan banyak
jenisnya, diantaranya yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti
apotek, klinik, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), dan pelayanan
kesehatan lanjutan yaitu Rumah Sakit.
Setiap orang sakit menginginkan pelayanan prima, sehingga dapat
mengobati, merawat, dan menyembuhkan penyakitnya. Pelayanan
kesehatan bertujuan untuk mengatasi penyakit pasien sehingga dibutuhkan
tenaga kesehatan yang terampil dan kompeten. Berjalan baik atau tidak
baiknya pelayanann kesehatan dipengaruhi oleh pelayanan dari tenaga
kesehatan. Agar tercapai tujuan tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan
upaya kesehatan yang didukung oleh pengembangan sistem kesehatan
nasional secara terpadu.
Seperti halnya disekolah kefarmasian, maka calon seorang tenaga
teknis kefarmasian sebaiknya melakukan praktik kerja industri di Apotek,
Puskesmas, Rumah Sakit maupun intansi lain yang melibatkan kefarmasian
untuk mengetahui secara langsung mengenai pengelolaan, serta tugas dan
tanggung jawabnya dalam mengelola kefarmasian.
Praktek Kerja Industri merupakan kegiatan pendidikan, pelatihan,
dan pembelajaran bagi siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang
dilakukan di dunia usaha atau dunia industri yang berkaitan dengan
kompetensi siswa sesuai bidang yang digelutinya. Pelaksanaan Praktek
Kerja Industri (PRAKERIN) yang dilaksanakan di dunia kerja dimaksudkan
untuk melengkapi sistem belajar siswa/siswi agar dapat memiliki
kemampuan sesuai dengan bidang kejuruan.
1
Tujuan dari praktek kerja di dunia industri disamping keahlian
professional juga meningkatkan pengetahuan sesuai dengan tuntutan dunia
kerja/indutri. siswa dilatih untuk implementasi teori, membentuk pola pikir,
melatih profesionalisme, membentuk etos kerja, mengasah kemampuan,
menjalin relasi, efisiensi waktu dan tenaga, mempersiapkan sdm berkualitas
sehingga kelak para siswa/siswi mampu terjun dalam dunia industri setelah
menyelesaikan pendidikannya.
C. MANFAAT
Manfaat diadakanya prakerin ini adalah:
1. Menambah keterampilan, pengetahuan, gagasan-gagasan seputar dunia
usaha serta industri yang professional dan handal
2
2. Membentuk pola pikir, siswa -siswi agar terkonstruktif baik serta
memberikan pengalaman dalam dunia Industri maupun dunia kerja
3. Mengenalkan siswa-siswi pada pekerjaan lapangan di dunia industri
dan usaha
4. Membantu mengasah keterampilan siswa yang di berikan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK)
5. Menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian
profesional, dengan keterampilan, pengetahuan, serta etos kerja yang
sesuai dengan tuntutan zaman.
6. Meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga dalam mendidik dan melatih
tenaga kerja yang berkualitas
7. Mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang sesuai
dengan kebutuhan di era teknologi informasi dan komunikasi terkini
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
4
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan
pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
2. Fungsi Rumah Sakit
Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatn.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang
kesehatan
5
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan menjadi empat kelas yaitu
rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D.
b. Rumah Sakit Swasta
Rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan,
organisasi atau badan hukum lain dan dapat juga bekerja sama
dengan institusi pendidikan. Rumah Sakit swasta terdiri atas :
1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum
swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum,
setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D.
2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum
swasta 7 yang memberikan pelayanan medik bersifat umum
dan spesialistik dalam 4 cabang setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas C.
3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum
swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum,
spesialistik dan subspesialitik, setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas B.
2) Kemampuan dan Fasilitas yang diberikan
a. Rumah Sakit Kelas A
Merupakan rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik yang bersifat spesialistik dan subspesialistik luas.
Mempunyai kapasitas tempat tidur lebih dari 1000 buah dan
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi. Seperti RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.
b. Rumah Sakit Kelas B
1) Rumah sakit kelas B I (non pendidikan)
Mempunyai fasilitas dan kemampuan medis spesialistik
sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
Mempunyai kapasitas tempat tidur antara 300-500 buah.
2) Rumah sakit kelas B II (pendidikan)
6
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis
spesialistik sekurang-kurangnya 11 dan subspesialistik
luas.kapasitas tempat tidur 500-1000 buah. Rumah sakit ini
biasanya terletak di Ibukota Profinsi, misalnya RSUP Fatmawati.
c. Rumah Sakit Kelas C
Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis spesialis sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap yang terdiri dari
pelayanan penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, bedah dan
kesehatan anak. Mempunyai kapasitas tempat tidur antara 100-300
buah.
d. Rumah Sakit Kelas D
Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya pelayanan medis dasar. Mempunyai kapasitas tempat
tidur + 100 buah.
3) Jenis Pelayanan
a. Rumah Sakit Umum
Memberi pelayanan pada berbagai penderita dengan berbagai jenis
kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai
kondisi medik seperti penyakit dalam, bedah, pediatric, psikiatri, ibu
hamil dan sebagainya.
b. Rumah Sakit Khusus
Memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan penderita dengan
kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah sperti RS
Kanker, Rumah Sakit Mata dan sebagainya.
4) Lama Tinggal atau Jangka Waktu Pelayanan
a. RS Perawatan Jangka Pendek
Merawat penderita rata-rata kurang dari 30 hari, kondisi penyakit
akut dan kasus darurat.
b. RS Perawatan Jangka Panjang
7
Merawat pederita rata-rata lebih dari 30 hari, mempunyai kesakitan
jangka panjang. Seperti Rumah Sakit Rehabilitasi dan Rumah Sakit
Jiwa.
5) Afiliasi pendidikan
a. RS Pendidikan
Memiliki progam pelatihan residen dan berafiliasi dengan
universitas. Melaksanakan progam pelatihan, residensi dalam
medik, bedah, pediatrik dan sebagainya.
b. RS Non Pendidikan
Tidak memiliki progam pelatihan residen dan tidak ada afiliasi rumah
sakit dengan Universitas.
6) Status akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas :
a. Rumah sakit yang telah diakreditasi yaitu rumah sakit yang telah
diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang
menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan
untuk melakukan kegiatan btertentu.
b. Rumah sakit yang belum diakreditasi yaitu rumah sakit yang belum
c. mendapat pengakuan secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang
diakui.
8
distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit;
serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin mutu Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu
Pelayananan Kefarmasian yang meliputi monitoring dan evaluasi (monev).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Unit pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi :
1. Unit penyimpanan barang / Gudang obat
Gudang Farmasi Rumah Sakit merupakan suatu bagian di rumah
sakit yang kegiatannya dibawah manajemen departemen Instalasi
Farmasi. Departemen Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker
dan dibantu beberapa orang apoteker yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang mencakup
pelayanan perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan, perbekalan
kesehatan atau persediaan farmasi, pengendalian mutu dan
pengendalian distribusi penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di
rumah sakit.
Gudang farmasi mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan
yang merupakan kegiatan dan usaha untuk mengelola barang persediaan
farmasi yang dilakukan sedemikian rupa agar kualitas dapat
diperhatikan, barang terhindar dari kerusakan fisik, pencarian barang
mudah dan cepat, barang aman dari pencuri dan mempermudah
pengawasan stok (Warman dalam Julyanti, ddk., 2017).
Syarat dari sebuah gudang obat yang baik adalah :
a. Cukup luas minimal 3 x 4 m2 atau sesuai dengan jumlah obat yang
disimpan
b. Ruangan kering dan tidak lembap
9
c. Adanya ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembap/ panas
d. Perlu ada cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
perlindung untuk menghindarkan cahaya langsung dan berterali
e. Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan
bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan
(pallet)
f. Dinding dibuat licin
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h. Gudang digunakan khusus untuk menyimpan obat
i. Gudang mempunyai kunci ganda
j. Tersedia lemari/laci khusus untuk menyimpan narkotika dan
psikotropika yang selalu terkunci
k. Sebaiknya ada pengukur ruangan (Depkes RI, 2010b).
2. Unit Pelayanan (Instalasi Farmasi Rawat Jalan, Instalasi Farmasi Rawat
Inap, Instalasi Farmasi IGD, dan Instalasi Farmasi Bedah Sentral (IBS)).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.
Menurut SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan
farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan. Unit pelayanan kefrmasian di Rumah Sakit
dibagi menjadi beberapa Depo diantaranya :
a. Depo Farmasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses
perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit
tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit
10
yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan, yaitu observasi,
diagnosa, pengobatan, keperawatan dan rehabilitasi medik.
Depo Farmasi Rawat Inap dikelola oleh seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa asisten apoteker dan bertanggung jawab
terhadap Kepala Instalasi Farmasi. Depo Farmasi Rawat Inap
melayani obat-obat yang dibutuhkan oleh pasien Jamkesmas,
SKTM, Askes, dan umum yang dirawat inap melalui unit-unit kerja.
Sistem distribusi obat bagi pasien rawat inap menggunakan
kombinasi sistem one unit dose dispensing (OUDD) dan sistem
distribusi obat persediaan lengkap di ruang (floor stock). Sedangkan
bagi pasien pulang menggunakan sistem distribusi resep individual.
One daily dose (ODD) merupakan pendistribusian perbekalan
farmasi dimana pasien mendapat obat yang sudah dipisah-pisah
untuk pemakaian sekali pakai, tetapi obat diserahkan untuk sehari
pakai pada pasien (Ray, 1983).
11
b. Depo Farmasi Rawat Jalan
Rawat jalan (RJ) merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit
yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam
pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik.
Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian
terbesar dari pelayanan kesehatan di rumah sakit (Azrul Azwar,
1996).
Depo farmasi rawat jalan melayani resep dari poliklinik untuk
pasien umum dan pasien program pemerintah (HIV-AID dan
tubercolosis). Depo Farmasi Rawat Jalan dikelola oleh seorang
apoteker dan dibantu oleh asisten apoteker dan juru resep. Apoteker
bertanggung jawab terhadap Kepala Instalasi Farmasi.
Depo rawat jalan bergerak untuk melayani resep umum maupun
resep BPJS, dan juga melayani resep racikan dalam bentuk sediaan
puyer maupun kapsul.
12
(IFRS) untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, dalam
pelayanan, depo farmasi IGD dikhususkan untuk melayani pasien
dalam waktu 24 jam.
Tugas dan fungsi dari pelayanan farmasi di IGD:
1. Melayani perbekalan farmasi untuk pasien yang masuk dari
IGD, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja dan hari
libur. Melayani pasien umum, pasien BPJS dan pasien yang
tidak diketahui identitasnya (Mr./Mrs. X).
2. Melayani perbekalan farmasi untuk pasien yang memerlukan
tindakan bedah di KBE (Kamar Bedah Emergensi), yaitu
tindakan bedah yang dilakukan 24 jam untuk yang tidak
terjadwal.
3. Pasien yang membutuhkan Observasi ODC (One Day Care)
4. Fungsi ODC (One Day Care) yaitu sebagai tempat observasi
pasien yang memerlukan penanganan khusus seperti pasien
jantung, hipertensi. Pemantauan keadaan pasien di ODC ini
dilakukan 1 hari (12 jam). Jika pasien tidak diperbolehkan
untuk pulang lebih dari 12 jam maka pasien dimasukkan ke
ruang rawat inap. Perbekalan farmasi diterima dari IGD, bila
dua jam kemudian ada terapi tambahan maka petugas
ruangan mengambil perbekalan farmasi di instalasi rawat
inap.
d. Depo Farmasi IBS (Instalasi Bedah Sentral)
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral memiliki tugas untuk
melakukan pelayanan terhadap resep obat dan alkes yang digunakan
untuk operasi yang bersifat selektif dan terencana. Operasi terencana
yang dilyani ini adalah operasi yang telah mendapatkan rujukan dari
poli-poliatau ruangan.
Penyimpanan obat yang dilakukan di Depo Farmasi
Instalasi Bedah Sentral disesuaikan dengan ketentuan atau
penyimpanan obat yang seharusnya. Untuk perencanaan atau
13
permintaan barang dilakukan oleh Apoteker atau diwakilkan
kepada Asisten Apoteker ke bagian Depo Perbekalan Farmasi
dengan melihat barang atau alat yang habis atau hampIr habis.
14
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
forularium Rumah Sakit.
b. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Adapun fungsi Instalasi farmasi rumah sakit adalah, sebagai berikut
(Kemenkes, 2016):
1. Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan Dan Bahan Medis
Habis Pakai
2. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
3. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal.
4. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku.
5. Memperoduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit.
6. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.
7. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai denga spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.
8. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit.
9. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.
10. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/ dosis sehari.
11. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah
memungkinkan).
12. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
15
13. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan mdis habis pakai yang sudah tidak
digunakan.
14. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai.
15. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
16
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyusun daftarkebutuhan perbekalan farmasi yang berkaitan dengan
suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan
yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang
tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau
kelebihan persediaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien.
1. Tujuan perencanaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan
perencanaan tersebut yaitu:
a. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program
dapat mencapai tujuan dan sasaran.
b. Persyaratan barang meliputi: kualitas barang, fungsi barang,
pemakaian satu merk dan untuk jenis obat narkotika harus
mengikuti peraturan yang berlaku.
c. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
d. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
2. Tahap perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan meliputi:
a. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan
dalam rangka menetapkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan pola penyakit serta
kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan
membentuk tim perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penggunaan dana obat melalui kerja sama antar
instansi yang terkait dengan masalah perbekalan farmasi.
b. Tahap Perencanaan
1. Tahap pemilihan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
17
Tahap ini untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan,
dengan prinsip dasar menentukan jenis sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang akan digunakan atau dibeli.
2. Tahap perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau
kelebihan obat. Dengan koordinasi dari proses perencanaan
dan pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
diharapkan perbekalan farmasi yang dapat tepat jenis, tepat
jumlah dan tepat waktu. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, yaitu:
a) Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan individual
dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang
berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Pendekatan yang dilakukan sebelum
merencanakan dengan metode konsumsi adalah:
1. Lakukan evaluasi
2. Estimasi jumlah kebutuhan perbekalan farmasi
3. Penerapan perhitungan
18
Untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan
direncanakan pengadaannya berdasarkan prioritas.
Metode tersebut sangat erat kaitannya dengan biaya dan
pemakaian perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga
diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi berapa
jumlah pesanan dan kapan dipesan. Analisis ABC
mengelompokkan item barang dalam 3 jenis klasifikasi
berdasarkan volume tahunan dalam jumlah persediaan
uang. Untuk menentukan nilai dari suatu volume item
tertentu, maka analisis ABC dilakukan dengan cara
mengukur permintaan (Deman) dari setiap butir
persediaan dikalikan dengan biaya perunit.
Cara pengelompokkannya adalah:
Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang
pertahunnya tinggi (60-90%), tetapi biasanya volumenya
(5-10%)
Kelompok B : Persediaan yang jumlah nilai uang
pertahunnya sedang (20-30%), tetapi biasanya volumenya
sedang (20-30%)
Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang
pertahunnya rendah (10-20%), tetapi biasanya volumenya
besar (60-70%).
c) Metode VEN (Vital, Essensial, Non Essensial)
Analisis perencenaan menggunakan semua jenis
perbekalan farmasi yang tercantum dalam daftar yang
dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut.
1. Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat
utama (pokok/vital) antara lain : obat penyelamat jiwa,
obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk
mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar,
19
dibutuhkan sangat cepat, tidak dapat digantikan obat
lain.
2. Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang
bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian
secara langsung/kecacatan.
3. Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang
yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa digunakan
untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan. Penggolongan obat sistem
VEN dapat digunakan : penyesuaian rencana
kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang
masuk kelompok vital agar diusahakan tidak terjadi
kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu
ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan VEN.
Dalam penentuan kriteria perlu mempertimbangkan
kebutuhan masing-masing spesialisasi. Kriteria yang
disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain:
Klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.
d) Metode morbiditas (epidemiologi)
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah
kehadiran pasien, waktu tunggu pasien (lead time),
kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan
standar dari penyakit yang ada.
Pendekatan yang dilakukan sebelum merencanakan
adalah:
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2. Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan frekuensi
penyakit.
3. Penyiapan standar pengobatan yang diperlukan.
20
4. Menghitung perkiraan kebutuhan.
c. Pengadaan Obat
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan
stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan
Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
2. Persyaratan pemasok.
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pemantauan
rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu
apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran.
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus.
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian dan.
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus
dibuat baru (recenter paratus).
21
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan
/dropping/hibah.
d. Penerimaan Obat
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
Penerimaan obat sebaiknya dilakukan dengan teliti hal ini disebabkan
karena pengantaran obat dapat mengakibatkan kerusakan pada sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan.
Standar Operasional Prosedur penerimaan obat adalah:
1. Periksa keabsahan faktur meliputi nama dan alamat Pedagang Besar
Farmasi (PBF)serta tanda tangan penanggung jawab dan stempel
PBF.
2. Mencocokkan faktur dengan obat yang datang meliputi jenis dan
jumlah serta nomor batch sediaan.
3. Memeriksa kondisi fisik obat meliputi kondisi wadah dan sediaan
serta tanggal kadaluwarsa. Bila rusak maka obat dikembalikan dan
minta diganti.
4. Setelah selesai diperiksa, faktur ditandatangani dan diberi tanggal
serta distempel. Faktur yang asli diserahkan kepada sales sedang
salinan faktur disimpan oleh apotek sebagai arsip.
e. Penyimpanan Obat
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO), First In First Out (FIFO) atau Last In First Out (LIFO) disertai
sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan Farmasi dan
22
perbekalan kesehatan, yang penampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look Alike Sound Alike/NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain:
1. First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan
di belakang obat yang terdahulu.
2. Last in First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian/terakhir
diletakkan di depan obat yang datang dahulu.
3. First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal
kadaluwarsa lebih dahulu diletakkan di depan obat yang mempunyai
tanggal kadaluwarsa kemudian.
Ada beberapa cara penempatan obat yang dapat dilakukan yaitu:
1. Jenisnya.
2. Abjad.
3. Pabrik.
4. Farmakoterapi.
f. Pendistribusian Obat
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/ menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
IFRS harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
a. Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
23
b. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang disimpan di
ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
2. Sistem Resep Perorangan (Individual Prescription)
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.
3. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem
unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem unit dosis
dapat menggunakan metode unit dose dispensing (UDD) untuk satu
unit dosis penggunaan (sekali pakai) atau once daily dose (ODD)
untuk dosis satu hari diberikan.
4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a
+ b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing
(UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan
sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan
sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas
24
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada dan.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c. Metode sentralisasi
5. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian sediaan farmasi
dan perbekala kesehatan yang mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan. Bagian in dikenal dengan istilah depo
farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpana dan
pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh
pusa pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung
jawab terhada efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang
ada di depo farmasi.
G. PENGGOLONGAN OBAT
Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI
Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000. Penggolongan obat dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas
terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat
keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes R.I. Contohnya
yaitu Minyak Kayu Putih ,Obat Batuk Hitam, Obat Batuk Putih, Tablet
Paracetamol, dan lain - lain.
Penandaan :
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat
25
bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna
hijau dengan garis tepi warna hitam,
2. Obat Bebas Terbatas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-
obatan ke dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan
pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan
kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari
pabriknya atau pembuatnya.
b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan.
Di buku ISO ditandai dengan tulisan. Tanda peringatan tersebut
berwarna hitam,berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat
pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
26
a. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan
bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata
untuk dipergunakan secara parenteral.
c. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan
telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak
membahayakan kesehatan manusia.
27
Psikotropika Golongan II antara lain: Metakualon, Sekobarbital,
Fenmetrazin.
c. Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika Golongan III antara lain:
Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital,
Katina
d. Golongan IV
Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika Golongan IV antara lain: Allobarbital, Barbital,
Bromazepan, Diazepam, Fencamfamina, Fenobarbital,
Flurazepam
Penandaan Psikotropika
Untuk psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan
penandaan untuk obat keras, hal ini karena sebelum
diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
maka obat-obat Psikotropika termasuk obat keras yang
pengaturannya ada di bawah Ordonansi Obat Keras Stbl 1949
Nomor 419, hanya saja karena efeknya dapat mengakibatkan
sindroma ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras
Tertentu. Sehingga untuk Psikotropika penandaannya :
Lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K berwarna
hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
5. Obat Narkotika
Menurut UU Narkotika No 3 Tahun 2015, Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
28
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampa
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan ke dalam tiga
golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium,
Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam
jenis lainnya.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin,
Petidin, Fentanil, Metadon, Dll.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan
penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina,
Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa
campuran lainnya.
Penandaan Obat Narkotika
Golongan obat narkotika ditandai dengan logo berbentuk lingkaran
dan terdapat palang merah di dalamnya. Golongan obat ini dapat
menimbulkan efek ketergantungan, karena itu diperlukan
pengawasan yang ketat. Hanya bisa diperoleh di apotek atau rumah
29
sakit berdasarkan resep dokter. Apotek atau rumah sakit yang
mendistribusikannya ke pasien, harus memberikan laporan pada
dinas kesehatan dan Balai POM setiap periode tertentu.
6. Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker di apotek tanpa resep dokter. Menurut keputusan menteri
kesehatan RI Nomor 347/Menkes/SK/VIII/1990 yang telah
diperbaharui Mentri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993
dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan
pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
b. Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan peran apoteker di
apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta
pelayanan obat kepada masyarakat.
c. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang
dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam
obat wajib apotek misalnya : obat saluran cerna (antasida),
ranitidine, clindamicin cream dan lain-lain. OWA merupakan obat
keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan obat keras,
namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan
OWA.
Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990
tentang obat wajib
1. OWA No.1
- Kontrasepsi oral : Lynestrenol (Exluton®), Ethinylestradiol
Norgestrel (Microdiol®)
30
- Obat saluran cerna : Bisakodil Suppo (Laksan),
Metoklopramid (Antimual)
- Obat mulut dan tenggorokan : Hexetidin, Triamcinolone
acetonide
- Obat saluran napas : Salbutamol, Asetilsistein, Asma
- Obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular : Asam
mefenamat, Metampiron + Diazepam
- Antiparasit : Mebendazol, Betametason
- Obat kulit topical : Terbutalin
2. OWA No. 2
- Albendazol, Bacitracin, Bismuth subsilate, Clindamisin,
Dexametason, Diclofenak, Fenoterol, Flumetason,
Hidrokortison, Ibuprofen
3. OWA No. 3
- Saluran pencernaan : Famotidin, Ranitidin
- Sistem muskuloskeletal : Alopurinol, Diklofenak natrium,
Piroksikam
- Antihistamin : Cetirizin, Siproheptadin
- Antiasma Orsiprenalin
- Organ sensorik : Gentamisin, Kloramfenikol
- Antiinfeksi umum : Kategori I (2HRZE/4H3R3), Kategori II
- (2HRZES/HRZE/5H3R3E3), Kategori III (2HRZ/4H3R3)
31
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk
kebutuhan laboratorium.
b. Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir terlampir
c. Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat
dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika
kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
d. Penyaluran Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 2 terlampir.
2. Peredaran Psikotropika
Penyaluran psikotropika menurut Permenkes RI No 3 Tahun 2015 :
a. Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat
dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika
kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
b. Penyaluran Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 2 terlampir.
3. Penyimpanan Narkotika
a. Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika.
b. PBF yang menyalurkan Narkotika harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus.
32
c. Dalam hal PBF menyalurkan Narkotika dalam bentuk bahan
baku dan obat jadi, gudang khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus terdiri atas:
- Gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku; dan
- Gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi.
4. Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan psikotropika menurut Permenkes RI No 3 Tahun 2015
menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk
menyimpan psikotropika yang memenuhi syarat :
a. Tempat penyimpanan psikotropika dilarang untuk menyimpan
barang selain psikotropika.
b. Tempat penyimpanan psikotropika dapat berupa gudang khusus
dengan standar keamanan dan terbuat dari tembok dengan kunci
yang kuat minimal 2 buah. Atau Lemari Khusus yang terbuat dari
bahan kuat (kayu/besi) menempel pada tembok/lantai, tidak
mudah dipindahkan, kunci lemari khusus yang kuat, lemari
diletakkan di tempat khusus, anak kunci dipegang oleh petugas
khusus.
5. Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika
a. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dilakukan dalam hal:
1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali;
2. Telah kadaluarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
termasuk sisa penggunaan;
4. Dibatalkan izin edarnya; atau
5. Berhubungan dengan tindak pidana.
b. Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik
33
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf
c. Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.
6. Pelaporan, Pencatatan Narkotika dan Psikotropika
a. Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang
melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
b. Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen
penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan
secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
34
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RSUD REHATTA KELET
35
perubahan budaya kerja dilakukan langkah perbaikan secara gradual yang
meliputi Fase Inisiasi, Fase Transformasi dan Fase Integrasi agar langkah
yang diambil oleh managemen betul-betul dipahami dan didukung seluruh
karyawan.
Sejak tahun 2006 RS Kelet berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Kedudukan,
Tugas pokok, Fungsi dan Susunan organisasi Rumah Sakit Umum Daerah
dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah. Kemudian diperbarui
dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor : 8 tahun 2008
tentang Organisasi & Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah. Rumah Sakit Umum Daerah Kelet
merupakan rumah sakit kelas C, sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor : 829/MENKES/SK/VII/2010 tentang Penetapan Kelas
RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Sebagai Rumah Sakit Tipe C.
Pada tahun 2012, berdasarkan Sertifikat yang dikeluarkan oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit Nomor KARS-SERT/745/VI/2012 tanggal
29 Juni 2012, RSUD Kelet dinyatakan lulus Akreditasi Tingkat Dasar, yaitu
bidang Administrasi dan Manajemen, Pelayann Medis, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Keperawatan dan Rekam Medis.
Selain itu RSUD Kelet telah menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) sesuai dengan
Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 901/151/2012 tentang Penetapan
Peningkatan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah dari Bertahap Menjadi Penuh Pada RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah.
36
a. Memberikan pelayanan kanker komprehensif sesuai dengan
perkembangan teknologi berbasis Good Clinical Governance,
Patient Safety dan Patient Care Center dengan Complementary
And Alternative Medicine.
b. Menyelenggarakan penelitian di bidang kanker.
c. Menyelenggarakan registrasi kanker rumah sakit dan mendukung
terlaksananya registrasi kanker nasional :
1. Mengembangkan sistem jejaring dengan institusi dalam dan luar
negeri di bidan pelayanan, pendidikan dan penelitian untuk
mendukung penanggulangan kanker di Indonesia
2. Menciptakan iklim kerja yang kondusif, menyediakan SDM
yang kompeten dan berbudaya kinerja tinggi serta menyediakan
sarana prasarana dan IT sesuai best practice untuk
pengembangan Pusat Kanker Jawa Tengah
37
2. Struktur organisasi IFRS RSUD Rehatta Kelet
38
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut telah dikembangkan suatu
kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya
obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medication) supaya tidak terjadi
kesalahan serius (sentinel event) maupun reaksi obat yang tidak
diinginkan (ROTD).
2. Penyimpanan Sedian Farmasi
Penyimpanan obat dan alat kesehatan maupun Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan menyesuaikan persyaratan kefarmasian yang meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban dan
ventilasi. Telah dilengkapi tralis di setiap depo pelayanan
3. Penataan Sedian Farmasi
Penataan obat , Alat Kesehatan dan Bahan medis Habis Pakai disusun
berdasarkan kelas terapi maupun alfabetis sehingga tetap menjaga
prinsip First in First Out (FIFO) maupun First Expired First Out (FEFO)
disertai sistem informasi manajemen yang baik. Penandaan LASA
untuk obat-obatan Rumah Sakit juga menyediakan Troley Emergency
untuk penyimpanan Obat emergensi dalam kondisi kegawat daruratan.
Troley Emergency ini tersedia di masing-masing bangsal perawatan
dengan tetap dalam supervisi Apoteker.
4. Distribusi Sedian Farmasi
Distribusi yang merupakan kegiatan penyaluran / menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan permintaan dari dokter berupa resep per orangan.
Instalasi Farmasi RSUD memiliki beberapa bagian untuk
mempermudah koordinasi pelayanan , yaitu Gudang Farmasi dan 4 depo
farmasi untuk pelayanan.
Depo farmasi di RSUD Rehatta Kelet :
a. Gudang Farmasi
Fungsi Gudang Farmasi adalah untuk menjaga ketersediaan
dan mengelola perbekalan farmasi baik sediaan farmasi, alkes
maupun Bahan Medis Habis Pakai dari mulai perencanaan,
39
pengadaan, penyimpanan hingga distribusi ke depo maupun ruangan
yang membutuhkan.
Jadwal Pelayanan Gudang Farmasi ke Depo depo Farmasi adalah :
1. Senin - Kamis : 07.00 – 15.30 WIB
2. Jum’at : 07.00 – 14.00 WIB
3. Sabtu dan Minggu : Tutup
Apabila ada kebutuhan obat-obatan yang ada di Gudang Farmasi di
hari libur maka petugas boleh mengambil obat di gudang dengan
konfirmasi terlebih dahulu kepada petugas penanggung jawab
gudang
b. Depo Farmasi Rawat Inap
Depo Farmasi Rawat Inap ini melayani kebutuhan obat dan
alkes pasien rawat inap di bangsal. Tugas Apoteker di Depo Farmasi
Rawat Inap selain control penyiapan obat (dispensing) harus
memastikan bahwa obat yang di berikan ke pasien dapat di berikan
dengan tepat waktu dan sesuai indikasi untuk menghindari
terjadinya
Medication Eror
Adapun prosedur pelayanan resep di depo farmasi rawat inap
adalah sebagai berikut.
1. Petugas farmasi menerima resep dari perawat depo rawat inap.
2. Petugas farmasi menyiapkan obat dan alkes sesuai dengan
rincian yang telah dibuat perawat
3. Petugas farmasi menyiapkan obat dan dan alkes dalam kemasan
unit dose, kecuali untuk pasien pulang.
4. Petugas farmasi meng-entry data ke dalam Sistem Informasi
Manajemen obat RS (sidio / innova)
5. Petugas menyerahkan obat atau alat kesehatan yang sudah siap
beserta resep obat kepada perawat depo.
Jadwal pelayanan Depo Farmasi Rawat Inap adalah :
Senin - Minggu : 24 jam
40
Hari Libur Tetap BUKA.
c. Depo Farmasi Rawat Jalan
Tujuan depo ini adalah untuk memberikan pelayanan obat
maupun alkes bagi pasien yang berasal dari poli rawat jalan baik
pasien BPJS maupun pasien umum non BPJS.
Waktu tunggu pelayanan resep rawat jalan dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Untuk resep non racikan 30 menit
2. Untuk resep racikan 60 menit
Adapun prosedur pelayanan obat di Depo Farmasi Rawat Jalan
adalah:
1. Petugas farmasi menerima resep dari pasien di loket penerimaan
resep.
2. Apoteker atau Asisten Apoteker memeriksa:
a. Kelengkapan resep seperti tanggal pembuatan resep, nama
pasien, umur pasien, nama dokter, nama obat, signa, nama
poli, tanda tangan/ paraf dokter yang menangani.
b. Ketersediaan obat di apotek
3. Apoteker atau Asisten Apoteker memberi nomor yang sama pada
resep
4. Resep dikerjakan berurut sesuai dengan nomor urut resep
5. Obat yang tidak tersedia di apotek dibuatkan salinan resepnya
6. Setelah resep selesai dikerjakan, Apoteker atau Asisten Apoteker
Kembali memeriksa:
a. Kebenaran obat
b. Kebenaran penulisan etiket
c. Kebenaran penulisa salinan resep ( bila ada)
d. Kebenaran pasien dengan menunjukkan kartu identitas
7. Apoteker atau Asisten Apoteker menyerahkan obat kepada pasien
disertai pemberian informasi obat yang dirasa perlu sesuai dengan
ilmu kefarmasian.
41
8. Semua resep yang telah dilayani diinput ke dalam komputer oleh
Apoteker atau Asisten Apoteker.
Jadwal pelayanan Depo Farmasi Rawat Jalan adalah :
1. Senin - Kamis : 07.30 - 16.00 WIB
2. Jum’at : 07.30 - 14.00 WIB
3. Sabtu dan Minggu : Tutup
d. Depo Farmasi IGD
Depo Farmasi IGD ini adalah untuk melayani obat dan alkes pasien-
pasien di IGD dalam kegawat daruratan. Dalam pelayanan pasien-
pasien di IGD ini dituntut kecepatan, ketelitian dan ketrampilan
petugas. Petugas di Depo Farmasi IGD juga melayani pasien yang
sifatnya segera (cito).
Adapun pelayanan obat untuk pasien rawat inap adalah :
a. Keluarga pasien membawa resep dokter menuju depo farmasi
IGD
b. Petugas Farmasi menerima dan menyiapkan obat serta BHP
sesuai dengan resep yang diterima
c. Petugas farmasi melakukan input data
d. Setelah obat siap, petugas farmasi menyerahkan obat kepada
keluarga pasien agar selanjutnya dapat diberikan kepada
perawat IGD
Adapun pelayanan obat untuk pasien rawat jalan adalah :
a. Keluarga pasien membawa resep dokter menuju depo farmasi
IGD
b. Petugas farmasi menyiapkan obat sesuai dengan resep yang
diterima
c. Petugas farmasi melakukan input data
d. Petugas farmasi memberikan informasi untuk melakukan
pembayaran terlebih dahulu
e. Setelah melakukan pembayaran, keluarga pasien menunjukkan
kwitansi untuk menebus obat
42
f. Petugas farmasi menyerahkan obat kepada keluarga pasien
Jadwal Pelayanan di Depo Farmasi IGD adalah 24 jam tiap senin-
minggu (hari libur tetap BUKA).
5. Stok Opname
Proses Stok Opname RSUD Rehatta Kelet
a. Dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali, untuk semua obat, alkes dan
barang-barang yang berada di rak dan gudang penyimpanan
b. Menyesuaikan jumlah fisik barang dan jumlah pengeluaran obat
berdasarkan laporan penjualan perbulan.
c. Jika hasil stok opname sesuai maka dapat disetujui, jika tidak
sesuai maka diperiksa kembali dimana letak ketidaksamaannya.
6. Pemusnahan Sedian Farmasi
Pemusnahan obat yang kadaluwarsa, bila ada, maka harus segera
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian juga akan dilakukan penarikan (recall) sediaan Farmasi yang
tidak memenuhi syarat oleh Badan POM
43
a. Setiap bulan Rumah Sakit melaporkan obat Narkotika ke SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotik)
b. Apotek Farmasi setiap bulan melakukan pelaporan stok psikotropika
dan narkotika
c. Petugas yang ditunjuk melaporkan hard copy kepada kepala intalasi
farmasi
d. Petugas farmasi yang ditunjuk melaporkan ke SIPNAP Nasional dan
Kemenkes
44
BAB IV
KEGIATAN PRAKERIN DAN TUGAS KHUSUS
A. KEGIATAN PRAKERIN
Kegiatan Prakerin yang telah dilaksanakan terhitung mulai tanggal
09 Mei sampai dengan 30 juli di Instalasi Farmasi RSUD Rehatta Kelet baik
di Depo Farmasi Rawat Inap, Rawat Jalan, IGD, dan Gudang Farmasi
adalah sebagi berikut :
1. Membantu pelayanan resep meliputi :
a. Menyiapkan obat baik racikan maupun non racikan sesuai dengan
resep yang diberikan dokter
b. Menyiapkan BHP (bahan habis pakai) sesuai resep yang masuk
c. Menyiapkan obat dan BHP (bahan habis pakai) sesuai bangsal
untuk pasien rawat inap
d. Memberi etiket untuk obat yang sudah disiapkan sesuai dengan
signa
e. Membuat copy resep apabila obat tidak tersedia atau kosong agar
dapat ditebus pasien di apotek luar Rumah Sakit
f. Menyerahkan obat dan BHP (bahan habis pakai) kepada keluarga
pasien di IGD untuk selanjutnya diserahkan kepada perawat IGD
2. Mengambilkan obat dan BHP (bahan habis pakai) cito(segera) yang
diminta perawat IGD
3. Melakukan order obat dan BHP (bahan habis pakai) di Gudang
4. Mengambil order obat dan BHP (bahan habis pakai) di Gudang
5. Menata dan mengisi stok sediaan obat dan BHP (bahan habis pakai) di
rak apabila kosong
6. Membuat laporan individu, laporan kelompok dan presentasi
Bahan yang dibahas dalam laporan mengenai :
a. Pengertian obat dan penyakit
b. Pengobatan penyakit serta golongan obatnya
c. Penggunaan obat tersebut dalam pelayanan di RSUD Rehatta Kelet
d. Kesimpulan dan Pembahasan
45
B. DIABETES MELITUS
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gejala klinis yang ditandai
dengan peningkatan glukosa darah plasma (hiperglikemia) (Ferri,
2015). Kondisi hiperglikemia pada DM yang tidak dikontrol dapat
menyebabkan gangguan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan
pembuluh darah (World Health Organization, 2017).
Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus
seperti American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis
Diabetes Melitus berdasarkan penyebabnya. Klasifikasi Diabetes
Melitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai
berikut :
a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena
kerusakan atau destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat
pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut.
Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2
seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam
jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal
sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh.
Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi
defisiensi insulin absolut.
c. Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain
sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh efek genetik
fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan
imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes
Melitus.
46
d. Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat
hamil. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone
pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2018)
2. Gejala Diabetes Melitus
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan
diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara
lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan
polifagia (banyak makan/mudah
lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau
kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus),
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Tanda atau gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut
(Perkeni,2015):
a. Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum
dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, cepat merasa Lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b. Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya
hamper tidak ada. Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul
tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun
kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi
sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin
buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hyperlipidemia
obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
3. Pengobatan Diabetes Melitus
a. Terapi Tanpa Obat
1. Diet Diabetes Melitus
47
Tujuan diet penyakit Diabetes Melitus adalah membatu
pasien memperbiki kebiasaan makan dan olahraga untuk
mendapatkan control metabolic yang lebih baik dengan cara
(Almatsier, 2008):
a. Mempertahakan kadar glukosa darah supaya mendekati
normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan
insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat penurun
glukosa oral dan aktivitas fisik.
b. Mencapai dan mempertahakan kadar lipida serum normal
c. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau
mencapai berat badan normal.
d. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang
menggunakan indsulin seperti hipoglikemia, komplikasi
jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang
berhubungan dengan latihan jasmani.
e. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui
gizi yang optimal.
2. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang
dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah
raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak
perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%
denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penderita.
48
b. Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah
raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita,
maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan
terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi
insulin, atau kombinasi keduanya
C. ANALISIS RESEP
1. Resep
49
2. Analisis Kelengkapan Resep
a. Nama dokter : dr. Anang Murdiatmoko, Sp.PD., M.Kes.
b. SIP Dokter :-
c. Alamat dokter : -
d. Nomor Resep : 3320021
e. Nama Pasien : Tn. S
f. Umur Pasien : 65 tahun
g. Alamat Pasien : Kelet
3. Obat Dalam Resep
a. Gabapentin
- Kandungan
Gabapentin 300 mg
- Indikasi
Terapi tambahan antikonvulsan, diindikasikan untuk kejang
sederhana dan kejang parsial kompleks, terutama kejang umum
sekunder tonik-klonik.
- Kontraindikasi
Pasien hipersensitif terhadap gabapentin.
- Efek Samping
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan
sesuai dengan masing-masing individu. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah: Rasa kantuk, rasa
kelelahan, pusing.
b. Mecobalamin
- Kandungan
Mecobalamin 500 mcg
- Indikasi
Neuropati perifer, anemia megalobastik karena defisiensi vitamin
B12
- Kontraindikasi
Hipersensitif
50
- Efek Samping
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan
sesuai dengan masing-masing individu. Jika terjadi efek samping
yang berlebih dan berbahaya, harap konsultasikan kepada tenaga
medis. Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah: Mual, muntah, diare, sakit perut, Anoreksia, Sakit kepala.
Jarang, reaksi hipersensitivitas mis. ruam, dispnea.
c. Glimepiride 2 mg
- Kandungan
Glimepiride 2 mg
- Indikasi
Diabetes Melitus Tipe 2 atau Non-Insulin-Dependent (type II)
Diabetes Melitus (NIDDM) dimana kadar glukosa darah tidak
dapat hanya dikontrol dengan diet dan olahraga saja.
- Kontraindikasi
Hipersensitivitas. Pasien ketoasidosis diabetik, dengan atau tanpa
koma.
- Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah:
• Gangguan pada saluran cerna, seperti muntah, nyeri lambung
dan diare.
• Reaksi alergi, bersifat sementara dan akan hilang meskipun
penggunaan glimipiride dilanjutkan, jika tetap terjadi maka
penggunaan glimepiride harus dihentikan.
• Gangguan metabolisme berupa hyponatremia
• Perubahan pada akomodasi dan/atau kaburnya penglihatan.
• Reaksi hematologik seperti leukopenia, agranulositosis,
trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik, dan
pansitopenia.
d. Metformin 500 mg
51
- Kandungan
Metformin HCl 500 mg
- Indikasi
Terapi awal untuk diabetes dewasa dengan keadaan kelebihan berat
badan serta kadar gula darah yang tidak dapat dikendalikan hanya
dengan diet saja. Terapi kombinasi untuk kegagalan terapi
Sulfonilurea primer atau sekunder. Terapi tambahan pada insulin-
dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes tipe 1 untuk
mengurangi dosis insulin.
- Kontraindikasi
Obat ini tidak boleh diberikan kepada pasien dengan kondisi:
Penyakit ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 1.5 mg/dL
(pria) dan lebih dari 1.4 mg/dL (wanita). Infark miokard akut,
septikemia, gagal jantung kongestif. Penyakit hati kronik,
alkoholik, hipoksia. Asidosis metabolik akut atau kronik atau
memiliki riwayat asidosis laktat, termasuk ketoasidosis dibetes
dengan atau tanpa disertai koma. Wanta hamil dan/atau menyusui.
- Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah:
• Gangguan saluran cerna yang bersifat sementara, namun dapat
dihindari dengan cara konsumsi Metformin HCl bersamaan
dengan makanan.
• Anoreksia, mual, muntah, daire.
• Berkurangnya absorpsi vitamin B12.
• Mialgia, kepala terasa ringan.
• Ruam kulit.
• Keringat berlebihan, dan gangguan daya pengecapan.
e. Amlodipine 10 mg
- Kandungan
Amlodipine 10 mg
52
- Indikasi
Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan lini pertama
hipertensi dan dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk
mengontrol tekanan darah pada sebagian besar pasien. Pasien yang
tidak cukup terkontrol dengan obat antihipertensi tunggal (selain
amlodipin) dapat memperoleh manfaat dari penambahan
amlodipin, yang telah digunakan dalam kombinasi dengan diuretik
thiazide, blocker, adrenoceptor blocking agent, atau ACE inhibitor.
- Kontraindikasi
Hipersensitif
- Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah: Sakit kepala, pusing, mengantuk, debaran jantung, sakit
perut, mual, edema, kelelahan. Pasien (6-17 thn): Vasodilatasi,
epistaksis, kelemahan.
f. Allopuirinol 100 mg
- Kandungan
Allopurinol 100 mg
- Indikasi
Hiperurisemia primer: gout. Hiperurisemia sekunder: mencegah
pengendapan asam urat dan kalsium oksalat. Produksi asam urat
yang berlebihan antara lain disebakan karena polisitemia vera dan
terapi sitostatik.
- Kontraindikasi
Produk ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kondisi:
Hipersensitif terhadap Allopurinol. Serangan asam urat akut.
- Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah: Hipersensitivitas. Gangguan kulit dan jaringan subkutan:
pruritus, urtikaria, alopecia. Gangguan gastrointestinal: Mual,
53
muntah, diare, sakit perut, dispepsia, kehilangan indera perasa,
gastritis. Mengantuk. Sakit kepala.
g. Simvastatin 20 mg
- Kandungan
Simvastatin 20 mg
- Indikasi
Simvastatin merupakan obat penurun kolesterol golongan statin.
Obat ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada HMG-CoA
reduktase (enzim yang mempercepat proses sistesis kolesterol).
Hal ini dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida,
dan meningkatkan kadar HDL dalam darah.
- Kontraindikasi
Penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum persisten
yang tidak dapat dijelaskan, miopati sekunder akibat agen penurun
lipid lainnya. Penggunaan bersamaan dengan inhibitor CYP3A4
kuat (misalnya itrakonazol, ketoconazole, posaconazole,
voriconazole, klaritromisin, eritromisin, telithromycin,
nefazodone, inhibitor protease HIV, produk yang mengandung
cobicistat, asam fusidat), ciclosporin, danazol dan gemfibrozil.
Kehamilan dan menyusui.
- Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat
adalah: Peningkatan serum transaminase. Gangguan sistem darah
dan limfatik: Anemia. Gangguan gastrointestinal: Sembelit, sakit
perut, perut kembung, dispepsia, diare, mual, regurgitasi asam,
muntah, pankreatitis. Gangguan hepatobilier: Hepatitis, penyakit
kuning. Gangguan sistem kekebalan: Reaksi hipersensitivitas.
Gangguan metabolisme dan nutrisi: Hiperglikemia. G
4. Penyerahan
a. Gabapentin : Malam 1 tablet
b. Mecobalamin : Malam 1 tablet
54
c. Glimepiride 2 mg : Pagi 1 tablet
d. Metformin 500 mg : 3 kali sehari 1 tablet
e. Amlodipine 10 mg : 1 kali sehari 1 tablet
f. Allopurinol : Pagi 1 tablet
g. Simvastatin 20 mg : Malam 1 tablet
5. Kesimpulan
Tuan S mengalami gangguan penyakit diabetes melitus, disertai
asam urat, koletrol dan tekanan darah yang tinggi. Oleh karena itu, dokter
memberikan obat Gabapentin, Mecobalamin, Glimepiride 2 mg,
Metformin, Amlodipine 10 mg, Allopurinol 100 mg, dan Simvastatin 20
mg. Dimana obat – obat tersebut memiliki indikasi untuk mengatasi
gangguan diabetes melitus, asam urat, kolestrol dan tekanan darah tinggi
atau hipertensi.
55
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Praktek Kerja Lapangan yang dilaksanakan di Instalasi Farmasi
RSUD Rehatta Kelet dapat disimpulkan :
a. Praktek Kerja Lapangan merupakan kegiatan yang dapat memberikan
kesempatan bagi siswa SMK Farmasi untuk menerapkan ilmu yang
diperoleh selama belajar serta menambah keterampilan, pengetahuan, dan
wawasan untuk Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya di Rumah Sakit.
b. Praktek Kerja Lapangan yang telah dilakukan yakni membantu tenaga
kefarmasian di Rumah Sakit dalam pengelolaan obat dan pelayanan
kesehatan di bidang kefarmasian dengan pengawasan Tenaga
Kefarmasian.
c. Organisasi dalam rumah sakit dikepalai oleh seorang Direktur dengan
memiliki wakil direktur dari tiap bagian dan sub bagian. Dimana Instalasi
Farmasi Rumah Sakit yang dikepalai oleh seorang apoteker untuk
mengkoordinir bawahannya.
d. Instalasi Farmasi Rumah Sakit memiliki tugas mengelola mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan
langsung kepada penderita sampai pengendalian perbekalan farmasi
dengan fungsi klinik dan non klinik.
e. Cara pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan dilakukan
secara langsung berinteraksi pada pasien.
f. Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan di 4 Depo yaitu , Depo Rawat
Jalan, Depo IGD, Depo Rawat Inap, dan Gudang Farmasi
B. SARAN
1. Saran Kepada Pihak Sekolah :
a. Sebaiknya pembekalan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan PKL lebih diperbanyak dan diperluas sehingga siswa dan
siswi dapat lebih mantap lagi dalam melaksanakan PKL.
56
b. Perlu adanya peningkatan bimbingan dan pemantauan kepada siswa –
siswi PKL mengenai laporan PKL.
2. Saran Untuk Dudi:
a. Melakukan evaluasi dan bimbingan kepada siswa prakerin
b. Mengarahkan dan memberikan edukasi lebih kepada siswa prakerin
3. Saran Untuk Siswa / Siswi yang akan melaksanakan PKL
a. Sebaiknya Siswa / Siswi yang hendak melaksanakan PKL kirannya
bisa menguasai pelajaran kefarmasian khususnya sinonim,
mengetahui nama – nama obat baik generic maupun paten, nama nama
alat kesehatan dan bahan habis pakai (BHP) serta pengetahuan
mengenai tata cara pemakaian computer.
b. Hendaknya siswa / siswi PKL dapat lebih disiplin, menjaga sikap dan
mengikuti segala aturan yang telah ditetapkan oleh instansi yang
menjadi tempat PKL.
57
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Rusli. Sp., FTS. Apt. Modul Farmasi Rumah Sakit Dan Klinik
Kemenkes RI
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019
Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010. Tentang Klasifikasi Rumah Sakit
Molina Agnendiza, 2010. Tugas Dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Lalu Zamrulmuttaqin, 2018. Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (Igd)
Yonita Seno, 2018. Sistem Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Naibonat
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Dengan Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa
Nandari Dwi Pratiwi, 2012. Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral
Nuryati, S.Far., MPH. 2017. Modul Farmakologi Kemenkes RI Bahan Ajar
Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan
Adisty Nurwildani, 2017. Evaluasi Perencanaan Obat Menggunakan
Metode Kombinasi ABC-VEN di RSD dr. Seobandi Jember
Rifqi rokhman, 2016. Obat Wajjib Apotek (OWA)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021
Tentang Perubahan Penggolongan, Pembatasan, Dan Kategori Obat
Heriyannis Homenta,dr, 2012. Tugas Maka Kuliah Ilmu Biokimia
Kedokteran Diabetes Mellitus Tipe 1
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2005.
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus
58
LAMPIRAN
Etiket sirup
Etiket infus
59
Kulkas obat
60
Rak penyimpanan stok BHP (gudang transit)
61
Lemari sirup depo rawat inap
62
Rak obat paten rawat inap
63
Buku pesanan psikotropika / narkotika
64
Buku pesanan obat / BHP rawat jalan
65
Buku keluar masuk vaksin
66
Faktur pembelian obat
67
Kulkas obat gudang farmasi
68
Gudang farmasi
69
Lemari stok obat rawat jalan
70
Lemari sirup depo rawat jalan
71
Membuat racikan kapsul
72
Depo farmasi rawat jalan
73
Membuat copy resep
74
Lemari penyimpanan injeksi
75
Gudang obat generik dan paten
76
Rak obat paten dan generik
77
PIO
78
Amlodipine untuk darah tinggi diminum 1 kali sehari 1 tablet sesudah
makan
Allopurinol untuk asam urat diminum 1 kali sehari 1 tablet sesudah makan
Simvastatin untuk kolestrol diminum 1 kali sehari 1 tablet sesudah makan
79
PIO
80
LEAFLET
81
82