Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SWAMEDIKASI

HEMOROID

DOSEN PENGAJAR

apt. Neni Probosiwi., M. Farm

DISUSUN OLEH

Ayu Nur Aliza 18650146


Afriance Un 18650152
Nur Hidayah 18650159
Annastya Rizqina R 18650168

UNIVERSITAS KADIRI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

FARMASI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hemoroid”.

Sebelumnya, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu apt. Neni Probosiwi .,
M. Farm selaku dosen mata kuliah Swamedikasi yang telah membimbing dalam penyusunan
makalah. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan masukan kepada kami.

Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Saran dan
kritik sangat diharapkan agar makalah ini bias lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Prodi S1 Farmasi.

Kediri, 22 Oktober 2021

Penulis.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Hemoroid........................................................................................................4
2.2 Epidemiologi Hemoroid....................................................................................................4
2.3 Faktor Resiko Hemoroid...................................................................................................4
2.4 Klasifikasi Hemoroid........................................................................................................5
2.5 Etiologi Hemoroid.............................................................................................................7
2.6 Patofisiologi Hemoroid.....................................................................................................7
2.7 Mekanisme terjadinya Hemoroid......................................................................................8
2.8 Prognosis Hemoroid..........................................................................................................9
2.9 Tanda dan Gejala Penyakit Hemoroid..............................................................................9
2.10 Diagnosis Penyakit Hemoroid........................................................................................10
2.11 Guideline dan Evidence Based Medicine dari Penyakit Hemoroid................................12
2.12 Penatalaksanaan Terapi Hemoroid..................................................................................13
2.13 Cara Pencegahan Penyakit Hemoroid.............................................................................16
2.14 Komplikasi Hemorroid...................................................................................................17
BAB III..........................................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19
3.2 Saran................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Derajat hemoroid internal...............................................................................................6


Gambar 2 Hemoroid internal dan eksternal.....................................................................................6
Gambar 3 Perbedaan hemoroid internal, eksternal dan interoeksternal..........................................7
Gambar 4 Guideline Hemoroid......................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006). Hemoroid dibedakan menjadi 2
berdasarkan letak pleksus hemoroidalis yang terkena, yaitu hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid bisa ditegakkan melalui anamnesis keluhan klinis dari hemoroid
berdasarkan klasifikasi hemoroid. Keluhan klinis yang tampak pada pasien hemoroid adalah
darah di anus, prolaps di kanalis anal, pruritus, nyeri, serta gatal di sekitar anus. Keadaan ini
tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Menurut data WHO, jumlah penderita hemoroid di dunia pada tahun 2008 mencapai
lebih dari 230 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 350 juta jiwa pada tahun
2030. Angka kejadian hemoroid terjadi di seluruh Negara, dengan presentasi 54% mengalami
gangguan hemoroid. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan di Indonesia pada tahun
2009 diperoleh 355 rata-rata kasus hemoroid dari rumah sakit di 33 provinsi.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan hemoroid yaitu : usia, aktivitas fisik, dan jenis
kelamin. Seseorang yang memiliki aktivitas yang berat akan mempunyai resiko kejadian
hemoroid. Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk
berusia lebih dari 25 tahun. Bertambahnya usia, saluran gastrointestinal akan
mengalami perubahan seperti kanalis anal, jaringan ikatnya menjadi lemah sehingga
hemoroid menonjol ke atas. Prevalensi jenis kelamin yang berisiko mengalami hemoroid
adalah jenis kelamin laki-laki, karena banyak melakukan aktivitas berat dengan beban
bekerja lebih tinggi sehingga menyebabkan mereka mudah terkena hemoroid. Hal ini
dikarenakan aktivitas yang lebih berat akan menyebabkan peregangan muskulus sfingter
ani.

Berdasarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang


Standar Kompetensi Dokter Indonesia, hemoroid merupakan penyakit
dengankompetensi 4A untuk derajat I dan II, sedangkan derajat III dan IV adalah
3A. Hemoroid derajat I dan II merupakan penyakit yang harus tuntas di fasilitas kesehatan
(faskes) primer seperti puskesmas, klinik, dan dokter keluarga. Sedangkan untuk hemoroid
derajat III dan IV dapat dilakukan rujukan ke faskes sekunder (dokter spesialis)
maupun tersier (dokter subspesialis).

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya, yaitu :

1. Apa yang di maksud dengan penyakit hemoroid?


2. Bagaimana epidemiologi penyakit hemoroid?
3. Apa saja faktor resiko penyakit hemoroid?
4. Bagaimana klasifikasi penyakit hemoroid?
5. Bagaimana etiologi penyakit hemoroid?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit hemoroid?
7. Bagaimana mekanisme terjadi nya penyakit hemoroid?
8. Bagaimana prognosis penyakit hemoroid?
9. Apa tanda dan gejala penyakit hemoroid?
10. Bagaimana diagnosis penyakit hemoroid?
11. Bagaimana penjelasan guideline dan evidence based medicine dari penyakit
hemoroid?
12. Bagaimana penatalaksanaan terapi penyakit hemoroid?
13. Bagiamana cara pencegahan penyakit hemoroid?
14. Apa saja penyakit yang berhubungan sehingga menyebabkan komplikasi dengan
hemoroid?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diperoleh beberapa tujuan, yaitu :
1. Mahasiswa mengetahui dan paham definisi penyakit hemoroid
2. Mahasiswa mengetahui dan paham epidemiologi penyakit hemoroid
3. Mahasiswa mengetahui dan paham faktor resiko penyakit hemoroid
4. Mahasiswa mengetahui dan paham klasifikasi penyakit hemoroid
5. Mahasiswa mengetahui dan paham etiologi penyakit hemoroid
6. Mahasiswa mengetahui dan paham patofisiologi penyakit hemoroid
7. Mahasiswa mengetahui dan paham mekanisme terjadi nya penyakit hemoroid
8. Mahasiswa mengetahui dan paham prognosis penyakit hemoroid
9. Mahasiswa mengetahui dan paham tanda dan gejala penyakit hemoroid
10. Mahasiswa mengetahui dan paham diagnosis penyakit hemoroid
11. Mahasiswa mengetahui dan paham penjelasan guideline dan evidence based
medicine dari penyakit hemoroid
12. Mahasiswa mengetahui dan paham penatalaksanaan terapi penyakit hemoroid

2
13. Mahasiswa mengetahui dan paham pencegahan penyakit hemoroid
14. Mahasiswa mengetahui dan paham komplikasi penyakit hemoroid

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hemoroid
Hemoroid berasal dari bahasa yunani yaitu haimorrhois yang artinya
penyebab keluar darah. Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di anus dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid terdiri atas 2 jenis, yaitu
hemoroid eksterna dan hemoroid interna. Hemoroid interna adalah pleksus vena
hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid
interna ini merupakan bantalan vaskular di dalam jaringan submukosa pada
rektum sebelah bawah. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam
jaringan di bawah epitel anus (Sudoyo, 2006).

2.2 Epidemiologi Hemoroid


Prevalensi hemoroid sampai saat ini mencapai sepertiga dari 10 juta
masyarakat di Amerika serikat. Prevalensi kasus hemoroid bervariasi dari 4,4% pada
populasi umum dan 36, 4%pada praktek kesehatan umum. Di Mesir, hemoroid
dianggap penyakit daerah anus sering dengan prevalensi tinggi hampir 50% dari
kunjungan Unit Koloreltal. Prevalensi hemoroid di Indonesia juga tergolong cukup
tinggi.

Menurut data Depkes tahun 2015 pravelensi hemoroid di Indonesia setidaknya


5,7 % dari total populasi atau sekitar 10 juta orang, namun lainnya 1,5 % saja yang
terdiagnosa. Jika data Riskesda (Riset Kesehatan Dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5
juta jiwa penduduk Indonesia mengalami hemoroid. Hasil penelitian di RSCM Jakarta
pada tahun 2010 , mendominasi sebanyak 20% dari pasien kolonoskopi. Kejadian
hemoroid cenderung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang di mana usia
puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-orang yang berumur 50
tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi karena orang usia lanjut
sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan pada pleksus
hemoroidalis karena proses mengejan.

4
2.3 Faktor Resiko Hemoroid

Penyebab dari wasir atau hemoroid sebenarnya masih belum jelas. Namun,
diduga ada kaitan kuat dengan meningkatnya tekanan dalam aliran darah di dalam
atau di sekitar anus. Tekanan inilah yang menyebabkan pembuluh darah pada anus
membengkak dan mengalami peradangan. Di bawah ini adalah beberapa kondisi yang
bisa meningkatkan risiko terkena wasir atau hemoroid:

a)  Sembelit yang berkepanjangan (kronis) akibat kekurangan asupan serat dari


makanan.
b) Diare yang berkepanjangan.
c) Obesitas atau kelebihan berat badan.
d) Melakukan seks anal
e) Riwayat wasir dalam keluarga.
f) Terlalu sering duduk dalam waktu yang lama.
g) Batuk dan muntah-muntah yang berkepanjangan.
h) Sering mengangkat beban berat.
i) Hamil. Kondisi ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah di daerah
panggul. Wasir akibat kehamilan biasanya akan sembuh dengan sendirinya
setelah melahirkan.
j) Bertambahnya usia. Semakin tua usia seseorang, jaringan penopang tubuhnya
semakin lemah. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko terkena wasir.

2.4 Klasifikasi Hemoroid


Wasir atau hemoroid diklasifikasikan menurut derajat keparahannya, yaitu :
1. Hemoroid Internal yang berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa, hemoroid internal ini di klasifikasi kan menjadi 4 derajat, yaitu :

a) Derajat I - pembengkakan kecil, pendarahan tetap yang muncul di dalam


dinding anus dan tidak terlihat di luar anus.
b) Derajat II - pembengkakan lebih besar yang keluar dari anus saat buang air
besar (BAB) dan masuk kembali dengan sendirinya (spontan) seusai BAB.
c) Derajat III - adanya satu atau beberapa benjolan kecil yang menggantung dari
anus, namun bisa didorong untuk masuk kembali dengan cara di bantu.

5
d) Derajat IV - benjolan besar yang menggantung/menetap dari anus dan tidak
bisa didorong kembali.

Gambar 4 Derajat hemoroid internal


2. Hemoroid eksternal, berasal dari bagian dentate line dan dilapisi oleh epitel
mukosa yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri
somatik.
a. Pelebaran pleksus vena hemoroidalis inferior
b. Dibawah garis muko kutan
c. Diliputi epitel anus
d. Drenase krevena sistemik selanjutnya ke vena cava

Gambar 5 Hemoroid internal dan eksternal


3. Hemoroid interoeksternal, adalah hemoroid yang muncul diatas dua varietas hasil
dari variasi pleksus hemoroid internal dan eksternal.

6
Gambar 6 Perbedaan hemoroid internal, eksternal dan interoeksternal

2.5 Etiologi Hemoroid


Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
dari vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah digunakan, termasuk
konstipasi/diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prosfat; fibroma arteri dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi
portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah ke dalam system portal. Selain itu system portal tidak mempunyai
katup sehingga mudah terjadi aliran balik.

2.6 Patofisiologi Hemoroid


Faktor penyebab faktor-faktor hemoroid adalah mengedan saat defekasi,
konstipasi menahun, kehamilan dan obesitas. Keempat hal diatas menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdominal lalu di transmisikan ke derah anorektal dan
elevasi yang tekanna yang berulang-ulang mengakibatkan vena hemoroidalis
mengalami prolaps. Hasil di atas menimbulkan gejala gatal atau priritus anus akibat
iritasi hemoroid dengan feses, perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat dan feses
yang keras menimbulkan perdarahan,dan ada udema dan peradangan akibat infeksi
yang terjadi saat ada luka akibat perdarahan. Proses di atas menimbulkan diagnosa
gangguan intregritas kulit, nyeri, kekurangan volume cairan, dan kelemahan.
Mengedan saat defekasi Konstipasi menahun, Kehamilan dan Obesitas

7
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor
etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada
kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit
hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid,
karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal.
Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi
aliran balik.

Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid


eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk ini
sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri

Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat


diobati dengan “kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid
eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom
akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri
dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah. (Price, 2005)

2.7 Mekanisme terjadinya Hemoroid


Pada pemeriksaan patologi anatomi pasien hemorhoid tampak perbedaan
berupa dilatasi pleksus vena abnormal, proses degenerasi serat kolagen dan jaringan
fibroelastik, thrombosis vaskular, distorsi serta ruptur otot subepitel anal (otot Treitz
atau ligament suspensori mukosa) dan reaksi inflamasi. Beberapa mediator atau enzim
seperti matrix metalloproteinase (MMP) yakni MMP-9 meningkat kadarnya pada
hemoroid. Enzim tersebut berkaitan dengan peningkatan degradasi serat elastin.
Selain itu juga terjadi peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factors
(VEGF) yang berkaitan dengan neovaskularisasi. Studi juga menunjukkan
peningkatan tekanan di dalam anus pada suasana istirahat meningkat pada pendeirta
hemoroid.

Peningkatan tekanan intraabdomen seperti pada kondisi mengejan saat buang


air besar meningkatkan risiko timbul hemoroid. Bantalan anal akan mendapat tekanan.

8
Jika terus berulang dalam jangka waktu lama bantalan anal dapat prolaps. Aliran balik
vena terganggu hingga menimbulkan pelebaran pleksus hemoroidalis.

Perdarahan pada hemoroid dapat timbul akibat trauma oleh feses dengan
konsistensi keras. Perdarahan berwarna merah segar karena sesuai anatominya
bantalan anal kanal kaya akan sinusoid arteriovenosus. Pleksus hemoroidalis kaya
akan kolateral luas arteri hemoroidalis.

2.8 Prognosis Hemoroid


Pada umumnya prognosis hemoroid baik apabila ditangani dengan
tepat. Kebanyakan hemoroid sembuh secara spontan atau hanya dengan terapi
medis konservatif. Namun, komplikasinya dapat berupa trombosis, infeksi
sekunder, ulserasi, abses, dan inkontinensia. Hemoroidektomi pada umumnya
memberikan hasil yang baik. Setelah terapi, penderita harus diberikan edukasi
untuk mencegah tejadinya kekambuhan. Tingkat kekambuhan dengan teknik
non-bedah adalah 10-50% selama periode 5 tahun, sedangkan dengan bedah
hemoroidektomi kurang dari 5% (Thornton, 2019).

Mengenai komplikasi dari operasi, ahli bedah yang terlatih hanya


mengalami komplikasi pada kurang dari 5% kasus. Komplikasi termasuk
stenosis, perdarahan, infeksi, kekambuhan, luka tidak sembuh, dan
pembentukan fistula. Retensi urin berhubungan langsung dengan teknik
anestesi yang digunakan dan cairan perioperatif yang diberikan. Membatasi
cairan dan penggunaan rutin anestesi lokal dapat mengurangi retensi urin
hingga kurang dari 5% (Thornton, 2019).

2.9 Tanda dan Gejala Penyakit Hemoroid


Gejala utama hemoroid adalah pendarahan, rasa sakit, prolaps, pembengkakan,
dan gatal. Gejala tergantung pada klasifikasi dan derajat hemoroid. Apakah itu
eksternal atau internal, dan apakah bersifat kronis atau akut. Dalam beberapa kasus,
mungkin hanya ada satu gejala, tetapi beberapa gejala dapat muncul bersamaan
(Yamana, 2017).

Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan


perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh

9
trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Hal ini dapat
menimbulkan iskemia pada area tersebut dan terjadinya nekrosis (Setiawan et al,
2015).

Umumnya perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat


trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau perdarahan yang
terlihat menetes dan mewarnai air toilet menjadi merah (Setiawan et al, 2015).

Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol


keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada
waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih
lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk
kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi (Sudarsono, 2015).

2.10 Diagnosis Penyakit Hemoroid


Diagnosis hemoroid dapat ditegakkan dengan melakukan:

a. Anamnesis
Hasil anamnesis menurut Setiawan et al (2015), antara lain:
1. Terdapat pendarahan segar pada saat defekasi.
2. Mengeluh nyeri dan gatal-gatal di sekitar anus
3. Terdapat pembengkakan di anus.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan menurut Setiawan et al (2015), antara
lain:
1. Inspeksi prolaps, dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kondiloma
perinatal dan tumor anorektum.
2. Colok dubur, jika prolaps tidak terlihat untuk menyingkirkan diagnosis
banding karsinoma rektum.
3. Meminta pasien mengedan, maka didapatkan hasil hemoroid menonjol keluar
atau hemoroid yang sudah menonjol akan terlihat semakin besar.

10
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Wandari (2011), antara
lain:
1. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid.
2. Pemeriksaan sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi untuk mengevaluasi
pendarahan rektal dan rasa tidak nyaman seperti fisura anal, fistula, kolitis,
polip rectal dan kanker.
d. Diagnosis Banding
e. Menurut Kaidar-Person et al (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala seperti pendarahan rektal, gatal pada anus, rasa
tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Di bawah ini adalah diagnosa
banding untuk gejala-gejala di atas:
1. Nyeri
 Fisura Anal
 Herpes Anal
 Proktitis ulseratif
 Proctalgia fugax
2. Massa
 Karsinoma anal
 Perianal warts
 Skin tags
3. Nyeri dan Massa
 Hematom perianal
 Pilonidal sinus
 Abses
4. Nyeri dan Pendarahan
 Proktitis
 Fisura Anal
5. Nyeri, Massa dan Pendarahan
 Hematom perianal ulseratif
6. Massa dan Pendarahan
 Karsinoma anal

11
7. Pendarahan
 Polips kolorectal
 Karsinoma anal
 Karsinoma kolorectal

2.11 Guideline dan Evidence Based Medicine dari Penyakit Hemoroid


Prinsip umum untuk pencegahan dan pengobatan konservatif pasien HD
termasuk modifikasi pola makan dan peningkatan asupan serat, yang membantu
menghindari mengejan saat buang air besar. Studi oleh Alonso-Coello et al. telah
menunjukkan bahwa konsumsi serat makanan mengurangi manifestasi klinis HD
sebesar 50%. Pada saat yang sama, pada pasien dengan wasir derajat III dan IV yang
mengalami prolaps wasir, asupan serat tidak efektif.

Pemberian agen venoactive pertama kali dijelaskan dalam pengobatan


insufisiensi vena kronis (CVI). Di Rusia, MPFF (Detralex) telah digunakan selama
lebih dari 20 tahun. Sebagai hasil dari mikronisasi obat menjadi partikel kurang dari 2
m dan sinergi aksi komponen aktif diosmin dan hesperidin, penyerapan obat dari
saluran pencernaan dua kali lebih cepat dari bentuk biasa. Oleh karena itu, dalam
praktik klinis, MPFF merupakan salah satu obat phlebotrophic yang paling popular.

Sifat farmakologis MPFF yaitu:

 Pada tingkat mikrosirkulasi dengan efek pada proses inflamasi vena yang
mengarah ke perlindungan endotel dan kaskade inflamasi berkurang dari tahap
awal peradangan vena ke tahap selanjutnya yang melibatkan perubahan kulit
 Pada tonus vena dengan penurunan distensibilitas vena dan peningkatan
elastisitas modulus dan pengosongan vena dengan rasio dosis/efek optimal
yang diperoleh pada dosis harian 1000 mg
 Pada permeabilitas mikrosirkulasi dengan memperkuat resistensi kapiler,
menurunkan permeabilitas kapiler, dan meningkatkan drainase mikrolimfatik

Beberapa peneliti juga melaporkan bahwa MPFF dapat mengurangi


ketidaknyamanan, nyeri, dan tingkat perdarahan sekunder setelah hemoroidektomi
Pengobatan topikal dengan berbagai obat juga diresepkan untuk HD, dan tujuan
utama terapi tersebut adalah untuk mengurangi gejala HD daripada menyembuhkan
penyakit itu sendiri. Secara tradisional, pengobatan topikal meliputi pemberian

12
supositoria dan salep, yang mengandung berbagai bahan aktif, seperti anestesi lokal,
kortikosteroid, antibiotik, dan antiinflamasi.

Berdasarkan temuan penelitian ini, pengobatan konservatif HD dengan agen


phlebotropic MPFF efektif untuk semua tingkat penyakit. Namun, beberapa pasien
dengan HD derajat I-III akan memerlukan pengobatan invasif minimal, dan beberapa
derajat IV akan memerlukan pengobatan invasif. Pada saat yang sama, kombinasi
pengobatan konservatif termasuk MPFF dengan pengobatan bedah menciptakan
kondisi yang menguntungkan untuk periode pasca operasi yang lancar. (Zagriadski et
al, 2018)

Gambar 4. Guideline Hemoroid

2.12 Penatalaksanaan Terapi Hemoroid


Menangani hemoroid tak selamanya dengan melakukan tindakan invasif.
Penatalaksanaan hemoroid pada umumnya dapat meliputi modifikasi gaya hidup,
perbaikan pola makan dan minum serta perbaikan cara defekasi. Diet seperti minum
30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30 g/hari. Perbaikan pola defekasi
dapat dilakukan dengan berubah ke jongkok pada saat defekasi serta penanganan lain
seperti melakukan warm sits baths dengan merendam area rektal pada air hangat
selama 10-15 menit 2-3 kali sehari (Yamana, 2017; Sudarsono, 2015).

13
Menangani hemoroid dengan obat juga dapat dilakukan. Namun, pemilihan
jenis terapi sangat bergantung dari keluhan penderita serta derajat hemoroidnya.
Pasien hemoroid grade I dan II dapat diberikan terapi medikamentosa dan edukasi
tentang modifikasi gaya hidup. Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid menurut
Sudarsono (2015) adalah:

a. Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi, yaitu suplemen serat yang


banyak digunakan antara lain psyllium atau isphagula husk dan obat pencahar
antara lain Natrium dioctyl sulfosuccinat.
b. Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk
suppositoria untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid eksterna.
c. Obat untuk menghentikan perdarahan yaitu diosmin dan hesperidin.
d. Terapi topikal dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif untuk
menghilangkan rasa sakit.

Office Theraphy.

Sebagian besar dilakukan pada pasien dengan hemoroid derajat I dan II yang
gagal dalam perawatan medis serta pasien tertentu dengan hemoroid internal derajat
III dapat diobati secara efektif dengan office-based procedure (Davis, 2018).

Tujuan dari office-based procedure adalah untuk meringankan gejala pasien


dengan mengurangi ukuran atau vaskularisasi jaringan hemoroid dan meningkatkan
fiksasi jaringan hemoroid ke dinding anal untuk meminimalkan prolaps. Semua
prosedur ini relatif ditoleransi dengan baik dan menyebabkan rasa sakit serta
ketidaknyamanan yang minimal. Namun, pasien harus memahami bahwa terdapat
kemungkinan terjadinya kekambuhan dan kemungkinan untuk dilakukan aplikasi
berulang (Davis, 2018).

1. Rubber band ligation.


Teknik ini merupakan perawatan yang paling populer dan efektif, yang telah
terbukti lebih unggul daripada skleroterapi dan infrared photocoagulation
karena memiliki tingkat kekambuhan terendah. Ligasi dari jaringan hemoroid
akan menyebabkan iskemia dan nekrosis pada mukosa yang prolaps diikuti
dengan terjadinya fiksasi jaringan parut pada dinding rektum. Teknik cepat ini
ditoleransi dengan baik pada pasien, karena ligatur dilakukan jauh di atas linea
dentate, di mana sensitivitas somatik tidak ada. Metode ini telah terbukti

14
menjadi pengobatan non bedah yang paling efektif untuk hemoroid
(Davis,2018).
2. Skleroterapi.
Teknik ini digunakan untuk pasien dengan gejala utama pendarahan dan dapat
menyebabkan hemoroid menyusut dan menghilang dalam waktu singkat.
Metode ini menggunakan zat sklerosan yang diinjeksikan pada submukosa
tepat di atas pangkal hemoroid. Setelah itu, sklerosan menyebabkan ulserasi
mukosa atau nekrosis dan merangsang pembentukan jaringan parut. Sklerosan
yang paling umum digunakan adalah 5% phenol in almond or vegetable oil or
sodium tetradecyl sulfate (Chugh, 2014; Davis, 2018).
3. Infrared photocoagulation/ Infrared thermocoagulation.
IRC melibatkan aplikasi langsung dari gelombang infra merah. Sinar infra
merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan
jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi dan sklerosis jaringan
hemoroid (Chugh, 2014).

Surgical Theraphy.

Untuk pasien dengan gejala hemoroid eksternal atau gabungan hemoroid


eksternal dan internal derajat III – IV (Davis, 2018).
1. Surgical Excision
Teknik yang paling banyak dipraktikkan dan dianggap sangat efektif untuk
pasien jika tindakan konservatif dan office-based psocedure gagal,
hemoroid derajat III atau IV, hemoroid yang mengalami komplikasi seperti
ulserasi, fistula, fissura, atau yang dikaitkan dengan symptomatic external
hemorrhoids atau anal tags yang besar (Chugh, 2014).
Meskipun ada banyak variasi teknik, terdapat dua teknik operasi yang
penting, antara lain; hemoroidektomi terbuka (Open Milligan-Morgan
Hemorrhoidectomy) dan hemoroidektomi tertutup (Closed Ferguson
Hemorrhoidectomy). Untuk teknik eksisi terbuka, elemen eksternal
hemoroid yang tertutup kulit dikeluarkan bersama dengan elemen mukosa
dengan ligasi pada pedikel hemoroid. Ferguson hemoroidektomi juga
menghilangkan jaringan hemoroid vaskular tetapi mempertahankan

15
anoderm, secara teoritis membatasi keluarnya cairan pasca operasi dan
mempercepat proses penyembuhan (Brown, 2017).
Dalam metaanalisis dari 11 studi yang membandingkan hemoroidektomi
terbuka versus tertutup (1326 pasien). Pendekatan tertutup dikaitkan
dengan penurunan nyeri pasca operasi, penyembuhan luka yang lebih
cepat, dan risiko perdarahan pascaoperasi yang lebih rendah. Komplikasi
pasca operasi, rekurensi hemoroid, dan komplikasi infeksi serupa. Dalam
meta-analisis dari 5 studi dengan 318 pasien, penggunaan perangkat energi
bipolar ditemukan lebih cepat dan lebih sedikit menyebabkan rasa sakit
pasca operasi bila dibandingkan dengan hemoroidektomi tertutup dengan
tingkat komplikasi pasca operasi yang sebanding (Davis, 2018).
2. PPH (Stapled Hemorrhoidopexy).
Teknik Circular Stapler Hemorrhoidopexy atau dikenal dengan Procedure
for Prolapse and Haemorrhoids baru diperkenalkan oleh Longo A pada
tahun 1998. Teknik ini menggunakan alat circular stapling yang
menghilangkan mukosa dan submukosa sekitar 2-3 cm tepat di atas linea
dentatae. Dengan melakukan hal ini, prosedur ini tidak hanya mengganggu
suplai darah ke pleksus, mengurangi pembengkakan, tetapi juga menarik
mukosa yang berlebih ke dalam kanalis anal sehingga mengurangi prolaps.
Karena tidak adasayatan
3. Doppler-guided Hemorrhoidal Artery Ligation
Prosedur ini pertama kali dijelaskan oleh Morinaga et al pada tahun 1995,
teknik ini menggunakan proktoskop yang dimodifikasi dengan
menggabungkan Doppler probe. Perangkat ini memungkinkan deteksi
yang akurat dari arteri hemoroid yang kemudian diikat. Pengikatan
tersebut ditargetkan akan mengurangi pembengkakan hemoroid.
Sementara, pada saat yang sama dilakukan fiksasi bantal untuk
mengurangi potensi prolaps. Karena tidak ada luka bedah dan jahitan
dilakukan di atas linea dentate, rasa sakit secara teoritis berkurang dan
pemulihan akan lebih cepat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
teknik ini memberikan hasil baik. Namun, teknik ini membutuhkan lebih
banyak biaya (Chugh, 2014; Brown, 2017; Davis, 2018).

16
2.13 Cara Pencegahan Penyakit Hemoroid
Edukasi yang dapat diberikan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
hemoroid menurut Setiawan et al (2015) antara lain:

(1) Konsumsi makanan tinggi serat seperti sayur-sayuran, buah- buahan dan kacang-
kacangan untuk membuat feses menjadi lunak sehingga mengurangi proses
mengedan. Bila perlu diberikan suplemen serat atau obat yang memperlunak feses
(bulk forming cathartic)
(2) Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar
(3) Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak kekurangan cairan.
(4) Melakukan kegiatan olahraga rutin (seperti joging, berenang,
(5) Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras
(6) Jangan duduk terlalu lama.

2.14 Komplikasi Hemorroid


Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan
strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005). Komplikasi hemoroid antara lain :

(1) Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan dan takut
berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat luka di anus.
(2) Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak normal) dari
selaput lendir usus/anus.
(3) Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
(4) Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga
tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan besar.
Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk. (Dermawan, 2010)

17
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus dari
pleksus hemoroidalis. Hemoroid terdiri atas 2 jenis, yaitu hemoroid eksterna dan hemoroid
interna. salah satu faktor risiko wasir adalah sembelit dan mengejan yang berkepanjangan.
Beberapa factor etiologi telah digunakan, termasuk konstipasi/diare, sering mengejan,
kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prosfat; fibroma arteri dan tumor rectum.

Hasil di atas menimbulkan gejala gatal atau priritus anus akibat iritasi hemoroid
dengan feses, perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat dan feses yang keras
menimbulkan perdarahan,dan ada udema dan peradangan akibat infeksi yang terjadi saat
ada luka akibat perdarahan.

Diagnosa Hemorroid dapat dilakukan dengan amnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan penunjang dan diagnosis banding

Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid menurut Sudarsono (2015) adalah:

a. Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi, yaitu suplemen serat yang banyak
digunakan antara lain psyllium atau isphagula husk dan obat pencahar antara lain
Natrium dioctyl sulfosuccinat.
b. Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk suppositoria
untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid eksterna.
c. Obat untuk menghentikan perdarahan yaitu diosmin dan hesperidin.
d. Terapi topikal dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif untuk menghilangkan
rasa sakit.

Pencegahan penyakit hemoroid dapat dilakukan dengan konsumsi makanan tinggi


serat seperti sayur-sayuran, buah- buahan dan kacang-kacangan untuk membuat feses
menjadi lunak sehingga mengurangi proses mengedan, hindari mengedan terlalu kuat saat
buang air besar, minum air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak kekurangan

19
cairan, melakukan kegiatan olahraga rutin, jangan menunda-nunda jika ingin buang air
besar sebelum feses menjadi keras, jangan duduk terlalu lama.

Komplikasi dari penyakit hemoroid yaitu Luka pada anus, pendarahan yang dapat
menyebabkan anemia, Infeksi serta jepitan.

3.2 Saran
Kami merasa dalam penyajian makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan yang nantinya berguna
untuk memperbaiki hasil makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua.

20
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat, Win de Jong. Hemoroid, Dalam : Buku Ajaran Ilmu Bedah, Ed.2.jakarta. EGC,
2004.
Zagriadski, E. A.,Bogomazov, A. M., Golovko, E. B. 2018. Conservative Treatment of
Hemorrhoids: Results of an Observational Multicenter Study. 35:1979-1992
Sunarto. (2016). Analisis Faktor Aktifitas Fisik Resiko Terjadi Hemoroid Di Klinik Etika. Jurnal
Keperawatan Global , 95.

21

Anda mungkin juga menyukai