OLEH:
APOTEKER ANGKATAN 38
SUCI INDRIANI 19344059
ASEP TAUFIK HIDAYAT 19340098
MUHAMMAD ICHAF A 19340118
YUNI WAHYUNITA 19340145
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya kepada kita sehingga
kegiatan dan penyusunan laporan praktik kerja profesi apoteker dilembaga industri Farmasi obat
tradisional PT.Suryaprana Nutrisindo dapat berjalan dengan baik dan lancar. Penulis menyadari
bahwa pelaksanaan praktek kerja lapangan sampai penyusunan laporan ini dapat berjalan dengan
lancar berkat kerjasama, bantuan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dr. Refdanita M. Si., Apt selaku Dekan Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains Dan
Teknologi Nasional
2. Jenny Pontoan, M.Farm.,Apt. selaku Kaprodi Apoteker Fakultas FarmasiInstitut Sains
Dan Teknologi Nasional
3. Ana Yulyana, M.Farm., Apt. selaku Pembimbing ISTN
4. Hendra Widihari, S. Farm., Apt selaku pembimbing dan kepala plant operational manager
PT.Suryaprana Nutrisindo
5. Untuk seluruh divisi dan karyawan di PT.Suryaprana Nutrisindo.
6. Orangtua dan saudara atas dukungan dan do’a yang telah diberikan kepada kami.
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dengan
segala kerendahan hati, semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi Almamater dan
mahasiswa Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains & Teknologi Nasional.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN UMUM 3
A. Industri Farmasi 3
1. Pengertian Industri Farmasi 3
2. Fungsi Industri Farmasi 4
3. Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi 4
4. Izin Usaha Industri Farmasi 4
5. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi 5
B. Industri Obat Tradisional 6
C. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik 8
1. Manajemen Mutu 8
2. Personalia 8
3. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan 9
4. Sanitasi dan Higiene 9
5. Dokumentasi 10
6. Produksi 10
7. Pengawasan Mutu 10
8. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 11
9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
11
iv
10. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian 12
v
11. Inspeksi Diri 12
D. Pengolahan Limbah 13
1. Limbah Padat 13
2. Limbah Cair 14
3. Limbah Gas 15
E. Sistem Pengolahan Air 16
F. Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning
(HVAC) 18
BAB III TINJAUAN KHUSUS 20
A. Profil PT. Suryaprana Nutrisindo 20
1. Sejarah PT. Suryaprana Nutrisindo 20
2. Produk PT . Suryaprana Nutrisindo 20
3. Visi dan Misi 24
4. Lokasi Dan Sarana 24
B. Struktur Organisasi 25
1. PPIC (Production Planning and Inventory Control) 25
2. Quality Assurance (QA) 28
3. Produksi 35
4. Quality Control (QC) 38
5. NPD (New Product Development) 42
BAB IV PEMBAHASAN 43
A. Manajemen Mutu 43
B. Personalia 44
C. Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan 44
D. Sanitasi dan Higiene 46
E. Dokumentasi 47
F. Produksi 48
G. Pengawasan Mutu 50
H. Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak 51
I. Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Tradisional Yang Baik 52
J. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan
Produk Kembalian 52
vi
K. Inspeksi Diri 53
BAB V PENUTUP 55
A. Kesimpulan 55
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN 57
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Suryaprana Nutrisindo 57
Lampiran 2. Denah Lantai 1 PT. Suryaprana Nutrisindo 58
Lampiran 3. Denah Lantai 2 PT. Suryaprana Nutrisindo 59
Lampiran 4. Denah Lantai 3 PT. Suryaprana Nutrisindo 60
Lampiran 5. Denah Lantai 4 PT. Suryaprana Nutrisindo 61
Lampiran 6. Denah Lantai 5 PT. Suryaprana Nutrisindo 62
Lampiran 7. Denah Lantai 6 PT. Suryaprana Nutrisindo 63
Lampiran 8. Air Handling Unit 1 (AHU) 64
Lampiran 9. Air Handling Unit 2 (AHU) 65
Lampiran 10. Air Handling Unit 3 (AHU)66
Lampiran 11. Air Handling Unit 5 (AHU)67
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, pasal 5 menjelaskan bahwa Pekerjaan Kefarmasian meliputi
pengadaan Sediaan Farmasi, Produksi Sediaan Farmasi, Distribusi/Penyaluran
Sediaan Farmasi dan Pelayanan Sediaan Farmasi. Produksi Sediaan Farmasi
adalah Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan di industri farmasi sebagai salah
satu sarana kesehatan dalam pembuatan obat, pengendalian mutu, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat. Fasilitas Produksi Sediaan
Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri
obat tradisional, dan pabrik kosmetika.
Peranan industri farmasi dan Industri Obat Tradisional/Suplemen sebagai
produsen obat sangat berguna berguna bagi tercapainya suatu kata “mutu”.
Mutu harus dicapai, dipertahankan dan ditingkatkan. Pemerintah Indonesia
melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia berusaha membuat suatu
standar bagi Industri Farmasi dan Obat Tradisional melalui Cara Pembuatan
Obat Yang Baik (CPOB) DAN Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB), guna menjamin mutu obat yang dihasilkan Industri Farmasi
memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin mutu produk
ialah keseluruhan proses mulai dari awal proses produksi hingga produk berada
di pasaran. Oleh karena itu industri farmasi dan industri obat
tradisional/suplemen wajib memenuhi suatu standar sesuai pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) untuk industri farmasi dan Cara
Pembuatan Obat Tradusional Yang Baik (CPOTB), Industri Obat
Tradisional/suplemen yang telah dirancang oleh pemerintah. Dengan menjaga
mutu berarti industri farmasi dan Obat Tradisional/Suplemen telah menerapkan
ikut serta dalam menjaga kesehatan masyarakat.
1
2
B. Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam bidang Industri Farmasi.
2. Mengetahui pelaksanaan kegiatan di Industri Farmasi PT.Suryaprana
Nutrisindo.
3. Memahami dan menguasai aspek-aspek CPOTB yang ada di Industri
Farmasi sehingga mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara nyata
ke dunia kerja di Industri Farmasi.
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Industri Farmasi
1. Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1799/Menkes/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat. Industri Farmasi meliputi industri obat jadi dan industri
bahan baku obat. Sebelum mendapatkan izin usaha industri
farmasi,pemohon sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip.
Suatu industri farmasi wajib mempunyai izin usaha industri farmasi sebelum
memulai proses produksinya. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada
pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB.
Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk
melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan
pemasangan instalasi peralatan.Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama
jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk paling lama 1
(satu) tahun. Perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi
kemajuan pembangunan proyeknya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan
tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan
kepala dinas kesehatan provinsi.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah
memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu:
a. Membuat jumlah laporan dan nilai praoduksinya sekali dalam 6 (enam)
bulan.Sedangkan untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam
setahun.
b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
a. yang berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah
a. pencemaran lingkungan.
3
4
tradisional yang benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional bertanggung
jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab tiap personil
hendaklah dipahami masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOTB dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya.
3. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan
Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pembuatan obat tradisional
hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran
silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat tradisional. Karena berpotensi untuk terdegradasi dan terserang
hama serta sensitivitasnya terhadap kontaminasi mikroba maka produksi
dan terutama penyimpanan bahan yang berasal dari tanaman dan binatang
memerlukan perhatian khusus. Bangunan dan fasilitas serta semua peralatan
kritis hendaklah dikualifikasi untuk menjamin reproduksibiltas dari bets ke
bets.
4. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan higiene
meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi
serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Untuk menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi kontaminasi,
diperlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi. Bangunan dan
10
dalam hal terjadi penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Hal-hal yang mengenai personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk jadi,
penanganan keluhan dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri hendaklah
diinspeksi secara berkala mengikuti program yang telah disusun sebelumnya
untuk memverifikasi pemenuhan terhadap prinsip pemastian mutu. Semua
inspeksi diri hendaklah dicatat, laporan hendaklah mencantumkan semua
obsevasi selama inspeksi dan usul untuk tindakan korektif yang diperlukan,
laporan tindak lanjut hendaklah dicatat juga.
D. Pengolahan Limbah
Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan
daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaaan
bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki
bak kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal agar mudah dibersihkan.
Sumber pencemaran limbah farmasi antara lain:
1. Limbah Padat
Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau serbuk obat
dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak, obat kadaluarsa,
obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas, botol, dan
aluminium foil. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak limbah padat
SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat kebauan
lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak ada limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi. Upaya pengelolaan limbah
padat:
a. Sampah domestik dibuatkan tempat sampah.
b. Sisa-sisa kertas, karton, plastik dan aluminium foil dikumpulkan
kemudian dijual ke pengumpul sampah (perusahaan daur ulang sampah)
c. Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di insinerator.
14
2. Limbah Cair
Sumber pencemaran limbah cair berasal dari bekas cucian peralatan
produksi, laboratorium, kamar mandi/WC, bekas reagensia di laboratorium
dan lain-lain. Pemantauan kualitas badan air permukaan inlet dan outlet
saluran limbah selalau dilakukan, yang meliputi COD, BOD, PH, TSS, N
total serta parameter lain termasuk indikator biologis, mikrobiologi dan
kualitas bahan sungai sebelum dan sesudah outlet IPAL. Upaya pengelolaan
limbah cair :
a. Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah
1) Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum.
2) Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke septic tank.
3) Saluran dari tempat pencucian alat-alat/sisa produksi dan
laboratorium dialirkan IPAL.
b. Membuat Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL)
Metode pengolahan limbah cair meliputi beberapa cara:
1) Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai, danau, rawa
atau laut agar mengalami pengenceran dan konsentrasi polutannya
menjadi rendah atau hilang. Cara ini dapat mencemari lingkungan bila
limbah tersebut mengandung bakteri patogen, larva, telur cacing atau
bibit penyakit yang lain. Cara ini boleh dilakukan dengan syarat
bahwa air sungai, waduk atau rawa tersebut tidak dimanfaatkan untuk
keperluan lain, volume airnya banyak sehingga pengenceran bisa 30-
40 kalinya, air tersebut harus mengalir.
2) Sumur resapan, yaitu sumur yang digunakan untuk tempat
penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan dari
sistem lain. Air tinggal mengalami peresapan kedalam tanah, dan
sumur dibuat pada tanah porous, diameter 1-2,5m dan kedalaman
2,5m. Sumur ini bisa dimanfaatkan 6-10 tahun.
3) Septic tank, merupakan metode terbaik untuk mengelola air limbah
walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan tanah yang luas.
Septic tank memiliki 4 bagian ruang untuk tahap-tahap pengolahan,
yaitu:
15
a) Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari dan akan
mengalami proses pembusukan sehingga menghasilkan gas, cairan
dan lumpur (sludge)
b) Ruang lumpur, merupakan ruang tempat penampungan hasil proses
pembusukan yang berupa lumpur. Bila penuh lumpur dapat
dipompa keluar.
c) Dosing chamber, didalamnya terdapat siphon Mc Donald yang
berfungsi sebagai pengatur kecepatan air yang akan dialirkan
kebidang resapan agar merata
d) Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar dari dosing
chamber serta menyaring bakteri pathogen maupun
mikroorganisme yang lain. Panjang minimal resapan ini adalah 10
meter dibuat pada tanah porous.
c. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan β laktam ; sebelum
dicampur dengan limbah non β laktam, harus ditambahkan NaOH untuk
memecah cincin β lactam kemudian dinetralkan dengan penambahan
H2SO4.
3. Limbah Gas
Sumber pencemaran limbah gas/udara berasal dari debu selama
proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap, proses film
coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generator listrik dan
incinerator. Adapun yang menjadi tolak ukurdampak limbah gas adalah
SKMenLHNo.13/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber tidak
bergerak. Pemantauan kualitas udara didalam dan diluar lingkungan
industri, meliputi H2S, NH3, SO2,CO, NO, TPS (debu), dan Pb. Upaya
pengelolaan limbah gas:
a. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap ±6m2
yang dilengkapi dengan absorbent.
b. Solvent diruang coating digunakan dustcollector (wetsystem).
c. Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust
collector unit.
d. Asap dari genset dan insenerator dibuat cerobong asap ± 6.
16
HVAC maka udara tidak memenuhi persyaratan CPOTB, dan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang. Ada pula beberapa tujuan penggunaan HVAC,
yaitu:
1. Untuk melindungi produk dari pengaruh kotoran-kotoran diudara
2. Untuk melindungi personil dan membuat nyaman pekerja
3. Untuk melindungi lingkungan, baik lingkungan dalam maupun lingkungan
luar.
Terdapat dua system tata udara, yaitu ssstem tata udara full fresh air
100% dan sistem tata udara resirkulasi. Sistem udara full fresh air 100%
dengan aliran udara yang digunakan yang bersifat turbulen. Sistem udara full
fresh air ini menyaring udara yang masuk 100% dan akan dikeluarkan lagi
sebanyak 100%, sehingga beban filter dalam bekerja akan lebih besar.
Sedangkan sistem tata udara resirkulasi adalah suatu system tata udara dimana
udara yang masuk 100% dikeluarkan hanya sebagian, dan sisanya disimpan
disistem sehingga beban filter tidak berat. Adapula beberapa komponen
HVAC, yaitu:
1. Fan : Digunakanuntukmengetahui volume udara yang disuplai
2. Filter : Menyaring udara yang dikeluarkan oleh blower
3. Ducting : Berfungsi menyalurkan udara dari blower kedalam
ruangan
4. Dumper : Mengatur besarnya tekanan udara yang akan masuk
kedalam ruangan
5. Difuser : Digunakan untuk mensuplai udara dan untuk menerima
udarakembali
6. Heating : Digunakan untuk mengatur udara yang masuk kedalam
ruangan.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
20
21
Out) dan secara umum line jenis produk yang dikemas adalah sebagai
berikut :
1. Gedung lantai 5 yang merupakan 1 line pengemasan primer yaitu
Rinsing, Filling, Capping Botol kapsul, tablet, kapsul lunak.
2. Gedung lantai 5 yang merupakan 1 line pengemasan primer Blistering
kapsul, tablet, kapsul lunak.
3. Gedung lantai 4 yang merupakan 1 line pengemasan primer Sachet
powder.
4. Gedung lantai 3 yang merupakan 2 line pengemasan sekunder.
1) Bangunan
Di PT.Suryaprana Nutrisindo terdiri 6 lantai, masing-masing
lantai terdiri atas :
a) Lantai 1 Area Parkir, Ruang Timbang, Lift Barang
b) Lantai 2 Gudang Produk Jadi
c) Lantai 3 Gudang Bahan Pengemas Primer, Ruang Pengemasan
Sekunder, Ruang Reject Bahan Pengemas Primer
d) Lantai 4 Gudang Bahan Pengemas Primer Sachet, Ruang Pengawas
Cctv, Ruang Water Treatment, Ruang Timbang, Ruang Produksi
(Ruang stock sachet, Ruang Ipc, Ruang Cuci Simpan Alat)
e) Lantai 5 Gudang Produk Ruahan,( Ruang Timbang, Ruang Ipc,
Ruang Cuci Simpan Alat, Ruang Spv, Ruang Produksi Pengemasan
Primer ((Ruang Unscramble, Ruang Filling (Kapsul/Tablet), Ruang
25
B. Struktur Organisasi
Di PT.Suryaprana Nutrisindo memiliki struktur organisasi dimana untuk
divisi Plant dikepalai oleh seorang Plant Operation Manager.
1. Departemen Engineering dikepalai oleh seorang Engineering Head,
Engineering Head membawahi 2 Supervisor dan bagian umum, yang
pertama bagian Mechanical Supervaisor yang membawahi Technician, yang
keadua bagian Electricity Supervisor yang membawahi Teknisi.
3 tahun sekali jika tidak ada perubahan suku cadang, modifikasi dan
pemindahan alat, jika ada perubahan modifikasi, suku cadang dan
pemindahan tempat dilakukan kualifikasi saat itu juga. Mesin dan
peralatan yang di kualifikasi di PT.Suryaprana Nutrisindo mesin
Unscrambler, Countting, Labelling, Codding, Blister,Vakum Tester,
Sachet 1 dan sachet 2, HPLC, AAS, Spektrofotometer UV-VIS, GC,
Inkubator, Autoklaf, dan untuk Sarana Penunjang yang dikualifikasi
AHU, HVAC, Sistem Pengolahan Air (SPA), LAF. Tahapan
kualifikasi harus sesuai dengan prosedur yang ada, dan sesuai dengan
permintaan perusahaan, bertujuan agar setiap proses dan peralatan
dapat tervalidasi dan terkualifikasi sesuai persyaratan CPOTB.
3. Produksi
PT.Suryaprana Nutrisindo merupakan industri obat tradisional dan
suplemen yang melakukan pengemasan primer dan sekunder dengan
label Nutrimax, sedangkan produk ruahan diproduksi oleh Bactolac (Toll
out) dan dikirim dari USA. Departemen ini dipimpin oleh production
head yang dibantu oleh production spv dan packaging section head yang
membawahi production operator. Proses produksi dilaksanakan dengan
mengikuti Standard Operating Procedure (SOP) dan sesuai protap untuk
menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Sebelum dilakukan produksi, dibuat perencanaan produksi baik bulanan
dan mingguan dimana penerbitan SPK (Surat Perintah Kerja) adalah dari
PPIC untuk produksi.
Area produksi termasuk dalam grey area dengan tipe ruang bersih
clean coridor. Clean coridor adalah tekanan udara koridor tinggi ruang
produksi rendah bertujuan agar udara bersih di koridor masuk ke ruang
produksi sebagai pencegahan terhadap kontaminasi silang. Untuk
memasuki ruang produksi, tata cara adalah sebagai berikut :
a. Personel mencuci tangan di janitor sesuai dengan protap mencuci
tangan
b. Personel memasuki ruang ganti (grey area), kemudian melepaskan
perhiasan dan mengganti pakaian rumah dengan pakaian khusus di
36
A. Manajemen Mutu
Untuk menjamin proses produksi yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi syarat izin edar, dan bermutu dan tidak
menimbulkan risiko berbahaya dalam penggunaannya maka diperlukan suatu
sistem, yaitu manajemen mutu Konsep dasar pengawasan mutu, CPOTB, dan
pemastian mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Kegiatan
manajemen mutu di PT. Suryaprana Nutrisindo sudah memenuhi CPOTB.
Pengelolaan manajemen mutu di PT.Suryaprana Nutrisindo dilaksanakan oleh
bagian Quality Excellent (QE) yaitu Quality Assurance (QA) dan Quality
Control (QC). Ruang lingkup QA adalah pemastian mutu, sedangkan QC
merupakan pengawasan mutu. Pemastian mutu adalah totalitas semua
pengaturan yang bertujuan memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu bertugas untuk
mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) hingga ke
produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Pemastian mutu yang dilaksanakan
bertujuan untuk menghindari atau meminimalisasi resiko terhadap produk.
43
44
B. Personalia
Personil yang terlibat dalam industri harus memenuhi persyaratan, baik
secara kuantitas maupun kualitas. CPOTB mensyaratkan jumlah personil yang
memadai dan terkualifikasi untuk melaksanakan semua tugas. Setiap personil
harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara professional. Sikap dan kesadaran tinggi setiap
personil juga diperlukan dalam mewujudkan pelaksanaan CPOTB. PT.
Suryaprana Nutrisindo memiliki personil yang terlatih secara teknis untuk
melaksanakan kegiatan produksi, pengawasan dan pemastian mutu. Kegiatan
dilakukan mengikuti prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan secara
efektif dan efisien. Departemen produksi, QA, dan QC dipimpin oleh apoteker
yang bersifat independen. Apoteker-apoteker ini diberi wewenang penuh dan
sarana yang cukup untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Peningkatan kesadaran dan pemahaman karyawan terhadap CPOTB di PT.
Suryaprana Nutrisindo dilakukan melalui program pelatihan berkala yang
diadakan oleh departemen pemastian mutu (QA). Hasil dari pelatihan dan
training dibuktikan dengan adanya Pasport training sebagai bentuk penilaian
dari personil. PT. Suryaprana Nutrisindo juga menetapkan nilai standar
minimal untuk para personil.
lingkungan. Pengolahan limbah pabrik ini diserahkan pada pihak ketiga yaitu
PPLI. PT. Suryaprana Nutrisindo belum memiliki bangunan dengan ukuran,
rancang bangun, konstruksi, dan tata letak yang secara umum telah memenuhi
persyaratan CPOTB. Hal ini menjadi perhatian lebih demi menunjang
pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan yang optimal. Rancang
bangun dan tata letak ruang produksi PT. Suryaprana Nutrisindo dibagi
menjadi beberapa tempat sehingga kegiatan produksi dapat berlangsung tanpa
harus berhubungan dengan daerah luar. Ruang ganti pakaian berhubungan
langsung dengan area produksi dan dipisahkan oleh pintu dan ruang antara
Pergerakan barang dan manusia diatur dalam lalu lintas yang berbeda untuk
mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. Khusus perpindahan
antara grey area dengan black area terdapat air lock. Setiap ruang produksi
memiliki koridor sebagai lalu lintas umum karyawan atau bahan. Desain pada
permukaan lantai, dinding, langit-langit, dan pintu dibuat sedemikian rupa agar
kedap air, tidak terdapat sambungan, dan mudah untuk dibersihkan. Permukaan
lantai ruang produksi menggunakan beton yang dilapisi epoksi, sudut-sudut
ruangan dibuat melengkung, sambungan dilapisi oleh silicon rubber, dinding
dan langit-langitnya dilapisi cat minyak. Penutup fitting lampu, titik ventilasi,
dan instalasi lainnya dibuat rata dengan langit-langit sehingga meminimalkan
adanya celah yang dapat menahan debu. Sarana-sarana penunjang produksi,
and Air Conditioning (HVAC), pipa saluran air, Air Handling Unit (AHU),
kabel listrik diletakkan di ruangan khusus di antara setiap lantai tiga dan lantai
lima di ruangan produksi. Beberapa ruangan juga dilengkapi dengan
pengumpul debu (dust collector) untuk mengendalikan jumlah partikel sesuai
dengan kelas ruangan masing-masing. Bangunan pada PT. Suryaprana
Nutrisindo, menerapkan sistem line (jalur produksi). Satu line mencakup
semua tahap pengemasan produk mulai dari unsclamber sampai perlabelan
sehingga kontaminasi silang dapat dihindari. Ruang produksi di PT.
Suryaprana Nutrisindo. diklasifikasikan sesuai dengan CPOTB, yaitu kelas
grey (untuk pengemasan primer), kelas black (untuk labelling), dan kelas black
terkontrol (untuk pengemasan sekunder). Sebagai penghubung antara kelas
ruangan yang satu dengan yang lain disediakan ruang antara atau ruang buffer
46
dan loker karyawan. Setiap kelas ruangan memiliki persyaratan jumlah partikel
dan jumlah mikroba tertentu, serta tekanan udara yang berbeda untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pengaturan perbedaan tekanan udara
ini dilakukan dengan membedakan volume udara yang dimasukkan ke dalam
ruangan oleh AHU. Grey area memiliki tekanan udara lebih rendah
dibandingkan koridor. Black area ditandai dengan lantai yang dicat epoksi
berwarna kuning muda dan dinding yang dicat berwarna hijau. Area ini
meliputi koridor antar ruangan dan tiap lantai, ruang penanggung jawab line
produksi, ruang pengemasan sekunder, dan ruang ganti pakaian untuk menuju
grey area. Grey area memiliki lantai berwarna hijau dan dinding berwarna hijau
muda. Area ini meliputi daerah-daerah yang berhubungan langsung dengan
proses pengemasan, seperti ruang timbang, koridor penghubung ruang timbang
dengan ruang proses pengemasan primer. Pada area ini dilengkapi pula
penyaring HEPA yang dapat menyaring udara yang masuk ke dalam ruangan
sehingga dapat membatasi jumlah dan ukuran partikel, serta jumlah bakteri
yang ada di ruangan tersebut. Gudang bahan baku, bahan kemas, produk
ruahan dan bahan-bahan mudah terbakar disimpan di satu ruangan dilantai
empat. Penyimpanan barang yang baru datang, karantina, atau barang ditolak
diletakkan di lantai 2 ruangan PPIC. Selain itu, juga terdapat sarana gudang
dengan kondisi khusus, yaitu suhu dan kelembaban ruangan yang terkendali.
E. Dokumentasi
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa
tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci
sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Tujuan utama
sistem dokumentasi yang digunakan haruslah untuk menentukan,
mengendalikan, memantau dan mencatat seluruh kegiatan yang secara
langsung atau tidak langsung berdampak terhadap semua aspek mutu obat.
Jenis dokumentasi yang digunakan untuk pengelolaan dan pencatatan
48
F. Produksi
Departemen Produksi bertanggungjawab untuk memproduksi produk
sesuai dengan target dan JPB (Jadwal Produksi Bulanan) yang ditetapkan
bersama dengan Departemen PPIC. Proses produksi dilaksanakan berdasarkan
Prosedur Pengolahan Induk (PPI) disusun oleh R&D dan Process Development
dan dikeluarkan oleh Departemen PPIC. Formula dan proses digunakan telah
tervalidasi melalui beberapa tahap, seperti percobaan pada laboratorium dan
produksi, pravalidasi, dan validasi.
Penggunaan PPI bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk
senantiasa dibuat melalui proses yang tetap dan tervalidasi sehingga kualitas
produk selalu terjaga. Selain penggunaan PPI juga ditujukan untuk
memudahkan penelusuran pada proses produksinya jika ditemukan masalah
pada suatu produk. Semua proses produksi dikerjakan sesuai dengan PPI dan
bila ada perubahan dalam proses dilapor dalam Deviation Report (DR) didalam
Catatan Produksi Bets (CPB). Untuk produk yang telah rilis, pengolahan ulang
produk dilakukan melalui pengajuan Formulir Usulan Pengolahan Ulang
(FUPU) dengan persetujuan dari QA.
Pencegahan terjadinya pencemaran silang dan pencampuran diupayakan
melalui pembagian proses produksi dalam line produksi. Dikerjakan dalam
ruang yang terpisah sesuai dengan tahapan proses dan terdapat ruang
penyangga diantara kelas yang berbeda. Setiap line produksi mempunyai ruang
timbang yang terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pencemaran
diruang timbang. Setiap line juga dilengkapi dengan AHU, pengumpul debu,
dan pengaturan tekanan dalam upaya pencegahan pencemaran, baik kimia
maupun mikroba. Selain itu, terdapat persyaratan penggunaan pakaian yang
berbeda-beda pada tiap kelas.
49
G. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu yang terdapat di PT. PT Suryaprana Nutrisindo
dikepalai oleh seorang Head of Quality dengan membawahi QC Sec. Head,
analis, dan staff IPQC. Pengawasan mutu bertujuan untuk memastikan bahwa
tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOTB pula,
bagian ini sebaiknya independen dan terpisah dari produksi. Tugas utama
bagian pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan ruahan,
bahan awal yang akan di toll out dan bahan kemas. sejak masuk ke gudang
hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan di bagian
Pengawasan Mutu meliputi pemeriksaan bahan awal yang akan di toll out
produk ruahan, produk jadi, dan bahan kemas. Pemeriksaan yang dilakukan
berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi.
Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku
dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah disusun oleh QC.
Selain itu, bagian Pengawasan Mutu juga melakukan pemeriksaan bahan
kemas dan wadah menggunakan metode analisis tertentu yang ditetapkan.
Kalibrasi peralatan dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk
menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan
hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu
dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut
tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan
kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya.
Dengan adanya label tersebut, dapat dicegah penggunaan alat yang tidak
51
K. Inspeksi Diri
PT. Suryaprana telah melaksanakan program inspeksi diri melalui
Departemen Pemastian Mutu. Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi
apakah semua aspek produksi dan pengendalian muti lain telah memenuhi
ketentuan CPOTB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang dilakukan. Inspeksi tersebut mencakup kesesuaian dengan
sistem atau regulasi yang berlaku dan penilaian aspek produksi melalui
inspeksi proses yang dilakukan secara berkala.
Pelaksanaan inspeksi diri di PT. Suryapana diwujudkan dalam bentuk
audit internal yang dilakukan secara rutin. Audit internal dilakukan satu kali
dalam setahun oleh suatu tim internal PT. Suryaprana yang telah terlatih dan
tersertifikasi. Pelaporannya meliputi hasil audit, penilaian dan kesimpulan,
serta usulan tindakan perbaikan. Berdasarkan laporan audit, manajemen
54
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan Praktek Kerja Lapangan di PT.Suryaprana
Nutrisindo dapat disimpulkan bahwa:
1. PT.Suryaprana Nutrisindo secara umum telah melakukan prosedur dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam CPOTB, sehingga
menghasilkan produk obat yang bermutu dan aman.
2. PT. Suryaprana Nutrisindo ini merupakan Industri Farmasi Obat
Tradisional/Suplement yang menghasilkan obat tradisional/suplement untuk
kebutuhan masyarakat di seluruh indonesia
3. PT. Suryaprana Nutrisindo dalam melaksakan manajemen dan kegiatan
organisasinya berdasarkan PROTAP dan SOP yang ada, sehingga
pengendalian kerjanya terpusat.
4. Kegiatan, tugas dan fungsi masing-masing bagian di PT. Suryaprana
Nutrisindo telah disusun sesuai kebutuhan dan pada masing-masing divisi
memiliki uraian kerja yang jelas, sehingga menjamin berlangsungnya
kepengurusan yang baik dan terkendali.
B. Saran
1. Penyimpanan bahan baku lebih ditata lagi agar kualitasnya terjamin dan
memudahkan dalam pengambilan.
2. Maintenance mesin produksi lebih ditingkatkan mengingat mesin sudah
dalam masa kritis
55
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesi. 2011. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 tahun
2011 tentang persyaratan teknis cara pembuatan obat tradisional yang
baik. Jakarta.
56
LAMPIRAN
Regulatory
DIRECTOR
Hendra Halim
Executive
Packaging Sec.
Mechanical Spv QA Head/Apt. PJ QC Head
PPIC Staff Head
Technician
Analis Fis-Kim
Umum
57
58