Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya maka
perlu dilakukan suatu upaya kesahatan. Pelaksanaan upaya kesehatan dapat
dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009).
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, apoteker memegang peranan
penting demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Hal tersebut dapat dilakukan oleh seorang Apoteker dengan
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian tersebut yaitu
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Hal tersebut dapat diwujudkan oleh seorang
Apoteker melalui pengabdiannya pada pedagang besar farmasi (Presiden
Republik Indonesia, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi
(PBF) sebagai merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan
penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat
sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF
harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF

1
dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi
ke sarana pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

I.2 Rumusan Masalah


Apa tujuan PKL Distribusi Farmasi didalam pendistribusian obat,
pengolahan , pengadaan dan penyimpanan ?

I.3 Tujuan PKL Distribusi Farmasi


a. Sebagai bahan perbandingan antara teori-teori yang telah di dapatkan
dalam PKL ( Praktek Kerja Lapangan )
b. Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di
PBF sehingga mampu berperan sebagai tenaga kesehatan yang siap pakai.
c. Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai
dengan peraturan Perundang – Undangan dan etika yang berlaku dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan
tentang pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian sediaan farmasi di
Pedagang Besar Farmasi..
e. Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab sebagai
Tenaga Teknis Kefarmasian di PBF.

I.4 Manfaat PKL Distribusi Farmasi


a. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan
farmasi dan pemasarannya.
b. Dapat mengetahui secara langsung tata laksana pendistribusian dan
pengelolaan sediaan farmasi lainnya di Pedagang Besar Farmasi yang
sebelumnya hanya di ketahui secara teoritis.
c. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah di terima di
PBF untuk di jadikan sebagai pembelajaran.
d. Dapat menjalin kerja sama antara perusahaan pedagang besar farmasi
dengan dunia pendidikan terutama dalam menyalurkan tenaga kerja
profesional.

I.5 Waktu dan Tempat PKL Distribusi Farmasi


A. Tempat Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) ini dilakukan PT.
Graha Sejati Medika
B. Waktu pelaksanaan

2
Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) di PT. Graha Sejati
Medika adalah 2 minggu terhitung sejak tanggal 16 s/d 28 September
dimana waktu prakteknya adalah :
Senin s/d Jumat : 08.30 – 12.00
12.00 – 16.00
Sabtu : 08.30– 14.00

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Sarana Distribusi Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian
No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
(PBF),PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

3
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Perka BPOM.
2018).
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu unit terpenting
dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan
seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko
obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung
jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat danatau bahan obat. Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.(Kementerian Kesehatan RI, 2011 )
Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor obat dari
luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri farmasi
dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar
negeri. Ketentuan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
1010/MENKES/PER/XI/2008 tanggal 3 November 2008 tentang Registrasi
Obat.(Kementerian Kesehatan RI, 2011 )
Berdasarkan Permenkes No. 1010 Tahun 2008 tentang registrasi obat,
registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat impor, obat khusus untuk
ekspor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri
farmasi. Impor obat diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat,
obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi
di dalam negeri.(Kementerian Kesehatan RI, 2011)

II.2 Tugas dan Fungsi Sarana Distribusi Farmasi (Permenkes, 2011).


A. Tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF)
1. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.

4
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke
sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek,
rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan
masyarakat lain serta PBF lainnya.
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung
jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
4. Untuk toko obat berizin,pendistribusian obat hanya pasa obat-obat
golongan obat bebas dab obat bebas terbatas, sedangkan untuk
apotek,rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat
bebas obat bebas bebas terbatas dan obat keras tertentu.

B. Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)


1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh
tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan
kesehatan.
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
5. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
6. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas
pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat berizin.
7. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

II.3 Tujuan Sarana Distribusi Farmasi ( Permenkes, 2011)


Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah
terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu:

5
a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat tersedia
saat diperlukan.
b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai
kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi
masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
c. Menjamin keabsahan dan mutu agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai
tujuan penggunaannya.
d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang
dipersyaratkan, termasuk selama transportasi

II.4 Persyaratan Sarana Distribusi Farmasi (Badan Pengawas Obat dan


Makanan, 2012)
Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama
PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka
seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan
kepada CDOB. Agar dapat beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan
bangunan yang memenuhi persyaratan serta menyediakan perlengkapan
yang diperlukan dalam kegiatan distribusi.
A. Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi
dan efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana
pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.
B. Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki
ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang
administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan
kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan,

6
mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta
area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan
aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada
personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol
akses yang memadai.
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:
1. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu
keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang
diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat yang
dapat disalurkan.
2. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang
membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundangundangan (misalnya narkotika).
3. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang
mengandungbahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan
fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu
serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau
hewan lain. Selain itu, ruang istirahat, toilet dan kantin untuk
personil harus terpisah dari area penyimpanan.
C. Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi.

7
Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain (Permenkes No 34 Tahun
2014 ) :
1. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat
jadi,lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk
kembalian, container untuk pengiriman barang dan box es untuk
pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah
2. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian
dan penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan,
blanko faktur, blanko faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko
surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form
retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF
3. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu
PBF adalah sebagai berikut: (Permenkes No 34 Tahun 2014 )
a. Harus ada izin dari Menteri Kesehatan RI
b. Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan
terbatas,koperasi, atau perusahaan modal asing yang telah
memiliki izin usaha industri farmasi indonesia dengan
perusahaan nasional.
c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
d. Memiliki apoteker penanggung jawab (AP)
e. Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan
perundang-undangan di bidang farmasi.

II.5 Pengelolaan Sarana Distribusi Farmasi


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Tahun 2012 tentang padoman teknis cara distribusi obat yang
baik, pengelolaan PBF sebagai berikut :
A. Pengadaan Barang
Pengadaan barang dilakukan dengan membuat pesenan atau PO
(Purchase Order) kepada pabrik untuk periode tertentu. Misalnya satu
pesanan untuk satu bulan penjualan, ini dilakukan PBF yang letaknya
dekat PBF order.

8
Pelengkapan pengadaan barang adalah:
1. Estimasi pesanan barang
Sebelum membuat pesanan barang, terlebih dahulu harus membuat
perkiraan pemesanan barang yang berguna untuk menentukan
seberapa banyak kita menjua dan untuk menentukan jumlah stok
bulan berikutnya serta menghindari terjadinya penumpukan barang.
2. Surat pesanan (Purchase Order)
Surat ini dibuat setelah berdasarkan estimasi pesanan yang sudah
disetujui oleh semua pihak (team penjualan, marketing, bag.
Keuangan agen gudang dan pimpinan), surat pesanan ini dibagi
atas tiga macam. Surat pesanan obat keras tertentu (OKT), surat ini
berisikan nama dan jumlah pesanan obat OKT periode tertentu.
Surat pesanan obat prekursor, ini berisikan obat golongan prekursor
(jumlah dan nama obatnya). Obat prekursor adalah obat yang bisa
di salah gunakan, kegunaannya dari yang seharusnya. Contohnya
formalin, lacoldin, efedrin Hcl, quantidex tab, lapifed. Surat
pesanan obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu dapat
digabungkan Perbedaan dari surat pesanan di atas adalah:
a. Jenis surat pesanan
b. Lembaran surat pesanan untuk golongan obat OOT dan
prekursor surat pesanannya dibuat terpisah sementara surat
pesanan obat keras bisa digabung dengan surat pesanan obat
bebas.
B. Penerimaan Barang ( Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012 )
Saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:
1. Kebenaran nama, jenis, nomor batch, ED, jumlah dan kemasan harus
sesuai dengan surat pengantar atau pengiriman barang dan atau
faktur penjualan.
2. Kondisi kontainer pengiriman dan atau kemasan termasuk segel,
label dan atau penandaan.
3. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar
atau pengiriman barang dan atau faktur penjualan harus sesuai
dengan arsip surat pesanan.

9
4. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai,
penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar atau pengiriman barang dan atau faktur penjualan dan
dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Kemudian dicatat pada kartu
stock.
C. Pendistribusian Perbekalan Farmasi ( Badan Pengawas Obat dan
Makanan,2012 )
Pedagang besar Farmasi (PBF) dalam hal pendistribusian obat
wajib menerapkan pedoman teknis CDOB. Pabrik Farmasi dapat
menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat
dan saran pelayanan kesehatan lainnya.
Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang
jalur distribusi. PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain,
dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik dan toko obat.
D. Penyimpanan ( Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012 )
Penyimpanan obat harus disesuaikan dengan suhu tertentu sesuai
jenis obatnya. Tetapi tidak semua obat harus disimpan pada suhu
tertentu, ada pula obat yang disimpan pada suhu normal. Pengaturan
suhu dilakukan dengan tujuan agar kualitas obat tetap terjaga.
Penyimpanan barang pada gudang berdasarkan :
a. Kelompok produk
Kelompok produk ini didasarkan pada OTC, Principal, Ethical
Brand, Generik dan Lisensi tetapi tetap dibedakan berdasarkan
bentuk sediaan obat, hal ini untuk mempermudah dalam memantau
stok obat dalam gudang, dan juga untuk menghindari kontaminasi
sehingga distribusi obat di monitoring.
b. Abjad
Penyusunan obat berdasarkan alphabet dilakukan agar dalam
mengakses atau mengambil obat lebih mudah dan cepat, karena telah
tersusun rapi berdasarkan susunan alphabet tersebut.

c. First In First Out (FIFO)

10
Barang yang datang pertama kali harus dikeluarkan terlebih dahulu
dari pada yang baru datang, agar tidak terjadi penumpukan barang
atau produk mati yang kemungkinan dapat kadaluarsa sehingga
berakibat pada kerugian.
d. First Expired First Out (FEFO)
Barang yang masa kadaluarsanya lebih awal harus dikeluarkan
terlebih dahulu dari pada masa kadaluarsanya yang masih lama. Hal
ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan penumpukan obat
kadaluarsa yang mengakibatkan kerugian.
e. Penarikan Kembali ( Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012 )
Proses ini dilakukan untuk suatu nomor batch atau satu kode
produksi tertentu yang dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi.
Contohnya setelah Balai POM melakukan pengamatan untuk produk
quantidex tab ditemukan ketidak cocokan dengan keadaan fisiknya,
maka balai POM memberi surat kepada pabrik untuk menarik
quantidex tab dari pasaran melalui distributor-distributor yang
memesan produk quantidex tersebut. Dari distributor akan mengirim
surat kepada pelanggan seperti toko obat, apotek dan rumah sakit.
II.6 Peraturan dan Perundang- undangan Sarana Distribusi Farmasi

Penyelengggaraan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 13
1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan/atau sesama PBF.
3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan
obat dari PBF pusat.

11
Pasal 14

1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki Apoteker penanggung


jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
4) Setiap pergantian Apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF
atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.

Pasal 15

1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan


dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri.
2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
3) PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh Kepala Badan

Pasal 16

1) Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi


pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan
mengikuti pedoman CDOB.
2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
elektronik.
3) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap
saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

Pasal 17

12
1) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat
secara eceran.
2) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani
resep dokter.

Pasal 18

1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau
PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF
dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
4) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya.

Pasal 20

PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat
keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteker penanggung jawab.

Pasal 21

13
1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada
industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat
pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.

Pasal 22

Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan,


dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

1) Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan


bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium.
2) Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali
bahan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang
wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB

Pasal 24

Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat


dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan
pelatihan.

Syarat gudang PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 25

14
1) Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi
yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan
intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.
2) Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
Apoteker.

Pasal 26

1) PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau


perubahan gudang.
2) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal.
3) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.

Pasal 27

1) Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada


Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. alamat kantor PBF pusat;
b. alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
c. nama apoteker penanggung jawab pusat; dan
d. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF;
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan;
c. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab;
d. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan
e. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
3) Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

15
Pelaporan kegiatan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 30

1) Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan


setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM.
2) Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
3) Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi.
5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.

II.7 Penggolongan Obat


Penggolongan obat berdasarkan keamanan (Permenkes No. 725a/1989)
1. Obat Bebas

a b c d

16
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam (gambar a). Contoh :multivitamin.

2. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli
tanpa resep dokter,tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus
untuk obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam
( gambar b). Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda
khusus lingkaran biru, diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai
obat, karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu, obat ini aman
dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat
persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6
macam. Adapun tanda-tanda peringatan dari obat tersebut adalah
sebagai berikut : (Permenkes No. 725a/1989).
a. P.No.1 Awas Obat Keras, Bacalah Aturan Pemakaiannya

Contoh : Decolgen kids, bisolvon, vicks formula 44, decolsin


b. P.No.2 Awas! Obat Keras, Hanya untuk kumur, jangan ditelan

Contoh : Hexadol, betadine obat kumur, tantum verde


c. P.No.3 Awas! Obat Keras, Hanya untuk bagian luar dari badan

Contoh : Dulcolax, neo ultrasiline, insto, vidisep, daktarin

17
d. P.No.4 Awas! Obat Keras, Hanya untuk dibakar

Contoh : Decoderm 10 mg.


e. P.No.5 Awas! Obat Keras, Tidak boleh ditelan

Contoh : Sulfanilamide
f. P.No.6 Awas! Obat Keras, Obat wasir, jangan ditelan

Contoh : Superhoid
3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter. Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis
tepi berwarna hitam, dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis
tepi ( gambar 1 ). Obat ini hanya boleh dijual di apotek dan harus
dengan resep dokter pada saat membelinya Contohnya antibiotic
(amoksilin, klorampenikol), asam mefenamat, obat hipertensi
(hidroklortiazid, kaptopril). (Anonim, 2008).

4. Psikotropika
Psikotropika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras
tertentu, sebenarnya termasuk golongan obat keras (gambar 1), tetapi
bedanya dapat mempengaruhi aktivitas psikis (Priyanto dan Batubara,
2008). Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Psikotropika,
psikotropika dibagi menjadi :
a) Golongan I, contohnya brolamfetamina dan etriptamina.
b) Golongan II, contohnya metamfetamina dan fenetilina.
c) Golongan III, contohnya amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital.
d) Golongan IV, contohnya barbital, allobarbital, alprazolam, aminorex,
delorazepam.
5. Narkotika

18
Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya
karena dapat menimbulkan adiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat
ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Dalam kemasannya
narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah dengan dasar putih
yang didalamnya ada gambar palang medali berwarna merah (gambar
a) (Priyanto dan Batubara, 2008). Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika,narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a) Golongan I, contohnya, Opium, tanaman koka, daun koka, kokain
mentah, ganja, heroina,dll
b) Golongan II, contohnya , dipipanona, Morfina, dll.
c) Golongan III, contohnya, Dihidrokodenia, etilmorphina, kodeina, dll

6. Prekursor.
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
proses produksi industri dan apabila disimpangkan dapat digunakan
dalam memproses pembuatan narkotika dan atau psikotropika.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:
647/MPP/Kep/10/2004), Berikut pembagian prekursor, yaitu :
a) Tabel I (14 jenis)
Anhidrida asetat, Asam N asetil antranilat Ephedrin, Ergometrin,
Ergotamin, Isosafrol, Asam Lisergat, 3,4-Metilenedioksi fenil-2
propanon, Norefedrin (Phenylpropanolamine (PPA) 1-fenil 2-
propanon Piperonal, Kalium Permanganat, Pseudoefedrin, Safrol.
b) Tabel II (9 jenis)
Acetone, Asam antranilat, Etil eter, Asam klorida, Metil etil
keton, Phenylacetic Acid, Piperidin, Asam sulfat, Toluen.

7. Obat- Obat Tertentu ( OOT )

19
Obat-Obat Tertentu adalah obat yang bekerja di sistem susunan
syaraf pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan
di atas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. ( Badan Pengawas Obat dan
Makanan No. 28. Tahun 2018).
Kriteria Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan Badan ini terdiri atas
obat atau bahan obat yang mengandung: ( Badan Pengawas Obat dan
Makanan No. 28. Tahun 2018 )
a. Tramadol
b. Triheksifenidil
c. Klorpromazin;
d. Amitriptilin;
e. Haloperidol

II.8 Suhu
Produk farmasi (obat) menurut CPOB harus disimpan pada suhu (dan
kelembapan) tertentu untuk mencegah/meminimalkan risiko degradasi obat
yang tentu akan mengurangi kualitas dan keamanan obat. Selain pada semua
ruangan proses produksi dalam ruang bersih, pada penyimpanan di gudang
produk jadi juga harus dijaga suhu penyimpanannya. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemetaan suhu ruangan gudang untuk mengetahui sebaran suhu
gudang. Informasi sebaran suhu ini dapat dijadikan landasan untuk
mengetahui suhu di gudang masuk persyaratan yang telah ditentukan atau
tidak. Bila tidak, informasi pemetaan suhu dapat dijadikan rekomendasi
perbaikan gudang. ( WHO, 2011 ).
Suhu penyimpanan barang dibedakan menjadi 7 yaitu: ( FI Edisi IV)
a. Dingin adalah suhu tidak lebih dari 8 derajat
b. Lemari pendingin memiliki suhu antara 2-8 derajat
c. Lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 s/d -10 derajat
d. Sejuk adalah suhu antara 8 s/d 15 derajat. Kecuali dinyatakan lain dapat
disimpan di lemari pendingin
e. Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali
adalah suhu yang diatur antara 15 s/d 30 derajat.
f. Hangat adalah suhu antara 30 s/d 40 derajat

20
g. Panas berlebih adalah suhu diatas 40 derajat
Kecuali dinyatakan lain semua suhu di dalam farmakope dinyatakan
dalam derajat celcius dan semua pengukuran dilakukan pada suhu kamar
terkendali, yang dimaksud adalah suhu 15 dan 30 derajat. ( FI Edisi IV)

II.9 Pelaporan Kegiatan PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011)


Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan
sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Setiap
PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan
laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, laporan tersebut dapat setiap saat harus dapat diperiksa oleh
petugas yang berwenang.

II.10 OWA ( Obat Wajib Apotik )


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
347/MenKes/SK/VlI/1990 obat wajib apotik (OWA) yaitu obat keras yang
dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter.
Terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan
Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang
diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.

A. OWA No.1
Keputusan Menteri kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VlI/1990

JUMLAH TIAP JENIS


NAMA OBAT
OBAT PER PASIEN
Linestrenol 1 siklus
Kombinasi Etinodiol diasetatmestranol 1 siklus

21
Norgestrel - etinil estradiol Linestrenoil –
etinil estradiol Etinodiol diasetat – etinil
estradiol Levonorgestrel- etinil estradiol
Norethindrone - mestranol Desogestrel
Papaverin/Hiosin Butil - bromide/Atropin
SO4/ ekstrak beladon Maksimal 20 tablet
Metamizole, Penpivennium bromide Maksimal 20 tablet
Metoklopramid HCL Maksimal 20 tablet
Hexetidine Maksimal 1 botol
Triamcinolone Acetonide Maksimal 1 tube
Salbutamol Maksimal 20 tablet
Maksimal 6 tablet sirup
Mebendazol 1 botol
Eritromisin Maksimal 1 tube
Betametason Maksimal 1 tube
Nistatin Maksimal1 tube
Ekonazol Maksimal 1 tube
Heparinoid/Heparin Na Maksimal 1 tube
Hidroquinon Maksimal 1 tube

B. Perubahan OWA No.1


Keputusan Menteri kesehatan Nomor : 925/MENKES/PER/X/1993
NAMA GENERIK GOLONGAN
GOLONGAN BARU
OBAT SEMULA
Obat keras dalam
subslansi/
Aminophylline Obat Wajib Apotik Obat Bebas Terbatas
Benzoxonium Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Benzocain Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Obat Keras/Obat
Bromhexin Wajib Apotik Obat Bebas Terbatas
Cetrimide Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Chlorhexidin Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Choline Theophyllinate Obat Keras Obat Bebas Terbatas

22
Dexbrompheniramine Obat Keras
Malleat Obat Bebas Terbatas
Obat Bebas
Diphenhydramine Terbatas Obat Bebas Terbatas
Docusate Sodium Obat Keras Obat Bebas
Obat Keras/Obat
Wajib
Hexetidin Apotik Obat Bebas Terbatas
Ibuprofen Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Lidocain Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Obat Keras/Obat
Wajib
Mebendazole Apotik Obat Bebas Terbatas
Oxymetazoline Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dalam
Theophylline substansi Obat Bebas Terbatas
Obat Keras/Obat
Tolnaftate Wajib Apotik Obat Bebas
Triprolidine Obat Keras Obat Bebas Terbatas

C. OWA No. 2
Keputusan Menteri kesehatan Nomor : 924|MENKES/PER/X/1993

23
JUMLAH MAX TIAP
D.
NAMA OBAT JENIS OBAT PER
PASIEN
tab 200mg, 6 tab
Albendazol
tab 400mg, 3 tab
Bacitracin 1 tube
Benorilate 10 tablet
Bismuth subcitrate 10 tablet
Carbinoxamin 10 tablet
Clindamicin 1 tube
Dexametason 1 tube
Dexpanthenol 1 tube
Diclofenac 1 tube
Diponium 10 tablet
Fenoterol 1 tabung
Flumetason 1 tube
Hydrocortison butyrate 1 tube
tab 400 mg, 10 tab
Ibuprofen
tab 600 mg, 10 tab
Isoconazol 1 tube
kadar <2%
Ketokonazole
krim 1 tube
Levamizole tab 50 mg, 3 tab
Methylprednisolon 1 tube
Niclosamide tab 500mg, 4 tab
Noretisteron 1 siklus
Omeprazole 7 tab
Oxiconazole Kadar <2%,>
Pipazetate sirup 1 botol
Piratiasin Kloroteofilin 10 tablet
Pirenzepine 20 tablet
Piroxicam 1 tube
Polymixin B Sulfate 1 tube
Prednisolon 1 tube
Scopolamin 10 tablet
Silver Sulfadiazin 1 tube
Sucralfate 20 tablet
Sulfasalazine 20 tablet
Tioconazole 1 tube
Urea 1 tube
OWA No.3

24
Keputusan Menteri kesehatan Nomor : 1176/MENKES/SK/X/l 999
JUMLAH MAX TIAP
NAMA OBAT JENIS OBAT PER
PASIEN
Klemastin Max 10 tab
Mequitazin Max 10 tab / btl 60 ml
Orsiprenalin Max 1 tube inhaler
Prometasin teoklat Max 10 tab / btl 60 ml
Setirizin Max 10 tab
Siproheptadin Max 10 tab
Gentamisin Max 1 tube 5 g
Kloramfenikol Max 1 tube / btl 5 ml

II.11 Obat Generik

Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga
dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti. Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan
obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat
aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama
(merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek
”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan
seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut,
bahannya sama: amoxicillin. ( Anonim , 2011 )

1. Zat aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat generik
(baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat
paten. Namun Obat generik lebih murah dibanding obat yang
dipatenkan. ( Anonim , 2011 )

2. Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan
bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi

25
tubuh dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja, modelnya
beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat
biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di
dalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih
menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat
bermerek lebih mahal. ( Anonim , 2011 )

3. Obat Generik Berlogo


Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah
Indonesia yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan
alternatif obat bagi masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga
terjangkau, serta ketersediaan obat yang cukup. ( Anonim , 2011 )
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang
terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu
sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh
Pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerek lain adalah OGB ini
tidak ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan
mudah didapatkan masyarakat. ( Anonim , 2011 )

Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi


BUMN. Ketika OGB pertama kali diluncurkan, Departemen Kesehatan
RI gencar melakukan sosialisasi OGB sampai ke desa-desa. Saat ini
program sosialisasi ini masih berjalan walaupun tidak segencar seperti
pada awal kelahiran OGB. Pada awalnya, produk OGB ini diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan obat institusi kesehatan pemerintah dan
kemudian berkembang ke sektor swasta karena adanya permintaan dari
masyarakat. ( Anonim , 2011 )

OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih


dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut
menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan

26
sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat. ( Anonim , 2011 )

II.12 Obat Paten

Obat paten atau specialite adalah obat milik perusahaan tertentu dengan
nama khas yang diberikan produsennya dan dilindungi hukum, yaitu merek
terdaftar (proprietary name). Dalam pustaka lain, obat paten adalah obat
yang memiliki hak paten (Jas, 2007; Depkes, 2010).

Menurut UU No. 14 Tahun 2001 paten adalah hak eksklusif yang


diberikan Negara kepada investor kepada hasil invesinya dibidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan invesinya
tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Invensi adalah ide Investor yang dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses. Investor adalah seorang atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. Masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun.
Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di
Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak
diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali
jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.

27
BAB III

TINJAUAN SARANA DISTRIBUSI FARMASI

III. 1 Sejarah PT. Graha Sejati Medika


PT. Graha Sejati Medika atau biasa disingkat dengan PT. GSM
adalah salah satu pedangang besar farmasi (PBF) lokal yang ada di kota
Makassar tepatnya di Jl. Rappocini Raya No. 107 Makassar. PBF salah
satu unit terpenting dalam kegiatan penyalur sediaan farmasi ke fasilitas
pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas klinik dan toko obat yang memiliki izin agar dapat sampai ke
tangan masyarakat. Tenaga farmasi harus mampu melakukan kegiatan
pengelolaan/pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan
farmasi ke sarana pelayanan kesehatan.
PT. Graha Sejati Medika ini mulai bekerja sama dengan distributor
– distributor resmi seperti PT. Mensa Bina Sukses (MBS), PT. Anugrah
Parmindo Lestari (APL), PT. Kebayoran dan PBF resmi lainnya, berawal
dari membuka sebuah apotek sejati dengan melihat prospek yang begitu
baik, desember tahun 2003 bapak petrus jacob akhirnya berinisiatif
mendirikan perseroan terbatas (PT) Graha Sejati Medika.
III. 2 Visi dan Misi PT. Graha Sejati Medika
Visi : Menjadi distributor farmasi yang unggul dan pilihan pertama
Misi :
1. Memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggan

28
2. Menyediakan produk bermutu guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dengan harga terjangkau dan berkualitas
III. 3 Kegiatan Sarana Distribusi PT. Graha Sejati Medika
Kegiatan perbekalan farmasi di PT. Graha Sejati Medika meliputi :

a. Perencanaan dan pengadaan


b. Penerimaan dan penyimpanan
c. Pengeluaran/distribusi
d. Pelaporan
e. Pemusnahan
III. 4 Struktur Organisasi PT. Graha Sejati Medika

PIMPINAN

APOTEKER
PENANGGUNG
JAWAB

SUPERVISOR

GUDANG FAKTURIS KASIR ADMIN PENGANTAR SALESMEN


BARANG

29
BAB IV

PEMBAHASAN

PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan hukum


yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran perbekalan farmasi
dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Setiap
PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat, apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PT. Graha Seati Medika adalah sebuah pedagang besar farmasi di Makassar
yang didirikan pada Dember 2003. PT. Graha Sejati Medika yang dipimpin oleh
Bapak Erianto Wong, Yang didampingi oleh Apoteker Penanggung Jawab, ibu
Irmayanti,. S.Farm, Apt

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi PT.


Graha Sejati Medika yaitu :

Pengadaan obat-obatan dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada


digudang melalui kartu stok yang terdata. Jika ada barang yang akan habis maka
segera dilakukan pemesanan barang ke pabrik atau PBF. Pemesanan barang
dilakukan oleh bagian pengadaan dan disetujui oleh Apoteker penganggung
jawab melalui Surat Pesanan (SP) dan disetujui oleh pimpinan/direktur dengan
mengirimkan surat pesanan langsung kepada pabrik atau PBF yang bersangkutan
melalui faximile/whatsapp. Selanjutnya pabrik atau PBF akan mengirimkan
barang sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang. Kemudian

30
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah menerima bukti
permintaan barang dari pengantar obat kemudian melakukan pengecekan atau
pemeriksaan barang sesuai dengan faktur , jika terdapat ketidaksesuain PO maka
dari pihak PBF memberikan informasi kepada sales yang bersangkutan, dan jika
sesuai dengan PO maka dilakukan proses pembongkaran barang dan pemasukan
barang ke gudang sesuai dengan faktur pesanan obat. Setelah itu dilakukan
pengecekan fisik barang yang diterima meliputi nama barang, bentuk dari sediaan
obat, nomor batch, dan expire date, jumlah, kemudian dilakukan pengecekan fisik
dan kemasan dari obat.

Penyimpanan barang dalam gudang menggunakan sistem FEFO (First


Expired Firs Out) dan FIFO (First In First Out) , kemudian diatur berdasarkan
jenis sediaan obat, dan alfabetis serta dipisahkan atau disimpan berdasarkan suhu
dari masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus diperhatikan adalah
penyimpanan barang dalam gudang yaitu barang seperti kardus berisi obat tidak
boleh bersuntuhan langsung dengan lantai ( dilapisi dengan palet ) dan tidak
menempel pada dinding. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelembaban yang
bisa menyebabkan kerusakan pada obat.

Adapun suhu gudang tempat penyimpanan obat di PT.Graha Sejati Medika


yaitu pada gudang 1 suhu diruangan tersebut 30° C dan suhu pada gudang 2 yaitu
25°C. Serta kelembapan pada gudang tersebut tergantung pada suhu, semakin
rendah suhu pada ruangan tersebut maka semakin tinggi kelembapannya dan
begitupun sebaliknya.

Penjualan barang (obat) PBF PT. Graha Sejati Medika hanya menyalurkan
obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, klinik dan toko obat
(selain obat keras), melalui surat pesanan (SP) dari apotek melalui sales dan dapat
pula melakukan pemesanan melalui via telfon atau whatsapp. Kemudian orderan
disampaikan ke pada fakturis yang telah di periksa oleh apoteker, setelah itu
orderan atau pesanan di fakturkan dan disiapkan.Pengeluaran barang yaitu dengan
mengeluarkan barang-barang yang telah di periksa kelengkapan dari barang

31
tersebut, berdasarkan faktur penjualan kemudian dilakukan penyiapan dan
pengemasan barang, dan setelah barang siap untuk dikirim, dan di cek kembali
berapa banyak yang akan dikirim ke masing-masing Apotek, setelah itu
dipisahkan barang yang akan dikirim ke luar daerah dan dalam daerah, dan siap
untuk dikirim.

Adapun pelaporan yang dipakai di PT. Graha Sejati Medika yaitu pelaporan
sebanyak 3 kali dalam setahun (tri wulan) melalui E-Report. Dulu sebelum
muncul E-Report, perusahaan harus menyurat ke Dinas Kesehatan provinsi,
kemudian ditembuskan ke Balai Besar POM setempat untuk melakukan
pelaporan. Sedangkan sistem peloporan untuk Obat- obat tertentu (OOT) dan
Prekursor dilakukan melaui E- NAPZA.

32
BAB V

PENUTUP

V. I Kesimpulan

Setelah melakukan PKL selama 2 minggu, kami dapat menyimpulkan


bahwa PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat atau bahan obat, apoteker penanggung jawab harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PT.Graha Sejati Medika adalah sebuah PBF atau pedagang besar


farmasi, berdiri dan memulai aktivitas penjualan sejak Desember 2003
dengan melakukan penyaluran perbekalan farmasi ke PBF lain, Apotek,
Instalasi Rumah Sakit, Puskesmas dan Toko Obat (hanya obat bebas)

V. 2 Saran

1. Saran kepada institusi


a. Pembimbing PKL seharusnya lebih giat untuk mengontrol mahasiswa
selama PKL berlangsung dan memberikan bimbingan untuk kemajuan
mahasiswa.
2. Saran kepada PBF Graha Sejati Medika
a. Diharapkan agar lebih melengkapi sarana dan prasarana yang ada di
PBF (Pedagang Besar Farmasi).

33
b. Diharapkan agar mampu menerapkan CDOB yang lebih maksimal,
agar bisa menjadi PBF yang lebih berkualitas dan lebih baik untuk
kedepannya lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia


No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun
2012 tentang Pedoman Teknis Cara distribusi Obat Yang Baik. Jakarta:
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No.725a/1989 Tentang Penggolongan Obat

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 28 tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan
Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan. Jakarta: Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.

Anonim, (2008). Tentang Penggolongan obat

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 347MENKES/SK/VII/1990 Tentang
Obat Wajib Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 925/MENKES/PER/X/1993 Tentang
Daftar Perubahan Golongan Obat No.1. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 924/MENKES/PER/X/1993 Tentang
Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/MENKES/SK/X/1999 Tentang
Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai