Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU RESEP

PHARMACEUTICAL CARE

Disusun Oleh :

1. Bayu Aji Prastiyo E0013032


2. Dwi Purwanti E0014035
3. Jihan Eva E0014040
4. Lita Dwi Fitrilia E0014042
5. M. Abi Ubaidilah E0014043
6. Neneng Nur Amaliyah E0014045

PROGRAM STUDI SI FARMASI


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl.Cut Nyak Dhien No. 16, Desa Kalisapu, Kec. Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa
Tengah 52416 Telp.(0283) 6197571 Fax. (0283) 6198450 Homepage website
www.stikesbhamada ac.id email stikes_bhamada@yahoo.com
2017
KATA PENGANTAR

1
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur senantiasa kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kami sampaikan pada nabi
Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Adapun tujuan kami membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Resep. Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat
dan berguna, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami siap menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dibidang farmasi khususnya dan di bidang kesehatan pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Slawi, Maret 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Definisi Pharmacetical Care .............................................................. 3
2.2 Tanggung Jawab Apoteker .................................................................. 3
2.3 Fungsi Pharmaceutical Care .............................................................. 5
2.4 Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup
Pharmaceutical Care ......................................................................... 6
2.5 Implementasi Pharmaceutical Care ................................................... 7
2.6 Asuhan Kefarmasian Sebagai Ruh
Good Pharmacy Practice (GPP) ........................................................ 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 11
3.2 Saran .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah terjadi perubahan paradigma farmasi yang mendasar dalam dekade
terkahir, yaitu perubahan paradigma dari product oriented menjadi patient
oriented. Tuntutan pada paradigma patient oriented, farmasis tidak hanya
berorientasi hanya kepada produk, namun juga dituntut untuk berorientasi
kepada pasien, sehingga diharapkan farmasis dapat memberikan kontribusi
keilmuannya secara aktif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Secara
historis, perkembangan farmasi global melalui tahapan-tahapan periode.
Tahap tradisional terjadi sebelum tahun 1940-an dimana fungsi dan peranan
farmasis hanya berorientasi kepada produk, seperti kegiatan menyediakan,
membuat dan mendistribusikan obat. Kegiatan ini menekankan pada ilmu dan
seni meracik obat dalam skala kecil untuk kebutuhan pengobatan di rumah
sakit ataupun di komunitas.Tahap ini mulai goyah ketika mulai
berkembangnya farmasi industri yang memproduksi obat dalam skala besar.
Periode tersebut terjadi sekitar tahun 1940-an, dimana peresepan tidak lagi
menekankan pada obat-obatan yang membutuhkan peracikan, namun
peresapan berisikan obat-obatan dalam sediaan jadi yang diproduksi oleh
industri farmasi dalam skala besar.
Semakin berkembangnya ilmu kedokteran pada tahun 1960 hingga 1970-
an ditandai dengan mulai bermunculan berbagai jenis obat-obatan baru serta
berkembangnya metode dan alat-alat diagnosa yang baru sehingga
menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam proses penggunaan
obat. Hal tersebut memunculkan tahapan transisional, dimana tuntutan
terhadap kontribusi farmasis dalam dunia kesehatan semakin tinggi. Pada
masa tersebut banyak kalangan memandang bahwa peran farmasis tidak
difungsikan sebagaimana kompetensi yang dimilikinya, sehingga di Amerika
dan Inggris pada tahun 1960-an muncul istilah farmasi klinik.

1
Periode awal famasi klinik ditunjukkan dengan adanya farmasis yang
mulai mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya,
sebagai contoh adalah dimulainya kegiatan farmasis bangsal yang
menempatkan farmasis di bangsal-bangsal rawat inap untuk memberikan
kontribusi keilmuannya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien,
meskipun kontribusi tersebut masih dirasakan terbatas. Penerapan fungsi-
fungsi baru pada masa itu bukanlah tanpa kendala, kendala yang ditemui
diantaranya adalah banyaknya pertentangan dari dokter, perawat dan
farmasis, namun terdapat pula faksi-faksi yang mendukung fungsi-fungsi
baru tersebut untuk terus dilakukan dan dikembangkan.
Periode Pharmaceutical Care ditunjukkan dengan berkembangnya
pendidikan tinggi farmasi yang berbasiskan farmasi klinik. Hal tersebut
ditandai dengan munculnya pendidikan farmasi klinik yang sifatnya
spesialistik, contohnya farmasi klinik spesialis penyakit infeksi, kardiologi,
onkologi, pelayanan informasi obat dan lain lain. Kehadiran farmasis
berkeahlian klinik di negara-negara maju makin dirasakan sangat penting,
mengingat makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kesehatan. Penanganan pasien dilakukan melalui sebuah tim multi profesi
kesehatan yang meliputi, dokter, farmasis, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya . Adanya sinergi keilmuan lintas profesi yang baik diantara profesi
kesehatan dalam penanganan pasien, akan memberikan dampak yang baik
bagi outcome clinic pasien yang ditanganinya.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pekerjaan kefarmasian pada
zamannya akan selalu berkembang mengikuti tuntutan masyarakat. Sehingga
terbentuk lah paradigma baru yaitu paradigma Asuhan Kefarmasian atau
dikenal dengan Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung jawab
seorang apoteker yang harus dipertimbangkan untuk penerapannya pada
Pekerjaan Kefarmasian.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pharmaceutical Care?
2. Bagaimana tanggung jawab seorang Apoteker?
3. Apa saja fungsi dari Pharmaceutical Care?
4. Bagaimana tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup
Pharmaceutical Care?
5. Bagaimana implementasi Pharmaceutical Care?
6. Bagaimana asuhan kefarmasian sebagai ruh Good Pharmacy Practice
(GPP)?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Pharmaceutical Care.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab seorang Apoteker.
3. Untuk mengetahui fungsi dari Pharmaceutical Care.
4. Untuk mengetahui tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup
Pharmaceutical Care.
5. Untuk mengetahui implementasi Pharmaceutical Care.
6. Untuk mengetahui asuhan kefarmasian sebagai ruh Good Pharmacy
Practice (GPP).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pharmacetical Care


Pharmaceutical Care adalah Patient Centered Practice yang mana
merupakan praktisi yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan terapi obat
pasien dan memegang tanggung jawab terhadap komitmen (Cipole dkk,
2
1998). Menurut American Society of Hospital Pharmacist (1993), Asuhan
Kefarmasian (Pharmaceutical Care) merupakan tanggung jawab langsung
apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien
dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas
hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi
juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan
untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis,
rute, dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi
dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang
melibatkan tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome
tertentu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler
and Strand, 1990).
Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and Strand, 1990):
1. Merawat penyakit
2. Menghilangkan atau menurunkan gejala
3. Menghambat atau memeperlama proses penyakit
4. Mencegah penyakit atau gejala

2.2 Tanggung Jawab Apoteker


Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun
1990 badan dunia dibidang kesehatan tersebut mengakui/
merekomendasikan/menetapkan kemampuan untuk disehari tanggung jawab
kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonim,
1990):
1. Memahami prinsip-prinsip jaringan mutu (quality assurance) obat
sehingga dapat mempertanggung jawabkan fungsi dan kontrol.
2. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya),
serta paham prinsip-prinsip penyediaanya.
3. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi
5. Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit
ringan (minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit
kronik yang tlah ditentukan dengan jelas pengobatannya.
6. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik
dengan pelayanan farmasi.
3
Manajeman risiko adalah bagian mendasar dari tanggung jawab apoteker.
Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah
berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah
sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi
faarmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian
akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication
errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun
dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan
antaralain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlasungan rejimen
pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien
dirumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%)
tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningakatnya insiden berstatus
nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan
insiden dua sampai enam kali lipat (effect of pharmacist-led pediatrics
medication safety team on medication-error reporting (Am J Health-Sist
Pharm, 2007).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan
efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama
apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua
pasien mendapatkan pengobatan yan optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan
berbagai penelitian yang menunjukan bahwa kontribusi apoteker dapat
menurunkan Medication Errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai
penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil
dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem
kesehatan, prektek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung
jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua
aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi
pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan

4
distribusi, alur pelayanan,sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).
Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),
penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat,
konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan famasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim
pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui
kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki kontribusi besar dalam menurunkan
insiden/ kesalahan.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien
tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.

2.3 Fungsi Pharmaceutical Care


Fungsi dari pharmaceutical care adalah (Heppler and strand, 1990):
1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.
3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.
4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat dilakukan
pada pasien rawat jalan melalui informasi, konseling, dan edukasi untuk
obat bebas dan obat yang diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur,
buku edukasi, pembuatan buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal
minum obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi dan konseling
pasien masuk/keluar, DIS (Drug Information Service), TDM (Terapeutic
Drug Monitoring), TPN (Total Parenteral Nutrition), Drug-Therapy
Monitoring, Drug Therapy Management, dsb.

2.4 Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care


Dalam menjalankan pekerjaannya seorang apoteker dituntut untuk
memenuhi tangung jawabnya sebagai apoteker. Tanggung jawab seorang
apoteker meliputi berbagai aspek salah satunya dalam ruang lingkup
pharmaceutical care. Tanggung jawab apoteker dalam ruang lingkup
pharmaceutical care adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya

5
a. Semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam
segala kondisi.
b. Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif.
c. Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman.
d. Pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.
2. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi,
resolusi dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems).
3. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi
pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien
untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yang diinginkan.
4. Tanggung jawab ini dipenuhi oleh merawat setiap pasien sebagai individu
dengan cara yang menguntungkan pasien, bahaya meminimalkan, dan
jujur, adil, dan etis.
5. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis dengan
cara menemukan standar profesional dan ethical behavior prescribed
dalam filsafat dari Praktik pharmaceutical care.
6. Standar dalam sikap profesional termasuk menyediakan asuhan
kefarmasian dalam specified standard of care, membuat keputusan secara
etis, menunjukan collegiality, kolaborasi, memelihara kompetensi,
menerapkan temuan penelitian mana yang tepat, dan menjadi sensitif
terhadap sumber daya yang terbatas.
7. Ini adalah tanggung jawab perawatan praktisi farmasi untuk menahan
rekan jawab untuk menerapkan standar yang sama kinerja profesional.
Keberhasilan praktek akan tergantung pada hal itu.
8. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat
kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia.
Mengakui bahwa pasien lah yang menentukan keputusan. Selalu menjaga
privasi pasien.

2.5 Implementasi Pharmaceutical Care


Pelaksanaan dan tanggung jawab terhadap pharmaceutical care meliputi:
Assesment Bertemu dengan Pasien Menetapkan hubungan terapi
Meperoleh Informasi yang Menetapkan siapa pasien anda
relevan dari pasien dengan cara memepelajari alasan
untuk menemui, demografi pasien,

6
pengobatan dan informasi klinis
lainnya.
Membuat keputusan terapi Menetapkan kebutuhan obat
rasional menggunakan pasien yang dijumpai (indikasi,
Pharmacotherapy workup efektifitas, keamanan, kepatuhan),
identifikasi DRP.
Menetapkan tujuan terapi
Memilih intervensi yang
tepat untuk : resolusi DRP

Menghargai goal terapi


Care Plan
Mencegah Masalah terapi
obat
Membuat jadwal follow-up Menetapkan jadwal secara tepat
evaluation dan klinis bagi pasien
Menetapkan bukti Evaluasi efektifitas farmakoterapi
klinik/lab pasien outcome
terbaru dan
membandingkan terhadap
tujuan terapi yang
ditetapkan sebagai
efektifitas terapi obat
Menetapkan bukti Evaluasi keamanan farmakoterapi
Menetapkan kepatuhan pasien
klinis/lab adverse effect
Follow-up
Evaluation untuk menetapkan
keamanan terapi obat
Status dokumen klinis dan Membuat keputusan sebagaimana
perubahan dalam yang diatur dalam terapi obat
famakoterapi yang
diperlukan
Menilai pasien untuk DRP Identifikasikan DRP terbaru dan
terbaru penyebabnya
Jadwalkan evaluasi Sediakan perawatan lanjutan
selanjutnya

7
(Cipole dkk, 1998)

2.6 Asuhan Kefarmasian Sebagai Ruh Good Pharmacy Practice (GPP)


WHO & FIP telah menerbitkan panduan Good Pharmacy Practice (GPP)
dan menghimbau semua negara untuk mengembangkan standar minimal
praktik farmasi. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai
tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang
berkualitas.
Good Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Pelayanan Kefarmasian yang
Baik (CPFB) adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang
baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi
para Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya di sarana pelayanan
kefarmasian. Good Pharmacy Practice (GPP) merupakan praktek
kefarmasian yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang
menggunakan jasa apoteker untuk memberikan pelayanan yang optimal,
asuhan berbasis bukti.
Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik [CPFB] (=Good Pharmacy
Practice [GPP]) adalah suatu pedoman, sebagai perangkat untuk memastikan
Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien di Apotek,
Puskesmas, Klinik maupun Rumah Sakit agar memenuhi standar mutu dan
merupakan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care (Asuhan
Kefarmasian).
Pelaksanaan konteks Good Pharmacy Practice (GPP) yang berlandaskan
konsep asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) memerlukan persyaratan-
persyaratan sebagai berikut (Sudjaswadi, 2001):
1. GPP mensyaratkan bahwa perhatian pertama dan utama seorang apoteker
di semua aspek adalah mengenai kesejahteraan pasien.

8
2. GPP mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan farmasi adalah untuk
membantu pasien menggunakan obat-obatan terbaik, meliputi persediaan
obat dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan kualitas terjamin,
menyediakan informasi dan saran yang tepat, pemberian obat, kapan saat
membutuhkan obat, dan pemantauan efek penggunaan obat-obatan.
3. GPP mensyaratkan bahwa bagian integral dari kontribusi apoteker adalah
mempromosikan peresepan yang rasional dan ekonomis, termasuk proses
dispensing.
4. GPP mensyaratkan bahwa tujuan dari setiap elemen pelayanan
kefarmasian relevan dengan pasien, didefinisikan secara jelas dan
dikomunikasikan secara efektif pada semua yang terlibat. Kolaborasi
multidisiplin antara kesehatan-asuhan secara professional adalah faktor
kunci untuk keberhasilan meningkatkan keselamatan pasien.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) merupakan tanggung jawab
langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan
pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki
kualitas hidup pasien.
b. Manajeman risiko adalah bagian mendasar dari tanggung jawab apoteker.
Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah
berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah
sehubungan dengan penggunaan obat.
c. Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas
penggunaan obat.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap pada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis khususnya juga para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System.

Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice : The Clinicians Guide, 2nd
Edition.

Hepler and Stranf, 1990, Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical


Care.

Sudjaswadi, 2001, Farmasi, Farmasis, dan Farmasi Sosial (Pharmacy, Pharmacist,


and Social Pharmacy).

World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A focus on


patient care HANDBOOK 2006 EDITION. World Health Organitation.

11
12

Anda mungkin juga menyukai