Anda di halaman 1dari 6

1.

Profesi
a. Definisi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuankhusus. Sebuah profesi diidentifikasi melalui adanya
kemauan individual praktisinya untuk mematuhi etika dan standar profesional
melebihi persyaratan legal minimal (FIP, 2004). Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasidan lisensiyang khusus untuk
bidang profesi tersebut. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu disebut
profesional. Profesi merupakan pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah
profesi (Anonim, 2011). Dalam literatur lain dikatakan bahwa profesi adalah
sekelompok individu yang mematuhi standar etika dan mandiri, diterima oleh
publik sebagai sekelompok individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
khusus yang diperoleh melalui pembelajaran berasal dari penelitian, pendidikan,
dan pelatihan pada tingkat tinggi, yang digunakan bagi kemaslahatan orang lain
(Kelly, 2002)

b. Pendekatan Sosiologis Profesionalisasi


Apakah farmasi dianggap sebuah profesi perlu dilakukan analisis secara
mendalam. Berbagai literatur secara luas memperdebatkan sosiologi profesi, apa
sebenarnya profesi itu, atribut apa dari suatu pekerjaan yang umumnya diterima
sebagai pembeda sebuah profesi. Pertanyaan seperti mengapa beberapa pekerjaan
naik ke status profesi sedangkan yang lain tidak adalah teka-teki sosiologis yang
membutuhkan penjelasan. Sejak Parsons (1939), menerbitkan makalahnyaberjudul
Profesi dan Struktur Sosial, banyak teori telah dipostulasikan. Sampai tahun
1970-an, kebanyakan penulis mencoba untuk menjelaskan profesi sebagai posisi
unik dalam masyarakat dengan cara memberikan definisi. Mereka mencoba
mengidentifikasi atau mendefinisikan karakteristik dari suatu pekerjaan yang
khusus atau khas dengan status profesional. Ini mengakibatkan berkembangnya
atribut profesi, yang di antaranya dikemukakan oleh Goode (1960) yaitu 10 atribut
ideal sebagai ciri yang paling sering dikutip sebagai berikut:
a) Profesi menentukan sendiri standar pendidikan dan pelatihan.
b) Mahasiswa profesional mengalami proses pelatihan ekstensif dan sosialisasi.
c) Praktik profesional diakui secara legal dalam bentuk lisensi.
d) Pemberian lisensi dan proses masuk sebagai profesional diatur oleh anggota
profesi.
e) Kebanyakan undang-undang yang mengatur profesi dibentuk oleh profesi.
Profesi memiliki pendapatan, kekuatan, dan status yang tinggi, dan dapat
menuntut pendatang baru berkemampuan lebih tinggi.
f) Profesional relatif bebas dari evaluasi secara awam.
g) Norma-norma praktik ditegakkan oleh profesi seringkali lebih ketat
daripada kontrol hukum.
h) Anggota profesi memiliki rasa identifikasi dan afiliasi yang kuat dengan
kelompok kerja mereka.
i) Sebuah profesi menjadi pekerjaan seumur hidup.

Menurut Benner dan Beardsley (2000), profesi adalah sebuah pekerjaan yang
memiliki 10 karakteristik sebagai berikut:

1. Pelatihan terspesialisasi yang lama dalam sebuah badan ilmu pengetahuan.


2. Berorientasi pelayanan.
3. Sebuah ideologi yang didasarkan atas keyakinan orisinil yang dianut oleh para
anggotanya.
4. Sebuah etika yang mengikat para praktisinya.
5. Sebuah badan ilmu pengetahuan yang unik bagi para anggotanya.
6. Seperangkat kepiawaian yang membentuk teknik profesi.
7. Sebuah serikat dari mereka yang berhak mempraktikkan profesi tersebut.
8. Kewenangan yang diberikan oleh masyarakat dalam bentuk lisensi dan
sertifikasi.
9. Pengaturan yang diakui ketika profesi dipraktikkan.
10. Berupa teori tentang manfaat sosial yang bersumber dari ideologi.

Seorang profesional adalah seorang anggota profesi yang menampilkan 10


karakteristik sebagai berikut (Benner and Beardsley, 2000; Chisholm, dkk., 2006;
ASHP Board, 2008):

a. Pengetahuan dan keterampilan dari sebuah profesi.


b. Komitmen untuk memperbaiki diri dalam pengetahuan dan keterampilan.
c. Orientasi pelayanan.
d. Kebanggaan profesi.
e. Hubungan yang terikat perjanjian dengan klien.
f. Kreativitas dan inovasi.
g. Hati nurani dan keterpercayaan.
h. Akuntabilitas atas karyanya.
i. Pengambilan keputusan mendalam yang etis.
j. Kepemimpinan.

Beberapa sosiolog menyatakan bahwa profesi tertentu telah mencapai


statusnya, karena profesi tersebut melakukan fungsi-fungsi penting untuk kerja
masyarakat industri modern. Sosiolog melihat hal tersebut sebagai penjelasan
struktural-fungsional. Pandangan struktural-fungsional masyarakat analog dengan
organ ketika semua bagian organ berfungsi menjamin kesejahteraan organ itu.
Analogi ini dapat diibaratkan dengan sistem fisiologis tubuh manusia. Semua
lembaga sosial menggunakannya, jika tidak, mereka akan berhenti memiliki
fungsi dan dengan cepat akan menghilang. Masyarakat industri yang kompleks
membutuhkan pengetahuan pakar, dan profesi melaksanakan fungsi menerapkan
keahlian mereka untuk kepentingan masyarakat. Pendekatan baik sifat maupun
fungsional telah dikalahkan oleh analisis yang lebih kritis dan realistis, profesi
dapat dikatakan memiliki karakteristik inti atau sifat tertentu, dan memenuhi fungsi
sosial yang penting.

2. Karakteristik Inti Profesi


Karakteristik inti semua profesi telah diidentifikasi sebagai berikut (Taylor, dkk.,
2003):
A. Memiliki pengetahuan dan pelatihan khusus. Untuk dapat diterima dalam profesi,
seseorang harus menjalani masa pelatihan tingkat tinggi, sangat khusus dan jangka
waktu tertentu, hingga memahami dan siap praktik dalam pengabdian profesi.
Karena itu praktik profesional memiliki keahlian yang tidak mudah diakses
semua orang. Dalam banyak hal pengetahuan khusus profesional tidak dimiliki
oleh konsumen yang dilayanai, akibatnya mereka bergantung pada layanan
profesional.
B. Berorientasi pelayanan. Profesional harus bekerja untuk kepentingan pasien
mereka, dan tidak berniat mengejar kepentingan diri mereka sendiri.
Karakteristik ini sangat penting karena sebuah profesi memiliki karakteristik lain
yaitu monopoli praktik di bidang mereka. Dalam bidang kefarmasian, dikenal
dan ditanamkan pengertian pelayanan berupa konsep terstruktur, lengkap dengan
panduan pelaksanaan operasionalnya, sehingga ditetapkan sebagai standar
profesional (professional standard) oleh asosiasi apoteker internasional (FIP) yang
disebut sebagai Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care).
C. Monopoli praktik. Monopoli ini diberikan oleh undang-undang dan dijamin oleh
negara, dengan kata lain adalah ilegal untuk seseorang selain anggota profesi
melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan, misalnya adalah ilegal bagi siapapun
selain seorang ahli bedah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan transplantasi
jantung. Praktik profesi bersifat otonom dan tidak tergantikan oleh profesi lain,
penilaian terhadap kinerja profesi yang bersangkutan diawasi dan diputuskan
benar/salah oleh profesi itu sendiri (esoterik). Dalam bidang kefarmasian di
Indonesia, hal tersebut telah diatur dalam PP No. 51 tahun 2009.
D. Mempunyai regulasi sendiri. Selain pembatasan praktik, profesi memonitor atau
menjadi polisi bagi dirinya sendiri. Friedson (1970), berpendapat bahwa sebuah
profesi berbeda dari pekerjaan lain, karena diberi hak untuk mengendalikan
pekerjaannya sendiri. Sebuah profesi mengatur sistem pelatihan, memutuskan
siapa yang memenuhi syarat untuk memasuki profesi, dan menilai siapa yang
kompeten untuk berpraktik dalam profesi itu. Artinya, mereka mengatur dirinya
sendiri. Seorang profesional harus memelihara derajat keterampilan dan
pengetahuannya terkait dengan kegiatan profesionalnya, berarti seseorang yang
bukan profesional tidak dibenarkan mengevaluasi atau mengatur kegiatan profesi.
Jika para profesional tidak melakukan secara kompeten atau secara etis, mereka
membentuk badan pengawas profesional. Dalam kasus farmasi, Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain (RPSGB) adalah untuk Inggris dan
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) untuk Indonesia. Dalam bidang kefarmasian,
profesi apoteker tercantum dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan
PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, dan memiliki kode etik
apoteker yang diakui negara.
Kelly (2002), berpendapat bahwa ada tiga karakteristik umum dan dikenal luas
untuk sebuah profesi yaitu studi dan pelatihan, ukuran keberhasilan, dan
asosiasi. Studi dan pelatihan yang diberikan oleh perguruan tinggi dengan
pengetahuan dan keterampilan khusus untuk mempraktikkan profesi. Selain itu,
mahasiswa profesional harus belajar sejarah, sikap, dan etika profesi. Mereka juga
harus menerima tugas dan tanggung jawab menjadi seorang profesional. Sebelum
diperbolehkan untuk praktik profesi, mahasiswa profesional harus diuji secara
komprehensif. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan publik bahwa mahasiswa
sebagai calon profesional tersebut memenuhi persyaratan minimum untuk praktik
profesi. Apoteker harus melalui pendidikan di perguruan tinggi dan kemudian
harus mengikuti pelatihan magang selama 1.000-2.000 jam sebelum memenuhi
syarat untuk mengambil lisensi praktik profesional. Keberhasilan profesi didasarkan
pada layanan terhadap kebutuhan pasien, dan untuk itu biasanya profesional
menerima imbalan. Imbalan untuk seorang profesional sejati adalah apabila
mereka menyediakan dan melaksanakan pelayanan kepada pasien. Fokus praktik
seorang apoteker adalah kepada pasien dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Konseling dan pemberian nasehat-nasehat kepada pasien tanpa kompensasi
finansial telah menjadi bagian dari praktik farmasi sejak awal. Menjadi anggota
profesi berarti bekerja sama dengan sesama anggota dan anggota profesi lain.
Masing-masing anggota bekerja, mengembangkan atau meningkatkan standar
profesi, dan menghadiri berbagai sesi pendidikan yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan tinggi farmasi atau organisasi profesi untuk meningkatkan
keterampilan mereka. Apoteker memiliki organisasi profesi baik tingkat lokal,
nasional, dan tingkat internasional. Berbagi informasi satu sama lain adalah salah
satu kekuatan dari profesi farmasi.
3. Apoteker
Apoteker adalah seorang profesional anggota profesi farmasi, sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker
(Presiden RI., 2009). Apoteker tidak hanya kompeten dalam terapi obat, tetapi juga
mempunyai komitmen membantu peningkatan kualitas hidup pasien melalui
pencapaian hasil yang optimal dalam terapi (Peterson, 2004). Apoteker memiliki
peran yang unik dan penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, ada kecenderungan untuk pengembangan peran apoteker di luar apa
yang selama ini dianggap sebagai peran tradisional mereka. Pengembangan peran
apoteker komunitas, bersama dengan kampanye tanya apoteker anda, reklasifikasi
obat, dan iklan obat-obatan kepada masyarakat yang hanya tersedia di apotek, telah
meningkatkan profil apoteker komunitas sebagai penyedia yang mudah diakses di
pelayanan kesehatan, dan persinggahan pertama dalam mencari saran medis dan
pengobatan.
Sepanjang tahun 1995 dan 1996 RPSGB melakukan proses konsultasi dengan
anggotannya, berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana apotek harus dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Sebuah perkembangan baru-baru
ini, telah terjadi peningkatan jumlah apoteker yang bekerja dalam praktik paruh waktu.
Ini dikenal sebagai apoteker perawatan primer dan merupakan integrasi peningkatan
apoteker ke dalam tim perawatan primer. Untuk kegiatan tersebut, apoteker memiliki
peran utama dalam mengelola biaya obat resep melalui pengkajian pengobatan pasien.
4. Profesionalisme
Menurut WHO dan FIP, salah satu syarat untuk melaksanakan Good Pharmacy
Practice(GPP) atau Cara Praktik Farmasi yang Baik harus menjadikan profesionalisme
sebagai filosofi utama (WHO, 1996; FIP, 1997). Profesionalisme adalah sifat-sifat
(kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana wajarnya
terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal dari
kata profesion yang bermakna memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya. Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas
seseorang yang profesional (Anonim, 2013). Profesionalisme juga dapat didefinisikan
sejauh mana suatu profesi atau anggota dari suatu profesi memperlihatkan karakteristik
profesi (Hammer, dkk., 2000).
Menurut American Board of Internal Medicine (2001) ada 6 prinsip
profesionalisme:
a. Altruisme yaitu melayani kepentingan pasien di atas kepentingan mereka sendiri.
Ini berarti pelayanan tidak dikompromikan atau dikurangi dalam hal kualitas oleh
karena ketidakmampuan pasien untuk membayar.
b. Akuntabilitas yaitu akuntabel atau dapat diandalkan untuk memenuhi perjanjian
tersirat dengan pasien mereka. Mereka juga akuntabel untuk mengatasi kebutuhan
kesehatan masyarakat dan untuk mematuhi kode etik profesi farmasi.
c. Keunggulan yaitu berkomitmen untuk belajar sepanjang hayat dan akuisisi atau
pencarian pengetahuan untuk melayani pasien. Ini termasuk ingin melebihi
harapan, dan menghasilkan kerja yang berkualitas.
d. Tugasyaitu berkomitmen untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya bahkan ketika situasi tidak menyenangkan, advokat untuk asuhan yang
tepat tanpa memandang situasi.
e. Kehormatan dan Integritas yaitu adil, jujur, menjaga kata-kata, memenuhi
komitmen, dan lugas.
f. Menghormati yang lain yaitu menghormati teman sejawat profesional, profesional
kesehatan lain, pasien, dan keluarga mereka.
Untuk mengukur 6 prinsip profesionalisme di atas telah dikembangkan
instrumen survei dengan 18 kuesioner/pernyataan (Chisholm, dkk., 2006):
1. Tidak mengharapkan imbalan apa pun ketika membantu seseorang.
2. Menghadiri/melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
3. Jika menyadari akan terlambat, memberitahu individu yang tepat di awal waktu.
4. Jika tidak menindaklanjuti tanggung jawab, siap menerima konsekuensi.
5. Ingin melebihi harapan orang lain.
6. Menghasilkan kerja yang berkualitas.
7. Menyelesaikan tugas secara independen dan tanpa pengawasan.
8. Menindaklanjuti dengan tanggung jawab.
9. Bertekad untuk membantu orang lain.
10. Mengambil pekerjaan ketika diperlukan dan bahkan jika dibayar kurang dari
posisi lain.
11. Menghindari berbuat curang untuk mendapatkan imbalan yang lebih tinggi
(penghargaan, uang, dan lain sebagainya) .
12. Akan melaporkan kesalahan pengobatan, bahkan jika tidak ada orang lain yang
menyadari kesalahan.
13. Dapat menerima kritik yang membangun.
14. Memperlakukan semua pasien sama, terlepas dari status sosial atau
kemampuannya untuk membayar.
15. Menangani orang lain sesuai nama dan hak.
16. Diplomatis ketika menyampaikan pemikiran dan pendapat.
17. Menerima keputusan oleh karena kewenangan mereka.
18. Menghormati individu yang memiliki latar belakang berbeda

Anda mungkin juga menyukai