Anda di halaman 1dari 36

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP UJI ANTIMITOSIS PADA SEL BULU BABI (Tripneustes gratilla)

OLEH: KELOMPOK V NURUL HAQ N111 09 268

PRICILLIA ANGELIN HELAHA N111 09 505 NURWIDYA NENGSI NATALIA WIJOYO CITRA DEWI ARIFIN DJIE N111 10 276 N111 10 286 N111 10 301

GOLONGAN / GELOMBANG : KAMIS / I ASISTEN : NURUL MUKHLIZA

MAKASSAR 2012

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan

dalam bidang natural produk. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa aktif dari lingkungan diteliti khasiatnya sebagai bahan antikanker (1). Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif. Spons merupakan biota laut yang paling banyak diteliti kandungan senyawa bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa pemandu dalam sintesis obat-obat baru. Hewan ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar di beberapa pulau dalam wilayah perairan (2). Berbagai metode skrining telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa bioaktif dari sponge Theonella sp.. Salah satu diantaranya metode skrining untuk senyawa bioaktif yang dapat menghambat sistem pembelahan sel kanker. Pada umumnya pembelahan sel yang terjadi pada manusia mirip dengan pembelahan yang terjadi pada sel telur bulu babi. Sel telur bulu babi yang mengalami pembuahan oleh sperma akan melalui beberapa tahap pembelahan sel. Proses pembelahan ini dapat mengalami gangguan akibat adanya suatu senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap sel bahkan

menyebabkan kematian sel, sehingga proses penghambatan sistem pembelahan sel telur bulu babi dapat digunakan sebagai uji coba aktifitas atau skrining suatu senyawa bioaktif (1). Oleh karena itu, dalam kerja praktek ini akan dilakukan uji bioaktivitas antimitosis dari ekstrak metanol sponge Theonella sp. terhadap pembelahan sel telur bulu babi dengan melakukan pengamatan proses penghambatan sistem pembelahan sel telur oleh senyawa metabolit sponge. Diharapkan hasil dari uji bioaktivitas antimitosis yang dilakukan dapat menjadi kajian lebih lanjut mengenai teknik isolasi dan karakterisasi struktur senyawa bioaktif dari sponge serta uji bioaktifitas senyawa tersebut terhadap sel kanker (2).

I.2 I.2.1

Maksud dan Tujuan Percobaan Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami prinsip dasar dari uji antimitosis dari suatu

sampel terhadap sel bulu babi (Tripneustes gratilla). I.2.2 Tujuan Percobaan Mengetahui dan memahami prinsip dasar dari uji antimitosis dari ekstrak metanol dari sampel Theonella sp. terhadap sel bulu babi (Tripneustes gratilla).

I.3

Prinsip Percobaan Pengujian antimitosis ekstrak sampel terhadap zigot dari sel telur dan

sel sperma bulu babi (Tripneustes gratilla) dengan melihat jumlah sel yang

membelah dimana hasil yang diperoleh berupa persentase sel yang tidak membelah terhadap total sel kemudian dilakukan analisis probit dan ditentukan nilai IC50.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Teori Umum Uji antimitosis merupakan salah satu metode uji toksisitas yang

banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari bahan alam. Metode ini menunjukkan aktifitas farmakologi yang luas, tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap bulu babi (Tripneustes gratilla). Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, murah, mudah dan dapat diulangi sehingga dapat digunakan sebagai Bioassay Guided Isolation yaitu isolasi komponen kimia berdasarkan aktifitas yang ditunjukkan oleh bioassay tersebut. Dengan mengetahui aktifitas dari suatu kelompok komponen kimia (fraksi), dapat dilakukan isolasi senyawa sehingga diperoleh senyawa tunggal aktif (3). Toksisitas ialah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dan keberbahayaan zat yang akan diuji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintetik. Toksisitas diukur dengan mengamati kematian hewan percobaan. Kematian dari hewan percobaan dianggap sebagai respon dari pengaruh senyawa yang diuji, sehingga hubungan dari respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksis adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas (4).

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu, daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktifitas dan juga untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurniaan (2). Efek toksisitas dianalisis dari pengamatan dengan persen sel yang tidak membelah (2):

Dengan mengetahui jumlah sel bulu babi yang tidak membelah, dapat dicari angka probit melalui tabel dan dibuat persamaan garis: (2) y = a + bx Keterangan: y = nilai probit IC50 x = konsentrasi Kanker adalah penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat menyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari selsel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam

perkembangannya. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menimbulkan kematian (5). Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga sel kanker pada umumnya cepat menjadi besar. Sel kanker

menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkram alat tubuh yang terkena. Di samping itu, sel kanker dapat menyebar (metatasis) ke bagian alat tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyebaran sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu (5). Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

terganggunya kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal. Sebagai bukti dari terganggunya kontrol regulasi sel-selnya, kanker memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan sel-sel normal dalam tubuh kita (4): 1. Sel kanker tak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan nama apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh kita, yang mana semuanya fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker berbeda dengan karakteristik tersebut. Dia akan terus hidup meski seharusnya mati (Immortal). 2. Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asosial. Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan

sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya. 3. Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan tersebut dan tumbuh subur di atas jaringan lain. 4. Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski itu tentunya dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh. 5. Sel kanker memiliki kemampuan dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski seharusnya ia sudah tak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya. Kanker berkembang melalui serangkaian proses yang disebut karsinogenesis. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa kanker bukanlah penyakit, melainkan penyakit yang timbul akibat akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu dalam tubuh kita (3). Karsinogenesis pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap utama yaitu inisiasi dan promosi, namun beberapa literatur menambahkan bahwa tahap promosi kanker diikuti oleh proliferasi, metastasis dan neoangiogenesis (5). Tahap inisiasi ialah tahap dimana agen karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) mulai bekerja mengubah susunan DNA fungsional atau yang lebih populer dengan nama gen sehingga gen itu menjadi berbeda dengan semestinya atau terjadi mutasi. Biasanya gen yang berubah susunannya adalah gen yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor (tumor suppressor gene), misalnya saja gen p53 (4).

Agen karsinogenik banyak sekali macamnya dan secara umum sangat berkaitan dengan pola makan dan pola hidup manusia, seperti paparan sinar ultra violet, radiasi sinar gamma, asbestos, merkuri, asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pengawet makanan seperti natrium benzoat, pewarna makanan misalnya rhodamin, tak ketinggalan pula bumbu masakan sintesis (penyedap masakan) yaitu MSG (Monosodium/Mononatrium

Glutamat) yang makin hari makin beragam dan makin banyak digunakan karena harganya yang relatif murah dan tersedia dalam berbagai rasa buatan. Ditambah dengan cara pemakaian yang jauh lebih praktis daripada bumbu dapur alami, makin lengkaplah alasan kebanyakan konsumen saat ini untuk menggunakan bumbu sintetis itu (2). Bulu babi adalah organisme dioecious. Bulubabi bentuk regular mempunyai 5 lobul gonad. Gonad berukuran besar saat matang dan memanjang dari pusat aboral ke lentera. Gonad ditutupi oleh lipatan-lipatan epitelium perivisceral dari bagian inter ambulakral pada separuh apikal rongga tubuh. Setiap lobul gonad memiliki sebuah saluran gonad (gonaduct) yang terbuka ke bagian luar melalui sebuah lubang genital. Contoh gonad primer disajikan pada Gambar 1. Semua jenis bulubabi sangat unik dalam hal seksnya (unisexual). Struktur kelamin jantan dan betina hampir sama, sehingga perbedaan jenis kelamin hampir tak nampak morfologisnya akibat sifatnya dimorfisme. Rasio individu jantan dan betina bulubabi secara umum adalah 1:1. (5).

Gambar 1 Gonad primer bulu babi Stronggylocentrotus intermedius Sperma dan telur dilepaskan ke laut, dan fertilisasi terjadi secara eksternal. Setelah pembuahan, telur akan mengalami proses perkembangan embrio yang diawali oleh pembelahan sel dari 2 hingga 64 sel, dan berlanjut hingga mencapai tahap blastula dan gastrula. Setelah menetas, larva berkembang berbentuk prisma. Tangkai memanjang dan membentuk empat lengan pada larva awal pluteus dengan sepasang lengan antero lateral dan sepasang lengan postero oral. Pada tahap pluteus dengan enam lengan, terbentuk lengan postero dorsal, dan pada tahap pluteus dengan delapan lengan, bagian cangkang, kaki tabung histologi, dan duri terbentuk. Metamorfosis dimulai dengan munculnya primordium bulubabi dan berakhir dengan perkembangan anus dan mulut dengan perubahan dari bentuk histolo menjadi bentik setelah histologis (5). Selama perkembangan gonad berlangsung akan terjadi perubahanperubahan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perubahan yang

terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan gonad somato indeks. Nilai gonad somato indeks akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan menurun sesudah pemijahan. Selain itu, distribusi ukuran diameter telur pada bulubabi betina, dapat pula menunjukkan tahapan-tahapan perkembangan gonad dan interval pemijahan pada ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner). Perubahan gonad secara kualitatif dapat dinyatakan dengan pengamatan histologi dan morfologi gonad. Perubahan-perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad dikelompokkan ke dalam tingkatan kematangan gonad. Tahapan-tahapan selama perkembangan gonad

bulubabi Evechinus, digambarkan sebagai berikut: (1) a. Oogenesis Tahap I (recovery/pemulihan): histo terdiri dari oosit primer gelap (diameter <25 m ) , menempel pada dinding ascinal. Sisa-sisa oosit berwarna gelap berada di antara pagosit histologi. Tahap II (growing/perkembangan): histo didominasi oleh pagosit histologi, dengan oosit vitelogenik awal (diameter 25 70 m) menempel pada dinding ascinal. Kelimpahan material sisa-sisa oosit menurun. Tahap III (pre-mature): Kelimpahan pagosit histologi menurun selama vitelogenesis berlanjut. Ovari terdiri dari oosit pada semua tingkatan perkembangan (diameter 25 100 m). Sejumlah kecil ova yang matang terlepas dari dinding ascinal dan terpusat pada lumen histo. Tahap IV (mature / pre-spawning): Ovari didominasi oleh

ova yang matang (diameter 100 m). Tertutup dalam lumen. Pagosit histologi tidak ada atau sebagian kecil bergabung dengan oosit primer di sepanjang dinding ascinal. Tahap V (partially spawned): Ova matang kurang padat dalam lumen mengikuti permulaan pelepasan ova. Vitelogenesis penuh dan oosit premature dan pagosit histologi tidak ada atau bergabung dengan dinding ascinal dalam jumlah kecil. Tahap VI (spent / post-spawning): Ovari kosong, mengandung hanya sejumlah kecil sisa sisa oosit. Dinding ascinal tipis dengan sejumlah kecil oosit primer disekitar histologi histo. Kelimpahan pagosit histologi meningkat disekitar periferi histo dengan sisa-sisa oosit pagositosis yang nyata. b. Spermatogenesis Tahap I (recovery): Testis didominasi warna pucat, pagosit histologi, butiran material histologi yang berwarna gelap. Lapisan spermatogonia tipis (< 50 m) dan spermatosit primer menempel pada histologis germinal. Sisa-sisa spermatozoa berada dalam lumen. Tahap II (growing/ perkembangan): Pagosit histologi dominan dalam testes, namun frekuensi butiran material histologi menurun. Ketebalan lapisan spermatogonia dan spermatosit primer meningkat (50 100 m), dengan kolom spermatofor memanjang histolo lumen. Tahap III (pre mature): Kelimpahan pagosit histologi terhalau ke histologis karena lapisan spermatogonial menebal (100-120 m).

Kolom spermatosit bertambah panjang dan memanjang ke bagian lumen, dan akumulasi spermatozoa terpusat di dalam lumen testes. Tahap IV (mature/pre-spawning): Testes didominasi oleh kumpulan spermatozoa padat tanpa pagosit histologi atau hanya berupa lapisan histologis tipis. Ketebalan lapisan spermatogonial menurun (70-100 m) karena spermatogenesis berakhir. Tahap V (partially spawned): Kepadatan spermatozoa menurun mengikuti permulaan pemijahan dengan ruang kosong yang jelas terlihat di dalam lumen. Ketebalan histologis germinal terus menurun (25 70 m) sedangkan lapisan histologis pagosit histologi mulai bertambah tebal. Tahap VI (spent / post histolog): Testes didominasi oleh lumen besar yang kosong yang terdiri dari sejumlah kecil sisa-sisa spermatozoa. Dinding ascinal sangat tipis (<25 m), sedang lapisan pagosit histologi terus bertambah tebal. Tahapan perkembangan gonad pada jantan dan betina bulubabi diperjelas pada gambaran histologist yang disajikan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 2 Tahapan perkembangan testis bulubabi Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Gonad tahap 0 (Neuter) Testis tahap I (Developing virgin) Testis tahap I (Recovering spent) Testis tahap II (Growing) Testis tahap II (Growing) Testis tahap III (Pre-mature) Testis tahap IV (Mature) Testis tahap V (Spent)

Gambar 3 Tahapan perkembangan ovari bulu babi Keterangan: 9. 10. 11. 12. 13. 14. Ovari tahap I (Developing virgin) Ovari tahap I (Recovering spent) Ovari tahap II (Growing) Ovari tahap III (Pre-mature) Ovari tahap IV (Mature) Ovari tahap V (Spent)

Jenis makanan bulubabi T. gratilla sangat bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangannya. Larva biasanya memakan diatom-diatom

plantonik, tetapi pada tahap juvenil memakan diatom diatom sesil, dan yang telah berukuran besar memakan makroalga, lamun, dan mikro flora. T. gratilla yang telah dewasa dapat memakan bermacam-macam makroalga, antara

lain: Sargassum spp., Padina spp., Hydroclathrus clathrus, Cladosiphon okamwarmus., Hypnea charoides, Gracilaria blodgettii, Ceratodictyon

spongiosum. Berdasarkan hasil analisa lambung T. gratilla yang diambil dari alam, menunjukkan bahwa yang paling dominan sebagai makanannya adalah Sargassum spp., Padina spp., dan Hydroclathrus clathrtus, serta lamun lainnya (1).

II.2

Uraian Sampel

II.2.1 Uraian Spons Theonella sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah Indonesia bagian timur. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan obat. Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antikanker dan antifungi (5). Klasifikasi sampel: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Porifera : Demospongea : Lithistida : Theonellidae : Theonella : Theonella sp. (5)

II.2.2 Uraian Bulu Babi Secara morfologi bulubabi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu; kelompok reguler dan kelompok irregular. Kelompok reguler adalah kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh hemisfer, membulat di bagian atas dan merata di bagian bawah. Hewan ini memiliki duri yang panjang dan kadang berwarna menyolok. Kelompok irreguler adalah kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh yang memipih, misalnya: bulu hati dan dolar pasir (3). Kingdom Phylum Klass Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Echinodermata : Echinoidea : Temnopleuroida : Toxopneutidae : Tripneustes : Tripneustes gratilla (3)

Beberapa jenis bulubabi reguler terbagi ke dalam beberapa ordo, yaitu: ordo Arbacioida, ordo Temnopleuroida, dan ordo Echinoida.

Karakteristik dari ordo Arbacioida adalah periprok (area sekeliling anus) memiliki 4 atau 5 keping (plate) berukuran besar. Ordo Arbacioida hanya terdiri dari satu famili yaitu Arbaciidae. Hidup pada habitat bersubstrat keras dan terlindung dari ombak besar. Bergerak pada malam hari dan hidup pada ganggang yang mengandung kalkareus, contohnya: Arbacia lixula. Ordo Temnopleuroida terdiri dari 2 famili, yaitu: (1) famili Temnopleuridae memiliki ukuran tubuh yang kecil dan diameter cangkang 6 7 mm dan berduri

pendek, dan (2) famili Toxopneustidae, tergolong ke dalam famili bulubabi yang dapat dikonsumsi, contohnya: Lytechinus variagatus, Toxopneutes pileolus (sangat mudah dikenali memiliki pedicellaria berukuran besar), dan Tripneustes gratilla. Ordo Echinoida terdiri dari 3 famili, yaitu: (1) famili Echinoidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Echinus esculentus, Paracentrotus lividus; (2) famili Echinometridae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dijadikan bulubabi hias, contoh: Echinometra spp., Echinometra viridis, Echinometra lucunter, Echinometra oblonga, dan Echinometra vanbrunti; (3) famili Strongylocentroidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Strongylocentrotus droebachiensis, S. Franciscanus, dan S. Purpuratus. Beberapa bulubabi yang dapat dikategorikan sebagai bulubabi ekonomis penting adalah: Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Toxopneustes pileolus, Echinotrix calamaris, Mespilia globulus, Heterocentrotus mammilatus, Salmacis belli, dan Echinometra sp. Bulubabi Tripneustes gratilla memiliki karakter warna tubuh yang didominasi oleh warna oranye, putih dan coklat, sehingga nampak indah. Bulubabi ini di Indonesia umumnya hidup di padang lamun dan jarang ditemukan pada pantai berkarang atau bebatuan. Gonadnya sangat enak dimakan serta bernilai ekonomis penting karena dijual hingga ke manca negara. Bulubabi ini dijadikan salah satu bulubabi hias karena keindahannya. Jenis bulubabi Tripneustes gratilla berdiameter 10 cm dan tinggi 6 cm, mempunyai daerah penyebaran yang luas mulai India hingga perairan Pasifik sebelah barat. Pada cangkang bulubabi terdapat 5 segmen

ambulakral dengan barisan kaki tabung dan 5 segmen interambulakral tanpa kaki tabung. Segmen tersebut tersusun secara berselang seling (5). Mulut terletak tepat di tengah dari sisi aboral tubuh. Organ ini dikelilingi oleh kaki tabung yang berguna membantu dalam bergerak dan menjaga stabilitas tubuh khususnya saat makan dan saat berada di substrat /tidak melaksanakan aktivitas pergerakan. Bagian mulut dan gigi merapat jadi satu dan dilekatkan oleh bahan kapur membentuk struktur yang dinamakan lentera aristoteles. Lentera aristoteles terdapat di bagian tengah aboral. Organ ini berfungsi untuk merumput pada substrat. Lentera aristoteles dilengkapi oleh 5 pasang gigi yang tajam pada bagian ujungnya. Gigi-gigi ini apabila rusak maka akan tumbuh kembali. Semua bagian dari lentera aristoteles ini dapat dijulurkan atau dimasukkan secara fleksibel ke dalam mulut khususnya pada saat merumput (5). Anus terletak di bagian tengah dari sisi aboral tubuh berdekatan dengan madreporit (tempat masuknya air laut ke dalam tubuh dan berperan dalam sistim pembuluh air) dan gonopor. Pada bulu hati, sebagai kekecualian, anusnya terletak antara sisi atas dan sisi bawah, di ujung berlawanan dengan mulut (4).

BAB III METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan Percobaan

III.1.1 Alat Percobaan Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah deck glass, erlenmeyer, gelas, gelas kimia, lemari pendingin, mikropipet, mikroskop, objek glass, pipet, dan spoit. III.1.2 Bahan Percobaan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air laut bebas protozoa, ekstrak metanol sampel (Theonella sp.), formalin, KCl 10%, kloroform p.a, metanol p.a, bulu babi (Tripneustes gratilla).

III.2

Cara Kerja

III.2.1 Penyiapan Zigot 1. 2. 3. Alat dan bahan disiapkan Bulu babi diinduksi dengan menggunakan KCl 10% dan didiamkan Sel sperma (putih susu) dan sel telur (kuning keemasan atau orange) yang keluar ditampung 4. Sel sperma dipipet sebanyak 50 l dan ditambahkan dengan 2,95 ml air bebas protozoa untuk pembuatan suspensi sperma 5. Suspensi sperma diambil 1 ml dan ditambahkan dengan 4 ml sel telur

6.

Campuran sel sperma dan sel telur tersebut dimasukkan dalam air laut bebas protozoa

7.

Campuran tersebut didiamkan selama kurang lebih 10 menit di dalam lemari pendingin

III.2.2 Pengujian Antimitosis pada Sel Bulu Babi 1. 2. 3. Alat dan bahan disiapkan Ekstrak awal sampel (Theonella sp.) ditimbang sebanyak 1 mg Pelarut kloroform p.a : metanol p.a (1:1) ditambahkan sebanyak 100 l digunakan untuk melarutkan sampel 4. Setelah itu, dari ekstrak tersebut dibuat pengenceran dengan variasi konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm 5. Untuk membuat konsentrasi 1000 ppm, dari larutan stok dengan 10000 ppm dipipet sebanyak 10 l dan ditambahkan dengan menggunakan air laut bebas protozoa sebanyak 890 l dalam tabung ependorf 6. Untuk membuat konsentrasi 100 ppm, dipipet 10 l dari larutan dengan konsentrasi 1000 ppm dan ditambahkan air laut bebas protozoa sebanyak 890 l dalam tabung ependorf 7. Untuk membuat konsentrasi 10 ppm, dipipet 10 l dari larutan dengan konsentrasi 100 ppm dan ditambahkan air laut bebas protozoa sebanyak 890 l dalam tabung ependorf 8. Masing-masing konsentrasi tersebut ditambahkan dengan 100 l zigot sehingga tepat berjumlah 1000 l

9.

Formalin sebanyak 1 tetes ditambahkan dan disimpan pada suhu kamar

10. 11.

Campuran tersebut didiamkan selama 2-3 jam Campuran diletakkan sedikit di atas objek glass dan ditutup dengan deck glass

12. 13. 14.

Pengamatan mikroskop dilakukan Jumlah sel yang membelah dihitung Analisis probit dilakukan

BAB IV HASIL PENGAMATAN

IV.1

Data Pengamatan

IV.1.1 Data Pengujian Antimitosis Log Konsentrasi (x) 1 Jumlah Sel yang Tidak Membelah 17 18 11 % Rata-rata 23 14 15 % Rata-rata 51 43 101 % Rata-rata Nilai Probit (y) 3,7745

Kons

Total Sel 121 148 156 72 79 74 57 50 113

Persentase (%) 14,05% 12,16% 7,05% 11,09% 31,94% 17,72% 20,27% 23,31% 89,47% 86% 89,38% 88,28%

10 ppm

100 ppm

4,2693

2,326

1,210

1000 ppm

6,194

IV.1.2 Data Kontrol Negatif Menggunajan Kloroform p.a : Metanol p.a (1:1) Konsentrasi 10 ppm 100 ppm 1000 ppm Jumlah Sel yang Tidak Membelah 5 2 1 Total Sel 110 76 54

IV.2

Perhitungan

IV.2.1 Pengenceran Sampel 1 mg 100 l (10000)

10 l

1000 l (1000 ppm)

10 l

1000 l (100 ppm)

10 l Keterangan:

1000 l (10 ppm)

Untuk pengenceran air laut bebas protozoa yang ditambahkan hanya 890 l karena akan ditambahkan lagi dengan 100 l zigot sehingga volumenya cukup 1000 l.

IV.2.2 Perhitungan Persentase (%) Sel yang Tidak Membelah 1. a. Untuk konsentrasi 10 ppm

b.

c.

2. a.

Untuk konsentrasi 100 ppm

b.

c.

3. a.

Untuk konsentrasi 1000 ppm

b.

c.

IV.2.3 Perhitungan Nilai Probit (y) 1. Untuk konsentrasi 10 ppm ( )

2.

Untuk konsentrasi 100 ppm ( )

3.

Untuk konsentrasi 1000 ppm ( )

IV.2.4 Perhitungan Nilai IC50

Untuk y = 5,00 (nilai probit 50), maka:

IC50 = antilog x =162,181 g/ml = 162,181 ppm

IV.3

Gambar
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

Ket: Bulu Babi (Tripneustus gratilla)

Ket: sel telur bulu babi betina (kuning keemasan)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

Ket: sel sperma bulu babi jantan (putih susu)

BAB V PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan uji bioassay berupa uji antimitosis sel bulu babi (Tripneustus gratilla) terhadap sampel Theonella sp. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat penghambatan pembelahan sel bulu babi terhadap hasil metabolit dari sampel spons (Theonella sp.). Pengujian antimitosis ini menggunakan sel sperma dan sel telur dari bulu babi (Tripneustus gratilla) dimana bulu babi diinduksi dengan menggunakan KCl 10% untuk proses penyiapan zigot. Sehingga, sel sperma (putih susu) dan sel telur (kuning keemasan atau orange) dapat keluar. Sel sperma dipipet sebanyak 50 l dan ditambahkan dengan 2,95 ml air bebas protozoa untuk pembuatan suspensi sperma. Dari suspensi sperma diambil 1 ml dan ditambahkan dengan 4 ml sel telur dimana hasil pencampuran tersebut ditambahkan lagi dengan air laut bebas protozoa dan didiamkan lagi selama 10 menit lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Sementara, pada proses pengujian antimitosisnya digunakan ekstrak awal sampel (Theonella sp.) ditimbang sebanyak 1 mg dan dilarutkan dengan 100 l kloroform p.a : metanol p.a (1:1). Setelah itu, dari campuran tersebut dibuat pengenceran dengan variasi konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm, dimana masing-masing konsentrasi tersebut ditambahkan dengan 100 l zigot. Selanjutnya, formalin sebanyak 1 tetes ditambahkan dan disimpan pada suhu kamar. Setelah didiamkan selama 2-3 jam, dilakukan pengamatan

dengan menggunakan mikroskop. Pada pengamatan tersebut, dihitung jumlah sel yang membelah dan dilakukan analisis probit. Alasan penggunaan KCl 10% yaitu karena larutan ini bersifat hipotonis sehingga mampu memecahkan dinding sel dari bulu babi tersebut. Hal itulah yang mengakibatkan sel sperma dan sel telur dapat keluar. Air laut bebas protozoa digunakan karena jika dalam air laut terdapat protozoa, maka protozoa tersebut dapat memakan sel sperma dan sel telur dari bulu babi. Pada percobaan digunakan sel sperma yang lebih sedikit dibandingkan dengan sel telur karena dalam 1 ml larutan sel sperma terdapat berjuta-juta sel sperma di dalamnya, sedangkan dalam 1 ml larutan yang berisi sel telur hanya terdapat beberapa sel telur. Hal ini dikarenakan bentuk sel telur yang lebih besar daripada sel sperma. Sel sperma harus segera disimpan dalam lemari pendingin karena waktu hidupnya yang sangat singkat. Formalin ditambahkan dengan tujuan untuk menghambat pembelahan sel dari bulu babi setelah diberi perlakuan dengan penambahan sampel dan setelah didiamkan. Hal ini dilakukan supaya tidak mengganggu dalam pengamatan. Penggunaan kloroform p.a : metanol p.a (1:1) sebagai pelarut sebaiknya tidak digunakan karena sifatnya yang bersifat toksik. Apabila pelarut ini digunakan, maka nantinya akan sulit dibedakan sel yang tidak membelah akibat efek metabolit sampel Theonella sp. atau selnya tidak membelah karena efek toksik dari pelarut tersebut. Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah DMSO (dimethyl sulfoxide) karena sifatnya yang inert dan tidak bereaksi dengan senyawa apapun. Selain itu, pelarut ini dapat

digunakan untuk melarutkan sampel yang tidak dapat larut dalam air karena pelarut DMSO ini dapat melarutkan senyawa yang bersifat nonpolar dan dapat bercampur dengan air. Pada percobaan ini dilakukan perhitungan nilai LC50 karena ingin diketahui pada konsentrasi berapa sampel Theonella sp. dapat menghambat pertumbuhan sel. Hasil dari uji antimitosis ini dapat berupa efek antimikroba ataupun efek antikanker. Tetapi, untuk memastikan efek dari hasil metabolit spons Theonella sp. ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi. Untuk melengkapi hasil kerja praktek ini maka disarankan

menindaklanjuti kajian yang lebih mendalam meliputi: 1. Pemurnian lebih lanjut terhadap ekstrak spons Theonella sp. yang berpotensi menghambat pembelahan sel dengan teknik kromatografi hingga di dapat isolat murni. 2. Melakukan uji aktivitas hasil isolat murni terhadap sel kanker yang lebih spesifik.

BAB VI PENUTUP

VI.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan, maka diperoleh nilai IC50 dari sampel

spons Theonella sp. terhadap sel bulu babi (Tripneustes gratilla) sebesar 162,181 g/ml.

VI.2

Saran Sebaiknya pengujian antimitosis ini dilakukan sampai akhir oleh

praktikan, supaya praktikan lebih memahami langkah kerjanya dan dapat dimanfaatkan sebagai ide dalam melakukan suatu penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Proksch, P. Isolation and Structure Elucidation of Secondary Metabolites from Marine Spons and a Marine-derived Fungus. Dusseldorf. 2005

2.

Alam, Gemini dkk. Isolasi Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi UH, Makassar. 2011

3.

Gunarto

dan

Setabudi

E.

Perkembangan

Gonad

Bulu

Babi

(Tripneustes gratilla) di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan . Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 2002 4. Shahidi and Botta. Seafoods Chemistry, Processing Technology and Quality. Blackie Academic Professional, London. 1994 5. Dinnel, P.A., J.M. Link and Q.J. Stober. Improved Methodology for Sea Urchin Sperm Cell Bioassay for Marine Waters. Archive of

Environmental Contamination and Toxicology. 1987

LAMPIRAN

1.

Tabel Probit

PRESENTASE 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 -

PROBIT 4 5

2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66

3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,95 4,01 4,05 4,08 4,12 4,17 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

99

7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,66 7,75 7,88 8,09

2. a.

Skema Kerja Penyiapan Zigot Bulu babi diinduksi KCl 10% diamkan ditampung

sperma (putih susu) buat suspensi sperma

sel telur (kuning keemasan)

50 l sperma + 2,95 ml air laut bebas protozoa

1 ml suspensi sperma + 4 ml sel telur dimasukkan dalam 50 ml air laut bebas protozoa

didiamkan 10 menit di lemari pendingin

b.

Uji Antimitosis Sel Bulu Babi 1 mg sampel ekstrak metanol

+100 l DMSO konsentrasi

10 ppm

100 ppm

1000 ppm

+ 100 l zigot didiamkan 2-3 jam, suhu 25oC

+ 1 tetes formalin

pengamatan mikroskop

hitung jumlah sel yang membelah

analisis probit

Anda mungkin juga menyukai