Anda di halaman 1dari 14

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKALAH FITOTERAPI

ANTITUMOR DAN SITOTOKSIK

OLEH:

KELOMPOK 1 : C.10

MUTHIA ADINDA KHAIR (15020140028)

MULKYAH ANNISA (15020140277 )

RAHMAYANTI JAFAR (15020140252)

YASIR FAMIR (15020140263)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan merupakan sifat dasar dari sel yang hidup dan sel memiliki
kemampuan mengendalikan pertumbuhannya. Organisme yang sudah dewasa
tidak lagi mengadakan pertumbuhan karena pertumbuhan sel sudah berada dalam
keadaan seimbang di mana sel-sel lama yang telah mati telah tergantikan oleh sel
baru. Dalam keadaan tertentu misalnya ada luka pada jaringan tubuh, akan terjadi
lagi pertumbuhan yang bersifat lokal yang akan berhenti dengan sendirinya
apabila jaringan tersebut sudah mengalami penyembuhan. Proses terbentuknya
sel tumor, terjadi karena adanya senyawa-senyawa yang terkandung dari nutrisi
yang dikonsumsi oleh tubuh yang dapat sebagai pemicu terbentuknya sel tumor.
Akan tetapi, nutrisi yang dikonsumsi oleh tubuh juga terdapat senyawa-senyawa
yang bersifat sebagai penghambat aktivitas terbentuknya tumor, sehingga
senyawa-senyawa tersebut disebut sebagai antitumor.
Pertumbuhan sel tumor dapat digambarkan dengan model pertumbuhan
eksponensial, karena adanya cacat pada untaian DNA yang dapat menyebabkan
kesalahan pengkodean gen, akibatnya gen yang biasanya membatasi
pertumbuhan sel tidak ada atau rusak, sel-sel yang terkena dampak dapat
membelah dan berkembang biak tanpa kendali. Sel-sel yang membelah dan
berkembang biak tanpa kendali membesar (membentuk tumor) , dan dapat
menyerang jaringan sekitar dan organ lainnya. Sel-sel ini kemudian dapat pula
melepaskan diri dan bermigrasi ke bagian jauh dari tubuh . Akan tetapi,
pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor internal seperti keterbatasan
nutrisi dan keterbatasan ruang pertumbuhan dari sel tumor tersebut. Karena
adanya pengaruh tersebut, maka pertumbuhan sel tumor dapat diturunkan dari
pertumbuhan logistik. Selain dari faktor internal, pertumbuhan sel tumor juga
dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dengan operasi pengangkatan sel
tumor dan dengan melakukan terapi virus anti tumor (virus oncolytic) dengan
mengabaikan perilaku dinamik dari virus oncolytic dan pengaruh sistem
kekebalan oleh.
Selain kedua faktor eksternal tersebut, sel tumor dapat pula mati karena faktor
alami atau adanya faktor kemampuan kekebalan sel anti tumor. Kemampuan
kekebalan sel anti-tumor memiliki peranan yang penting dalam mengurangi
pertumbuhan sel tumor.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan sel yang berlebihan dan tidak
terkontrol, dapat diikuti dengan metastasis pada satu atau lebih jaringan. Kanker
adalah istilah umum untuk semua tumor ganas (malignant tumor) yaitu tumor yang
menyebar dan ganas, sedangkan tumor yang tidak menyebar dan tidak ganas disebut
tumor jinak (benign tumor). Pengembangan obat anti-tumor ditujukan untuk
memperoleh obat anti-tumor yang lebih selektif dengan sifat toksisitas minimal dan
mencegah resistensi obat yang disebabkan oleh ketidakstabilan genetika tumor. Salah
satu strategi pengembangan obat anti-tumor adalah dengan menemukan senyawa
yang mendasarkan target aksinya pada gen pengatur pertumbuhan atau proliferasi sel
(Gibbs, 2000).
Kanker sebenarnya merupakan suatu tumor atau neoplasma atau
neoblastoma yang terdiri dari tumor jinak (benign, benigna) dan tumor ganas
(malignant, maligna, kanker). Kanker dibedakan menjadi dua yaitu sarkoma dan
karsinoma. Sarkoma bersifat luas/mensensimal misalnya fibrosarkoma,
limposarkoma, osteosarkoma. Sedangkan karsinoma bersifat epitelial sebagai contoh
kanker payudara, kanker lambung, kanker uterus, kanker kulit (Khan et al., 2006). Uji
sitotoksik adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel yang digunakan
untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari suatu senyawa. Penggunaan uji
sitotoksik pada kultur sel merupakan Salah satu cara penetapan in vitro untuk
mendapatkan obat-obat sitotoksik. Sistem ini merupakan uji kuantitatif dengan cara
menetapkan kematian sel. Parameter yang digunakan untuk uji sitotoksik yaitu nilai
IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan
proliferasi sel sebesar 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa
terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji
pengamatan kinetika sel (Cho et al., 1998). Nilai IC50 dapat menunjukkan
potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC50 maka senyawa
tersebut semakin tidak toksik. Bagian akhir uji sitotoksik dapat memberikan
konsentrasi yang maksimum yang masih memungkinkan sel mampu bertahan hidup.
Bagian akhir uji sitotoksisitas pada organ target memberikan informasi langsung
tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik (jjanegara dan
wahyudi, 2009).
Kanker merupakan suatu neoplasma yang terdiri dari tumor jinak (benign) dan
tumor ganas (malignant) (Kennia 2008: 1). Tumor ganas bermetastasis dan tumor
jinak tidak bermetastasis. Perbandingan antara intisel dengan sitoplasma tumor ganas
1:1, sedangkan tumor jinak 1:4 (sama dengan sel normal). Pada tumor ganas terdapat
pleomorfi yaitu bentuk dan ukuran inti sel yang berbeda-beda, terdapat pula sel etia
yaitu sel yang mempunyai inti lebih dari satu. Pada tumor ganas tidak terdapat
anaplasi (dediferensiasi) yang berarti kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi
sel (Amalina 2008: 7 & Rostika 2010: 1).
Usaha mencari obat alternatif untuk mengobati penyakit kanker sampai saat
ini masih tetap dilakukan namun belum banyak ditemukan obat yang dapat mengatasi
penyakit tersebut. Oleh karena itu, diperlukan eksplorasi dari bahan alam hayati,
penemuan obat yang dapat menghambat atau menyembuhkan penyakit kanker secara
selektif, efektif, dan tidak menimbulkan efek samping. Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) telah digunakan untuk bioassay umum yang mampu
mendeteksi spektrum bioaktivitas dalam ekstrak suatu tanaman menggunakan
Artemia salina Leach. Metode yang digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa
aktif antikanker terhadap uji toksisitas menggunkan larva udang dari Artemia salina
Leach. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay guided fractionation dari bahan
alam karena mudah, cepat, dan murah serta dapat digunakan untuk memprediksi
toksisitas dari sampel uji.
Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor
aktivitasnya dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik
antitumor. Apabila senyawa tersebut dinyatakan bersifat toksik terhadap larva
Artemia salina L., maka dapat dilakukan uji lanjutan antikanker terhadap sel kanker.
Efek sitotoksik menggunakan sel kanker dievaluasi dengan menggunakan metode
MTT assay. Uji sitotoksik untuk mengetahui potensi antikanker suatu
ekstrak/senyawa yang dinyatakan dengan IC50, yang merupakan konsentrasi larutan
uji yang dapat mematikan 50% populasi se. Untuk menentukan nilai IC50, hambatan
pertumbuhan sel, sel yang hidup maupun yang mati dengan dasar pembentukan
kristal formazan yang berwarna ungu. Hambatan pertumbuhan sel terdeteksi dengan
adanya absorbansi sel dalam bentuk warna. Intensitas warna ungu porposional dengan
jumlah sel yang hidup (membentuk kristal formazan), sedangkan sel yang mati akan
memberikan warna kuning (Meiny suzery.2014)
Uji sitotoksik merupakan uji invitro dengan menggunakan kultur sel yang
digunakan untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu senyawa. Sistem tersebut
merupakan uji kualitatif dengan menetapkan kematian sel. Dasar dari percobaan
tersebut antara lain bahwa sistem penetapan aktivitas biologis seharusnya
memberikan kurva dosis respon yang menunjukkan hubungan lurus dengan jumlah
sel (Anggriati 2008: 22)
Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50 % dan
menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai IC50 yang
menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa. Semakin besar harga IC50 maka
senyawa tersebut semakin tidak toksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang
bersifat toksik pada sel. Uji sitotoksik dapat memberikan informasi konsentrasi obat
yang masih memungkinkan sel mampu bertahan hidup. Akhir dari uji sitotoksik
adalah memberikan informasi langsung tentang perubahan yang terjadi pada fungsi
sel secara spesifik (Amalina 2008:16)
Penyebab utama kanker tidak diketahui. Tetapi dipercaya bahwa ada bahan
tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya kanker. Kira-kira 80 kanker persen dari
diantarannya disebabkan oleh faktor lingkungan. Empatpuluh persen pria menderita
kanker disebabkan karena tembakau termasuk diantaranya adalah kanker paru-paru.
Pecandu berat minuman alkohol dapat menyebabkan kanker oesophagal, lambung
dan kerongkongan. Kanker juga dapat timbul dari hasil limbah industri seperti asbes,
nikel, aspal, jelaga dan dalam dosis tinggi penggunaan sinar-x dapat mendorong
kearah kanker kulit, paru-paru kanker dan leukemia. Faktor lain pendukung
timbulnya kanker disesbabkan oleh infeksi, trauma, ketidak seimbangan hormon dan
kekurangan gizi. Selain itu kesalahan dalam pola makan juga dapat menjadi penyebab
utama kanker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kanker berjangkit secara tidak
tidak langsung tergantung dari asupan jumlah protein hewani, terutama daging.
Bahwa ada hubungan antara memakan daging yang berlebihan dengan timbulnya
kanker itu sendiri (Drive. M. A, 1999)
Pemakaian obat tradisional oleh masyarakat terutama dalam pengobatan
tumor dilakukan dengan alasan yang bersifat medis, kejiwaan maupun sosial
ekonomi. Pada kanker stadium lanjut, obat tradisional jelas tidak bermakna
memperpanjang umur penderita tetapi bermanfaat meningkatkan kualitas hidup
penderita Pengobatan tumor dengan obat yang berasal dari tumbuhan dimaksudkan
sebagai usaha pencegahan (kemopreventif) dan selalu diberikan dalam bentuk
kombinasi dengan beberapa macam tumbuhan (Saputra et al. 2000).

PENGOBATAN MENGGUNAKAN TANAMAN OBAT


Berbeda dengan pengobatan menggunakan obat sintetik yang dapat diberikan
sebagai obat utama atau sebagai terapi tambahan (adjuvant), pengobatan dengan obat
berasal dari tanaman dapat pula dimaksudkan untuk usaha pencegahan
(kemopreventif). Adapun tujuan pengobatan kurang lebih sama dengan obat sintetik
seperti kemoterapi, imunoterapi atau terapi paliatif dan nyeri kanker, dalam
prakteknya pengobatan selalu menggunakan terapi kombinasi dari beberapa macam
tanaman obat dengan memperhatikan efek samping yang mungkin terjadi.
1. Tapak Dara (Catharanthus roseus).

Catharanthus roseus, umumnya dikenal dengan tapakdara Madagaskar,


merupakan spesies asli dan endemik Madagaskar. Namun sudah banyak tersebar
diseluruh dunia. Tanaman ini juga dikenal dengan nama Ammocallis rosea,
Vinca rosea, Lochnera rosea, Cape periwinkle, rose periwinkle. Di Indonesia
dikenal dengan nama tapak dara. Simplisia yang dipakai adalah Catharanthii
Folium.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan mendapatkan bahwa tanaman tapak
dara ini banyak sekali mengandung bahan kimia aktif yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat-obatan. Dengan adanya kesadaran kita tentang
pentingnya obat-obatan yang berbahan dasar alami (Back to Nature) maka
pengetahuan tentang banyaknya kandungan bahan kimia yang dapat digunakan
menjadi bahan dasar obat sangatlah penting. Tanaman ini diidentifikasi
mengandung sebanyak 130 bahan bioaktif yang dikenal dengan nama Terpenoid
Indole Alkaloids atau disingkat dengan TIAs. Beberapa dari bahan ini telah
diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan seperti bahan aktif
yang disebut catharantine, vinblastine, vincristine, vindoline dan
Catharoseumine. Vinblastine dan vincristine telah diketahui dapat digunakan
sebagai obat kanker yang diekstrak dari daun tanaman tapak dara yang
mengandung alkaloid bisindol (Chung et al. 2011; Man et al. 2012; Verma et al.
2012).
2. Temu putih (Curcuma zedoaria (Christm) Roscoe)

Dalam dasawarsa belakangan ini C. zedoaria atau dikenal dengan nama


daerahnya kunyit putih, temu putih, atau koneng bodas secara tradisional
rimpangnya (rhizoma) digunakan untuk pengobatan kanker serviks dan
meningkatkan efektivitas kemoterapi pada penderita kanker (Dalimartha 2003).
Penelusuran aktivitas biologik tertentu berdasarkan kandungan bahan bioaktif
atau kelompok senyawa homolog merupakan peluang untuk pengembangan
kandidat bahan baku obat atau bermanfaat sebagai zat identitas aktivitas biologis
tumbuhan tersebut. Salah satu model eksplorasi untuk mencari senyawa bioaktif
adalah fraksinasi/isolasi yang berpedoman hasil uji bioaktivitas (bioassay-guided
fractionation) (Colegate, 1993). Uji bioaktivitas awal yang dapat dilakukan untuk
memperoleh senyawa yang berpotensi sebagai anti tumor dimulai dengan uji
ketoksikan terhadap larva udang, dengan nilai (LC50) kurang dari 1000 bpj
((Mclaughlin,1998), uji bioaktivitas dapat dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas
terhadap sel lestari tumor. Ekstrak Sel MDCK (sel tumor ginjal anjing) dan sel
MCA-B1 (sel tumor mulut anjing) adalah sel lestari tumor yang telah
dikarakterisasi (Priosoeryanto, 1995) dan dapat digunakan sebagai model sel
lestari untuk pengujian aktivitas antiproliferasi. Berdasarkan kajian pustaka yang
dilakukan oleh Windono dan Parfati (2002) senyawa seskuiterpenoid yang
terdapat dalam C zedoaria adalah golongan bisabolan (ar-turmeron, -turmeron,
zingiberen, detetrahidro-ar-turmeron), eleman (-elemen, kurzerenon),
germakran (germakron, kurdion, neokurdion, dehidrokurdion, furanodien,
13hidroksigermakron, kurzeon), eudesman (kurkolonol), guaian (guaidiol,
aerugidiol, kurkumol, kurkumenon, kurkumenol, isokurkumenol,
prokurkumenol, epikurkumenol, zedoarondion, zedoarol, zedoaron) dan
spirolakton (kurkumanolid A dan B).
3. Tanaman Suku Cruciferae

Termasuk dalam suku ini adalah kubis, sawi, lobak, broccoli, Brussel
sprouts, Cauliflower, dan tanaman lain yang berdaun hijau, terutama dari genus
Brassica. Pemakaian genus Brassica dalam pengobatan kanker lebih banyak
ditujukan untuk tujuan pencegahan (kemopreventif) yang didukung oleh data
eksperimental laboratorium maupun data epidemiologi. Khasiat antitumornya
karena adanya efek protektif dari Brassica disebabkan terutama oleh kandungan
senyawa glukosinalat atau indol metil glukosinalat dan lebih dikenal lagi sebagai
glukobrassin. Oleh pH asam dalam lambung dan oleh enzim mirosinase
glukosinalat terhidrolisis menjadi senyawa indolik poliaromatik seperti indol-3-
karbinol (13C) dan senyawa isotiosianat (3,4,5,6). Mekanisme protektif dari
senyawa isotiosianat dengan cara memodulasi metabolisme karsinogen melalui
induksi enzim fase 2 detoksikasi dan dengan cara menghambat enzim fase 1 yang
mengaktivasi karsinogen. Isotiosianat akan diekskresikan melalui urin dalam
bentuk metabolitnya terutama ditiokarbamat (7), pH asam dalam lambung
selanjutnya akan merubah senyawa indol-3 karbinol menjadi berbagai produk
kondensat mulai dari bentuk linier, dimmer-siklik, trimmer dan tetramer
membentuk senyawa heterosiklik seperti indokarbazol. Kondensat indol inilah
yang bertanggung jawab terjadinya proses alterasi dalam metabolisme
karsinogen.
Komponen yang ada dalam Cruciferae mampu menstimulasi produksi Tumor
Necrosis Factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1) yang dibuktikan dengan memberi
secara per oral jus kubis pada kelompok tikus normal dan tikus yang menderita
hepatoma. Ternyata TNF dan IL-1 yang disekresikan oleh makrofag peritoneal
berasal dari kelompok tikus normal jauh lebih tinggi dari pada yang berasal dari
kelompok tikus yang menderita hepatoma. Disimpulkan bahwa Cruciferae
mampu merangsang produksi TNF dan IL-1 (12). Studi case-control antara faktor
diet dan kanker perut antara tahun 1990 sampai 1991 di Korea membuktikan
bahwa mereka yang terkena kanker perut adalah mereka yang kurang
mengkonsumsi sayuran segar seperti kubis-kubisan dan banyak mengkonsumsi
makanan yang direbus dan bergaram.
4. Solanum nigrum L

Nama daerah terong ranti, bahan yang digunakan buah yang belum masak.
S. nigrum L atau yang dikenal sebagai black nightshade mempunyai beberapa
khasiat di antaranya hepatoprotektif, antitumor, dan antidepresan.
Hasil studi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kasus
kanker esophagus dengan diet jagung, kacangkacangan, dan pumpkin, serta
terdapat pula hubungan yang signifikan antara penurunan kasus kanker
esophagus perokok dengan mengkonsumsi buah S. nigrum. Diperkirakan
kandungan dalam buah S. nigrum berkhasiat sebagai protease inhibitor, jika
terjadi hambatan terhadap enzim protease inhibitor akan terjadi over-ekspresi
dari faktor pertumbuhan dan merangsang proliferasi onkogen.
Menurut Chang et al. (19) alkaloid total dari ekstrak buah yang belum
masak S. nigrum pada dosis 50 –500 mcg/ml dapat menghambat 40-50%
pertumbuhan sel tumor meningeal yang ditransplantasikan ke dalam tubuh hewan
percobaan. Solamagrin mempunyai efek sitotoksik yang paling tinggi, pada dosis
10 mcg/ml dapat menyebabkan disintegrasi kultur sel HeLa setelah 15 jam
kontak. Ekstrak S. nigrum juga menghambat pertumbuhan ascetic sarcoma 180
sebesar 30%. Studi klinik penggunaan S. nigrum dalam pengobatan karsinoma
menyebutkan bahwa sediaan dekok atau parenteral dari ekstrak seluruh bagian
tanaman telah digunakan terhadap 95 kasus berbagai macam penyakit malignasi
seperti karsinoma dari serviks, esophagus, payudara, paru dan hati. Efek yang
diperoleh di antaranya antiinflamasi, detoksifikasi, peningkatan nafsu makan dan
kondisi mental serta remisi dari symptom dan signs. Remisi total diperoleh pada
pemakaian ekstrak S. nigrum pada pengobatan khorioepitelioma, karsinoma
indung telur, hepatoma, dan sarcoma.
BAB III
PENUTUP
Di berbagai belahan dunia tumbuhan obat telah banyak digunakan untuk
pengobatan kanker, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. Tanaman yang
digunakan adalah yang mengandung senyawa atau substansi seperti karotenoid,
vitamin C, selenium, serat dan komponen-komponennya, dithiolthiones, isotiosianat,
indol, fenol, inhibitor protease, senyawa aliin, fitosterol, fitoestrogen dan limonen.
Glukosinalat dan indol, tiosianat dan isotiosianat, fenol dan kumarin dapat
menginduksi multiplikasi enzim fase II (melarutkan dan umumnya mengaktivasi);
asam askorbat dan fenol memblok pembentukan karsinogen seperti nitrosamin;
flavonoid dan karotenoid bertindak sebagai antioksidan; karotenoid dan sterol
merubah struktur membran atau integritas; senyawa yang mengandung sulfur dapat
menekan DNA dan sintesis protein, sedangkan fitoestrogen bersaing dengan estradiol
untuk reseptor estrogen sehingga akan terjadi keadaan anti-proliferatif.
pengobatan dengan obat berasal dari tanaman dapat pula dimaksudkan untuk
usaha pencegahan (kemopreventif). Adapun tujuan pengobatan kurang lebih sama
dengan obat sintetik seperti kemoterapi, imunoterapi atau terapi paliatif dan nyeri
kanker, dalam prakteknya pengobatan selalu menggunakan terapi kombinasi dari
beberapa macam tanaman obat dengan memperhatikan efek samping yang mungkin
terjadi.
Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam yang dikenal dengan Obat Asli
Indonesia (OAI) atau obat herbal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat di
Indonesia secara turun temurun. Tumbuhan obat asal Indonesia yang sering
digunakan untuk pengobatan tumor antara lain: Cathranthus roseus/Vinca rosea,
Temu putih (Curcuma zedoaria (Christm) Roscoe), Tanaman Suku Cruciferae,
Solanum nigrum L
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, N. 2008. Uji sitotoksik ekstrak etanol 70 % buah merica hitam (Piper
nigrum L.) terhadap sel HeLa. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Anggraini, P. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Kemukus (Piper cubeba
L.) Terhadap Sel HeLa. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Drive. M. A Complete Handbook of Natural Cure . (1999)


http://www.healthlibrary.com/reading/ncure/chap32.htm

Haryoto. 2013. Aktivitas sitotoksik ekstrak etanol tumbuhan sala terhadap sel Hela.
Fakultas farmasi universitas muhammadiyah: Surakarta

Meiny suzery.2014. Evaluation of Cytotoxicity Effect of Hyptis pectinata Poit.


(Lamiaceae) extracts using BSLT and MTT metods. Universitas
Diponegoro : Diponegoro

Ni Luh Watiniasih. 2012. Praktek baik budidaya tanaman tapak dara (Catharanthus
roseus (Linn.) Don). Universitas udayana : Bali

Ros sumarny. 2014. Aktivitas antiproliferasi ekstrak rimpang temuputih [curcuma


zedoaria (christm) roscoe] terhadap sel lestari tumor secara in vitro.
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop

Suprapto Ma’at. 2003. Tanaman obat untuk pengobatan kanker Fakultas Kedokteran
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Yayasan Kanker Wisnuwardhana: Surabaya

Anda mungkin juga menyukai