DALAM SUNBLOCK
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan nilai SPF (Sun Protective Factor) senyawa yang berfungsi sebagai
peyerap sinar UV dalam sediaan sunblock dengan metode spektrofotometri UV
B. DASAR TEORI
Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari
sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat banyak
paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat
mempengaruhi kesehatan kulit semua individu. Untuk mencegah efek buruk pajanan sinar matahari
dapat dilakukan dengan cara menghindari pajanan berlebihan sinar surya, yaitu tidak berada di luar
rumah pada jam 10:00-16:00, memakai pelindung fisik seperti pakaian tertutup, payung, caping
dan memakai tabir surya topikal apabila memang kegiatan mengharuskan berada di bawah terik
matahari (Perwitasari, dkk, 1999).
Dalam American Cancer Society (2001) sinar surya yang sampai di permukaan bumi dan
mempunyai dampak terhadap kulit dibedakan menjadi sinar ultraviolet A atau UV-A (λ 320-400
nm), sinar UV-B (λ 290-320 nm) dan sinar UV-C (λ 200-290 nm) . Menurut Satiadarma (1986)
sebenarnya sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum sinar matahari namun
sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksireaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk
terhadap kulit manusia baik berupa perubahan-perubahan akut seperti eritema, pigmentasi dan
fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit. Efek buruk
sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pajanan serta intensitas radiasi sinar
UV.
Bonina et al. (1996) melaporkan bahwa pengunaan antioksidan pada sediaan tabir surya dapat
menigkatkan aktivitas fotoprotektif. Pengunaan zat- zat yang bersifat antioksidan dapat mencegah
berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV. Beberapa golongan senyawa aktif
seperti flavonoid, tanin, antraquinon dan sinamat telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai
perlindungan terhadap sinar UV (Meri dkk, 2012).
Kosmetika yang digunakan untuk menjaga kesehatan kulit sebagai antisipasi dampak buruk
sinar matahari umum dikenal dengan nama Sun Block. Sun Block secara umum mempunyai
kandungan kimiawi yang dapat menangkal dampak buruk dari sinar UV A dan UV B. Protective
Aging (PA) merupakan komposisi bahan kimia yang dapat menangkal dampak UV A. Sun
Protection Factor (SPF) adalah komposisi bahan kimia yang digunakan untuk menangkal dampak
buruk dari UV B.
Oleh karena itu di buat kosmetik untuk menyerang sinar matahari (sunscreen) atau menahan
sinar matahari (sunblock).
Sunscreen, sesuai dengan namanya, berfungsi menyaring (screen, filter) sinar ultraviolet.
Sunscreenbekerja menyerap sebagian radiasi ultraviolet dan mengurangi radiasi yang berbahaya
untuk kulit. Dan biasanya yang disaring adalah sinar UVB sesuai dengan sifat panjang gelombang
nya yang tidak sampai menembus jaringan kulit lebih dalam.
Sementara sunblock, berfungsi memblok (menghambat) atau memantulkan sinar ultraviolet.
Sunblock memiliki kandungan zinc oxide atau titanium dioxide yang berfungsi memantulkan
radiasi UV. Perlindungan yang diberikan sunblock bersifat fisik dan hanya bisa menghalangi sinar
UVA.
Pada praktikum ini produk sun block yang di analisis adalah Vaseline Intensive Care Healthy
Sunblok SPF 30 diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia. Sun block ini mempunyai kandungan
kimiawi yang lengkap yaitu SPF dan PA dengan berbagai tingkatan menyediakan pilihan produk
dengan SPF dari 15 – 45 yang berarti sun block ini dapat menangkal sinar UV B antara 93 persen
hingga 98 persen. Kandungan PA-nya berkisar antara PA+ hingga PA + + + yang berarti sun block
ini mampu menangkal dampak buruk sinar UV A selama 2 – 8 jam pemakaian.
Pada kemasan produk sunscreen sering dicantumkan SPF dan PA+. Menurut US FDA
SPF(Sun Protection Factor) is a measure of how much solar energy (UV radiation) is required to
produce sunburn on protected skin (i.e., in the presence of sunscreen) relative to the amount of
solar energy required to produce sunburn on unprotected skin. As the SPF value increases,
sunburn protection increases.Jadi pada dasarnya angka SPF menunjukkan seberapa kuat sunscreen
yang kita pakai untuk memberikan perlindungan dari sunburn, tanpa memberikan informasi apapun
mengenai waktu. Karena itu, jangan berlama-lama berada di bawah sinar matahari setelah memakai
sunscreen dengan SPF tinggi karena itu tidak menjamin kita tidak mengalami sunburn. Intensitas
UV yang dipancarkan sinar matahari berbeda-beda tergantung waktu. Pada pagi hari intensitas UV
tentunya lebih rendah dibandingkan dengan tengah hari. Itu sebabnya SPF bukan merujuk pada
waktu, melainkan pada intensitas radiasi UV yang bisa dihambat oleh sunscreen.Namun nilai SPF
yang tertera merupakan kemampuan proteksi tabir surya terhadap sinar UVB.
Bahan aktif tabir surya terbagi atas dua kelompok sesuai kegunaannya, yaitu :
a. Absorbing Compound
Berfungsi pada penyerapan sinar UVB untuk menyaring sinar yang masuk, seperti :
• Octylmethoxycinnamate
• Octocrylene
• Ethylhexylmethoxycinnamate
• Octyl dimethyl PABA
• Parsol 1789/ avobenzone
• Benzophenone 3/ oxybenzone
• Mexoryl SX: terepthalylidenedicamphor sulfonicacid
• Mexoryl XL: drometrizoletrisiloxane
• Tinosorb
b. Reflecting Compound
Berfungsi sebagai penghambat penyerapan sinar UVA, seperti :
• Titanium dioxide
• Zinc oxide
• Butyl Methoxydibenzoylmethane
Dimana:
CF = Faktor koreksi
EE = Spektrum efek eritema
I = Spektrum intensitas matahari
Abs = Absorbansi sampel
Nilai SPF (Sun Protecting Factor) dihitung dengan terlebih dahulu menghitung luas daerah di
bawah kurva serapan (AUC) dari nilai serapan pada panjang gelombang 280-400 nm dengan
interval 10 nm. Nilai AUC dihitung menggunakan rumus berikut :
𝐴𝑎+𝐴𝑏
AUC = 2
x (dPa-b)
Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap segmen panjang
gelombang. Nilai SPF masing-masing konsentrasi ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝐴𝑈𝐶
Log SPF =λn−λ1 x FP
λn = Panjang gelombang terbesar (dengan A ≥ 0,05 untuk ekstrak; dengan A ≥ 0,01 untuk
sediaan)
λ1 = Panjang gelombang terkecil (280 nm)
n-1 = Interval aktivitas eritemogenik
2. Secara In Vivo
Analisis dilakukan terhadap sifat anti inflamasi senyawa yang diukur dengan skor 0-4
untuk daerah kulit yang memberikan respon eritema akibat paparan sinar UV dan
dibandingkan dengan suatu kontrol.Pada penelitian ini lebih ditekankan pada efek terjadinya
eritema untuk mengetahui efek perlindungan tabir surya pada kulit secara langsung terhadap
sinar matahari. Hewan uji yang digunakan tikus putih jantan galur Wistar karena merupakan
subyek uji yang biasa digunakan dalam uji iritasi primer serta lebih aman ketika digunakan
untuk penapisan bagi senyawa yang bersifat iritan, digunakan sinar UV Exoterra karena
memiliki panjang gelombang yang sama dengan sinar UV-B (290-320 nm).
D. CARA KERJA
Ditimbang sampel sebanyak 1,00 gram.
Sampel yang telah larut disaring menggunakan kertas saring yang telah dijenuhkan terlebih dahulu
dengan etanol.
λ (nm) EE
290 0.0150
295 0.0817
300 0.2874
305 0.3278
310 0.1864
315 0.0839
320 0.0180
1. Sampel I
λ (nm) EE x 1 x Abs
290 0.06915
295 0.03940
300 0.14313
305 0.16914
310 0.09805
315 0.04160
320 0.07812
∑320
290 𝐸𝐸 x Abs = 0.576
SPF = 6
2. Sampel II
λ (nm) EE x 1 x Abs
290 0.08385
295 0.04788
300 0.17388
305 0.20553
310 0.11892
315 0.05051
320 0.09504
∑320
290 𝐸𝐸 x Abs = 0.6146
SPF = 6
3. Sampel III
λ (nm) EE x 1 x Abs
290 0.00598
295 0.03145
300 0.12387
305 0.14620
310 0.08460
315 0.03599
320 0.00732
∑320
290 𝐸𝐸 x Abs = 0.4381
SPF = 4
Prinsipnya adalah sediaan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang sinar UV yaitu 290-320 nm dengan spektrofotometer UV.
Lalu dihitung SPF nya dengan rumus yang telah diketahui dari literatur. Senyawa yang memiliki
gugus kromofor dan memiliki ausokrom akan mampu menyerap sinar UV. Kelebihan metode ini
adalah mudah untuk dilakukan dan cepat karena tidak memerlukan blangko dalam prosesnya.
Namun, metode ini juga memiliki kelemahan. Pertama, metode ini akan menghitung SPF total dari
sediaan, jadi tidak selektif pada zat tertentu. Kedua, nilai SPF tidak terbatas hanya menyerap sinar
UV saja. Sebagaimana dikatakan di atas ada zat yang melindungi kulit secara fisik. Pada metode ini
berarti zat tersebut tidak bisa ditetapkan dengan spektrofotometer karena tidak memiliki gugus
kromofor dan ausokrom. Dan yang ketiga, kemungkinan ada senyawa yang mampu menyerap sinar
UV tetapi tidak larut dalam pelarut yang digunakan, sehingga zat tersebut tidak ikut tertetapkan.
Metode terbaik untuk menghitung nilai SPF adalah secara in vivo dengan menggunakan probandus
manusia, karena dapat menggambarkan nilai SPF secara total dari sediaan tanpa adanya batasan
kondisi.
Pertama-tama dilakukan preparasi sampel. Sampel ditimbang seksama sebanyak 1,00 gram.
Kemudian dilarutkan dalam etanol 97% di labu takar 50,0 ml. Tujuan penggunaan etanol adalah
karena dapat melarutkan sampel dengan baik. Dilakukan ultrasonikasi selama 5 menit agar sampel
lebih larut. Gelombang ultrasonik yang dihasilkan alat dapat memperkecil ukuran parikel yang ada
pada sampel sehingga sampel akan terlarut dalam pelarut. Sampel yang telah larut disaring
menggunakan kertas saring yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan etanol. Tujuan
penjenuhan ini adalah untuk meminimalisir terjadinya pengurangan kadar karena terserap oleh
kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 5,0 ml kemudian diencerkan ad 50,0 ml dengan etanol. Hasil
pengenceran tersebut diambil 5,0 ml dan diencerkan ad 25,0 ml. Larutan dibaca absorbansinya tiap
5 nm pada rentang 290nm-320nm. Panjang gelombang yang digunakan pada pengukuran dipilih
karena merupakan kisaran panjang gelombang UVB sehingga dapat menggambarkan kemampuan
sampel dalam menyerap UVB. Replikasi dilakukan sebanyak 2 kali.
Larutan sampel dibaca absorbansinya pada rentang λ 290 nm-320 nm. Panjang gelombang
yang digunakan pada pengukuran dipilih karena merupakan kisaran panjang gelombang UVB
sehingga dapat menggambarkan kemampuan sampel dalam menyerap UVB.
Data absorbansi yang didapat dianalisis menggunakan persamaan Mansur yaitu:
SPF= CF x ∑320
290 𝐸𝐸 (λ) x 1 (λ) x Abs (λ)
*CF = 10
Dengan CF (Correction Factor)=10, EE (1) yaitu Erythemal Effect Spectrum),I yaitu solar
intensity spectrum. Persamaan ini telah dideterminasi sehingga suatu formula sunscreen standar
yang mengandung 8% homosalat menghasilkan SPF sebesar 4, dideterminasi dengan
spektrofotometri UV (Mansur er.al., 1986). Nilai EE x 1 adalah konstan, dideterminasi oleh Sayre
et al (1979) dan dapat dilihat pada tabel.
λ (nm) EE
290 0.0150
295 0.0817
300 0.2874
305 0.3278
310 0.1864
315 0.0839
Hasil perhitungan menunjukkan nilai SPF pada sampel I sebesar 6, sampel II sebesar 6, dan
sampel III sebesar 4. Sehingga didapat SPF rata rata yaitu 5,3, nilai SD : 1 dan nilai CV : 18,86 %.
Hal terseut menunjukan bahwa hasil yang telah diperoleh kurang presisi karena mendapatkan nilai
CV > 5 %.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi penentuan nilai SPF sebagai contoh penggunaan
solven yang berbeda untuk melarutkan sunblock, kombinasi dan konsentrasi dari sunblock, tipe
emulsi dan efek serta interaksi dari komponen pembawa seperti ester, emolient dan emulsifier yang
digunakan pada formulasi, interaksi dengan kulit, interaksi pembawa dengan kulit, penambahan zat
aktif lain, sistem pH dan sifat rheologi dari berbagai faktor yang dapat menaikkan atau menurunkan
absorbsi uv pada sunblock. ( Riegelman,et al., 1960; Agrapidis-paloympis,et al., 1987).
G. KESIMPULAN
1. Nilai SPF dalam sunblock dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan spektrofotometri
uv.
2. Prinsip penatapan nilai SPF ini adalah senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai uv filter
dapat menyerap sinar uv sehingga bisa dibaca menggunakan spektrofotometri uv
3. Penetapan nilai SPF pada sunblock menunjukkan rerata SPFnya sebesar 5,3.
4. Metode spektrofotometri uv dalam penetapan nilai SPF kurang presisi menurut EP karena
CV yang dperoleh sebesar 18,86%
H. DAFTAR PUSTAKA
Agrapidis-Paloympis, L.E., Nash,R.B., Shaanth, N.A., 1987, The effect of solvents on the
NewYork.
Bonina, F., Lanza, M., Montenegro, L., Puglisi, C., andTomaino, A., 1996, Flavonoid as
Female Kompas. Beda Sunscreen dan Sunblock. Diakses 24 April 2017 dari
http://female.kompas.com/read/2011/03/18/10085147/Beda.Sunblock.dan.Sunscreen
Food and Drug Administration United States. Sunscreen. Diakses 24 April 2017 dari
http://www.fda.gov
Meri, S., Dachriyanus,dan Doni P.P., 2012, Aktivitas Perlindungan Sinar UV Kulit Buah
Mangosta Linn, Jurnal Ilmiah Farmasi, 13(2), Universitas Andalas.
PT Unilever Indonesia ,2007,Vaseline Product, diakses 24 April 2017 dari
http://www.vaseline.co.id/product/intensive-care/targeted-care/intensive-care-healthy-
sunblock-SPF30.html
Satiadarma, H. dan Suyoto, 1986, Kesehatan Kulit dan Kosmetika, Andy Offset, Yogyakarta
Yogyakarta, 26 april 2017
Praktikan:
Shafira R (FA/10160)
ElseIfana WP (FA/10162)