Anda di halaman 1dari 19

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN SUSUT

PENGERINGAN SIMPLISIA

Posted on January 22, 2016 by Irenne Agustina

Rate This

ini file laporannya, diklik aja guys

P2

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN SUSUT PENGERINGAN


SIMPLISIA

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Mampu membedakan simplisia yang telah dibuat sebelumnya secara makroskopik (bentuk,
ukuran, dan keadaan fisik lain yang spesifik) dan organoleptik (warna, bau, dan rasa), dan dapat
melakukan standarisasi mutu dengan penentuan susut pengeringan simplisia.

1. PENDAHULUAN

Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi
simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk
obat sebagai bahan baku harus mempunyai persyaratan tertentu. Parameter mutu simplisia
meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut
air dan kadar sari larut etanol. Untuk uji kebenaran bahan dilakukan uji mikroskopik (Anonim,
2000).

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat
dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut
(Anonim, 2000):
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu
umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari
kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan
transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap
diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-
Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab
terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi
(jenis dan kadar) senyawa kandungan.

Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan dalam analisa
mutu siplisia , yaitu (Fauzi,2013):

1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :


2. Pengujian Organoleptik
3. Pengujian Makroskopik
4. Pengujian Mikroskopik
5. Parameter Non Spesifik :
6. Penetapan kadar air
7. Penetapan susut pengeringan
8. Penetapan kadar abu
9. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
10. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
11. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
12. Uji cemaran mikroba
13. Parameter Spesifik :
14. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari (Fauzi,2013).

Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia )

Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan
analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian
organoleptik, pengujian makroskopik, dan pengujian mikroskopik (Dewi, 2012):

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kebenaran simplisia menggunakan panca indra
dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa sebagai berikut :

1. Bentuk : padat, serbuk, kering, kental, dan cair


2. Warna : warna dari ciri luar dan warna bagian dalam
3. Bau : aromatik, tidak berbau, dan lain-lain
4. Rasa : pahit, manis, khelat, dan lain-lain
5. Ukuran : panjang, lebar
6. Uji Makroskopik

Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat.
Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.

3. Uji Mikroskopik

Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya


disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial,
paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur
anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan
fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia.

4. Uji Histokimia

Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam
jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan
warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi.

Parameter Non-Spesifik

1. Penetapan Kadar Air ( MMI )

Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan mempercepat
pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan
kimianya sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu
batas kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang
menyangkut persyaratan dari suatu simplisia (Fauzi,2013)

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan
dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu
berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup
aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu (Fauzi,2013):

1. Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang
dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan
metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa
faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk
melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu
pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara (Fauzi,2013)

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui
pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen
yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere
kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm.
Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina
berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer,
penunjuk mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Pada
titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama. Pada zat-zat yang
melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya dilakukan titrasi tidak langsung(Fauzi,2013).

2. Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang ulang kali di
dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih.
Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Fauzi,2013)).

Kadar air ( ) = x 100%.

3. Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Fauzi,2013).

2. Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat kecuali dinyatakan lain , suhu
penetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat
lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC
dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama
waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Fauzi,2013).

Dalam hal khusus jika bahan tidak mengandung minyak menguap/ atsiri dan sisa pelarut organik
menguap identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/ lingkungan
udara terbuka. Tujuannya adalah untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Anonim, 2013).

Susut pengeringan = x 100%

(Anonim, 2013).
3. Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu
simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian
jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya pasir atau tanah (Fauzi,2013).

4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat
(Fauzi,2013).

5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari
suatu simplisia (Fauzi,2013).

6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol
dari suatu simplisia (Fauzi,2013).

7. Uji Cemaran Mikroba


8. Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus
flavus (Fauzi,2013).

1. Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka lempengan total yang
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC FU/gram (Fauzi,2013)

1. Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh
Kemenkes yaitu 104 CFU/gram (Fauzi,2013)

Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).


Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia
simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya
dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu
dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar
(Fauzi,2013).

1. Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-
fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik,
glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain.

Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam
bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda
polaritasnya berturut-turut pelarut non polar, pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara
selektif akan memisahkan kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar
seperti eter minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter,
clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai
perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70% (Fauzi,2013).

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan terakhir
bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet (Fauzi,2013).

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari
selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia
yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat
sifatnya yang mudah terbakar (Fauzi,2013).

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu (Fauzi,2013):

1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak dan
asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas,
kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.

2. Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

1. Alkaloid
2. Senyawa fenolik : * fenol-fenol

* asam fenolat

* fenil propanoid

* flavonoid

* antrakuinon

* xanton dan stilben

1. Komponen minyak atsiri tertentu


2. Asam lemak.
3. Sari dalam etanol-air

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

1. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.


2. Antosianin
3. Glikosida
4. Saponin
5. Tanin
6. Karbohidrat

 ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven, timbangan, alat tulis, sarung tangan.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah alumunium foil, simplisia (daun kumis kucing, herba
seledri, bunga pukul delapan, kulit jeruk, daun bayam, rimpang jahe, dan rimpang kunyit).
1. CARA KERJA
2.

Simplisia yang telah disiapkan

 Uji Makroskopik dan Organoleptik

 Diamati warna, bentuk, dan dilakukan pengukuran, dicatat


 Diperiksa dengan membau (menggunakan hidung), dan merasakan (dengan lidah)
 Dicatat

Hasil

1. Uji Kadar Air Secara Gravimetri

Simplisia yang telah disiapkan

 Dimasukkan ±10 gr dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara
 Dikeringkan pada suhu 105o C selama 2 jam, dan ditimbang
 Dilanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 30 menit sampai perbedaan antara dua
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%

Hasil
1. DATA PENGAMATAN
2. Uji Makroskopik

Keterangan
No. Tumbuhan Bentuk Ukuran
Lain
Panjang : 1 cm
Panjang,
1. Turnera ulmifolia Flos –
mengkirut
Lebar : 0,2 cm
Panjang : 3 cm
Panjang agak
2. Apium graveolens Caulis –
pipih
Lebar : 0,2 cm
Panjang : 3 cm
Oval, Tulang daun
3. Apium graveolens Folium
mengkirut menjari
Lebar : 2,5 cm
Lonjong, Panjang : 3,3 cm
4. Citrus L Pericarpium panjang, –
melengkung Lebar : 1 cm
Panjang, Panjang : 1,8 cm
Curcuma domestica
5. melengkung, –
Rhizoma
tidak beraturan Lebar : 1 cm
Panjang : 7 cm
Amaranthus tricoloris Oval tidak Tulang daun
6.
Folium beraturan menyirip
Lebar : 3 cm
Panjang : 3 cm –
Zingiberis officinalis
7. Oval, pipih
Rhizoma
Lebar : 0,85 cm
Panjang, Panjang : 3,2 cm
Orthosiphon aristatus Tulang daun
8. melengkung,
Folium menyirip
mengkirut Lebar : 1,4 cm

2. Uji Organoleptik

No. Tumbuhan Warna Bau Rasa


Coklat
1. Turnera ulmifolia Flos Khas Sepet
kehitaman
Hijau
2. Apium graveolens Caulis Khas Pahit
kekuningan
Hijau
3. Apium graveolens Folium Tidak berbau Pahit
kecoklatan
Pahit sedikit
4. Citrus L Pericarpium Coklat tua Khas jeruk
asam
Curcuma domestica Kuning Khas, manis,
5. Khas
Rhizoma kecoklatan sedikit pahit
Amaranthus tricoloris
6. Hijau Tidak berbau Tidak berasa
Folium
Pedas
Zingiberis officinalis Putih
7. Khas aromatik
Rhizoma kecoklatan
Orthosiphon aristatus Hijau
8. Tidak berbau Tidak berasa
Folium kecoklatan

3. Susut Pengeringan

Susut
No. Tumbuhan Bobot awal Bobot akhir
Pengeringan
1. Turnera ulmifolia Flos 10 gr 8,2 gr 18%
2. Apium graveolens Herba 10 gr 8,5 gr 15 %
3. Citrus L Pericarpium 10 gr 8,7 gr 13 %
Curcuma domestica
4. 10 gr 9,1 gr 9%
Rhizoma
Amaranthus tricoloris
5. 10 gr 9,2 gr 8%
Folium
Zingiberis officinalis
6. 10 gr 9,2 gr 8%
Rhizoma
Orthosiphon aristatus
7. 10,25 gr 9 gr 12,19 %
Folium

1. HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk
simplisia, maka dilakukan pengujian pendahuluan yaitu organoleptik, dan pengujian
makroskopik. Pengujian makroskopis dilakukan dengan mengamati bentuk dan ukuran simplisia
sedangkan pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, bau dan rasa. Simplisia
yang digunakan pada percobaan kali ini adalah simplisia yang telah dibuat sebelumnya yaitu,
Turnera ulmifolia Flos (Bunga Pukul Delapan), Apium graveolens Herba (Herba Seledri), Citrus
L Pericarpium (Kulit Jeruk), Curcuma domestica Rhizoma (Rimpang Kunyit), Amaranthus
tricoloris Folium (Daun Bayam), Zingiberis officinalis Rhizoma (Rimpang Jahe), dan
Orthosiphon aristatus Folium (Daun Kumis Kucing).
Hasil vs Pustaka

1. Zingiberis officinalis Rhizoma (Rimpang Jahe)

Pemerian berupa rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang pendek, warna putih kekuningan,
bau khas, rasa pedas. Bentuk bundar telur terbalik, pada setiap cabang terdapat parut melekuk ke
dalam. Dalam bentuk potongan, panjang umumnya 3-4 cm, tebal 1-6,5 mm. Bagian luar
berwarna cokelat kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang terdapat serat bebas. Bekas
patahan pendek dan berserat menonjol. Pada irisan melintang terdapat berturut- turut korteks
sempit yang tebalnya lebih kurang sepertiga jari-jari dan endodermis. Berkas pengangkut
tersebar berwarna kelabu . Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil berwarna kekuningan
(Anonim,2008).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik rimpang jahe adalah berbentuk oval, pipih,
berukuran panjang 3 cm dan lebar 0,85 cm. Uji organoleptik rimpang jahe yang diperoleh adalah
berwarma putih kecoklatan, berbau khas aromatik, dan berasa pedas. Hasil ini sudah sesuai
dengan literatur yang didapatkan.

2. Curcuma domestica Rhizoma (Rimpang Kunyit)

Pemerian berupa kepingan ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai
kuning jingga kecokelatan; bau khas, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan
rasa tebal; bentuk hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang; lebar 0,5-3
cm, panjang 2-6 cm, tebal 1-5 mm; umumnya melengkung tidak beraturan, kadang-kadang
terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat kadang-kadang
jelas. Bekas patahan agak rata, berdebu, warna kuning jingga sampai cokelat kemerahan
(Anonim, 2008).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik rimpang kunyit adalah berbentuk panjang,
melengkung, tidak beraturan, berukuran dengan panjang 1,8 cm dan lebar 1 cm. Uji organoleptik
rimpang kunyit yang diperoleh adalah berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, dan berasa
khas, manis, sedikit pahit. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang didapatkan.

3. Orthosiphon aristatus Folium (Daun Kumis Kucing)

Pemerian Berupa serpihan daun dan tangkai baik bersama maupun terpisah, warna hijau
kecokelatan, tidak berbau, rasa agak pahit, rapuh, bentuk bundar telur, lonjong, belah ketupat
memanjang atau bentuk lidah tombak, ujung lancip atau tumpul, panjang 2-12 cm, lebar 1-8 cm.
Tangkai daun persegi, warna agak ungu, panjang kurang lebih 1 cm. Helai daun dengan tepi
bergerigi kasar tidak beraturan, kadang-kadang beringgit tajam dan mcngglliling ke bawah,
ujung daun dan pangkal daun meruncing. Tulang daun menyirip halus dan bercabang sedikit
(Anonim, 2008).
Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik daun kumis kucing adalah berbentuk
panjang, melengkung, mengkirut, berukuran dengan panjang 3,2 cm dan lebar 1,4 cm.
Mempunyai tulang daun menyirip. Uji organoleptik daun kumis kucing yang diperoleh adalah
berwarna hijau kecoklatan, tidak berbau dan tidak berasa. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur
yang didapatkan.

4. Apium graveolens Herba (Herba Seledri)

Warna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk daun tanaman seledri Apium graveolens L daun
majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3, helaian daun tipis dan rapat pangkal dan ujung
daun runcing tepi daun beringgit. Batangnya biasanya sangat pendek, bersegi dan beralur
membujur. Aroma wangi bau menusuk aroma khas. Rasa agak sedikit pahit (Dalimartha,2008).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik daun seledri adalah berbentuk oval,
mengkirut, berukuran dengan panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm. Mempunyai tulang daun menjari.
Uji organoleptik daun seledri yang diperoleh adalah berwarna hijau kecoklatan, tidak berbau, dan
berasa pahit. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang didapatkan.

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik batang seledri adalah berbentuk panjang
agak pipih, berukuran dengan panjang 3 cm dan lebar 0,2 cm. Uji organoleptik batang seledri
yang diperoleh adalah berwarna hijau kekuningan, beraroma khas, dan berasa pahit. Hasil ini
sudah sesuai dengan literatur yang didapatkan.

5. Amaranthus tricolor folium (Daun bayam)

Daun berbentuk bulat telur, lemas, panjang 5-8 cm, ujung tumpul, pangkal runcing serta
warnanya hijau. Bunga dalam tukal yang rapat, bagian bawah duduk di ketiak, bagian atas
berkumpul menjadi karangan bunga diujung tangkai berbentuk bulir (Dalimartha,2008).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik daun bayam adalah berbentuk oval tidak
beraturan, berukuran dengan panjang 7 cm dan lebar 3 cm. Uji organoleptik daun bayam yang
diperoleh adalah berwarna hijau, tidak berbau dan tidak berasa. Hasil ini sudah sesuai dengan
literatur yang didapatkan.

6. Citrus L Pericarpium (Kulit Jeruk)

Tanaman jeruk manis dapat mencapai ketinggian 3 – 10 m. Tangkai daun 0,5 – 3,5 cm. Daun
berbentuk elips atau bulat telur memanjang. Buah jeruk berbentuk bulat atau bulat rata dan
memiliki kulit buah tebal (sekitar 0,3 – 0,5 cm), daging buah kuning, jingga atau kemerah –
merahan. Daging buah terbagi – bagi atas 8 – 13 segmen yang mengelilingi sumbu buah. Biji
jeruk berbentuk bulat telur dan berwarna putih atau putih keabuan (Anonim, 1989).

Pemanfaatan jeruk manis adalah untuk menambah daya tahan tubuh karena mengandung vitamin
c. Kulit jeruknya mengandung minyak atsiri salah satunya yaitu limonen yang dapat
meningkatkan peredaran darah, meringankan rasa sakit akibat radang tenggorokan dan batuk,
serta dapat menghalangi berkembang biaknya sel kanker dalam tubuh. Selain limonen, kulit
jeruk juga mengandung lonalol, linalil, dan terpinol yang berkhasiat sebagai penenang.
Kandungan sitronela dalam kulit jeruk berguna sebagai anti nyamuk (Anonim, 2011). Di dalam
jeruk juga terdapat protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin dan air (Anonim, 1989).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik kulit jeruk adalah berbentuk lonjong,
panjang, dan melengkung. Berukuran dengan panjang 3,3 cm dan lebar 1 cm. Uji organoleptik
kulit jeruk yang diperoleh adalah berwarna coklat tua, berbau khas jeruk, memiliki rasa pahit dan
sedikit asam. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang didapatkan.

7. Turnera ulmifolia Flos (bunga pukul delapan)

Bunga pukul 8 adalah tumbuhan herba tegak dengan akar pena yang panjangnya 0,3-0,8 m ini
berdaun tunggal, berbentuk bulat telur elips, pangkal berbentuk baji, ujung runcing, tepi
bergerigi kasar, tulang daun menyirip, mempunyai kelenjar, panjang 1-7 cm dan lebar 1-4 cm.
Tanaman ini memiliki bunga mekar sekitar pukul 8 pagi dan layu sekitar pukul 12 siang.
Mahkota bunga bentuknya bulat telur sungsang, pangkalnya coklat, kuning muda di atasnya, dan
terpuntir waktu kuncup. Tanaman ini memiliki buah yang berbentuk telur lebar, dengan biji lebih
dari 30 (Jabar, 2014)

Bunga pukul delapan mempunyai daun dan batang yang mengandung saponin, flavonoid, dan
polifenol. Secara keseluruhan tanaman ini mempunyai rasa pedas, pahit, dan sifat
menghangatkan. Khasiatnya adalah tonik, melancarkan darah, dan untuk rematik sendi disertai
bengkak akibat memar (Jabar, 2014).

Hasil percobaan yang diperoleh pada uji makroskopik bunga pukul delapan adalah berbentuk
panjang dan mengkirut, berukuran dengan panjang 1 cm dan lebar 0,2 cm. Uji organoleptik
bunga pukul delapan yang diperoleh adalah berwarna coklat kehitaman, berbau khas dan
memiliki rasa sepet atau asam. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang didapatkan.

Percobaan ini juga melakukan standarisasi mutu dengan penentuan susut pengeringan simplisia.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan ±10 gram simplisia ke dalam oven
yang telah disiapkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Simplisia tersebut
dikeringkan pada suhu 105ºC selama 2 jam, pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan
senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap
juga, lalu timbang, dan dicatat. Kemudian pengeringan dan ditimbang pada jarak 30 menit
sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %. Lalu susut
pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

Susut pengeringan = x 100%

(Anonim, 2013).

Hasil percobaan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Turnera ulmifolia Flos

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 8,2 gr

Susut pengeringan = x 100% = x 100% = 18 %

2. Apium graveolens Herba

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 8,5 gr

Susut pengeringan = x 100% = x 100% = 15 %

3. Curcuma domestica Rhizoma

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 9,1 gr

Susut pengeringan = x 100%= x 100% = 9%

4. Citrus L Pericarpium

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 8,7 gr


Susut pengeringan = x 100% = x 100% =13%

5. Amaranthus tricoloris Folium

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 9,2 gr

Susut pengeringan = x 100% = x 100% = 8%

6. Orthosiphon aristatus Folium

Bobot awal = 10,25 gr

Bobot akhir = 9 gr

Susut pengeringan = x 100% = x 100% = 12,19%

7. Zingiberis officinalis Rhizoma

Bobot awal = 10 gr

Bobot akhir = 9,2 gr

Susut pengeringan = x 100% = x 100% = 8%

Susut pengeringan Susut pengeringan


No. Tumbuhan
menurut pengamatan menurut FHI
1. Turnera ulmifolia Flos 18% –
2. Apium graveolens Herb 15 % Tidak lebih dari 31%
Curcuma domestica
3. 9% Tidak lebih dari 12%
Rhizoma
Orthosiphon aristatus
4. 12,19 % Tidak lebih dari 12 %
Folium
Amaranthi tricoloris
5. 8% Tidak lebih dari 13,33 %
Folium
6. Zingiber officinalis 8% Tidak lebih dari 10 %
Rhizoma
7. Citrus L Pericarpium 13 % Tidak lebih dari 10 %

(Anonim, 2008)

Berdasarkan tabel perbandingan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar simplisia yang
dibuat ada yang sudah memenuhi syarat susut pengeringan (herba seledri, rimpang kunyit, daun
bayam, rimpang jahe), dan ada yang belum memenuhi syarat susut pengeringan pada literatur
(daun kumis kucing dan kulit jeruk). Hal ini mungkin disebabkan pada saat memasukkan ke
oven, dan menimbang kembali simplisia, ada simplisia yang tumpah dari alumunium foil
sehingga mempengaruhi perhitungan susut pengeringan. Pada simplisia rimpang kunyit dan
rimpang jahe mengandung minyak yang menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa
dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya
disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Jadi pada susut
pengeringan ini simplisia senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak
menguap dan air.

 KESIMPULAN
 Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan
standarisasi simplisia.
 Parameter standarisasi simplisia yang dilakukan pada percobaan adalah pengujian
pendahuluan yaitu uji organoleptik dan uji makroskopik; parameter non spesifik yaitu
penetapan susut pengeringan.
 Uji organoleptik dan uji makroskopik pada percobaan yang dilakukan sudah sesuai
dengan literatur.
 Penetapan susut pengeringan simplisia pada percobaan yang dilakukan ada yang sudah
dan ada yang belum memenuhi syarat pada literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989, Vademekum Bahan Obat Alam, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 3 – 5, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 2011, Suplemen II Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 2013, Botani Farmasi (Parameter Mutu Ekstrak), Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Kelas Ekstensi, Bandung.

Dalimartha, Setiawan, 2008, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5, Pustaka Bunda, Jakarta.

Dewi, Indri Kusuma, 2012, Simplisia dan Skrining Fitokimia,


https://www.scribd.com/doc/82951895/Simplisia-Dan-Skrining-Fitokimia, Diakses tanggal : 13
November 2015.

Fauzi, Ahmad, 2013, Pembuatan Simplisia,


https://sites.google.com/site/wwwilmukitacom/system/app/pages/recentChanges?offset=25,
Diakses tanggal : 26 November 2015.

Jabar, Sunda Al, 2014, Khasiat Obat dan Manfaat Bunga Pukul 8,
http://www.asgar.or.id/kesehatan-health/makanan-dan-minuman-sehat/khasiat-obat-dan-
manfaat-bunga-pukul-delapan/. Diakses tanggal : 28 November 2015
LAMPIRAN I

Pertanyaan

1. Mengapa bahan baku simplisia perlu dikeringkan segera setelah di panen?


2. Apakah perbedaan antara kadar air dengan susut pengeringan?
3. Jelaskan tentang beberapa metode penetapan kadar air sediaan herbal?

Jawaban

1. Bahan baku simplisia perlu dikeringkan agar kadar air dalam simplisia berkurang dan
menghentikan reaksi enzimatik. Air yang terdapat dalam simplisia dapat dijadikan
sebagai media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.
2. – Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan. Tujuannya untuk
mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan

– Kadar air adalah kandungan air yang berada didalam bahan simplisia. Pengukuran dapat
dilakukan dengan titrasi, destilasi, dan gravimetri. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk
mengetahui batasan maksimal/rentang tentang besarnya kadar air di dalam bahan.

3. Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang
dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen

1. Metode Azeotropi
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali didalam
labu dan menggunakan pendingin baik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang
digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembapan

1. Metode Gravimetri

Metode ini dilakukan dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap.

Anda mungkin juga menyukai